PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi, sedangkan usaha pencetakan sawah baru sangat sulit dilakukan karena membutuhkan biaya yang tinggi. Alternatif usaha yang dirasa bisa dilaksanakan dan mampu meningkatkan produksi adalah peningkatan indek panen (IP padi 400), dengan harapan produktifitas tanaman dan produktifitas lahan bisa sinergis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan sistim tanam pada IP padi 400 terhadap perkembangan hama penyakit. Pengkajian dilaksanakan di Brebek Kabupaten Nganjuk pada 2 musim tanam, dimulai pada MT-2 2009 (bulan Maret). Petak perlakuan disusun dalam RAK dengan 4 perlakuan, yaitu sistim tanam benih langsung () dan tanam pindah () yang dikombinasikan dengan varietas umur genjah dan super genjah dengan ulangan 3 kali. Data yang terkumpul di analisis ragam, juga dilakukan analisis ekonomi terhadap masingmasing sistim tanam. Tanaman padi varietas Silugonggo dengan sistim tanam pindah telah dapat dipanen pada umur 78 hari setelah tanam. Periode persemaian selama 15 hari, sehingga total waktu/ umur tanaman 93 hari. Dengan sistim tanam benih langsung, tanaman dipanen pada umur 83 hari setelah tanam. Produksi tertinggi gabah kering panen dicapai pada sistim tanam benih langsung dengan pengolahan tanah sempurna yaitu 8,14 ton per hektar. Penanaman berikutnya (MT- 3) varietas yang ditanam adalah Inpari I. Bibit ditanam pindah pada umur 15 hari setelah sebar, sehingga panen bisa dilakukan pada umur 80 hari setelah tanam. Sedangkan dengan sistim tanam benih langsung, panen pada 87 hari setelah tanam. Produktifitas tertinggi diperoleh dengan sistim tanam pindah dan pengolahan tanah sempurna. Hama penyakit yang muncul kecuali tikus tidak berbeda antar perlakuan sehingga tidak mempengaruhi produktivitas. Kata kunci: IP padi 400, hama penyakit, sistim tanam, umur panen, produktifitas. PENDAHULUAN Diperkirakan kebutuhan beras sampai tahun 2025 bertambah dengan laju peningkatan 5,7% per tahun, sehingga diperlukan peningkatan produktifitas padi 1,5% per tahun untuk mencukupi kebutuhan pangan. Disisi lain lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi, sedangkan usaha pencetakan sawah baru sangat sulit karena membutuhkan biaya yang tinggi. Diproyeksikan bila pencetakan sawah dilaksanakan sejak tahun2005 sampai 2025 dibutuhkan biaya Rp. 33,21 trilyun dengan ROI = 0,75 (Badan Litbang Pertanian, 2007).Untuk menghindari impor dan ketergantungan dengan negara lain diperlukan usaha-usaha yang produktif untuk meningkatkan produksi beras. Selain mengandalkan varietas- 191
varietas unggul baru yang dikelola secara komprehensif yang lebih dikenal dengan pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT), masih diperlukan terobosan baru. Usaha lain yang dirasa bisa dilaksanakan dan mampu menigkatkan produksi adalah sistem tanam IP 400, sehingga produktifitas tanaman dan produktifitas lahan diharapkan bisa sinergis. Telah tersedia berbagai teknologi untuk meningkatkan produktifitas padi sawah. Pengelolaan tanaman padi secara intensif yang dilakukan terus-menerus akan menurunkan efisiensi dan efektifitas, sehingga perlu dilakukan pendekatan secara bijaksana. Upaya yang bisa dilakukan dalam waktu dekat adalah pendekatan analisis sistem tanaman-lingkungan (Makarim, 2003). Pendekatan tersebut diterjemahkan menjadi konsep dasar budidaya tanaman padi yang populer dan dikembangkan saat ini yaitu pengelolaan tanaman terpadu (PTT) (Badan Litbang Pertanian, 2007b). Pengertian PTT meliputi keterpaduan pengelolaan lahan, air, tanah dan organisme yang ada