Distribusi Pembawa Sifat Thalassemia (α & β) dan Hemoglobin-E pada Penduduk Medan

dokumen-dokumen yang mirip
1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

Thalassemia-α pada Populasi Medan

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

PENGHITUNGAN INDEKS FORMULA ERITROSIT PADA UJI SARING THALASEMIA MINOR

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

PERBANDINGAN MUTASI BAND

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase

Uji Diagnostik Indeks Darah dan Identifikasi Molekuler Karier Talasemia β pada Pendonor Darah di Banyumas

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

PERBEDAAN INDEX ERITROSIT PADA PASIEN ANEMIA GAGAL GINJAL KRONIK DAN THALASSEMIA MAYOR

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan

CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY

Sensitivitas dan Spesifisitas α-globin Strip Assay dalam Mendeteksi Mutasi Thalassemia-α

BAB III METODE PENELITIAN


Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

Gambaran Validitas Indeks Mentzer dan Indeks Shine & Lal Pada Penderita β-thalassemia Mayor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

Kata kunci: Prevalensi,Anemia, Anemia defisiensi besi, bayi berat lahir rendah, Hb.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

ABSTRAK DAMPAK PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH DALAM JANGKA PANJANG PADA PENDERITA THALASSEMIA

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Majalah Patologi Klinik Indonesia dan Laboratorium Medik

BAB II HEMOGLOBINOPATI

Interpretasi dan Aspek Legalitas Hasil. Pemeriksaan Laboratorium pada HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. darah, efek terhadap paru, kekebalan tubuh hingga sistem reproduksi. 1 Meski

KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN TAHUN

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional, rancangan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

Identifikasi Anemia Thalasemia Betha (β) Mayor Berdasarkan Morfologi Sel Darah Merah

Proporsi Infeksi HBV, HCV, dan HIV pada Pasien Talasemia-β Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari Juli 2013

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELATIHAN THALASSEMIA 29 November 2010 s/d 1 Desember 2010

UNIVERSI MEDAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

Comparison of Routine Hematology Results Based on Local Laboratory Reference Value and Sysmex KX-21 Reference Value in Hasan Sadikin Hospital Bandung

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

Transkripsi:

Distribusi Pembawa Sifat Thalassemia ( & ) dan Hemoglobin-E pada Penduduk Medan Ratna Akbari Ganie Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran USU, Medan, Sumatera Utara variant were commonly found in Medan as 3,35%, 4,07% and 0, 26% respectively. From the public health of view, this finding seems to be important as basic recommendation for hereditary blood disorders management based on preventive effort both premarital genetic counseling or prenatal diagnosis. Premarital genetic counseling and prenatal diagnosis should be socialized in the near future to prevent the upcoming new high risk couples who could potentially produce new thalassemia babies. Keywords: hereditary blood disorders, thalassaemia carrier, hemoglobin variants, premarital genetic conseling, prenatal diagnosis PENDAHULUAN Seperti Kota besar lainnya, Medan yang terletak di Sumatera Utara, mempunyai penduduk yang heterogen terdiri dari berbagai suku antara lain suku Batak, Melayu, Jawa, Cina, Minang, Aceh, Nias dan lain-lain. Secara geografis Medan sangat dekat dengan Asia daratan dan terletak di area sabuk thalassemia (thalassemic belt) yang berpotensi besar untuk mengemban sifat thalassemia dan hemoglobin 117 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 2 Juni 2008

