BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Gadjah Mada University Press, 2007), hlm Abdul Rohman dan Sumantri, Analisis Makanan, (Yogyakarta:

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Unnes Journal of Public Health

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah daun beluntas menghilangkan bau badan.

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB I PENDAHULUAN. Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1) Mahasiswa Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar 2) Staf Pengajar Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar ;

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM. Disiapkan oleh: Siti Aminah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pengawetan dengan garam, asam dan gula

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

Disusun Oleh: RURIYAWATI LISTYORINI A

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DALAM DAGING IKAN KEMBUNG (RASTRELLINGER SP) YANG DIAWETKAN MENGGUNAKAN GARAM DAN KHITOSAN

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

LEMBAR PENGESAHAN JURNAL. KITOSAN KULIT UDANG VANAME (L. vannamei) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA BAKSO IKAN TUNA (Thunnus sp.)

(The Effect of Using Various Concentration of Extract Red Galangal (Alpinia Purpurata k. schum) Againts the Sustainable of Broilers)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

Transkripsi:

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi dan Analisis Data Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa kadar ikan tuna yang diawetkan dengan metode penggaraman dan khitosan, ditunjukkan pada tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1 Hasil Pengukuran kadar protein ikan Tuna dengan metode penggaraman dan khitosan. Cara Variasi Lama Kadar Absorbansi Pengawetan Pengawetan Pengawetan Protein (ppm) G1 (20%) L1 0,275 10.770 L2 0,268 10.700 L3 0,257 10.590 Garam G2 (12%) L1 0,296 10.980 L2 0,285 10.870 L3 0,279 10.810 G3 (8%) L1 0,306 11.080 L2 0,292 10.940 L3 0,286 10.880 C1 (20 %) L1 0,332 11.340 L2 0,321 11.230 L3 0,312 11.140 Khitosan C2 (12 %) L1 0,308 11.010 L2 0,287 10.890 L3 0,276 10.780 C3 (8%) L1 0,287 10.890 L2 0,234 10.360 L3 0,221 10.230 Kontrol - - 0,345 11.470 81

Berdasarkan data tersebut, hasil dari pengukuran kadar protein pada daging ikan tuna yang diawetkan menggunakan metode penggaraman dan khitosan menunjukkan kadar protein tertinggi diperoleh pada ikan yang diawetkan dengan khitosan dengan konsentrasi 20% lama pengawetan 24 jam. Setelah diuji dengan ANAVA data yang dihasilkan ditunjukkan pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil Uji ANAVA Sumber Variasi JK DK RK F Antar Kelompok 3200,0 1 3200,0 Dalam Kelompok 1297977,7 16 81123,6 0,039 Total 1301177,7 17 Berdasarkan tabel distribusi F, harga F tabel pada taraf signifikasi 5% dengan dk A 1 lawan dk D 16 sebesar 4,49 sehingga harga F hitung lebih kecil daripada F tabel. Hal ini menunjukkan H a ditolak dan H O diterima. Sehingga perbedaan kadar protein dengan 2 perlakuan tersebut berbeda tidak nyata (tidak signifikan). Kadar protein ikan tuna dengan perlakuan penggaraman dan pemberian khitosan jika dibandingkan dengan kadar protein ikan tuna segar tidak berbeda jauh (Tabel 4.1). Hal tersebut menunjukkan perlakuan pengawetan dengan metode penggaraman dan pemberian khitosan dapat mempertahankan kadar protein dalam daging ikan tuna tetap tinggi. 82

Hasil pengukuran kadar protein dengan metode penggaraman pada berbagai konsentrasi (20%, 12% dan 8%) dengan lama pengawetan 24, 48 dan 72 jam ditunjukkan pada grafik 4.1 Grafik 4.1 Perbandingan Kadar Protein daging ikan tuna yang diawetkan dengan garam Berdasarkan grafik 4.1, dapat diketahui bahwa kadar protein paling tinggi ditunjukkan pada konsentrasi 8% dengan lama pengawetan 24 jam. Kadar protein tersebut menurun pada lama pengawetan 48 dan 72 jam. Daging yang diawetkan dengan konsentrasi garam 12% kadar proteinnya lebih sedikit dibandingkan dengan penggaraman yang berkonsentrasi 8%. Kadar protein semakin menurun pada konsentrasi 20%. Hal ini dikarenakan protein ikat yang terdapat dalam daging mengalami deproteinasi sehingga kadar protein dalam daging ikan juga berkurang. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan atau semakin banyak garam yang 83

