BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. kadangkala mengalami gangguan baik sebelum proses kelahiran maupun

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh Center for Diesease Control and Prevention

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. meningkat 400% menjadi 1 banding 625 (Mash & Wolfe, 2005). Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, komunikasi menjadi hal terpenting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sekolah Luar Biasa : Autisme Boyolali Alam Taman Terapi :

GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MEMINTA PADA ANAK AUTIS MELALUI MEDIA PECS (PICTURE EXCHANGE COMMUNICATION SYSTEM)

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin

Rahmaya Nova Handayani 1, Murniati 2. Phone:

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. 1 Melisa, Fenny. 09 April Republika Online Anak Indonesia Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

Lampiran 1. Tabel keputusan

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu

GANGGUAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA SEMESTA MOJOKERTO ATNAN MUSYAROFA NIM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

BAB1 PENDAHULUAN. Setiap individu merupakan manusia sosial, sehingga setiap individu dituntut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1


BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan lainnya. Setiap manusia memiliki kekurangan. Semua anak manusia tidak

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta

Moh. Saifudin, S.Kep., Ns., S.Psi., M.Kes.*, Iwanina Syadzwina** Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau isyarat. Bahasa merupakan simbol-simbol yang disepakati dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1. Permasalahan a. Latar Belakang Permasalahan

Fenomena-fenomena Anak-anak anak tuna grahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengim

Universitas Mercu Buana BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

JURNAL SKRIPSI. Oleh Mahardhika Hevi Kusumastuti NIM

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Anak retardasi mental memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

ROLE PLAY METHOD MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK AUTIS

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. berlainan akan tetapi keduanya saling berkaitan. Pertumbuhan (growth)

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki anak adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi orangtua.namun pada kenyataannya tidak semua orang tua berkesempatan memiliki anak yang sehat dan berkembang dengan normal. Beberapa orang tua memiliki anak dengan berkebutuhan khusus (Astutik, 2014). Salah satu kelompok anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan autis (Iswari, 2008). Autis adalah gangguan perkembangan pada anak yang mulai terlihat pada 3 tahun pertama kehidupan dengan bentuk keterbatasan dalam hubungan sosial, komunikasi yang abnormal, serta pola perilaku yang terbatas, repetatif dan tetap. Anak laki-laki memiliki peluang 4 kali lebih besar untuk mendapat gangguan autis dibanding dengan anak perempuan (Nirwana, 2011). Secara singkat dapat dikatakan bahwa autis merupakan suatu keadaan anak dapat berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir ataupun perilaku (Hidayat, 2005). Menurut Nirwana (2011) autis disebabkan oleh disfungsi otak akibat abnormalnya struktur otak dan neurotransmitter serta juga disebabkan oleh faktor genetik. Ia ditandai dengan ketidakmampuan anak menjalin interaksi sosial yang baik, tidak dapat bermain dengan teman sebaya secara normal, bicara terhambat

dan sering menggunakan bahasa aneh dan gerakan yang diulang-ulang, cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru, serta suka melakukan gerakan yang berulang-ulang dan seringkali terpaku pada satu benda. Prevalensi atau peluang terjadinya gangguan autis cukup tinggi. Prevalensi autis di dunia saat ini mencapai 6-6,5 kasus per 1.000 anak (Meyers, 2007). Di Amerika Serikat, autis terjadi pada 1 per 68 anak (Centers of Disease Control Prevention (CDC) dikutip dari Retaskie, 2015). Sejak tahun 1980, terjadi peningkatan sampai 40% di Kanada dan Jepang. Dalam sebuah studi yang dilakukan terhadap ribuan anak, Universitas Cambridge menemukan bahwa saat ini, 1 dari 60 anak di Inggris memiliki beberapa kondisi autis (Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2014 dalam Russel, 2015). Penderita autis di Indonesia juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, terbukti pada tahun 2004 tercatat sebanyak 475 ribu penderita dan pada tahun 2009 diperkirakan setiap 1 dari 150 anak yang lahir mengalami autis (Supari, 2009 dalam Amiruddin, 2014) ketua yayasan autis Indonesia, Melly Budhiman memaparkan bahwa bila 10 tahun yang lalu jumlah penderita autis diperkirakan 1 per 5000 anak, sekarang meningkat menjadi 1 per 500 anak (Nuryanto, 2007). Kemudian dr.widodo Judarwanto, pediatrician clinical and editor in chief dari http://www.klinikautis.com memperkirakan satu per 250 anak Indonesia mengalami ganguan spektrum Autis. Sehingga diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autis dan 134.000 penyandang spektrum autis di Indonesia (www.klinikautis.com).