Ratna Akbari Ganie Distribusi Pembawa Sifat Thalassemia... variant lainnya (Cavalli Sforza, et al., 1994; Bowie LJ, et al, 1997). 1 Sama seperti daerah endemik malaria lainnya, diduga populasi di Medan juga mempunyai seleksi positif berbagai gen unggul terhadap invasi Plasmodium, seperti kelainan hemoglobin; thalassemia-, thalassemia- dan hemoglobin- E (Hb-E) maupun kelainan eritrosit lainnya seperti Defisiensi enzim Glucose-6-Phosphat Dehydrogenase (G-6-PD) dan ovalositosis (Lie-Injoe, 1959; Flazt, 1967; Luzatto, 1979). 2,3,4 Penyakit Thalassemia-, Thalassemia- dan Hb-E adalah kelainan genetic paling umum dijumpai pada penduduk Asia Tenggara termasuk Indonesia (Weatherall and Clegg, 2001). Wong (1983) memperkirakan frekuensi pengemban sifat (carrier) thalassemia- pada populasi Indonesia secara keseluruhan sebesar 0,5%, thalasemia- sebesar 3,5%, dan Hb-E sebesar 4%. 6 Penelitian yang lebih komprehensif telah dilakukan pada 17 populasi di Indonesia oleh Lanni (2002), mendapatkan nilai yang lebih tinggi pada beberapa populasi seperti Palembang, Melayu Sumatera pengemban sifat thalassemia- yaitu > 7% demikian pula dengan pengemban gen Hb-E pada beberapa Populasi di Sunda Kecil mencapai 20% bahkan pada penduduk Sumba Timur mencapai 30%. 7 Walaupun penelitian sebelumnya telah pernah melaporkan keberadaan kelainan darah herediter terkait malaria pada populasi Medan (Lie-Injoe, 1959; Flazt, 1967), 2,3 namun seberapa besar frekuensinya di antara kelompok etnik penghuni kota Medan belum pernah dilaporkan. Apalagi secara terpisah telah dilaporkan bahwa kelompok etnik seperti yang Batak, Melayu, Cina, India, Jawa mempunyai risiko tinggi untuk carrier gen thalassemia-, thalassemia- dan Hb-E. Lanni et al., (2004) telah melaporkan prevalensi carrier thalassemia- dan Hb-E untuk masyarakat Batak sebesar 1,5% dan 0%, Melayu 5,2% dan 4,3%, Jawa 3,2% dan 4,8%. 7 Selain thalassemia-, jumlah pembawa sifat thalassemia- pada masyarakat China daratan juga cukup tinggi berkisar antara 2,6 %, sampai 5%, sedangkan pembawa sifat thalassemia- dijumpai berkisar antara 3,8 % sampai 14,95% (Lie et al., 1982; Yang et al, 1985). 2,8 Prevalensi penyakit genetik memang erat hubungannya dengan etnik atau ethnic related genetic seperti yang ditunjukkan pada penelitian di atas (Flint et al., 1993; Weiss, 1993). 9,10 Dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa penduduk kota Medan yang menurut Sensus Penduduk tahun 2000, sebagian besar terdiri dari kelompok etnik di atas, sangat berpotensial menjadi pengemban kelainan darah heriditer. Bertolak pada latar belakang permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian terhadap 1.521 sampel darah penduduk kota Medan yang berasal dari berbagai kelompok suku untuk mengetahui jumlah pengemban sifat thalassemia-, thalassemia- dan hemoglobin-e. Hasil penelitian ini sangat penting sebagai acuan untuk menetapkan perioritas pelayanan kesehatan di era MDGs dengan pendekatan race-related medicine (Ruel, 2006) dengan melakukan konseling genetik pranikah maupun prenatal diagnosis untuk menurunkan insidensi penyakit darah herediter di Indonesia khususnya di kota Medan. 11 BAHAN DAN CARA PENELITIAN Populasi dan Sampel Sampel darah dikoleksi dari darah vena 1.512 individu dewasa sehat, pendonor darah dengan kisaran umur 18 59 tahun, terdiri dari 1.306 laki-laki dan 215 perempuan. Kadar hemoglobin probandus di atas 12g%. Komposisi jumlah sampel wakil tiap suku diambil sedemikian rupa sehingga mendekati keadaan sebenarnya dari komposisi penduduk kota Medan berdasarkan data Sensus Penduduk tahun 2000. Cara Penelitian Terhadap semua sampel darah di atas dilakukan penapisan awal berdasarkan indeks hematologis yang meliputi kadar Hb, RBC, WBC, HCT, MCV, MCH. MCHC dengan electronic cell counter Cell-Dyn 3500. Nilai MCV < 80% dan MCH < 27% sebagai kreteria untuk penegakkan diagnosis Hemoglobinopati dan Thalassemia. Selanjutnya semua sampel yang tersaring sebagai Hemoglobinopati dan Thalassemia dilakukan pemeriksaan sediaan apus darah tepi dengan pengecatan Giemsa untuk mendapatkan gambaran morfologi eritrosit mikrositer hipokrom. Pemeriksaan kadar Serum feritin diperiksa dengan metode ELISA dan Saturasi Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 2 Juni 2008 118

