TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO. Aji Bangkit Subekti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

TOMI YOGO WASISSO E

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rini Meiarti Junun Sartohadi

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kritisnya lahan telah menyebabkan kerusakan fungsi DAS di Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk melakukan rehabilitasi DAS melalui program

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

RISIKO LONGSORLAHAN PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN DI SUB-DAERAH ALIRAN SUNGAI LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS TINGKAT BAHAYA LONGSOR DI DAS WALIKAN KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2013

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... i. HALAMAN PERNYATAAN... iii. INTISARI... iii. ABSTRACT... iv. KATA PENGANTAR...

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR UNTUK PENATAAN PENGGUNAAN LAHAN

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI UNIT GEOMORFOLOGI DAERAH ALIRAN (DA) CI MANDIRI, SUKABUMI TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

Keywords: Landslide Potency, the Damage and Loss Assessment, Land Conservation Guideline, Geography Learning

Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN:

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Alat dan Bahan Alat Penelitian Kegiatan Survey Lapangan Uji Tekstur Tanah...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Melisa P. Todingan 1 Meldi Sinolungan 2 Yani E.B. Kamagi 2 Jeanne Lengkong 2 ABSTRAK ABSTRACT

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Juni Penulis. iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN TANAH LONGSOR JALUR SOLO- SELO-BOROBUDUR DI KECAMATAN CEPOGO DAN KECAMATAN SELO KABUPATEN BOYOLALI

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KERAWANAN DAN KEJADIAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH

HUBUNGAN SIFAT FISIK TANAH DENGAN KEJADIAN LONGSORLAHAN DI SUB-DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS STABILITAS LERENG MENGGUNAKAN MODEL DETERMINISTIK UNTUK ZONASI RAWAN LONGSORLAHANDI SUB-DAS GINTUNG, KAB. PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO Aji Bangkit Subekti adjie_2345@yahoo.com Danang Sri Hadmoko danang@gadjahmada.edu Abstract This research was conducted in Secang Sub Watershed, Kulonprogo District. The purpose of this study is to determine the landslides distribution and landslides susceptibility level in the study area. Method used in this research was the survey method. The landslides susceptibility level was determined by the weight of evidence method. The result of this research indicates that landslides mostly occurred in plantation and settlement. Based on buffering analysis, landslide events are usually found nearby the local roads due to slope cutting; thus, the stability of slope decreases. There are many types of landslides in Secang Sub Watershed such as rockfall, slide, and slump. There are three levels of landslides susceptibility in Secang Sub Watershed, which are low, moderate, and high. The low landslide susceptibility area is 28.28 ha (1.37%), the moderate landslide susceptibility area is 1317.03 ha (63.60%), and high landslide susceptibility area is 725.56 ha (35.04%). Keywords : landslide susceptibility, weight of evidence, buffering. Intisari Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Secang, Kabupaten Kulonprogo. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui persebaran kejadian longsorlahan dan mengetahui tingkat kerawanan longsorlahan di Sub DAS Secang. Metode yang digunakan yaitu metode survei lapangan. Penentuan tingkat kerawanan longsorlahan ditentukan dengan metode weight of evidence. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Longsorlahan banyak terjadi pada penggunaan lahan kebun dan permukiman. Berdasarkan analisis buffering, kejadian longsorlahan banyak ditemukan berdekatan dengan jalan lokal akibat pemotongan lereng sehingga stabilitas lereng menurun. Terdapat beberapa tipe longsorlahan yang terjadi di Sub DAS Secang antara lain jatuhan, longsoran, dan nendatan. Terdapat tiga tingkat kerawanan longsorlahan di Sub DAS Secang, yaitu tingkat kerawanan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kerawanan rendah seluas 458

