METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

dokumen-dokumen yang mirip
TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 1 Lokasi penelitian.

PENDAHULUAN Latar Belakang

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

Gambar 2. Lokasi Studi

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan

Gambar 2 Peta lokasi studi

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

BAB III BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

PERENCANAAN LANSKAP WISATA PESISIR BERKELANJUTAN DI TELUK KONGA, FLORES TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. Desa Ketep. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian. Tanpa Skala

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google)

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Oleh : Wasissa Titi Ilhami dan Yoyon Haryanto. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor Corr :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

Gambar 2 Tahapan Studi

RENCANA PENGEMBANGAN DAN PENATAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BERKELANJUTAN KABUPATEN SINTANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT JIMI STEPANUS A

III. METODE PENELITIAN

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BERKELANJUTAN DI KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

Gambar 4. Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

Gambar 7. Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata

III. METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu Magang

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Transkripsi:

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sintang (Gambar 4). Secara geografis Kabupaten Sintang terletak pada 1 0 05 Lintang Utara 1 0 21 Lintang Selatan dan 110 0 50 113 0 20 Bujur Timur. Di bagian utara berbatasan dengan Sarawak (Malaysia Timur), sebelah selatan dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Melawi, sebelah timur dengan Kabupaten Kapuas Hulu, sebelah barat dengan Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sanggau. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Pebruari 2009 sampai dengan Juni 2009. Bahan dan Alat Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras dan perangkat lunak komputer dan berbagai macam data yang disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian Alat Bahan Fungsi Komputer Pengolahan data, pelaporan ArcView 3.3 Erdas 8.5 Expert Choice Peta digital Administrasi Kabupaten Sintang Citra lansdsat ETM 7 tahun 2006 SRTM 90m Analisis spasial Analisis spasial Analisis kebijakan Sumber untuk membuat peta tematik Sumber informasi penutupan lahan Sumber peta kemiringan lahan GPS Pengambilan titik koordinat di lapang Kamera Digital Dokumentasi objek dan kawasan Kuisioner Pengumpulan data dari responden

Gambar 4. Lokasi Penelitian 38

39 Pendekatan Perencanaan Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pengembangan wisata berkelanjutan. Artinya pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan dikelola dengan cara tidak menghabiskannya (depleted) atau menurunkannya kualitasnya (degraded) tetapi menjaganya agar tetap bertahan untuk penggunaan masa depan. Metode penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, dan kuantitatif, melalui pembobotan dan skoring dan penentuan peringkat peubah yang dinilai. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan (Gambar 5) dengan tahapan sebagai berikut ; Tahap 1. Identifikasi, Penilaian dan Seleksi Kawasan Wisata Potensial di Wilayah Kabupaten Sintang. 1. Identifikasi Potensi Wisata Kabupaten Sintang. Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi wisata berupa potensi wisata alam, budaya, artefak bersejarah dan kesenian yang ada di seluruh kecamatan. Identifikasi dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari berbagai instansi terkait, dan melakukan pengumpulan data dengan observasi lapang. 2. Seleksi Kawasan Wisata Potensial di Wilayah Kabupaten Sintang Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap objek dan daya tarik wisata dengan metode yang dikembangkan oleh Gearing, Swart dan Var (1974) dalam Smith (1989), yaitu penilaian Tourism Attractineness Index untuk menilai daya tarik suatu kawasan wisata berdasarkan pembobotan dan skoring (skala 0,00 1.00 ) untuk mendapatkan wilayah dengan nilai atraktif yang paling tinggi yang selanjutnya merupakan kawasan (kecamatan) yang akan menjadi fokus utama untuk direncanakan sebagai kawasan wisata berkelanjutan (Tabel 10). Penilaian ini dilakukan oleh pakar (5 orang) yang mengetahui kondisi wilayah dan memiliki pemahaman yang baik tentang wisata. Pakar berasal dari Kantor Pariwisata satu orang, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah satu orang, akademisi satu orang, agen perjalanan satu orang serta dari Lembaga Swadaya Masyarakat satu orang.