digunakan, semakin cepat pula protein mengalami denaturasi. Penambahan garam dapat mengawetkan ikan sehingga ikan tidak mengalami pembusukan. 1 Pada pengawetan menggunakan garam terjadi proses osomosis yaitu air dalam daging ikan secara berangsur-angsur akan keluar dan sebagian molekul garam akan masuk ke dalam daging tersebut, sehingga mengakibatkan daging itu terasa asin. 2 Daging yang diawetkan dengan khitosan selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam pada konsentrasi 8%, 12% dan 20% kadar protein yang dihasilkan ditunjukkan pada grafik 4.2 dibawah ini Grafik 4.4 perbandingan kadar protein daging ikan tuna yang diawetkan dengan khitosan 1 Haris Syahruddin, Jurnal, Pengaruh Penggaraman Terhadap Protein Ikan Layang (Decapterus Rucell), http://journal.ubaya.ac.id- /index.php/jimus/article/download/200/175, diakses 21 Oktober 2013 2 Rabiatul Adawiyah, Pengolahan dan Pengawetan Ikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hlm 448 84

Berdasarkan grafik di atas, kadar protein pada daging ikan tuna tertinggi ditunjukkan pada perlakuan pengawetan khitosan dengan konsentrasi 20%. Pada konsentrasi 12% semakin menurun kadar protein. Kadar protein terendah ditunjukkan pada pengawetan khitosan dengan konsentrasi 8%. Hal ini dikarenakan khitosan mengandung zat antimikroba yang dapat menyebabkan denaturasi protein. 3 Semakin banyak konsentrasi yang digunakan semakin cepat pula khitosan dapat menghambat tumbuhnya mikroba dan menyebabkan daging ikan tersebut tidak cepat membusuk sehingga kadar protein dalam daging tersebut cenderung lebih banyak dibanding dengan yang lain. 4 Kadar protein tertinggi pada daging ikan tuna yang diawetkan dengan penggaraman diperoleh dari perlakuan yang berkonsentrasi 8% pada pengawetan 24 jam, sedangkan pada khitosan kadar protein yang tertinggi diperoleh pada konsentrasi 20% pada pengawetan 24 jam. Hal ini disebabkan konsentrasi garam yang digunakan semakin kecil, sehingga kerusakan protein juga akan semakin sedikit. Sedikitnya kerusakan protein tersebut menyebabkan kadar protein tetap tinggi. Pada khitosan apabila semakin besar konsentrasi yang 3 F. Widhi Mahatmanti, dkk, Jurnal, Sintesis Kitosan dan Pemanfaatannya sebagai Anti Mikrobia Ikan Segar, http:// journal. unnes.ac.id/nju/index.php/sainteknol/article/download/328/314, diakses 16 Februari 2014 4 85

digunakan, semakin sedikit protein yang rusak sehingga kadar protein yang dihasilkan semakin banyak. Perbandingan kadar protein tertinggi pada ikan tuna yang diawetkan menggunakan garam dan khitosan ditunjukkan pada grafik 4.3 Grafik 4.4 Perbandingan kadar protein daging ikan tuna yang diawetkan dengan garam dan khitosan Berdasarkan grafik tersebut, kadar protein tertinggi diperoleh pada pengawetan yang menggunakan khitosan dengan konsentrasi 20 % pada lama pengawetan 24 jam yaitu 11.340 ppm. Hal ini disebabkan khitosan berfungsi sebagai antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada saat diawetkan sehingga kadar proteinnya tidak banyak terdenaturasi. Kadar protein terendah diperoleh pada pengawetan yang menggunakan khitosan dengan konsentrasi 8% pada lama pengawetan 72 jam yaitu sebesar 10.230 ppm. Hal tersebut dapat terjadi karena semakin lama pengawetan 86

Objek Pengam atan Tekstur dilakukan maka semakin banyak pula protein yang terdenaturasi sehingga menyebabkan kadar protein semakin berkurang. Perubahan fisik pada daging ikan tuna setelah perlakuan pengawetan penggaraman dan khitosan ditunjukkan pada tabel 4.3. gambaran fisik perubahan daging ikan tuna ditunjukkan pada gambar 4.1 (penggaraman) dan 4.2 (khitosan). Tabel 4.3 perbedaan perubahan fisik pada Ikan Tuna yang diawetkan dengan garam dan khitosan Pengawetan Garam Pengawetan Khitosan 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam Padat dan kaku Lembek Sangat Lembek Lembek dan kisut Lebih lembek dan bertambah kisut Sangat lembek dan kisut Bau Tidak Agak Amis Amis Amis Amis amis amis Warna Merah daging Merah berkurang pada Pucat Merah berkura ng Merah semakin berkurang Warna merah hilang daging Rasa Asin Tidak Asin (a) (b) (c) Gambar 4.1 (a) Perubahan Pada Daging hari ke 1,(b) perubahan pada hari ke 2, (c) perubahan pada hari ke 3 87

