BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak dua puluh tahun terakhir, dengan kemajuan besar dalam bidang teknologi informasi khususnya di bidang kesehatan telah dikembangkan dan diterapkan berbagai bentuk catatan kesehatan elektronik yang memuat semua informasi pelayanan kesehatan individu baik rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat. Banyak manfaat dan kelebihan dalam membuat otomatisasi catatan kesehatan elektronik, namun dalam beberapa kasus pembuatan sistem pencatatan kesehatan elektronik menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks, permasalahannya karena tidak tersedianya teknologi, pendanaan dan rendahnya kemampuan teknis komputer. Selain itu penerimaan dan perubahan dari sistem manual ke sistem elektronik bisa menimbulkan masalah (WHO, 2006). Kementerian kesehatan Republik Indonesia telahmemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sejak era tahun 1980-an, namun karena berbagai kendala dan hambatan termasuk kurangnya dana dan tidak adanya payung hukum (peraturan pemerintah) membuat sistem informasi kesehatan(sik) kurang optimal dan belum berdayaguna. Pada era tahun 1990-an Kementerian Kesehatan telah mengembangkan sistem informasi puskesmas (SP2TP), sistem informasi rumah sakit, sistem surveilans penyakit bahkan sistem informasi penelitian &pengembangan kesehatan, namun masing-masing sistem tersebut belum terintegrasi dengan baik dan sempurna (Kemenkes, 2011). Dinas kesehatan banda Aceh sebagai salah satu instansi pemerintah daerah mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan dengan unit kerja pelayanan kesehatan langsung adalah puskesmas, pustu, polindes dan poskesdes. Banda Aceh yang merupakan ibu kota provinsi Acehdengan luas wilayah 61,36 km 2 terbagi dalam 9 kecamatan dan 90 gampong/desa dan terdapat 11 puskesmas, yang semuanya merupakan puskesmas non perawatan dengan dua diantaranya merupakan puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency Dasar).Puskesmas sebagai pelaksana fungsi teknis pelayanan kesehatan dan melaksanakan seluruh kegiatan 1
2 program kesehatan masyarakat seperti upaya promotif, preventif dan kuratif menjadikan puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan di bidang kesehatan.dinas KesehatanBanda Aceh berupaya menyelenggarakan pembangunan kesehatan sesuai dengan komponen pengelolaan kesehatan yang tertuang dalam sistem kesehatan nasional yang salah satu subsistemnya adalah manajemen informasi dan regulasi, oleh karenanya untuk memperkuat manajemen informasi kesehatan ditingkat kabupaten/kota dibutuhkan pengembangan sistem informasi kesehatan daerah berbasis teknologi informasi dan komunikasi(dinkes K, 2012). Undang - undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan menjelaskan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi & fasilitas pelayanan kesehatan untukmeningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.ketersediaaninformasi kesehatan sangat diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang efektif dan efisien selanjutnya informasi kesehatan ini dapat diperoleh melalui sistem informasi kesehatan. Qanun pemerintah daerah Aceh nomor 4 tahun 2010 tentang kesehatan menyebutkan bahwa pemerintah Aceh bertanggung jawab menciptakan, memelihara, dan mengembangkan sebuah sistem kesehatan salah satunya adalah mengelola sistem informasi kesehatan, dan pengelolaan sumber data sistem informasi kesehatan dilakukan oleh SKPA yang berasal dari pencatatan dan pelaporan yang terstruktur dan berkala serta diperoleh melalui survei, surveilans dan sensus dalam masyarakat. Pengolahan dan analisis data serta pengemasan informasi diselenggarakan secara berjenjang, terpadu, multidisipliner, dan komprehensif. Pusat data dan informasi kementrian kesehatanrepublik Indonesia pada awal tahun 2012 telah meluncurkan aplikasi sistem informasi kesehatan daerah generik (SIKDA Generik), seluruh unit pelayanan kesehatan yang meliputi puskesmas dan rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, dapat terhubung jejaring kerjasamanya melalui aplikasi SIKDA Generik, yang harapannya aliran data dari level paling bawah ke tingkat pusat dapat berjalan lancar, terstandar,