40 WILAYAH KABUPATEN SINTANG Penilaian Potensi Objek Kawasan Wisata Tahap I Sub Wilayah Wisata Potensial (Tourism Attractineness index tertinggi) Tourism Attractiveness Index Analitical Hierarchy Process (AHP) Kondisi Biofisik Ketersediaan Objek dan Atraksi Wisata Dukungan Sosial Masyarakat Pembobotan dan Skoring Pembobotan dan Skoring Pembobotan dan Skoring Zona Kepekaan Biofisik Zona Wisata Potensial Zona Akseptibilitas Masyarakat Tahap II Zonasi Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan Konsep Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan Tahap III Rencana Lanskap Wisata Berkelanjutan Kawasan Terpilih Program Rencana Pengembangan Kawasan Wisata Berkelanjutan Rencana Lanskap Kawasan Wisata yang Berkelanjutan Gambar 5. Tahapan Penelitian

41 berikut : Persamaaan untuk penentuan Tourism Attractiveness Index sebagai Touristic attractiveness suatu wilayah (Kecamatan): IAW = f(fa j, Fsb j, FS j, Frb j, Iw j ) IAW = Indeks atraksi wisata Fa j = Faktor-faktor alam Fsb j = Faktor sosial dan budaya Fs j = Faktor sejarah Frb j = Fasilitas rekreasi dan berbelanja Iw j = Infrastruktur Wisata Nilai daya tarik wisata (D j ) merupakan nilai potensi wisata yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan kesuatu daerah tujuan wisata. n D ij = B i N ij i=1 D ij = Daya tarik dari wilayah ke - j B i = Bobot kriteria ke - i N ij = Nilai kriteria - i untuk wilayah ke - j Tabel 10. Penilaian Tourism Attractiveness Index Kategori Penilaian Pakar ( N X B) P1 P2 P P5 1 Faktor Alam; - Keindahan alam - Iklim 2 Faktor Sosial Budaya; - Adat istiadat - Arsitektur - Atraksi budaya dan festival 3 Faktor Sejarah; - Peninggalan masa lampau 4 Fasilitas untuk belanja dan rekreasi; - kesempatan berolah raga - Edukasi - Fasilitas belanja 5 Infrastruktur wisata; - infrastruktur - Fasilitas pangan dan akomodasi Tourism Attractiveness Index Sumber : Gearing, Swart dan Var dalam Pendit (2006) modifikasi N = Nilai B = Bobot P = Pakar = rata-rata

42 Berdasarkan penilaian peubah pada setiap kecamatan maka akan diperoleh nilai Touristic attractiveness setiap kecamatan. Kecamatan yang memiliki nilai tertinggi merupakan kecamatan yang selanjutnya akan terpilih menjadi fokus utama untuk perencanaan kawasan wisata berkelanjutan. 3. Analisis Prioritas Penataan Kawasan Wisata Dalam menentukan zona dan bentuk pengembangan yang diinginkan oleh stakeholder, digunakan metode AHP (Saaty 1991) dengan melakukan analisis terhadap beberapa alternatif rencana penataan sub kawasan wisata potensial yang meliputi aspek biofisik, aspek wisata dan aspek akseptibilitas masyarakat. Pakar yang dilibatkan sebagai responden berasal dari BAPPEDA Kabupaten Sintang, Akademisi, LSM, agen perjalananan, dan Dinas Pariwisata. Pada Gambar 6. disajikan struktur hierarki rencana penataan lanskap wisata berkelanjutan. Tujuan Penataan Lanskap Kawasan Wisata Terpilih yang Berkelanjutan Kriteria Menjaga Kualitas Lingkungan Pengembangan Potensi Wisata Partisipasi Masyarakat Alternatif Kondisi Biofisik Ketersediaan ODTW Dukungan Sosial Masyarakat Gambar 6. Struktur Hierarki Rencana Penataan Lanskap Kawasan Wisata di Kabupaten Sintang Penilaian dilakukan oleh stakeholder dengan perbandingan pada skala nilai 1-9 sesuai dengan tingkat kepentingan masing-masing kriteria dan alternatif seperti pada Tabel 11.