Karangan Asli transferin untuk menapis kemungkinan anemia defisiensi besi. Pemeriksaan kadar juga dilakukan dengan elektroforesis hemoglobin pada ph alkali dalam media membran selulosa asetat (CAM) dengan memakai kit Helena dan kemudian diberi pewarnaan Ponceau. Fraksi Hb-A lebih ke arah anoda dibandingkan dengan fraksi. Fraksi hemoglobin secara relatif dapat diukur dengan alat densitometer dengan panjang gelombang λ 525nm. Nilai kuantitasi normal adalah 1,5% - 3,5%. Pada thalassemia nilai kuantitasi adalah <3,5% dan pada thalassemia- >3,5%. Nilai kuantitasi dibedakan dari Hb-E heterizigot jika nilai kuantitasi terhitung > 10%. Untuk memperkuat diagnosis thalassemia-, selain pemeriksaan kadar, dilakukan juga pemeriksaan keberadaan badan inklusi secara mikroskopik pada preparat sediaan apus darah tepi. Pemeriksaan kadar dapat juga dilakukan dengan cara kromatografi HPLC untuk menetapkan sampel pengemban thalassemia-, thalassemia- dan Hb-E. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian terhadap 1.521 sampel darah penduduk kota Medan menunjukkan hasil pada Tabel 2. Penapisan indeks hematologis terhadap seluruh sampel darah, telah dijumpai 117 sampel di antaranya terdiagnosis sebagai Mikrositer Hipokrom dengan nilai MCV < 80 fl, dan MCH < 27 pg (Tabel.2). Selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan pemeriksaan mikroskopik morfologi eritrosit sediaan apus darah ternyata semua (117) sampel darah yang dinyatakan Mikrositer Hipokrom tersebut adalah carrier Hemoglobinopati / Thalassemia (Tabel 3). Tabel 1. Distribusi ratio pengambilan sampel tiap suku terhadap jumlah penduduk Kota Medan berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000 Jumlah Sampel Penelitian Jumlah Penduduk Medan SP 2000* Suku n % n % Ratio Jumlah 1. Batak 503 33,07 641.782 33,70 2. Jawa 466 30,64 628.898 33,03 3. Cina 223 14,66 202.839 10,65 4. Melayu 136 8,94 125.557 6,59 5. Minangkabau 128 8,42 163.774 8,60 6. Aceh 57 3,75 53.011 2,78 7. Nias 8 0,53 13,159 0,69 8. Lain-lain suku 0 0,00 75.253 3,95 Berbeda Jumlah 1.521 1.904.273 * SP = Sensus Penduduk Tabel 2. Distribusi sampel darah normal dan mikrositer hipokrom berdasarkan skrining indeks hematologis dengan Electronic Cell Counter Cell Dyn 3500 Subjek Frekuensi HGB WBC RBC HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MCV < 80 fl, (g/dl) (k/ul) (M/ul) (fl) (pg) (g/dl) (k/ul) MCH < 27 pg 117 13,69 ± 6,26 ± 6,05 ± 41,27 ± 68,42 ± 22,75 ± 33,27 ± 15,45 ± 265,69 ± 1,24 2,38 0,75 4,45 4,71 1,79 1,79 1,73 90,34 MCV > 80 fl, MCH > 27 pg 1.404 13,69 ± 6,22 ± 4,48 ± 41,87 ± 93,53 ± 30,69 ± 32,88 ± 15,59 ± 228,98 ± 1,05 1,91 0,45 4,42 5,91 2,27 2,44 1,73 56,93 Tabel 3. Distribusi sampel darah hemoglobinopati/thalassemia dan mikrositer hipokrom berdasarkan pemeriksaan mikroskopik sediaan apus darah tepi dengan pengecatan giemsa 119 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 2 Juni 2008