5 4Subulussalam 3 tepat waktu dan akurat sesuai dengan yangdiharapkan. Langkah selanjutnya dari pengembangan SIKDA Generik yang sudah dilakukan akan didistribusikan kepada pemerintah daerah yang selama ini belum memiliki/menggunakan sistem informasi kesehatan daerah yang sudah memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan mulai dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, sampai dengan distribusi informasi kesehatan (Kemenkes, 2012). Dinas kesehatan provinsi Aceh melalui anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA) tahun 2013 dalam mendukung pengembangan dan penerapan aplikasi SIKDA Generik di tingkat Puskesmas telah menganggarkan ketersediaan infrastrukturr jaringan dan komputer serta pelatihan kepada petugas, dengan harapan dengan ketersediaan perangkat teknologi yang baik dan memberikan pelatihan serta pendampingan kepada petugas penerapan aplikasi SIKDA Generik tingkat puskesmas dapat berjalan dengan baik, sehingga data dan informasi yang dihasilkan dapat terintegrasi dari puskesmas ke dinas kesehatan. Pada tahap pertama tahun 2013 anggaran dialokasikan untuk 15 kabupaten/kota dari 23 kabupaten/kota yang ada di provinsi Aceh, masing-masing kabupaten/kota dialokasikan anggaran untuk 4 puskesmas sebagai pilot project pengembangan SIKDA Generik di tingkat puskesmas termasuk 3 puskesmas dari 11 puskesmas yang ada di wilayah kerja dinas kesehatan kota Banda Aceh. Adapun rincian kabupaten/kota dengan puskesmas pilot projectdalam penerapan aplikasi SIKDA Generik tingkat puskesmas gambar 1 berikut: 35 30 25 20 15 10 5 0 4 4 0 4 0 0 4 22 22 8 5 4 26 4 4 28 26 28 0 4 11 14 13 18 0 4 13 12 14 13 4 0 4 3 8 11 10 11 4 6 50 6 0 Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Puskesmas Pilot Project SIK
4 Gambar 1. Jumlah puskesmas pilot project penerapan SIKDA Generik Kab/Kota provinsi Aceh (Sumber: Dinkes P A, 2013) Dinas kesehatan Banda Aceh selama kurun waktu pertengahan tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 dengan dukungan dana dari lembaga non pemerintah yaitu GTZ telah mencoba mengembangkan dan menerapkan software SIMPUS di tingkat puskesmas dan melakukan pendampingan dengan mengontrak tenaga teknis khusus dari lembaga air putih untuk mengawal implementasi SIMPUS tersebut. Namun setelah berakhirnya program GTZ, implementasi SIMPUS di kota Banda Aceh mengalami beberapa kendala seperti tidak adanya tenaga teknis khusus baik dari dinas maupun puskesmas yang mampu mengatasi masalah jika terjadi trouble pada software SIMPUS, tidak adanya perawatan sistem software SIMPUS serta infrastruktur jaringan dan komputer yang sudah terpasang, tidak ada alokasi anggaran khusus untuk perawatan sehingga satu persatu perangkat tersebut menjadi rusak, keengganan petugas dalam melakukan input data kedalam software SIMPUS karena tidak semua modul kegiatan pelayanan terakomodir didalamnya seperti modul kegiatan luar gedung dan laporan bulanan (LB3) untuk kegiatan gizi, imunisasi dan KIA serta laporan bulanan (LB4) untuk kegiatan kesehatan lingkungan, kesehatan olahraga, kesehatan sekolah, kunjungan puskesmas dan laboratorium menyebabkan petugas harus melakukan pencatatan secara manual, dan belum adanya regulasi dan prosedur yang mengatur tentang SIK untuk keberlanjutan SIMPUS di kota Banda Aceh. Pada tahun 