1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 dijelaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Menurut Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, klaim yang diajukan oleh fasilitas kesehatan terlebih dahulu dilakukan verifikasi oleh verifikator BPJS Kesehatan yang tujuannya adalah untuk menguji kebenaran administrasi pertanggungjawaban pelayanan yang telah dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan. Menurut BPJS Kesehatan tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim, alur verifikasi dimulai dengan fasilitas kesehatan menyiapkan berkas klaim, kemudian verifikator BPJS Kesehatan melakukan verifikasi administrasi kepesertaan, administrasi pelayanan, dan verifikasi pelayanan dengan menggunakan software verifikasi. Verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnosis dan prosedur pada tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM (dengan melihat buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya). Setelah itu BPJS Kesehatan akan melakukan persetujuan klaim dan melakukan pembayaran.
2 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/095/I/2010 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan baik jaminan kesehatan nasional, jaminan kesehatan provinsi, maupun jaminan kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit ikut berperan andil sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Peran rumah sakit terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan wajib melayani peserta dengan kendali biaya dan kendali mutu. Kendali biaya dan kendali mutu ini sangat dipengaruhi oleh peran dokter sebagai tenaga kesehatan yang mempunyai hak dan kewajiban menegakkan dan menentukan diagnosis utama pada pasien serta berkuasa penuh merencanakan dan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Selain dokter, peran kendali biaya dan mutu ini juga sangat dipengaruhi oleh perekam medis sebagai tenaga keteknisian medis. Perekam medis bertugas menganalisis kelengkapan berkas rekam medis dan kesesuaian penentuan diagnosis utama pada pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter kepada pasien dalam kaitannya dengan penggantian biaya (klaim) oleh badan penyelenggara jaminan kesehatan. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan upaya kendali biaya dan kendali mutu, dokter dan perekam medis harus bekerja sama dalam menentukan kesesuaian penentuan diagnosis utama dan pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien.
3 Menurut Permenkes RI No. 27 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBG s), coding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke rumah sakit. Ketepatan dalam penegakan dan penentuan diagnosis utama sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya penggantian biaya (klaim) dari badan penyelenggara jaminan kesehatan. Ketidaktepatan reseleksi dan pengodean diagnosis utama dapat mengakibatkan kerugian dari pihak rumah sakit dan penyelenggara jaminan kesehatan. Jika diagnosis dan kode diagnosis pasien tidak tepat, rumah sakit akan menerima penggantian biaya yang lebih kecil atau yang lebih besar dari seharusnya. Jumlah biaya kalim yang diterima rumah sakit telah diatur dalam Permenkes RI No.69 tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Menurut WHO (2010), dokter sebagai salah satu sumber daya yang terlibat dalam proses penentuan diagnosis utama pasien terkadang melakukan kesalahan yaitu salah menentukan diagnosis utama pasien. Jika hal itu terjadi maka sebagai petugas rekam medis yang bertanggung jawab melakukan analisis berkas rekam medis wajib menanyakan kejelasan diagnosis utama pasien kepada dokter yang
4 merawat pasien tersebut. Namun jika dokter yang terkait tidak memungkinkan untuk dimintakan kejelasan tentang diagnosis utama yang dipilih maka petugas rekam medis melakukan reseleksi diagnosis dengan menggunakan pedoman ICD-10. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fatmawati (2014) menunjukkan bahwa dari 107 kasus penyakit dalam pasien Jamkesda di Rumah Sakit Akademik Yogyakarta, terdapat 29 kasus yang tidak tepat dalam penentuan diagnosis utamanya. Hal ini disebabkan oleh faktor sumber daya manusia dan SPO (Standar Prosedur Operasional). Rumah Sakit Hidayah merupakan rumah sakit swasta tipe D dengan jumlah kunjungan pasien rawat inap pertahun sebanyak 6300 pasien. Rumah Sakit Hidayah memiliki petugas rekam medis sebanyak empat orang yang terdiri dari dua orang lulusan D3 Rekam Medis dan dua orang lulusan SMA. Kegiatan pengodean dilakukan oleh petugas dengan lulusan D3 Rekam Medis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Hidayah Boyolali, terdapat 7 kasus dari 20 sampel yang reseleksi diagnosis utama pasien tidak tepat, yaitu tidak sesuai dengan aturan ICD-10. Sehingga dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya klaim yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan kesehatan kepada rumah sakit, biaya kalim yang diterima rumah sakit lebih sedikit dari yang seharusnya. Rumah Sakit Hidayah merupakan
5 rumah sakit baru yang sedang berkembang dengan jumlah kunjungan terus meningkat setiap harinya. Dengan semakin meningkatnya kunjungan pasien, pendapatan rumah sakit juga akan ikut meningkat. Namun, dengan adanya ketidaktepatan reseleksi diagnosis utama pasien BPJS menyebabkan pendapatan rumah sakit tidak ikut bertambah secara significant. Oleh karena itu penelitian ini akan mengangkat judul Evaluasi Ketepatan Reseleksi Diagnosis Utama Sebelum dan Setelah Verifikasi pada Kasus Pasien BPJS di Rumah Sakit Hidayah Boyolali. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana evaluasi ketepatan reseleksi diagnosis utama sebelum dan setelah verifikasi pada kasus pasien BPJS di Rumah Sakit Hidayah Boyolali? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui ketepatan reseleksi diagnosis utama sebelum dan setelah verifikasi pada kasus pasien BPJS di Rumah Sakit Hidayah Boyolali.