43 Tabel 11. Skala Perbandingan Secara Berpasangan AHP Nilai Definisi 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya 5 Elemen satu lebih penting dibanding yang lain 7 Elemen satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9 Elemen satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Sumber : Saaty (1991) Arahan bentuk pengembangan diperoleh berdasarkan jawaban responden dari kuisioner. Kemudian dilakukan perbandingan karakteristik dari semua aspek pada tingkatan atau level yang sama berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, perbandingan juga dilakukan dari setiap aspek terhadap beberapa alternatif rencana penataan sub kawasan wisata terpilih hingga akan diperoleh skenario prioritas rencana penataan lanskap yang diinginkan oleh stakeholder. Tahap 2. Analisis Potensi dan Kendala Kawasan Terpilih untuk Penentuan Zonasi. 1. Analisis Kualitas Biofisik Lahan Penilaian kualitas biofisik kawasan di dasarkan pada kesuaian biofisik untuk wisata. Peubah-peubah yang dinilai dapat dilihat pada Tabel 12. Penilaian dilakukan dengan skoring dan pembobotan dengan Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai 4. Penentuan kelas kualitas di tentukan sebagai berikut : Kualitas Biofisik Kawasan = 15Kl + 10Kt + 15Pl + 10CH Keterangan : Kl = Kemiringan lahan Kt = Kepekaan Tanah Pl = Penutupan lahan CH = Curah hujan

44 Tabel 12. Kriteria Penilaian Kualitas Biofisik Kecamatan Terpilih No Peubah Bobot Sub Peubah Nilai - 0 8% (landai) 4 1 Kemiringan lereng - 8 15% (agak curam) 3 15-15 45% (curam ) 2 - > 45% ( sangat curam) 1 - Tidak peka 4 2 Kepekaan tanah - Agak Peka 3 10 - Peka 2 - Sangat Peka 1 - Bervegetasi rapat 4 3 Penutupan lahan - Bervegetasi tidak rapat 3 15 - Lahan pertanian 2 - Lahan pemukiman 1 - Sangat rendah 4 ( 13,6mm/hari) 4 - Rendah (13,6-20,7 3 Intensitas curah 10 mm/hari) hujan - Sedang (20,7-27,7 2 mm/hari) - Tinggi (>27,7 mm/hari) 1 Sumber : Deptan (1980) dan Yusni (2008). Penilaian akhir diklasifikasikan menjadi tiga nilai total yaitu; >150 tidak peka (TP); >100-150 peka (P); 50-100 sangat peka (SP). Selanjutnya klasifikasi tersebut dikumulatifkan, untuk memperolah kategori kesesuaian wisata dengan klasifikasi sangat sesuai (S1), sesuai(s2), tidak sesuai(s3), dan selanjutnya di buat bentuk peta kepekaan biofisik untuk wisata. 2. Analisis Objek dan Atraksi Wisata Penilaian terhadap objek dan atraksi wisata dilakukan dengan metode skoring berdasarkan kriteria McKinon et al. (1986) dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penilaian obyek wisata yang potensial dilakukan dengan skoring, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai skor ditentukan dengan nilai 1

45 sampai 4. Dengan klasifikasi 4 untuk kriteria sangat baik, 3 untuk kriteria baik, 2 untuk kriteria buruk, 1 untuk kriteria sangat buruk. Selanjutnya dilakukan penjumlahan nilai skor pada masing-masing kriteria. Nilai skor dimasukan ke dalam kriteria potensi mulai dari yang sangat potensial sampai yang tidak potensial. Penentuan kelas potensi sebagai berikut : skor maksimal - skor minmal Selang Kelas Kesesuaian = kriteria kesesuaian Penghitungan penilaian terhadap obyek dan atraksi wisata adalah : = 10Fljr + 25Fek + 30 Fatr + 10Ffp + 10Fkab + 15Fta Keterangan : Flju = Letak dari Jalan Raya; Fek = Estetika dan Keaslian; Fatr = Atraksi; Ffp = Fasilitas Pendukung; Fkab = Ketersediaan Air Bersih Fta = Transportasi dan Aksesibilitas Dari hasil penilaian suatu objek, maka skor, >300 sangat potensial (SP); >200 300 potensial (P); 100 200 kurang potensial (KP). Selanjutnya klasifikasi tersebut dikumulatifkan, untuk memperoleh kategori kesesuaian wisata dengan klasifikasi sangat sesuai (S1), sesuai(s2), tidak sesuai(s3), dan selanjutnya di buat dalam bentuk peta potensi wisata setiap desa.