Di provinsi Sumatera Barat 694 anak autis terdaftar di berbagai Sekolah Luar Biasa pada tahun 2015, kemudian 272 anak autis terdaftar di 36 institusi sekolah di kota Padang. Dari 36 intsitusi tersebut 4 sekolah dengan siswa autis terbanyak yaitu : SLB Autis Bima Padang (49 siswa), SLB Autis Harapan (29 orang), SLB Autis Yayasan Mitra Ananda (32 siswa), SLB Autisma YPPA/ Yayasan Pengembangan Potensi Anak Padang (54 siswa) (Dinas Provinsi Sumatera Barat, 2016). Dari beberapa ciri anak autis salah satu ciri spesifik adalah gangguan kesulitan dalam berkomunikasi. Menurut Peeters dan Gillberg dalam Tincani (2004) sekitar separuh jumlah anak yang didugaautis akan mengalami kesulitan berkomunikasi hingga dewasa. Kesulitan berkomunikasi pada anak autis tersebut menimbulkan perilaku yang tidak terkontrol seperti menendang, melempar bendabenda di sekitarnya, menyakiti diri sendiri maupun orang di dekatnya, dan perilaku tantrum lainnya.perkembangan komunikasi yang terhambat mengakibatkan anak melakukan komunikasi dengan cara yang tidak lazim (antara lain: tantrum, bersikap agresif sebagai bentuk protes terhadap respon oranglain, menghindari situasi yang tidak menyenangkan, melindungi dari kontak fisikatau perhatian, inisiasi atau regulasi interaksisosial) (Prizant & Wheterby dalam Trunoyudho, 2009). Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif juga sering membuat anak frustrasi, yang mengarah pada penarikan diri dan/atau membentuk perilaku bermasalah (Schopler, 1995). Hal ini mengakibatkan hambatan dalam proses belajar sehingga anak perlu dibantu untuk meningkatkan komunikasi dengan

menggunakan alat bantu. Menurut Sussman (1999) anak autis memiliki gaya belajar yang berbeda-beda yaitu Rote learner, yakni kecenderungan menghafalkan informasi apa adanya tanpa memahami arti simbol yang dihafalkan, gestalt learner yakni melihat sesuatu secara global, visual learneryakni senang dan lebih mudah mencerna informasi yang dapat dilihat daripada yang hanya dapat didengar, hand-on learner yakni senang mencoba-coba dan mendapatkan pengetahuan melalui pengalamannya, auditory learner yakni senang bicara dan mendengarkan orang lain. Pada umumnya anak-anak autis memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual (misalnya gambar atau tulisan dari benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsep-konsep abstrak) daripada hanya mendengar. Dengan melihat gambar dan tulisan, anak-anak autis akan membentuk gambaran mental yang jelas dan relatif permanen dalam benaknya (Hodgdon dalam Ginanjar, 2007). Anak dengan gaya belajar visual leaners sangat tertarik dengan permainan seperti puzzle, dan balok-balok karena mereka dapat melihat dan menggunakannya. Beberapa anak visual leaners juga sangat tertarik dengan angka dan huruf dan bahkan bisa membaca beberapa kata tanpa mempelajarinya terlebih dahulu (Sussman, 2004). Maka beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan komunikasi pada anak autis adalah dengan melakukakan terapi seperti terapi ABA (applied behavioral analysis), terapi wicara, terapi sosial, terapi perkembangan, terapi visual dan terapi bermain (Hasdianah, 2013).