Berdasarkan tabel 4.3 dan gambar 4.1 tersebut, dapat diketahui bahwa setelah dilakukan pengawetan dengan menggunakan garam, tekstur daging berubah yaitu, pada daging yang diawetkan selama 24 jam tekstur daging lebih padat dan kaku, serta tidak berbau amis. Pada pengawetan 48 jam daging cenderung lebih lembek serta warna merah pada daging mulai berkurang dan pada pengawetan 72 jam daging lebih lembek dan warna merah pada daging sudah berkurang lebih banyak sehingga kelihatan lebih pucat. Hal ini terjadi karena selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam daging ikan dan keluarnya cairan dari daging ikan karena adanya perbedaan konsentrasi pada saat pengawetan. Cairan yang keluar dari daging ikan akan cepat mengencerkan larutan garam, selain itu bersamaan dengan keluarnya cairan dalam daging ikan, partikel garam akan masuk ke dalam daging ikan. Sehingga ikan yang telah mengalami proses penggaraman mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat menghambat dan membunuh bakteri yang terdapat pada daging ikan. 5 Pengawetan dengan menggunakan garam mempunyai kelemahan yaitu, dapat merubah rasa dari ikan itu sendiri. Semakin banyak garam yang digunakan juga dapat 5 Rabiatul Adawiyah, Pengolahan dan Pengawetan Ikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hlm 45 88

menyebabkan penurunan kadar protein, akibat terjadinya denaturasi protein protein dapat berpengaruh terhadap penurunan kadar protein yang terkandung dalamn daging ikan tuna. Gambaran fisik perubahan daging ikan tuna yang diawetkan dengan perlakuan khitosan ditunjukkan pada tabel 4.3 dan gambar 4.2. (a) (b) (c) Gambar 4.2 (a) perubahan pada hari 1, (b) perubahan hari ke2, (c) perubahan hari ke3 Berdasarkan tabel 4.3 dan gambar 4.2 tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa setelah dilakukan pengawetan selama 24, 48 dan 72 jam dengan khitosan, tekstur daging ikan berubah menjadi lebih lembek, tetap amis dan permukaan daging menjadi lebih kisut, hal ini terjadi karena pengaruh penambahan asam asetat yang digunakan untuk mengencerkan khitosan dapat merusak daging ikan itu sendiri. Asam asetat bersifat asam sehingga dapat membantu pengawetan terhadap daging ikan. Daging ikan yang telah diawetkan tidak mengalami kebusukan. 89

Khitosan mempunyai potensi untuk mengikat gugus peptida pada protein, karena mempunyai pasangan elektron bebas dari gugus amina pada khitosan. Mekanisme kerja zat anti mikroba pada khitosan melalui pengikatan struktur bakteri yang mengandung gugus amina. Stuktur utama tersebut meliputi dinding sel, sitoplasma, ribosom, dan membran sitoplasma. Aktivitas zat antimikroba pada struktur utama sel berakibat rusaknya struktur utama sel. Kerusakan tersebut dengan adanya denaturasi protein oleh zat antimikroba dari khitosan. Denaturasi tersebut menyebabkan inaktivasi enzim. Rusaknya struktur utama tersebut dapat mengganggu aktivitas sel bakteri. 6 Khitosan pada saat diencerkan dengan asam asetat terjadi reaksi antara amina dan asam asetat dan menghasilkan R-NH + + 3. Muatan positif dari gugus NH 3 dapat berinteraksi dengan muatan negatif pada permukaan sel bakteri, sehingga terjadi kerusakan pada dinding sel bakteri dan mengakibatkan pelemahan kekuatan dinding sel yang dimiliki oleh bakteri. Bentuk dinding sel dari bakteri menjadi abnormal, dan poripori dinding sel bakteri membesar. Hal tersebut mengakibatkan dinding sel bakteri tidak mampu mengatur pertukaran zat-zat dari dan ke dalam sel bakteri itu sendiri, 6 F. Widhi Mahatmanti, dkk, Jurnal, Sintesis Kitosan dan Pemanfaatannya sebagai Anti Mikrobia Ikan Segar, http://journal. unnes.ac.id/ nju/ index. php/ sainteknol/article/ download /328/ 314, diakses 16 Februari 2014 90