28,28 ha (1,37%), tingkat kerawanan sedang seluas 1317,03 ha (63,60%), dan tingkat kerawanan tinggi seluas 725,56 ha (35,04%). Kata kunci : Kerawanan longsorlahan, weight of evidence, buffering. PENDAHULUAN Longsorlahan merupakan salah satu bencana yang sering terjadi dan penyebarannya relatif merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Longsorlahan dapat terjadi karena ketidakstabilan lahan (Sulistiarto dan Cahyono, 2007). Sub DAS Secang yang berada di Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu daerah yang sering terjadi longsorlahan. Sub DAS Secang mempunyai morfologi berbukit dan bergunung, sehingga rawan terjadi longsorlahan. Tingkat kerawanan longsorlahan akan semakin meningkat pada musim hujan, karena massa tanah akan semakin berat. Longsorlahan dapat mengakibatkan kerugian dan dampak yang sangat besar. Kerugian material berupa rusaknya rumah, jalan, fasilitas umum, dan lahan pertanian. Aktivitas manusia merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya longsorlahan, aktivitas manusia yang mempengaruhi terjadinya longsorlahan berupa aktivitas dalam penggunaan lahan. Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dan tingginya intensitas aktifitas manusia dalam mengubah tata guna lahan akan mempertinggi tingkat risiko pada daerah rawan longsorlahan. Berdasarkan laporan wilayah potensi gerakan tanah pada tahun 20122 sampai awal 2012 dari PVMBG, daerah Sub DAS Secang merupakan daerah yang berpotensi tinggi untuk terjadi longsorlahan. Pengurangan kerugian akibat longsorlahan dapat dilakukan dengan mitigasi dan kajian dari berbagai disiplin ilmu mengenai kerawanan longsorlahan di suatu daerah. Disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk mengkaji kerawanan longsorlahan adalah Geografi dan Geomorfologi. Geografi mempunyai tiga macam pendekatan untuk mengkaji fenomena yang ada di lingkungan, yaitu pendekatan spasial, ekologikal, dan kompleks wilayah. Sedangkan Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuklahan pembentuk muka bumi, baik di daratan maupun di dasar lautan dan menekankan pada proses pembentukan dan perkembangan pada masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan (Verstappen, 1983). Proses geomorfologi yang dominan terjadi di Sub DAS Secang adalah proses denudasional. Karakteristik wilayah yang berbeda menyebabkan tingkat kerawanan longsorlahan secara spasial bervariasi. METODE PENELITIAN Metode Penelitian Metodologi yang digunakan adalah metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan. Observasi lapangan bertujuan untuk mengetahui lokasi terjadinya longsorlahan dan mengukur luasan 459

area yang terkena longsorlahan. Luasan longsorlahan akan digunakan untuk menentukan kepadatan longsorlahan di Sub DAS Secang. Penelitian ini menggunakan pendekatan spasial dan statistik dengan grid raster sebagai unit analisisnya. Penilaian kerawanan longsorlahan dilakukan dengan menggunakan pembobotan berdasarkan analisis statistik antara kepadatan longsorlahan dengan luas area terhadap masing-masing kelas parameter longsorlahan. Faktor yang digunakan dalam penentuan kerawanan longsorlahan diturunkan dari faktor yang diyakini sebagai penyebab terjadinya longsorlahan menurut Westen (2003), yaitu kemiringan lereng, bentuklahan, jenis tanah, geologi, jarak dari sungai, jarak dari jalan, dan penggunaan lahan. Pengolahan data Pengolahan data menggunakan aplikasi SIG dengan software ArcGis 9.3 dan ILWIS 3.3. Adapun teknik pengolahan data dirinci sebagai berikut: 1. Konversi data vektor ke raster Konversi data vektor ke raster dilakukan dengan softwae ILWIS 3.3. Data yang dikonversi meliputi peta seluruh faktor penentu longsorlahan dan peta inventarisasi kejadian longsorlahan 2. Teknik Buffer Teknik buffer dilakukan untuk membuat kelas faktor longsorlahan pada informasi jalan dan aliran sungai. 3. Teknik cross map dan pembobotan Teknik Cross Map digunakan untuk menghitung presentase 460 longsorlahan aktual dan untuk menghitung Weight of evidence dari setiap kelas parameter longsorlahan. Hasil Cross Map antara longsorlahan aktual dan kelas setiap parameter longsorlahan digunakan untuk mempertimbangkan pemberian nilai Indeks kelas (I1). Hasil dari W+ atau W- digunakan untuk mempertimbangkan pemberian indeks pembobot pada setiap kelas faktor longsorlahan (I2). 4. Teknik penjumlahan indeks faktor. Setelah setiap indeks faktor mempunyai skor, maka dilakukan penjumlahan skor indeks faktor untuk mengetahui tingkat kerawanan longsorlahan. Penjumlahan skor dilakukan dengan cara penulisan script pada softwae ILWIS 3.3. Persamaan untuk penjumlahan indeks faktor : Indeks kerawanan longsorlahan = Ibentuklahan + Ikemiringan lereng + Ibuffer jalan+ Ibuffer sungai + Ilitologi+ Ipenggunaan lahan 5. Teknik Slicing Teknik slicing/klasifikasi dilakukan dengan penghitungan histogram indeks kerawanan longsorlahan dan mengklasifikasikannya ke dalam tingkat kerawanan rendah, sedang, dan tinggi.