2013, dinas kesehatan Banda Aceh mulai merencanakan lagi penerapan aplikasisimpus di tingkat puskesmas. Rencana ini didukung oleh Pusat data dan informasi kementrian kesehatan berupa aplikasi SIKDA Generik dan dunkungan dari dinas kesehatan provinsi Aceh berupa infrastuktur jaringan, komputer serta pelatihan kepada petugas. Tahap pertama akan diterapkan pada 3 puskesmas sebagai pilot project dengan memilih puskesmas yang paling siap dalam menerima dan menerapkan SIMPUS, hal ini dinilai dari kelengkapan infrastruktur puskesmas serta komitmen kepala puskemas dan petugas dalam menerapkan SIMPUS di puskesmas. Lorenzi et al., (2009),menyatakan bahwa tahap pertama dan utama penerapan sistem informasi kesehatan adalah penilaian kesiapan untuk menerima
5 dan menerapkan sistem tersebut. Kesiapan adalah faktor utama dan terpenting dalam mendapatkan pemahaman terbaik dan semangat bagi petugas kesehatan tentang kegunaan sistem pencatatan kesehatan elektronik. Pelaksanaan pencatatan kesehatan elektronik adalah proses yang kompleks dan beragam dilaksanakan secara bertahap dari waktu-kewaktu(ahmadiet al, 2014). Langkah pertama dalam siklus pengembangan sistem adalah penilaian kesiapan dan kesiapan organisasi harus dikaji, hal ini dilakukan untuk kesuksesan dalam penerapan dan pengembangan sistem pencatatan kesehatan selanjutnya (Ahlstrom, 2010). Berdasarkan penjelasan diatas untuk keberhasilan dan kesuksesan dalam penerapan SIKDA Generik tingkat puskesmas di Banda Aceh, peneliti ingin melakukan penelitian tentang kesiapan puskemas pilot project dalam penerapan SIKDA Generik di Banda Aceh. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana kesiapan puskesmaspilot project dalam penerapan Sistem Informasi Kesehatan Daerah Generik (SIKDA Generik) tingkat puskesmas di Banda Aceh? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Mengeksplorasi kesiapan puskesmas pilot projectdalam peneran SIKDA Generik di Banda Aceh. 2. Tujuan Khusus: a. Mengidentifikasi persepsi dan motivasi petugas dalam mendukung dan menerima perubahan terkait penerapan sistem pencatatan kesehatan berbasis elektronik di Banda Aceh. b. Mengidentifikasi perencanaan dan kebijakan dalam mendukung penerapan SIKDA Generik tingkat puskesmas di Banda Aceh. c. Mengidentifikasi keberadaan unit SIK dalam struktur organisasi dalam mendukung penerapan SIKDA Generik di Banda Aceh.
6 d. Mengidentifikasi kesiapan manajemen informasi yang mendukung penerapan SIKDA Generik tingkat puskesmas di Banda Aceh. e. Mengidentifikasi alokasi anggaran TI dalam mendukung penerapan dan pemeliharaan SIKDA Generik di Banda Aceh. f. Mengukur kualitas sumber daya manusia yang berperan dalam penerapan SIKDA Generik tingkat puskesmas di Banda Aceh. g. Mengidentifikasi ketersediaan dan kelengkapan infrastruktur TI dalam mendukung penerapan SIKDA Generik tingkat puskesmas di Banda Aceh. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Banda Aceh Sebagai bahan evaluasi dalam perencanaan penerapan dan pengembangan SIKDA Generik di Banda Aceh. 2. Bagi Puskesmas Sebagai bahan evaluasi kesiapan puskesmas untuk menerapkansistem pencatatan kesehatan berbasis elektronik di puskesmas. 3. Bagi peneliti lain Sebagai referensi pustaka hasil penelitian tentang kesiapan puskesmas dalam adopsi SIKDA Generik di tingkat puskesmas. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini mengidentifikasi kesiapan puskesmas pilot project dalam adopsisikda Generik di Banda Aceh. Beberapa penelitian yang serupa pernah dilakukan mengenai penilaian dan analisis kesiapan organisasi dalam penerapan sistem informasi kesehatan berbasis elektronik sebagai berikut: 1. Fathia (2009), melakukan penelitian tentang analisis kesiapan organisasi dalam penerapan SIMPUS di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan dengan metode penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Hasilnya menunjukkan perlunya dukungan SDM yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan komitmen dalam penerapan SIMPUS. Belum adanya dokumen atau masterplan yang terperinci. Sudah adanya dukungan anggaran