6 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui proses reseleksi diagnosis utama pasien BPJS di Rumah Sakit Hidayah Boyolali. b. Mengetahui persentase ketepatan reseleksi dan pengodean diagnosis utama sebelum dan setelah verifikasi pada kasus pasien BPJS di Rumah Sakit Hidayah Boyolali. c. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan ketidaktepatan reseleksi dan pengodean diagnosis utama kasus pasien BPJS di Rumah Sakit Hidayah Boyolali. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Manfaat praktis a. Bagi rumah sakit 1) Sebagai masukan dalam reseleksi dan pengodean diagnosis utama untuk proses pengelolaan rekam medis. 2) Sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan bagi rumah sakit. b. Bagi perancang 1) Menambah pengetahuan mengenai reseleksi diagnosis utama.
7 2) Sebagai sarana penerapan ilmu pengetahuan yang didapat di bangku perkuliahan. 2. Manfaat teoritis a. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas disiplin ilmu rekam medis khususnya dalam hal reseleksi diagnosis utama. b. Bagi peneliti lain Dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai acuan/referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya dengan tema yang hampir sama. E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan tema Evaluasi Ketepatan Reseleksi Diagnosis Utama Sebelum dan Setelah Verifikasi pada Kasus Pasien BPJS di Rumah Sakit Hidayah Boyolali belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun beberapa penelitian dengan tema yang hampir sama pernah dilakukan, diantaranya: 1. Fatmawati (2014), dengan judul Gambaran Kesesuaian Penentuan Diagnosis Utama Pasien Jamkesda Kasus Penyakit Dalam Rumah Sakit Akademik UGM Berdasarkan ICD-10. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui gambaran
8 kesesuaian penentuan diagnosis utama pasien Jamkesda dengan kasus penyakit dalam di Rumah Sakit Akademik UGM dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaiannya. Metode penelitian yang digunakan Fatmawati (2014) adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif serta dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian Fatmawati (2014) adalah terdapat angka ketidaksesuaian penentuan diagnosis utama pasien Jamkesda sebanyak 29 kasus dari 107 kasus penyakit dalam dan faktorfaktor yang menyebabkan ketidaksesuaian itu adalah kurangnya sumber daya manusia (petugas verifikator), kurangnya pengetahuan sumber daya manusia dalam menggunakan ICD-10, belum ada SOP yang mengatur pelaksanaan yang terkait penentuan diagnosis pasien berdasarkan ICD-10 dan belum ada pelatihan terkait penggunaan ICD-10. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan Fatmawati (2014) adalah sama-sama membahas bagaimana mereseleksi diagnosis utama pasien rawat inap. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan Fatmawati (2014) adalah pada pokok bahasannya, yaitu pada penelitian Fatmawati (2014) membahas penentuan diagnosis utama pasien kasus penyakit dalam,
9 sedangkan peneliti membahas reseleksi diagnosis utama pada semua pasien sebelum dan setelah dilakukan verifikasi. 2. Lisnawati (20 12), dengan judul Ketepatan Kode Diagnosis Utama dengan ICD-10 pada Lembar Ringkasan Masuk Keluar Ibu, Bayi dan Anak di RSKIA Sadewa Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengodean diagnosis utama pada lembar ringkasan masuk keluar ibu, bayi dan anak, mengetahui persentase ketepatan kode diagnosis utama pada lembar ringkasan masuk keluar ibu, bayi dan anak, mengetahui dampak dari ketidaktepatan kode diagnosis utama pada lembar ringkasan masuk keluar ibu, bayi dan anak, mengetahui upaya yang dilakukan petugas rekam medis dalam mengatasi ketidaktepatan kode diagnosis utama pada lembar ringkasan masuk keluar ibu, bayi dan anak. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif serta dengan rancangan fenomenologis. Hasil dari penelitian tersebut adalah pelaksanaan pengodean dilakukan oleh petugas rekam medis RSKIA Sadewa Yogyakarta. Fasilitas pengodean menggunakan buku pintar dan ICD-10. Proses pengodean dilakukan setelah berkas rekam medis selesai assembling. Tingkat ketepatan pada lembar ringkasan masuk keluar ibu sebesar 41,94%, tingkat ketepatan pada lembar