nendatan, dan jatuhan. Tipe longsoran terjadi sebanyak 50, nendatan 6, dan jatuhan 6 kejadian. Gambar 1. Peta Sub DAS Secang HASIL DAN PEMBAHASAN Persebaran kejadian longsorlahan Jumlah kejadian longsorlahan yang terjadi di Sub DAS Secang sebanyak 62 kejadian. Sebanyak 51 longsorlahan terjadi pada daerah dengan kerawanan tinggi, dan 11 longsorlahan terjadi pada daerah dengan kerawanan sedang, dan tidak terjadi longsorlahan pada tingkat kerawanan rendah. Dari 62 kejadian longsorlahan, 45 kejadian terjadi di Desa hargotirto dan 17 kejadian terjadi di Desa Hargowilis. Kepadatan titik sebesar 3,00/km 2 dan kepadatan area sebesar 196,93 m/km 2. Tipe kejadian longsorlahan diklasifikasikan dengan menggunakan sistem varnes (1958), berdasarkan karakteristik longsorlahan di lapangan. Terdapat 3 tipe kejadian longsorlahan yang terjadi, yaitu longsoran, Gambar 2. Peta sebaran longsorlahan Analisis longsorlahan dan faktor penentu longsorlahan Hubungan antara kemiringan lereng dan kejadian longsorlahan menunjukkan bahwa longsorlahan banyak terjadi pada kemiringan 21-55%. kepadatan area pada kemiringan lereng tersebut sebesar 0,022 Ha.km 2 dan kepadatan titik sebesar 3,3 titik/km 2. Longsorlahan banyak terjadi pada kemiringan 21-55% disebabkan karena batuan penyusunnya tidak resisten, sehingga pelapukan, erosi, dan longsorlahan terjadi secara intensif. Analisis longsorlahan dan formasi geologi menunjukkan bahwa formasi terobosan andesit merupakan formasi yang sangat intensif terjadi 461