46 No Faktor Bobot 1. Letak dari Jalan Raya Tabel 13. Kriteria Penilaian Objek dan Atraksi Wisata 4 (Sangat Baik) 3 (Baik) Nilai 2 (Buruk) 1 (Sangat Buruk) 10 < 1 km 1-2 km 2-3 km > 3 km 2. Estetika dan Keaslian 20 Asli Asimilasi, dominan bentuk asli Asimilasi, dominan bentuk baru Sudah berubah sama sekali 3. Atraksi 30 Hanya terdapat ditapak Terdapat < 3 di tempat lain Terdapat 3 5 ditempat lain Terdapat > 5 di tempat lain 4. Fasilitas Pendukung 10 Tersedia dalam kondisi sangat baik Tersedia dalam kondisi baik Tersedia dalam kondisi kurang baik Tidak tersedia 5. Ketersediaan Air Bersih 6. Transportasi dan Aksesibilitas 15 < 0,5 km 0,5-1 km 1-2 km >2 km 15 Jalan aspal, ada kendaraan umum Sumber : Mc.Kinnon (1986). Modifikasi Jalan aspal berbatu, ada kendaraan umum Jalan aspal berbatu, tanpa kendaraan umum Jalan berbatu /tanah, tanpa kendaraan umum 3. Analisis Akseptibilitas Masyarakat Keikutsertaan masyarakat dalam pariwisata memacu perkembangan pariwisata dan kawasan kearah yang lebih baik. Keikutsertaan masyarakat dinilai dari tingkat akseptibilitas masyarakat. Akseptibilitas masyarakat ditunjukan dengan tingkat kesediaan masyarakat dalam menerima pengembangan lokasi penelitian menjadi kawasan wisata. Akseptibilitas masyarakat didasarkan pada jawaban responden (3 responden/objek) yang dipilih acak pada setiap desa (unit penilaian). Penilaian diklasifikasikan menjadi bersedia, kurang bersedia, tidak bersedia dan tidak tahu. Penilaian tingkat akseptibilitas masyarakat dapat dilihat pada Tabel 14.

47 No Faktor Tabel 14. Penilaian Akseptibilitas Masyarakat 4 (Bersedia) 3 (Kurang Bersedia) Kurang setuju Peringkat 2 (Tidak bersedia) Tidak setuju 1 (Tidak tahu) 1 Pengembangan Setuju Tidak tahu kawasan sebagai daerah tujuan wisata 2 Pengelolaan kawasan Setuju Kurang Tidak Tidak tahu wisata oleh masyarakat setuju setuju 3 Peran aktif masyarakat Ya Kurang Tidak Tidak tahu dalam pariwisata 4 Keuntungan kegiatan Ya Kurang Tidak Tidak tahu wisata 5 Keberadaan wisatawan Bersedia Kurang Tidak Tidak tahu Bersedia Bersedia Sumber : Yusiana (2007) Aseptibilitas Masyarakat = Pdtw + Ppkw + Ppmp + Pkkw + Pkw Keterangan : Pdtw = Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata Ppkw = Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat Ppmp = Peran aktif masyarakat dalam pariwisata Pkkw = Keuntungan kegiatan wisata Pkw = Keberadaan wisatawan Skor preferensi pada tiap objek diklasifikasikan dengan ketentuan Tinggi (T) dengan nilai >45, Sedang (S) dengan nilai >30 45, Rendah (R) dengan nilai 15 30. Skor preferensi kumulatif selanjutnya diklasifikasikan untuk memperolah kategori kesesuaian wisata dengan klasifikasi sangat sesuai (S1), sesuai(s2), tidak sesuai(s3), dan selanjutnya di buat bentuk peta akseptibilitas untuk wisata. 4. Zonasi Kawasan Wisata Potensial Zonasi dilakukan dengan bantuan GIS (arcview 3.3) dengan teknik overlay untuk memetakan hasil analisis objek dan atraksi wisata dengan hasil analisis kualitas biofisik kawasan serta dengan hasil analisis akseptibilitas masyarakat, sehingga menghasilkan tiga zona pengembangan wisata dengan ketentuan:

48 Zona Pengembangan = B b + B odtw + B am Keterangan: b = Biofisik odtw = Objek dan Atraksi Wisata am = Akseptibilitas Masyarakat B = Bobot Ketiga zona pengembangan diperoleh dengan klasifikasi skor akhir total yaitu: Zona Pengembangan = Skor total tertinggi - Skor total terendah 3 Tahap 3. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan Rencana lanskap kawasan wisata berdasarkan zona kesesuaian wisata, yang kemudian dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Rencana lanskap kawasan wisata berkelanjutan dalam bentuk: a. Konsep pengembangan dan penataan yang akan dilaksanakan adalah kawasan wisata berkelanjutan dengan memperhatikan tersedianya fasilitas pendukung. Kawasan wisata berkelanjutan dapat terbentuk apabila pemanfaatan sebagai kawasan wisata menjamin keberlanjutan kawasan tersebut secara biofisik dan budaya serta dapat juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat disekitar kawasan. Konsep ini diimplementasikan dalam bentuk pengembangan kawasan sebagai kawasan ekowisata, rencana lanjutan adalah dalam atribut pengembangan kawasan wisata yaitu tata ruang wisata, akses, dan touring plan dan infrastruktur wisata. Perencanaan ini dilakukan untuk mendapatkan tatanan lanskap kawasan wisata yang mendukung keberlanjutan kawasan. Hasil penelitian yang akan diperoleh berupa rencana pengembangan kawasan wisata dalam bentuk model grafis/arsitektural pada skala destination planning untuk penataan kawasan wisata di Kabupaten Sintang. b. Untuk mendukung keberlanjutan lanskap perlu disusun program secara teknis yang ditujukan untuk menjaga kualitas lingkungan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta untuk pelestarian kebudayaan lokal. Program pengembangan dan penataan kawasan wisata berupa rencana perbaikan dan penataan kawasan sesuai konsep pengembangan kawasan. Perencanaan program ini dilakukan berdasarkan nilai-nilai potensi wisata kawasan, hasilnya

49 berupa arahan pengembangan kawasan yang diilustrasikan secara grafis sebagai panduan penataan kawasan wisata berkelanjutan di Kecamatan Kelam Permai. Batasan Istilah Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat (The Ecotourism Society (1990). Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata (undang-undang Nomor 9 Tahun 1990). Lanskap adalah bentang alam yang memilki karakteristik tertentu, dapat dinikmati oleh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu dengan harmonis dan alami antara komponen-komponennya (Simonds 1983). Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut (Suparmoko 1989). Lanskap berkelanjutan adalah umumnya menggambarkan suatu lanskap yang mendukung kualitas lingkungan dan memelihara sumberdaya alami (Rodie dan Streich 2000). Obyek dan Daya Tarik Wisata adalah merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwantoro 2004). Perencanaan adalah suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan (Nurisyah 2000). Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang dilandasi oleh semangat pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan teknologi dan perubahan kelembagaan yang dilakukan secara harmonis dan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan dimasa yang akan datang dalam pemenuhan aspirasi masyarakat (Mitchell et al. 2007).

50 Pembangunan wisata berkelanjutan adalah pembangunan tanpa penurunan dan pemusnahan dari sumber-sumber kepariwisataan, karena pengembangan pariwisata tidak dapat dibatasi oleh waktu, geografis, maupun sosial budaya (McIntyre 1993) dalam Yoeti et al (2006). Wisata adalah suatu pergerakan temporal manusia menuju tempat selain dari tempat biasa mereka tinggal dan bekerja, selama mereka tinggal ditujuan tersebut mereka melakukan kegiatan dan diciptakan fasilitas untuk mengakomodasi kebutuhan mereka ( Gunn (1994). Wisata berkelanjutan adalah suatu bentuk kepariwisataan yang memperhatikan keseimbangan antar aspek-aspek pendukungnya yaitu aspek ekologi, social budaya dan social ekonomi menuju kelestarian lingkungan (Avenzora 2003).