Versi 27 Februari 2017

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

PEMENUHAN SUMBER TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Energi serta Indikator Energi - OEI 2014

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

VI. SIMPULAN DAN SARAN

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

Perencanaan Strategis Bidang Energi Tahun Di DIY

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA harga minyak DUNIA?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

Indonesia Water Learning Week

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator

PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI

BAB I 1. PENDAHULUAN

INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya alat rumah tangga yang menggunakan listrik. Akan tetapi, pada

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan harga minyak tanah tentunya akan berdampak pada kondisi

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

REGULASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Transkripsi:

TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau, andal dan lampiran perpres) modern. 7.1.1.(a) Konsumsi listrik per kapita Indikator nasional sebagai proksi indikator global (Ada di dalam lampiran perpres) 7.2 Pada tahun 2030, meningkat secara substansial pangsa energi terbarukan dalam bauran energi global. 7.3 Pada tahun 2030, melakukan perbaikan efisiensi energy di tingkat global sebanyak dua kali lipat. 7.A Pada tahun 2030, memperkuat kerjasama internasional untuk memfasilitas akses pada teknologi dan riset energi bersih, termasuk energi 7.1.2 Proporsi penduduk dengan sumber energi utama pada teknologi dan bahan bakar yang bersih 7.1.2.(a) Jumlah sambungan jaringan gas untuk rumah tangga 7.1.2.(b) Rasio penggunaan gas rumah tangga Indikator globlal yang memiliki proksi dan akan dikembangkan Indikator nasional sebagai proksi indikator global (Ada di dalam lampiran perpres) Indikator nasional sebagai proksi indikator global (Tidak ada di dalam lampiran perpres) 7.2.1* Bauran energi terbarukan Indikator nasional yang sesuai dengan indikator global (Ada di dalam lampiran perpres) 7.3.1* Intensitas energi primer Indikator nasional yang sesuai dengan indikator global (Ada di dalam lampiran perpres) 7.A.1 Termobilisasikan dana per tahun (US $) mulai tahun 2020 akuntabel menuju komitmen US $100 Miliar Indikator global yang akan dikembangkan 1

TARGET INDIKATOR KETERANGAN terbarukan, efisiensi energi, canggih, teknologi bahan bakar fosil lebih bersih, dan mempromosikan investasi di bidang infrastruktur energi dan teknologi energi bersih 7.B Pada tahun 2030, memperluas infrastruktur dan meningkatkan teknologi untuk penyediaan layanan energi modern dan berkelanjutan bagi semua negara-negara berkembang, khususnya negara kurang berkembang, negara berkembang pulau kecil dan negara berkembang 7.B.1 Proporsi nilai investasi efisiensi energi terhadap PDB dan jumlah transfer dana investasi luar negeri langsung (FDI) untuk infrastruktur dan teknologi pelayanan pembangunan berkelanjutan Indikator global yang akan dikembangkan 2

TARGET 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal layanan energi yang terjangkau, andal dan modern INDIKATOR 7.1.1* Rasio elektrifikasi KONSEP DAN DEFINISI Rasio elektrifikasi: Perbandingan jumlah rumah tangga berlistrik dengan jumlah rumah tangga total (PP No 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional). METODE PERHITUNGAN Cara perhitungan: Rasio elektrifikasi diperoleh dengan cara membagi rumah tangga yang berlistrik dengan total rumah tangga dikali dengan 100 persen. Rumus: RE = RTE x 100% RT Keterangan : RE RTE RT : Rasio elektrifikasi : Jumlah rumah tangga yang berlistrik : Total Rumah Tangga 3

MANFAAT Mengetahui jumlah rumah tangga yang sudah mendapatkan akses listrik. SUMBER DAN CARA PENGUMPULAN DATA 1. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Pusat Data dan Informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 3. Badan Pusat Statistik. DISAGREGASI 1. Wilayah administrasi: nasional, provinsi, kabupaten/kota 2. Daerah tempat tinggal: perkotaan dan perdesaan FREKUENSI WAKTU PENGUMPULAN DATA Tahunan 4

INDIKATOR 7.1.1.(a) Konsumsi listrik per kapita KONSEP DAN DEFINISI Konsumsi Listrik per kapita (Kwh/Kapita): Perbandingan total penggunaan energi listrik dengan jumlah populasi penduduk. METODE PERHITUNGAN Cara perhitungan: Konsumsi Listrik per kapita (Kwh/Kapita) diperoleh dengan cara membagi total penggunaan energi listrik dengan jumlah populasi penduduk. Rumus: KLpk = TPEL P Keterangan: KLpk : Konsumsi listrik perkapita TPEL : Total penggunaan energi listrik P : Jumlah Penduduk MANFAAT Mengetahui rata-rata konsumsi energi listrik tiap penduduk. SUMBER DAN CARA PENGUMPULAN DATA 1. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Pusat Data dan Informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 3. Badan Pusat Statistik. DISAGREGASI Wilayah administrasi: nasional, provinsi, kabupaten/kota. FREKUENSI WAKTU PENGUMPULAN DATA Tahunan. 5