longsorlahan, terdapat 50 kejadian longsorlahan dengan total luas sebesar 0,359 Ha. Kepadatan titik pada formasi terobosan andesit sebesar 3,04 titik/km 2 dan kepadatan area sebesar 0,22 Ha/km 2. Formasi terobosan andesit merupakan formasi yang mendominasi daerah penelitian dan mempunyai litologi yang tidak resisten, sehingga banyak terjadi longsorlahan. Proses denudasional merupakan proses dominan yang terjadi di Sub DAS Secang, proses erosi dan pelapukan berjalan secara intensif. Sebanyak 34 kejadian terjadi pada perbukitan denudasional terkikis sedang, dengan kepadatan titik sebesar 2 2,99 titik/km dan kepadatan area sebesar 0,021 Ha/km 2. Perbukitan denudasional terkikis rendah terdapat 15 kejadian longsorlahan dengan kepadatan titi 3,62 titik/km 2 dan kepadatan area 0,019 Ha/km 2. Longsorlahan banyak terjadi pada bentuklahan tersebut karena tersusun atas batuan yang tidak resisten. Longsorlahan banyak terjadi pada jenis tanah Kompleks Typic troporthents eutropepts, yaitu sebanyak 19. Jenis tanah tersebut terletak pada bentuklahan perbukitan denudasional terkikis kuat dan sedang, dengan kemiringan lereng 25%- >45%. Tanah berkembang secara intensif pada daerah dengan lereng yang tidak terlalu terjal. Perkembangan tanah secara intensif menyebabkan tanah relatif tebal. Pada tanah yang tebal dan lereng yang tidak terlalu terjal menyebabkan air hujan dapat masuk ke dalam lapisan bawah tanah, dan menambah beban massa 462 tanah sehingga menyebabkan longsorlahan terjadi secara intensif. Analisis buffer sungai dan longsorlahan menunjukkan bahwa hubungan antara buffer sungai dan kejadian longsorlahan sangat lemah, karena banyak kejadian longsorlahan (28 kejadian) yang terjadi jauh dari sungai (>125m dari sungai). Erosi lateral yang terjadi pada tebing sungai tidak terlalu berpengaruh terhadap terjadinya longsorlahan. Jalan mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya longsorlahan di Sub DAS Secang. Sebanyak 39 kejadian longsorlahan terjadi pada jarak 0-25 meter dari jalan. Longsorahan terjadi akibat pemotongan lereng untuk pembuatan jalan dan getaran dari kendaraan bermotor yang melewati jalan. Kepadatan titik pada jarak 0-25 meter dari jalan sebesar 9,87 titik/km 2 dan kepadatan area sebesar 0,062 Ha/km 2. Analisis longsorlahan dengan penggunaan lahan menunjukkan bahwa sebagian besar longsorlahan terjadi pada permukiman (26 kejadian) dan kebun (33 kejadian). Longsorlahan terjadi akibat pemotongan lereng untuk pembangunan permukiman dan untuk pembuatan terasering. Pembangunan permukiman dapat meningkatkan aliran permukaan yang dapat mengakibatkan erosi secara intensif dan akhirnya berkembang menjadi longsorlahan. Sedangkan pembuatan terasering menyebabkan penggenangan air pada lahan berteras sehingga massa tanah bertambah dan menyebabkan longsorlahan. Kepadatan titik pada kebun 2,4 titik/km2 dan kepadatan area 0,012

Ha/km 2. sedangkan pada permukiman kepadatan titiknya 5,1 titik/km2 dan kepadatan area 0,045 Ha/km 2. Weight of evidene untuk analisis tingkat kerawanan longsorlahan Peta kerawanan dibuat dengan metode weight of evidence dengan beberapa variabel yang digunakan dalam menentukan tingkat kerawanan longsor. Metode weight of evidence merupakan salah satu metode semi kualitatif yang membandingkan antara variabel penentu longsorlahan dengan longsorlahan aktual. Setiap variabel diberikan bobot yang berbeda, bobot setiap variabel didapatkan dari analisis weight of evidence dengan software Ilwis 3.3. Peta kerawanan longsorlahan dibuat dengan menjumlahkan bobot dari setiap variabel. Kemudian jumlah bobot dari setiap variabel dikelaskan dengan teknik slicing pada software Ilwis 3.31. Kelas kerawanan longsorlahan dibagi menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Gambar 3: Jumlah longsorlahan, luas longsorlahan, kepadatan titik dan area dengan (a-b) kemiringan lereng, (c-d) geologi, (e-f) bentuklahan, (g-h) jenis tanah, (i-j) buffer sungai, (k-l) buffer jalan, (m-n) penggunaan lahan. 463 Tingkat kerawanan longsorlahan di Sub DAS Secang Tingkat kerawanan longsorlahan di Sub DAS Secang dibagi menjadi 3 tingkat kerawanan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat kerawanan tinggi mempunyai nilai weight sebesar 7, kerawanan sedang mempunyai nilai weight sebesar 0,3 dan kerawanan longsor rendah mempunyai nilai weight sebesar -6,4. Sebesar 35,04% atau 7255,58 Ha dari wilayah Sub DAS Secang termasuk dalam tingkat kerawanan tinggi. Tingkat kerawanan sedang seluas 13170 Ha atau 63,60%, sedangkan tingkat kerawanan rendah sebesar 1,37% atau 282,85 Ha. Tingkat kerawanan tinggi berada disekitar sungai dan jalan di desa

