10 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Rekayasa Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan; Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Bidang Bahan Industri Nuklir, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BATAN Serpong; Laboratorium Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia; Laboratorium Balai Pengujian Mutu Barang, Pusat Pengawasan Mutu Barang, Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang dipergunakan pada penelitian ini adalah chitosan yang diperoleh dari PT Biotech Surindo, Cirebon (derajat deasetilasi 87,5%; kadar air 8,6%; kadar abu 0,6%). Bahan lain yang dipergunakan antara lain polivinil alkohol (PVA) 88% hydrolyzed (spesifikasi polivinil alkohol disajikan pada Lampiran 1), asam asetat (CH 3 COOH) 1% (pro analis) dan akuades (Lampiran 2). Alat yang digunakan dalam pembuatan film prototype penyerap gelombang radar antara lain hot magnetic stirrer (Yamato) (kecepatan 400-1500 rpm), oven (Yamato) (temperatur maksimum 210 o C, kapasitas ruang 150 L), wadah kaca dengan ukuran 35 x 35 x 3 cm. Alat yang digunakan untuk analisis viskositas larutan chitosan-pva adalah viskometer (Brookfield LV), alat untuk analisis morfologi adalah SEM (Scanning Electron Microscopy) (JEOL JSM-6510LA) (perbesaran 1.000 kali, tegangan 20kV), alat untuk analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah spektrofotometer model Bruker Tensor 27 (rentang spektrum 7500-370 cm -1, dengan standar KBr beam splitter). Alat untuk mengukur ketebalan film adalah mikrometer sekrup (ketelitian 0,001 mm), alat untuk mengukur kuat tarik film chitosan adalah Tensile Strength and Elongation Tester Stograph-Mi Toyoseiki (initial grip separation 10 cm, load cells 5 kg, kecepatan crosss head 50 mm per menit), alat yang digunakan untuk
11 mengukur reflection loss gelombang adalah VNA (Vector Network Analyzer) model Agilent N5230C-420 (2-port rentang frekuensi 10MHz-40GHz) (Lampiran 3). 3.3 Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi formulasi material untuk pembuatan film prototype penyerap gelombang radar terdiri dari campuran chitosan dan PVA (Liang et al. 2009), pembuatan material film (El-Hefian et al. 2010), karakterisasi kualitas film (El-Hefian et al. 2010; Liang et al. 2009), preparasi prototype penyerap gelombang radar (Podlaseck et al. 1996; nomor paten US005545474A), karakterisasi prototype penyerap gelombang radar (Inui et al. 1992; nomor paten US005081455A). Formula material untuk pembuatan film mengacu Liang et al. (2009), dimana perbandingan chitosan : PVA yang digunakan sebesar 1 : 1 (50% chitosan : 50% PVA) dengan volume larutan campuran akhir sebesar 400 ml. Larutan terdiri atas campuran chitosan 1%; 1,5%; 2% dengan PVA 5% (Iushchenko et al. 2003). Larutan chitosan dibuat dengan melarutkan masingmasing 2 gram, 3 gram dan 4 gram chitosan dalam 200 ml asam asetat 1%. Larutan PVA dibuat dengan melarutkan 10 gram PVA dalam 200 ml akuades pada suhu 90 o C. Selanjutnya kedua larutan didiamkan hingga mencapai suhu +25 o C. Setelah mencapai suhu +25 o C, kedua larutan tersebut dihomogenisasi menggunakan hot magnetic stirrer selama 10 menit hingga homogen (Zargarian & Haddadi-Asl 2010). Pengujian kualitas larutan chitosan-pva mengacu Abu-Aiad et al. (2005) yang meliputi uji viskositas. Teknik pembuatan film mengacu El-Hefian et al. (2010), dimana larutan yang telah homogen selanjutnya dicetak pada cawan petri (diameter 65 mm). Kemudian dikeringkan di dalam oven selama 15 jam pada suhu 60 o C dan didiamkan hingga kering pada suhu +25 o C selama 1 hari. Selanjutnya film yang telah terbentuk dilepaskan dari wadah kaca secara perlahan. Karakterisasi kualitas film yang dilakukan meliputi pengujian ketebalan (El-Hefian et al. 2011), FTIR (Fourier Transform Infrared) (Costa-Junior et al. 2009), SEM (Scanning Electron Microscopy) (Tripathi et al. 2003) dan uji kuat tarik atau
12 tensile strength (ASTM 1989). Prosedur pembuatan film komposit polimer chitosan-pva disajikan pada Gambar 3. Preparasi prototype dilakukan dengan perluasan paparan permukaan film dengan ukuran 30 cm x 30 cm (Podlaseck et al. 1996). Menurut Wang et al. (2011), perluasan permukaan ini bertujuan untuk meningkatkan daya penyerapan gelombang radar. Karakterisasi kualitas prototype penyerap gelombang radar yang dilakukan adalah pengujian reflection loss (Inui et al. 1992). PVA Chitosan Akuades Larutan PVA Penghomogenan* (T: 25 o C, t: 10 menit) Larutan Chitosan Asam Asetat 1% Larutan Chitosan-PVA Pencetakan Pengovenan* (T: 60 o C, t: 15 jam) Pengeringan (T: 25 o C, t: 24 jam) Film Chitosan-PVA Gambar 3 Diagram alir pembuatan film chitosan-pva (*modifikasi dari Liung et al. (2009), El-Hefian et al. (2010)) 3.4 Prosedur Pengujian Proses pengujian film chitosan-pva meliputi pengujian karakteristik bahan baku dan larutan chitosan, karakteristik kualitas film chitosan-pva dan karakteristik kualitas prototype material penyerap gelombang radar.