Ratna Akbari Ganie Distribusi Pembawa Sifat Thalassemia... Suku Sampel Sampel Sampel Persentase yang diperiksa Hemog / Thal Mikrositik Hipokrom 1. Batak 503 29 29 5,76 2. Jawa 466 32 32 7,17 3. Cina 223 32 32 14,34 4. Melayu 136 11 11 8,08 5. Minangkabau 128 4 4 3,12 6. Aceh 57 8 8 14,03 7. Nias 8 1 1 12,50 Jumlah 1.521 117 117 7,69 Hasil pemeriksaan lanjutan terhadap kadar Serum Feritin dan Saturasi Transferin (Tabel 4 dan Tabel 5) menunjukkan kadar Feritin maupun Saturasi Transferin pada 117 sampel darah mikrositik hipokrom tersebut dalam kisaran normal. Artinya semua sampel (117) tersebut adalah suspect Hemoglobinopati/Thalassemia akibat kelainan hemoglobin herediter. Hasil pemeriksaan lanjutan terhadap kadar menunjukkan dari 117 sampel suspect kelainan hemoglobin herediter tersebut, 51 sampel di antaranya mempunyai kadar nya kurang dari 3,5% (carrier thalassemia-) 62 sampel dengan kadar nya > 3,5 < 15% (carrier thalassemia-) dan 4 sampel kadar nya > 15% (carrier HbE) seperti tertera pada Tabel 6. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan indeks hematologis menggunakan Electronic Cell Counter dengan patokan nilai MCV < 80fl dan MCH <27 cukup efektif untuk penapisan (screening) awal kelainan hemoglobin herediter dalam populasi besar seperti yang telah direkomendasikan sebelumnya oleh WHO (1994). 12 Hasil penelitian ini, diperkuat lagi dengan pemeriksaan morfologi eritrosit secara mikroskopik, kadar feritin serum dan saturasi transferin sebagai langkah penapisan kedua, ternyata hasilnya cukup signifikan karena seluruh sampel (117) yang terjaring pada penapisan indeks hematologis benar-benar merupakan suspect kelainan hemoglobin herediter. Tabel 4. Hasil pemeriksaan nilai serum feritin pada 117 sampel darah mikrositer hipokrom dengan kit abbot diagnostic Nilai Jenis Kelamin Serum Feritin Laki-Laki Perempuan 20 < 110 110 < 200 200 290 Jumlah 84 33 10 73 1 Tabel 5. Hasil pemeriksaan nilai saturasi transferin terhadap 117 sampel darah mikrositer hipokrom Nilai Jenis Kelamin Saturasi Laki-Laki Perempuan Transferin 20 < 30 2 1 30 < 40 40 50 Jumlah 84 33 67 15 Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemeriksaan kadar cukup efektif untuk membedakan antara carrier thalassemia- dari carrier thalassemia- maupun carrier Hb-E. Jumlah carrier thalassemia-, pada populasi Medan cukup tinggi, mencapai 3,35% bahkan pada etnik Cina mencapai 6,72%. Hasil tersebut tidaklah mengejutkan karena sebelumnya Weatherall & Clegg (2001) telah memprediksi angka pembawa sifat thalassemia- pada berbagai Tabel 6. Distribusi Carrier thalassemia-, thalassemia- dan Hb-E berdasarkan pemeriksaan kadar HbA2 dengan Elektroforesis Hemoglobin (Helena) 10 23 0 27 5 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 2 Juni 2008 120