7 dari Pemerintah Daerah namun harus dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan. Dinas kesehatan Barito Kuala sudah memiliki struktur organisasi atau seksi menangani SI namun keberadaan seksi ini tidak khusus menangani SI saja namun menangani yang lainya seperti jamkesmas. Dukungan teknologi sudah mendukung dalam menjalankan software SIMPUSBAKU. Persamaan dengan penelitian ini adalah topik mengenai kesiapan organisasi dalam penerapan sistem informasi kesehatan daerah berbasis elektronik, perbedaanya adalah pada unit analisis dan lokasi penelitian. 2. Cherry (2011), melakukan penelitian dengan judul analisis kesiapan organisasi untuk menerapkan sistem pencatatan kesehatan elektronik di fasilitas kesehatan untuk jangka panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kesiapan dan mengukur kapasitas organisasi fasilitas pelayanan kesehatan dalam menerapkan sistem pencatatan kesehatan elektronik di texas. Hasilnya menunjukan bahwa dari 7 point kategori penilaian kesiapan yaitu budaya organisasi/faktor manusia, aspek pendanaan, proses implementasi/pelatihan staf, bukti bahwa sistem akan meningkatkan pelayanan, persyaratan teknis dan regulasi dari pemerintah. Kategori point regulasi dari pemerintah menunjukan point terendah dan persyaratan teknis menunjukan point tertinggi dalam penilaian kesiapan untuk menerapkan sistem pencatatan kesehatan elektronik. Persamaan dengan penelitian ini adalah topik mengenai penilaian kesiapan organisasi dalam penerapan sistem pencatatan kesehatan elektronik di unit pelayanan kesehatan serta metode penelitian yang digunakan, perbedaanya adalah pada lokasi penelitian. 3. Ajami et al., (2011), Department Health Management and Economics Research center, University of Isfahan,melakukan penelitian dengan judul penilaian kesiapan dalam implementasi pencatatan kesehatan elektronik. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, Untuk menunjukkan situasi penilaian kesiapan dan roadmapdalam implementasi sistem pencatatan kesehatan elektronik, kedua untuk mengenali persyaratan yang terkait dengan penilaian kesiapan sistem elektronik dan penilaian kesiapan bidang utama dari sistem
8 pencatatan elektronik tersebut. Hasilnya dijelaskan bahwa tahap pertama dan utama dari penerapan sistem informasi kesehatan adalah penilaian kesiapan untuk menerima dan menerapkan sistem tersebut. Persamaan dengan penelitian ini adalah topik mengenai penilaian kesiapan dalam penerapan sistem pencatatan kesehatan elektronik dan metode penelitian yang digunakan, namun penelitian dilakukan dengan mengulas jurnal atau studi pustaka dan laporan yang relevan dari seluruh dunia Perbedaanya adalah pada unit analisis dan lokasi penelitian. 4. Simanjuntak (2012), melakukan penelitian tentang analisis kesiapan rumah sakit dalam penerapan sistem informasi manajemen di RSU DR.F.L. Tobing, Sibolga dengan metode penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus deskriptif. Hasilnya menunjukkan bahwa dariketujuh variabel yang dibahas yaitu SDM, infrastruktur TI, struktur organisasi, manajemen informasi, perencanaan kebijakan, anggaran dan dukungan pemda, Rumah Sakit paling tidak siap pada variabelanggaran dengan skor rata-rata kesiapan adalah 1. Persamaan dengan penelitian ini adalah topik mengenai kesiapan organisasi dalam penerapan sistem informasi berbasis elektronik, perbedaanya adalah pada unit analisis dan lokasi penelitian.