10 ringkasan masuk keluar bayi sebesar 35,48% dan tingkat ketepatan pada lembar ringkasan masuk keluar anak sebesar 22,58%, jadi, lembar ringkasan masuk keluar yang mencapai tingkat ketepatan paling tinggi yaitu lembar ringkasan masuk keluar ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan kode diagnosis utama yaitu prosedur tetap yang belum dibuat oleh petugas rekam medis, cara menentukan kode tidak sesuai dengan langkah-langkah pengodean pada ICD-10 volume 2, penulisan dokter yang kurang jelas, serta petugas rekam medis yang kurang terampil. Dampak dari ketidaktepatan kode diagnosis utama yaitu menghasilkan laporan morbiditas pasien rawat inap yang tidak tepat dan dapat menambah kasus baru. Upaya yang dilakukan petugas rekam medis untuk meminimalisir ketidaktepatan dengan cara membuat prosedur tetap, langkahlangkah penentuan kode diagnosis utama sesuai dengan aturan, dokter diberi surat pemberitahuan yang berisi diagnosis utama berdasarkan kasus yang sering muncul dan mengajukan anggaran dana ke direktur untuk mengikuti pelatihan rekam medis khususnya pelatihan ICD-10, tetapi upaya yang dilakukan belum maksimal. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lisnawati (2012) adalah sama-sama menggunakan metode penelitian
11 deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lisnawati (2012) yaitu pokok bahasannya dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Lisnawati (2012) meneliti ketepatan pemberian kode diagnosis utama pada lembar ringkasan masuk keluar ibu, bayi dan anak, sedangkan peneliti melakukan penelitian terhadap ketepatan pengodean diagnosis utama pasien BPJS. 3. Prajawati (2009) dengan judul Gambaran Penulisan Diagnosis Utama pada Lembar Ringkasan Masuk Keluar Sebelum dan Setelah Pemberlakuan Sistem INA-DRG di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tujuan dari penelitian Prajawati (2009) adalah mengetahui gambaran penulisan diagnosis utama pada lembar ringkasan masuk keluar di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Metode yang dilakukan oleh Prajawati (2009) adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitiannya yaitu penulisan diagnosis utama pada lembar ringkasan masuk keluar sebelum sistem INA-DRG masih banyak yang menggunakan singkatan dan kurang sesuai dengan ICD-10, namun masih dapat terbaca. Penulisan diagnosis utama pada lembar ringkasan masuk keluar setelah sistem INA-DRG sedikit yang menggunakan singkatan dan lebih sesuai dengan ICD-10, serta dapat terbaca. Penulisan diagnosis utama sebelum
12 sistem INA-DRG yang sesuai ICD-10 sebesar 88%, tidak menggunakan singkatan 44% dan terbaca 68%. Penulisan diagnosis utama setelah sistem INA-DRG yang sesuia ICD-10 sebesar 96%, tidak menggunakan singkatan 64% dan terbaca 68%. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prajawati (2009) yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif degan pendekatan kualitatif dan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prajawati (2009) adalah pokok bahasannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Prajawati (2009) meneliti pelaksanaan penulisan diagnosis utama sebelum dan setelah pemberlakuan sistem INA- DRG, sedangkan peneliti melakukan penelitian terhadap ketepatan pengodean diagnosis utama pasien BPJS sebelum dan setelah dilakukan verifikasi.