Hargotirto dan Hargowilis. Kerawanan longsorlahan tinggi berada disekitar jalan disebabkan karena adanya pemotongan lereng. Sebanyak 45 longsorlahan ditemukan pada tingkat kerawanan tinggi, pada tingkat kerawanan sedang sebanyak 17, dan tidak ditemukan pada tingkat kerawanan rendah. Jumlah kejadian longsorlahan mempunyai hubungan dengan tingkat kerawanan longsorlahan. Dibuktikan dengan jumlah longsorlahan yang semakin banyak pada tingkat kerawanan tinggi dan semakin sedikit pada tingkat kerawanan sedang hingga rendah. longsorlahan. Success rate merepresentasikan prosentase seluruh longsorlahan pada setiap kelas kerawanan longsorlahan. Grafik success rate menunjukkan bahwa 10% kelas kerawanan longsor menunjukkan 35% longsorlahan yang terjadi di lapangan. Selain itu, dapat juga diartikan bahwa 40% kelas kerawanan longsorlahan menunjukkan 85% longsorlahan yang terjadi di lapangan. Akurasi model kerawanan longsorlahan di Sub DAS Secang mencapai sekitar 80%. Gambar 5. Grafik Success Rate Gambar 4. Peta tingkat kerawanan longsorlahan Success Rate model kerawanan longsorlahan Succes rate merupakan validasi yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan model kerawanan KESIMPULAN Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan di atas,maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Longsorlahan banyak terjadi pada penggunaan lahan berupa kebun dan permukiman. Sebanyak 33 kejadian longsorlahan terjadi pada penggunaan lahan kebun dan 26 pada penggunaan lahan permukiman dan 3 longsorlahan terjadi pada penggunaan lahan semak belukar. 2. Tingkat kerawanan longsorlahan rendah mempunyai luasan 28,28 Ha atau 1,37%. Tingkat kerawanan sedang mempunyai luasan 1317,03 Ha atau 63,60%. Sedangkan tingkat kerawanan 464

tinggi mempunyai luasan 725,56 Ha atau 35,04% dari luas daerah penelitian. 3. Tipe longsorlahan yang terjadi di daerah penelitian adalah tipe longsoran (slide), jatuhan (rockfall), dan nendatan (slump). DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011.Wilayah potensi gerakan tanah di Provinsi DIY bulan mei 2011.PVMBG.Kementrian ESDM. Sulistiarto, B.,Cahyono. A.B. 2007. Studi Identifikasi Longsor Dengan Menggunakan Citra Landsat Dan Raster Studi Kasus : Kabupaten Jember.Jurnal. Surabaya: Program Studi Teknik Geomatika FTSP-ITS. Verstappen, H.Th. 1983. Applied Geomorphology. Amsterdam: Elsevier Science Publisher. Co. Westen van, C,J., 2003. Use Of Weights Of Evidence Modeling For Landslide Susceptibility Mapping. International Institute for Geoinformation Science and Earth Observation ITC. Enschede, The Netherlands 465