INDIKATOR 7.1.2.(a) Jumlah sambungan jaringan gas untuk rumah tangga KONSEP DAN DEFINISI Jumlah sambungan jaringan gas untuk rumah tangga (Sambungan Rumah (SR)): Banyaknya jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga. METODE PERHITUNGAN Cara perhitungan: Jumlah sambungan jaringan gas untuk rumah tangga diukur dalam sambungan rumah pipa gas yang terpasang. Rumus: - MANFAAT Jumlah sambungan jaringan gas untuk rumah tangga merupakan indikator dalam program prioritas nasional yaitu pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga yang bertujuan untuk diversifikasi energi, pengurangan subsidi, penyediaan energi bersih serta program komplementer konversi minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) untuk percepatan pengurangan penggunaan minyak bumi. Melalui program ini, masyarakat diharapkan mendapatkan bahan bakar yang lebih bersih dan aman. SUMBER DAN CARA PENGUMPULAN DATA 1. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Pusat Data dan Informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. DISAGREGASI Wilayah administrasi: provinsi dan kota/kabupaten (yang memiliki sambungan gas). FREKUENSI WAKTU PENGUMPULAN DATA Tahunan. 6

INDIKATOR 7.1.2.(b) Rasio penggunaan gas rumah tangga KONSEP DAN DEFINISI Rasio penggunaan gas rumah tangga: perbandingan antara jumlah rumah tangga yang menggunakan gas terhadap total rumah tangga. METODE PERHITUNGAN Cara perhitungan: Rasio penggunaan gas rumah tangga diperoleh dengan cara membagi jumlah rumah tangga yang menggunakan gas dengan total rumah tangga Rumus: RGRT = RTG RT Keterangan: RGRT : Rasio penggunaan gas rumah tangga RTG : Jumlah rumah tangga yang menggunakan gas RT : Total rumah tangga MANFAAT Melihat proporsi rumah tangga yang sudah memanfaatkan penggunaan gas sebagai bahan bakar untuk memasak yang lebih bersih dan aman. SUMBER DAN CARA PENGUMPULAN DATA 1. Badan Pusat Statistik: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2. Pusat Data dan Informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. DISAGREGASI Wilayah administrasi: provinsi dan kota/kabupaten (yang memiliki sambungan gas) 7

FREKUENSI WAKTU PENGUMPULAN DATA Tahunan. 8

TARGET 7.2 Versi 27 Februari 2017 Pada tahun 2030, meningkat secara substansial pangsa energi terbarukan dalam bauran energi global INDIKATOR 7.2.1* Bauran energi terbarukan KONSEP DAN DEFINISI Energi final: energi yang langsung dapat dikonsumsi oleh pengguna akhir. (PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional) Energi terbarukan: energi yang berasal dari sumber energi terbarukan antara lain berasal dari panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Bauran energi terbarukan (%): Persentase antara total konsumsi final energi terbarukan terhadap total konsumsi energi final. METODE PERHITUNGAN Cara perhitungan: Bauran energi terbarukan diperoleh dengan cara membagi total konsumsi final energi terbarukan dengan total konsumsi energi final. Rumus: BET = KRBT KEF x 100% Keterangan: BET : Bauran Energi Terbarukan KRBT : Total konsumsi final energi terbarukan KEF : Total konsumsi energi final MANFAAT Mengetahui seberapa besar proporsi penggunaan energi terbarukan terhadap energi total. 9

SUMBER DAN CARA PENGUMPULAN DATA 1. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Pusat Data dan Informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. DISAGREGASI 1. Wilayah administrasi: nasional; 2. Sektor: rumah tangga, komersial, transportasi, industri, lainnya. FREKUENSI WAKTU PENGUMPULAN DATA Tahunan. 10

TARGET 7.3 Versi 27 Februari 2017 Pada tahun 2030, melakukan perbaikan efisiensi energi di tingkat global sebanyak dua kali lipat INDIKATOR 7.3.1* Intensitas energi primer KONSEP DAN DEFINISI Energi primer: energi yang diberikan oleh alam dan belum mengalami proses pengolahan lebih lanjut. (PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional) Intensitas energi primer (Setara Barel Minyak (SBM) per milliar rupiah): jumlah total pasokan energi primer per unit produk domestik bruto. METODE PERHITUNGAN Cara perhitungan: Intensitas energi primer diperoleh dengan cara membagi total pasokan energi primer dengan produk domestik bruto. Rumus: IEP = TEP PDB Keterangan: IEP TEP PDB : Intensitas energi primer : Total pasokan energi primer : Produk domestik bruto MANFAAT Mengidentifikasi seberapa banyak energi yang digunakan untuk menghasilkan satu unit output ekonomi. Intensitas energi primer merupakan proksi untuk mengukur seberapa efisien perekonomian dapat memanfaatkan energi untuk menghasilkan output. Semakin rendah rasio dari intensitas energi primer maka semakin sedikit energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output. SUMBER DAN CARA PENGUMPULAN DATA 1. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Badan Pusat Statistik; 3. Pusat Data dan Informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 11

DISAGREGASI Wilayah administrasi: nasional. FREKUENSI WAKTU PENGUMPULAN DATA Tahunan. 12