Karangan Asli Suku Jumlah Sampel Suspect Carrier Carrier Carrier Kelainan Thalassemia- Thalassemia- HB-E yang diperiksa Hemoglobin 1. Batak 503 29 (5,76%) 9 (1,78) 18 (3,57) 2 (0,39) 2. Jawa 466 32 (7,17%) 17 (3,64) 14 (3,00) 1(0,21) 3. Cina 223 32 (14,34%) 15 (6,72) 17(7,62) 0 4. Melayu 136 11 (8,08%) 6 (4,41) 4 (2,94) 1(0,73) 5. Minangkabau 128 4 (3,12%) 2 (1,56) 2 (1,56) 0 6. Aceh 57 8 (14,03%) 2 (3,07 6 (10,52) 0 7. Nias 8 1 (7,69%) 0 1 (12,50) 0 Jumlah 1.521 117 (7,69%) 51 (3,35) 62 (4,07) 4 (0,26) populasi di Indonesia berkisar 1 10%, bahkan pada penduduk Cina sendiri jumlahnya mencapai 3,8 % sampai 14,95% (Lie et al., 1982; Yang et al, 1985). 8,13 Jumlah carrier thalassemia- yang teridentifikasi adalah 4,07% dan carrier Hb-E sebesar 0,26%. Hemoglobin-E merupakan salah satu varian hemoglobin yang paling umum dijumpai pada populasi di kawasan Asia Tenggara (Fucharoen & Winichagoon, 1987). 6,14 Secara umum prevalensi pengemban sifat (carrier) thalassemia-, thalassemia- dan Hb- E yang dijumpai dalam penelitian ini cukup representatif dan tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan laporan penelitian sebelumnya seperti Weatherall and Clegg (2001) yang memperkirakan keseluruhan jumlah carrier thalassemia- pada populasi Indonesia adalah 3,7%, Hb-E sebesar 2,7% dan thalassemia- kira-kira 1% -10%. Data lebih rinci tentang prevalensi carrier thalassemia- dan Hb-E juga dilaporkan oleh Lanni et al., (2004) secara komprehensif pada berbagai suku di Sumatera dan Jawa antara lain pada suku Batak di Medan sebesar 1,5% dan 0%; Minangkabau di Padang sebesar 3,7% dan 2,9%; Melayu di Pekanbaru sebesar 5,2% dan 4,3%; dan Jawa di Yogyakarta adalah 3,2% dan 4,8%. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka prevalensi carrier thalassemia- dan thalassemia- cukup tinggi pada populasi di kota Medan. Keadaan ini juga mempunyai arti penting dalam manajemen kesehatan masyarakat secara keseluruhan dalam konteks race related medicine yang berbasis pada ethnic related genetic (Wadman, 2005; Ruel, 2006). 15,11 Seperti daerah Asia Tenggara dan Indonesia lainnya, prevalensi carrier thalassemia-, thalassemia- dan Hb-E cukup tinggi memungkinkan terjadinya kasus thalassemia mayor cukup besar akibat kombinasi antara sesama carrier thalassemia- atau dengan carrier thalassemia- maupun carrier Hb-E (Weatherall and Clegg, 2001). 5 Kombinasi pada kasus di atas dapat menghasilkan bayi thalassemia mayor, dengan manifestasi klinis dapat dari ringan sampai berat (Bunn and Forget, 1986; Bowie et al., 1997; ) 16,17 Seperti negara berkembang lainnya, managemen klinis penyakit thalassemia di Indonesia belum memadai, sehingga penderita biasanya meninggal pada usia anak-anak dan jarang yang mencapai usia dewasa. Oleh karena itu tindakan preventif mutlak dilakukan sesuai dengan anjuran WHO (1994) untuk mengurangi insidensi thalassemia dan hemoglobinopati. Artinya dari hasil penelitian ini yang menunjukkan prevalensi carrier penyakit tersebut > 3%, merupakan alasan yang kuat untuk melakukan tindakan preventif di kota Medan baik melalui konseling genetik pranikah maupun prenatal diagnosis. KESIMPULAN Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa: 121 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 2 Juni 2008