di suatu agroekosistem, yang termasuk didalamnya faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan organisme lain yang berinteraksi. Komponen PTT yang sudah mapan dan terus dikembangkan adalah varietas unggul baru, varietas unggul tipe baru dan varietas tahan cekaman tertentu (Badan Litbang Pertanian, 2007). Varietas-varietas baru yang terbukti mempunyai potensi genetik tinggi ini perlu disebarkan dan diadaptasikan pada daerah-daerah tertentu yang sesuai sehingga produktifitas maksimal bisa tercapai. Dukungan petani Jawa Timur yang tanggap teknologi setelah mengikuti berbagai sekolah lapang, khususnya sekolah lapang pengendalian hama penyakit terpadu dan pengelolaan tanaman terpadu (SL- PHT/PTT) yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, diharapkan mampu mengelola usahataninya secara benar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan sistim tanam pada IP padi 400 terhadap perkembangan hama penyakit. METODOLOGI PENELITIAN Pengkajian menggunakan RAK dengan 4 perlakuan, yaitu sistim tanam benih langsung (), tanam pindah () dengan persemaian di luar, diulang 3 kali (Tabel 1). Data yang terkumpul di analisis secara diskriptif, dan juga dilakukan analisis ekonomi terhadap masing-masing sistim tanam. Kegiatan pengkajian dilakukan di Kabupaten Nganjuk pada 2 musim tanam, dimulai pada MT-2 2009 (bulan Maret). Data yang dikumpulkan meliputi tinggi tanaman, waktu berbunga, jumlah anakan produktif, waktu panen, produksi, hama penyakit dan biaya usahatani serta pendapatan. Keragaan hasil dan tingkat serangan hama penyakit disajikan dalam bentuk tabel dan data ekonomi dianalisis imput output. Untuk memperjelas hasil, disajikan juga gambar yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian. 192
Tabel 1. Perlakuan Sistem Tanam Padi Menuju IP PAdi 400 No. Musim Tanam MT-1 MT-2 MT-3 MT-4 1. OTS - OTS - OTS - OTS - 2. OTS - OTS - OTS - OTS - 3. OTS TOT - OTS - TOT - 4. TOT OTS - TOT - OTS Keterangan: MT-1 dan MT-3 varietas genjah; MT-2 dan MT-4 varietas super genjah. OTS = Olah Tanah Sempurna; TOT = Tanpa Olah Tanah. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan usaha tani padi dengan sistim tanam pindah membutuhkan lahan khusus untuk persemaian. Sejak pengolahan tanah sampai bibit siap dipindah tanam membutuhkan waktu 15 hari. Pencabutan dan pemindahan tanam menimbulkan stagnasi pertumbuhan yang ditandai dengan tanaman menguning antara 5 7 hari setelah tanam. Sedangkan dengan sistim tanam benih langsung membutuhkan persiapan lahan yang cukup matang dan pertumbuhan gulma sejak awal harus ditekan. Lahan harus benar-benar rata sehingga tidak ada permukaan yang tergenang air. Beberapa tempat yang tergenang air, benih tidak tumbuh. Untuk menekan pertumbuhan gulma, awal tanam disemprot dengan herbisida. Beberapa jenis gulma yang tahan terhadap herbisida sangat mengganggu pertumbuhan tanaman. Pemupukan pertama/ dasar pada kedua sistim tanam dilakukan bersamaan yaitu pada enam hari setelah tanam. Pertumbuhan awal tanaman padi pada sistim tanam pindah cukup bagus, tampak sangat respon terhadap pupuk yang diberikan. Hal ini menandakan bahwa akar tanaman telah tumbuh dan berkembang. Sedangkan pada sistim tanam benih langsung, pada saat umur 25 hari setelah tanam, tanaman sudah tampak kekuningan sehingga perlu penambahan dosis pupuk nitrogen. Gejala kekurangan pupuk kemungkinan disebabkan karena pertumbuhan gulma yang cukup pesat sehingga terjadi persaingan penyerapan unsur hara. Atau kemungkinan kedua yaitu perakaran tanaman padi tidak tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini berdasar pada sistim tanam benih langsung dengan pengolahan tanah sempurna yang keadaan rumputnya seperti pada sistim tanam pindah juga mengalami hal yang serupa. Tanaman padi varietas Silugonggo dengan sistim tanam pindah telah dapat dipanen pada umur 78 hari setelah tanam. Periode persemaian selama 15 hari, sehingga total waktu/ umur tanaman 93 hari. Dengan sistim tanam benih langsung, tanaman dipanen pada umur 83 hari setelah tanam. Periode tanaman berada di lahan terdapat perbedaan selama 5 hari. Apabila tersedia lahan atau tempat persemaian di luar lahan berarti sistim tanam pindah lebih menjanjikan sebagai salah satu teknologi/ komponen IP padi 400 yang bisa diterapkan. Tidak ada 193
perbedaan umur panen antara sistim tanam benih langsung pada lahan yang diolah secara sempurna dan tanpa olah tanah. Produksi tertinggi gabah kering panen dicapai pada sistim tanam benih langsung dengan pengolahan tanah sempurna yaitu 8,14 ton per hektar (Tabel 2). Sistim tanam pindah dengan pengolahan tanah sempurna produksi 7,76 ton per hektar dan produksi terendah terjadi pada sistim tanam benih langsung dengan tanpa pengolahan tanah yaitu hanya 6,25 ton per hektar. Perbedaan produktifitas ini tampaknya didominasi oleh faktor pengolahan tanah dibanding sistim tanam dan serangan hama penyakit (Tabel 3). Hal ini terlihat dari perlakuan pengolahan tanah sempurna menduduki produktifitas tertinggi dan kedua, sedangkan tanam benih langsung menduduki produktifitas tertinggi dan terendah. Disamping itu dosis pupuk nitrogen yang diberikan pada sistim tanam benih langsung dengan pengolahan tanah sempurna lebih tinggi. Pengolahan tanah sempurna dengan sistim tanam benih langsung memberikan peluang tanaman lebih lama dan leluasa berkembang biak di lahan sehingga jumlah anakan produktif lebih tinggi dibanding dengan sistim tanam pindah dan tanpa olah tanah. Jumlah anakan produktif pada sistim tanam benih langsung dengan pengolahan tanah sempurna mencapai 13 batang per rumpun, sedangkan tanam pindah dengan pengolahan tanah sempurna 12 batang per rumpun, dan terendah pada sistim tanam benih langsung tanpa pengolahan tanah rata-rata hanya 11 batang per rumpun. Hal ini terlihat ada korelasi antara jumlah anakan dan produktifitas. Pada MT 3 varietas yang ditanam adalah Inpari I. Bibit ditanam pindah pada umur 15 hari setelah sebar, bersamaan dengan penanaman benih langsung. Penanaman benih langsung baik pada pengolahan tanah sempurna maupun tanpa olah tanah lebih menarik hama tikus dibandingkan tanam pindah (Tabel 3). Tingkat serangan tikus selama tujuh hari mencapai lebih sepuluh persen, sehingga perlu dilakukan penyulaman. Pada perlakuan tanam pindah, padi dapat dipanen pada umur 80 hari setelah tanam. Sedangkan dengan penanaman benih langsung panen pada 87 hari setelah tanam. Jumlah anakan produktif dengan tanam benih langsung lebih tinggi dibanding dengan tanam pindah (Tabel 2). Jumlah anakan tinggi ternyata tidak diikuti dengan produktifitas yang tinggi bila tidak dilakukan pengolahan tanah sempurna. Produktifitas tertinggi diperoleh dengan tanam pindah, tetapi dilakukan dengan pengolahan tanah sempurna. Hal ini membuktikan bahwa tanaman padi membutuhkan tanah dengan aerasi yang baik dan berlumpur/ gembur. Perbedaan umur panen antara MT 2 dan MT -3 kemungkinan disebabkan karena varietas yang ditanam berbeda. Varietas Silugonggo berdasarkan diskripsi rata-rata berumur 85 90 hari, sedangkan Inpari I berumur 108 hari. Sistim tanam benih langsung dengan tanpa olah tanah yang diharapkan dapat mengurangi tenaga kerja ternyata malah membutuhkan tenaga kerja paling tinggi (table 4). Kegiatan yang paling menonjol membutuhkan tenaga kerja banyak adalah pembabatan tunggul-tunggul jerami sebelum penanaman dan penyiangan. Sedangkan sistim tanam benih langsung dengan olah tanah sempurna tidak 194