Dari tipe terapi tersebut terapi bermain adalah yang paling dekat dengan dunia anak. Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Hidayat, 2005). Bermain memiliki banyak fungsi diantaranya untuk perkembangan sensorimotorik, perkembangan intelektual, sosialisasi, kreativitas, kesadaran diri, nilai moral dan manfaat terapeutik (Adriana, 2011). Adapun jenis permainan menurut Wong (2009) adalah permainan sosialafektif, permainan rasa-senang, permainan keterampilan, permainan unoccupied, permainan dramatik atau pura-pura dan permainan (game). Salah satu jenis permainan yang sering dilakukan anak adalah game. Contoh permainan game adalah : bermain puzzle, bermain kartu dan permainan komputer atau video. Permainan ini dapat dilakukan sendiri atau bersama dengan anak lain (Wong, 2009). Beberapa metode alat bantu komunikasi alternatif yang menggunakan gambar dan simbol, braille, gesture dan berbagai macam aktivitas dengan tubuh dan gerakan mata. Metode-metode tersebut akan mempermudah anak autis dalam melakukan komunikasi (Bondy dan Frost, 2001). Salah satu media yang dapat digunakan adalah media berbentuk flashcard dengan huruf ditulis berwarna dan menggunakan huruf latin dan kapital. Media ini jika dikombinasikan dengan bermain akan lebih menarik bagi anak. Hal ini akan sangat membantu anak dalam mengingat kata-kata apa yang diajukan melalui flashcard tersebut. Flashcard yang diberikan dapat berupa kata, gambar, atau gabungan antara gambar dan kata

(Rakhmawati, 2012). Sehingga dengan mengikuti permainan ini anak dapat untuk meniru apa yang dijelaskan oleh terapis, mengingat kata-katanya dan memperhatikan instruksi yang diberikan (Doman, 1991). Kemudian anak dapat mengekspresikan dan mengkomunikasikan tentang gambar apa yang telah dilihat dan apa yang tertulis dibawahnya (Indriana, 2011 dalam Rapmauli & Matulessy, 2015). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Ganz & Simpson (2004) tentang effects on communication requesting and speech development of the picture exchange communication system (PECS) in children with characteristics of autism. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode PECS ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi pada anak autis. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di SLB Autisma YPPA Padang pada tanggal 29 April 2016, dari 54 anak autis yang berusia 6-20 tahun hanya 10 orang yang kemampuan komunikasinya sudah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan anak menjawab beberapa pertanyaan ringan seperti pertanyaan siapa namamu?, itu ibu guru? dan menoleh sesekali ketika dipanggil. Dari penjelasan guru yang mengajar mengatakan bahwa anak-anak di SLB Autisma YPPA Padang sudah mendapatkan terapi perilaku dan terapi wicara untuk membantu meningkatkan kemampuan komunikasi anak walaupun belum menunjukkan hasil yang maksimal. Berdasarkan fenomena yang diuraikan diatas maka peneliti merasa perlu melanjutkan penelitian tentang Pengaruh terapi bermain flashcard terhadap kemampuan komunikasi anak autis di SLB Autisma YPPA Padang tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjabaran dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh terapi bermain flashcard terhadap kemampuan komunikasi anak autis di SLB Autisma YPPA Padang? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi bermain flashcard terhadap kemampuan komunikasi anak autis. 1.3.2 Tujuan khusus Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk : a. Mengetahui rata-rata kemampuan komunikasi anak autis sebelum diberikan terapi bermain flashcard di SLB Autisma YPPA Padang. b. Mengetahui rata-rata kemampuan komunikasianak autis setelah diberikan terapi bermain flashcard di SLB Autisma YPPA Padang. c. Mengetahui perbedaan kemampuan komunikasianak sebelum dan sesudah terapi bermain flashcard di SLB Autisma YPPA Padang. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1.4.1 Bagi orang tua Dari hasil penelitian ini harapannya dapat menjadi sumber informasi bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus seperti autis tentang

manfaat terapi bermain flashcard terhadap kemampuan komunikasi pada anak autis. 1.4.2 Bagi Institusi Sekolah Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data atau informasi bagi pihak sekolah untuk melakukan terapi bermain flashcard secara berkesinambungan dan melakukan berbagai pengembangan untuk metode terapi bermain yang lain. 1.4.3 Bagi perawat Diharapkan dapat dijadikan sebagai data base dan informasi untuk menyusun perencanaan pengembangan terapi bermain sebagai salah satu terapi untuk mengatasi masalah komunikasi pada anak autis. 1.4.4 Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan tambahan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian tentang masalah komunikasi pada anak autis.