Ratna Akbari Ganie Distribusi Pembawa Sifat Thalassemia... 1. Prevalensi carrier thalassemia dan thalassemia- pada populasi Medan cukup tinggi masing-masing 3,35% dan 4,07%. 2. Pembawa sifat thalassemia pada etnik Cina di Medan mencapai 6,72% 3. Hasil penelitian dapat dilakukan sebagai acuan untuk melakukan usaha preventif untuk mengurangi insidensi penyakit thalassemia baik melalui Konseling Genetik Pranikah maupun Prenatal Diagnosis. DAFTAR PUSTAKA 1. Cavalli-Sforza LL, Menozzi P and Piazza A (1994). The History and Geography of Human Genes. Princeton University Press. Princeton. New Jersey. 60-121. 2. Lie Injoe L E (1959). Phatological Haemoglobin in Indonesia. In Abnormal Haemoglobins (eds. JHP Jonxis & JF. Delafresnaye) Blackwell Scientific Publication, Oxford. UK. p 210-216. 3. Flatz G (1967) Hemoglobin-E: Distribution and Population Dynamics. Hum. Genet. 3: 189-234. 4. Luzatto L (1079). Genetics of red cells and susceptibility to malaria. Blood 54:961-976. 5. Weatherall DJ and Clegg JB (2001) The Thalassemia Syndromes, 4 th eds. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 422-439. 6. Wong, HB. Thalassemia as community health in Southeast Asia. Naskah Lengkap Kongres National PHDTI. Yogyakarta 24-26 September 1983. 7. Lanni F., Sofro ASM, Ismadi M, Marzuki S (2004). ISVI-5 (G C): The most Commom -thalassemia mutation found in the Island of Sumatera. Indonesian Journal of Biotechnology 6: 571-577. 8. Yang TY, Yang XY and Chen WC (1985) Thalassemia in China. Ann N.Y. Acad. Sci 445: 92-97. 9. Flint J, Harding R, Clegg JB and Boyce A (1993). Why are some genetic diseases so common? Distinguishing selection from other process by molecular analysis of globin gene variants. Hum Genet. 91:91-117. 10. Weiss, KM (1993). Genetic Variation and Human Disease. Cambridge University Press. UK. 11. Ruel MD (2006) Using race in clinical research to develop tailored medications. Is the FDA encouraging discrimination or eliminating traditional disparities in health care for African-Americans? J. Leg Med 27: 225-241. 12. WHO (1994) Guidelines for the control of haemoglobin disorders report of the VIth Annual Meeting of the WHO Working Group on Haemoglobinopathies, Cagliari, Sardinia, 8-9 April 1989, World Health Organization, GenevaBowie LJ, Reddy PL and Beck KR (1997). Alpha thalassemia and its impact on other clinical conditions. Clinics in Laboratory Medicine. 17 (1) :97-108. 13. Li, AMC, Lee, FT and Tood D (1982) The screening of Chinese blood cord blood for hemoglobinopathies. Hum Hered 32: 62-65. 14. Fucharoon S and Winichagoon P (1987) Hemoglobinopathies in Southeast Asia: molecular biology and clinical medicine. Hemoglobin 11:65-69. 15. Wadman M (2005) Drug targeting: is race enough? Nature 435:1008-1009. 16. Bunn HF and Forget BG (1986) Hemoglobin: Molecular, Genetic and Clinical Aspects. WB Saundres Pulb. Phylladelphia. 61, 172, 175, 267, 403, 172. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 2 Juni 2008 122