13 3.4.1 Karakteristik bahan baku dan larutan chitosan (1) Pengukuran derajat deasetilasi (DD) (Domsay & Robert 1985) Pengukuran nilai derajat deasetilasi menggunakan metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red) dilakukan dengan pembentukan pellet chitosan menggunakan KBr hingga membentuk lapisan tipis. Selanjutnya, serapan diukur dengan FTIR pada panjang gelombang 4000-400 cm -1. Puncak tertinggi (P 0 ) dan puncak terendah (P) dicatat dan diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nilai absorbansi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : A = Absorbansi P o = % transmitans pada garis dasar P = % transmitans pada puncak minimum Perbandingan absorbansi pada 1.655 cm- 1 dengan absorbansi 3.450 cm- 1 digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Dengan mengukur absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus : A 1.655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm- 1 A 3.450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm- 1 1,33 = Konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna (2) Analisis kadar air (AOAC 1995) Pertama-tama cawan porselen dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam. Kemudian cawan tersebut diangkat dan diletakkan ke dalam desikator selama 15 menit dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, selanjutnya sebanyak 5 gram serbuk kitosan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam. Setelah selesai proses, cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin dan ditimbang berat akhirnya. Perhitungan kadar air menggunakan rumus : Kadar Air (%)
14 X = berat cawan dan sampel awal (gram) Y = berat cawan dan sampel akhir (gram) Z = berat sampel awal (gram) (3) Analisis kadar abu (AOAC 1995) Serbuk kitosan sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen dan dipanaskan di dalam tanur pada suhu 600 o C selama 2 jam. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam desikator dan didinginkan. Selanjutnya dilakukan penimbangan berat abu. Perhitungan kadar abu menggunakan rumus : Kadar Abu (%) A = Berat abu (gram) B = Berat awal sampel (gram) (4) Analisis viskositas larutan chitosan-pva (Abu-Aiad et al. 2005) Viskositas larutan chitosan-pva diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield. Sejumlah sampel yang telah dilarutkan, dimasukan ke dalam wadah kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan viskometer. Viskositasnya (cp) adalah angka hasil pengukuran x faktor konversi (Lampiran 5). 3.4.2 Karakteristik kualitas material film chitosan-pva (1) Pengukuran ketebalan film chitosan-pva (El-Hefian et al. 2011) Ketebalan film chitosan-pva diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup (ketelitian 0,001 mm). Sampel disisipkan diantara spindel silinder dengan anvil (landasan) mikrometer sekrup, kemudian dibaca nilai ketebalan yang terukur pada alat. Pengukuran dilakukan pada lima titik yang berbeda dan kemudian dihitung nilai rata-ratanya (Lampiran 6). (2) Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (Costa-Junior et al. 2009) Spektroskopi FTIR dilakukan untuk mengetahui struktur kimia dari film dan kemungkinan interaksi diantara komponen-komponennya. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 4000-400 cm -1 dengan spektrofotometer model Bruker Tensor 27. Sampel film yang berbentuk lembaran dipotong hingga berbentuk bulat kemudian dimasukkan ke dalam wadah spektrofotometer. Hasil yang didapat berupa spektrum yang muncul pada komputer yang tersambung dengan alat spektrofotometer (Lampiran 7).
15 (3) Scanning Electron Microscopy (Tripathi et al. 2009) Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari film yang telah dibuat. Sampel diperkecil ukurannya hingga berukuran 1x1 cm kemudian diletakkan di depan lensa kamera. Hasil yang didapat berupa gambar dari morfologi sampel yang dilihat menggunakan alat JEOL JSM-6510LA Philips (perbesaran 1000 kali, tegangan 20kV). (4) Pengukuran kuat tarik (tensile strength) (ASTM 1989) Kuat tarik film diukur menggunakan alat Tensile Strength and Elongation Tester Strograph-MI Toyoseiki. Film dikondisikan dalam ruangan bersuhu 25 o C, RH 50% selama 24 jam. Alat ukur diset pada initial grip separation 10 cm, load cells 5 kg dan kecepatan crosss head 50 mm per menit. Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah (Lampiran 8). 3.4.3 Karakteristik kualitas prototype penyerap gelombang (1) Pengukuran reflection loss (Inui et al. 1992) Prototype penyerap gelombang radar dengan ukuran 30 x 30 cm ditempatkan pada ruang anti-gema (Anechoic chamber) dan diletakkan diatas substrat alumunium (Liu et al. 2007). Hasil dari pengukuran reflection loss adalah berupa nilai daya serap gelombang yang diukur menggunakan alat Vector Network Analyzer merk Agilent-N5230C pada rentang frekuensi 5-10 GHz. Dokumentasi setting alat untuk pengukuran disajikan pada Lampiran 4. Setting alat dan pengukuran disajikan pada Gambar 4. 4 1 2 3 1. Antena 2. Sampel 3. Substrat (aluminium) 4. Vector Network Analyzer Gambar 4 Setting alat pengukuran reflection loss Sumber: Duan et al. (2010)