bakteri. 8 Khitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena kemudian membran sel bakteri tersebut menjadi rusak dan mengalami lisis. Aktifitas metabolisme bakteri akan terhambat dan pada akhirnya akan mengalami kematian. Dengan sifat tersebut khitosan mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan tuna sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba. 7 Pengawetan ini dilakukan selama 3 hari, hal ini dikarenakan pada hari ke 3 bakteri pada daging sudah terlalu banyak. Hal tersebut dapat terjadi karena bakteri sudah beradaptasi dengan substratnya (daging ikan), selain itu khitosan sudah banyak yang masuk dalam daging sehingga sudah berkurang aktivitasnya dalam mencegah bertumbuhnya sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, selain itu khitosan juga tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi. Khitosan juga mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lain seperti protein dan lemak. Khitosan juga bersifat sebagai antioksidan yaitu dapat 7 F. Widhi Mahatmanti, dkk, Jurnal, Sintesis Kitosan dan Pemanfaatannya sebagai Anti Mikrobia Ikan Segar, http://journal.unnes.ac.id/nju/ index.php/ sainteknol/ article/download/ 328/ 314, diakses 16 Februari 2014 8 Fronte Swastawati, dkk, Jurnal, Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Menjadi Edible Coating Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan, http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/article/download/17554/17469, diakses 18 Juni 2014 91

menghambat oksidasi lipid lebih lanjut menjadi kolestrol di dalam darah dan empedu. Pengawetan dengan menggunakan khitosan mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya yaitu dari segi organoleptik yang salah satunya meliputi penampakan rasa. Pengawet alami khitosan memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggaraman, jika penggaraman mengakibatkan berubahnya rasa ikan menjadi asin, maka pada khitosan tidak memberikan rasa asin pada ikan. 9 Khitosan selain bekerja dengan cara mengikat bakteri, juga bekerja dengan cara melapisi kulit luar pada daging ikan, sehingga rasa dari dalam daging ikan tidak bisa keluar dan kontaminan dari luar tidak bisa masuk ke dalam daging ikan, sehingga rasa asli dari daging ikan tidak berubah. 10 Rasa asin pada ikan yang digarami kebanyakan tidak disukai oleh masyarakat dan juga dihindari oleh penderita hipertensi, oleh karena itu khitosan dapat digunakan sebagai pengawet pengganti garam yang aman untuk tubuh. 9 Elsa Dwi Juliana, Jurnal, Aplikasi Khitosan sebagai Coating (pelapis) dalam meningkatkan mutu dan mempertahankan Viabilitas dan Vigor Benih, http://dosen.norotama.ac.id/up.content/ uploads/2012/03/ Aplikasi Chitosan sebagai Coating pelapis dalam meningkatkan mutu dan mempertahankan viabilitas dan vigor benih.pdf, dikases tanggal 12 Juni 2014 10 Fronte Swastawati, dkk, Jurnal, Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Menjadi Edible Coating Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan, http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/article/download/17554/17469, diakses 18 Juni 2014 92

Berdasarkan pengawetan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa khitosan dapat digunakan sebagai pengawet yang baik untuk ikan serta dapat meminimalisasi terjadinya denaturasi pada protein dan aman dikonsumsi serta dapat digunakan sebagai antioksidan bagi tubuh. B. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa keterbatasan-keterbatasan, antara lain : 1. Keterbatasan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan hanya terbatas pada satu objek, yaitu Ikan Tuna (Thunnus sp) sehingga tidak bisa mewakili dari semua jenis ikan. Selain itu dalam penelitian ini yang digunakan bukan satu ekor ikan penuh tetapi hanya menggunakan daging yang sudah difilet sehingga kadar protein yang terdapat dalam daging sudah terpotong terlebih dahulu. 2. Keterbatasan Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dan waktu juga mempengaruhi pelaksanaan penelitian. Tempat yang digunakan yaitu Laboratorium Kimia IAIN Walisongo Semarang yang masih terbatas dalam alat dan bahan yang digunakan, selain itu waktu pelaksanaan penelitian ini pada musim hujan sehingga susah untuk mencari jenis ikan yang digunakan. 93

3. Keterbatasan Kemampuan Peneliti menyadari bahwa peneliti memiliki keterbatasan kemampuan khususnya dalam bidang ilmiah. Akan tetapi, peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk memahami arahan dan bimbingan dosen. 4. Keterbatasan Biaya Biaya merupakan salah satu faktor penunjang penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga apabila biaya minim bisa menjadi penghambat untuk proses penelitian. Walaupun banyak ditemukan keterbatasanketerbatasan dalam penelitian ini, penulis bersyukur bahwa penelitian ini dapat terselesaikan dengan lancar. 94