membutuhkan tenaga kerja untuk persemaian dan pencabutan bibit sehingga menghabiskan tenaga kerja paling sedikit. Tabel 2. Produktifitas padi dengan sistim tanam yang berbeda. Nganjuk, 2009 Perlakuan Jumlah Anakan MT -2 Produksi (Kw/Ha) Perlakuan Jumlah Anakan MT -3 Produksi (Kw/Ha) Silugonggo Inpari I OTS - 12,8 77,9 OTS - 12,6 93,7 OTS - 13,0 81,4 OTS - 14,4 89,0 TOT - 11,0 62,5 OTS - 12,9 91,0 OTS - 12,0 77,3 TOT - 13,4 66,2 Tabel 3. Perkembangan hama penyakit selama dua musim tanam pada IP padi 400. Nganjuk, 2009 Hama Musim Tanam - 2 Musim Tanam - 3 Penyakit TOT- TOT- Penggerek ++ ++ ++ ++ + + + + Batang Wereng - - - - - - - - Coklat Walang ++ ++ ++ ++ + + + + Sangit Tikus - - - - - ++ - ++ Burung + + + + +++ +++ +++ +++ Hawar Daun + + + + - - - - Bakteri Bercak daun - - - - + + + + bergaris Blas - - - - - - - - Tungro - - - - - - - - Keterangan: - tidak ada serangan; + serangan rendah; ++ serangan sedang dan +++ serangan tinggi Sarana produksi yang berupa pupuk Urea pada sistim tanam benih langsung lebih tinggi dibanding sistim tanam pindah, baik dengan olah tanah sempurna maupun tanpa olah tanah. Sedangkan biaya panen tergantung jumlah gabah yang bisa dipanen. Kebiasaan setempat menerapkan sistim bawon bagi hasil dengan perbandingan 9:1 untuk pemilik dan pemanen. Total biaya yang harus dikeluarkan untuk penanaman padi seluas satu hektar tertinggi pada tanpa olah tanah dengan tanam benih langsung. Ironisnya hasil panen yang didapat paling sedikit sehingga keuntungan paling sedikit pula. Keuntungan terbesar didapat bila menerapkan sistim 195
tanam pindah dengan pengolahan tanah sempurna karena hasil panen tertinggi dengan biaya yang tidak terlalu banyak. Tabel 4. Perbandingan rata-rata analisa usahatani dua musim tanam per hektar dengan sistim tanam yang berbeda. Nganjuk, 2009 Uraian Perlakuan OTS OTS TOT OTS 1. Tenaga kerja (Rp) 5.069.666; 4.462.500; 6.776.167; 5.069.666; 2. Saprodi (Rp) 2.339.167; 2.419.167; 2.499.167; 2.339.167; 3. Pengairan (Rp) 1.633.000; 1.633.000; 1.633.000; 1.633.000; 4. Sewa (Rp) - - - - 5. Panen (Rp) 2.418.000; 2.314.000; 1.721.200; 2.366.000; Jumlah biaya (Rp) 11.459.833; 10.828.667; 12.629.534; 11.407.833; Hasil (Rp) 24.180.000; 23.140.000; 17.212.000; 23.660.000; Keuntungan (Rp) 12.721.167; 12.311.333; 4.582.466; 12.252.167; KESIMPULAN Pengolahan tanah sempurna dengan sistim tanam pindah dapat dijadikan salah satu komponen teknologi pada IP padi 400, sedangkan sistim tanam benih langsung dengan tanpa olah tanah tidak dianjurkan. Tanaman berada di lahan dapat diperpendek dengan penerapan persemaian basah di luar lahan atau dengan sistim persemaian dapok maupun persemaian kering lainnya. Perkembangan hama penyakit tidak berbeda pada sistim tanam yang berbeda kecuali hama tikus. DAFTAR PUSTAKA Puslit Tanaman Pangan. 2007. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Bogor. Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Petunjuk Teknis Lapang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Badan Litbang Pertanian b. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Makarim, A.K. 2003. Modeling Pengelolaan Tanaman Padi. Dalam Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi buku dua. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 196