BAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 8. AnalisisProduktivitas Anak(G1) Dari GenotipGHPejantan dan Induk Sapi PO (G0)

BAB 6. Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

Prediksi Kemajuan dan Respon Seleksi Bobot Badan dan GenotipGH Induk Sapi PO

BAB 5. Deteksi Pewarisan Gen GHKaitan Teori Mendel Pada Populasi Sapi PO

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

BAB 3 Analisis Ketepatan Prediksi Bobot Hidup Induk Sapi PO Dari Ukuran Lingkar Dada dan Panjang Badan

BAB 2 Aplikasi Rumus Volume Tubuh Dalam Pendugaan Bobot Hidup Induk Sapi PO

BAB 9 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) BOBOT BADANTERNAK SAPI PO

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MINGGU VI UJI CHI SQUARE. Dyah Maharani, Ph.D.

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

BAB 4 Analisis Ketepatan Prediksi Bobot Lahir Anak Dari Lama Waktu Kelahiran dan Ukuran Tubuh Induk Remaja Sapi PO

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

Rerata. Variance = Ragam. Varian/ragam (S 2 ) : Standar Deviasi : s = s 2

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

PENDAHULUAN PERFORMANS GENETIK + LINGKUNGAN NILAI EKONOMIS KUALITATIF KUANTITATIF PRODUKSI SUSU PRODUKSI DAGING

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN DAN DEFINI

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

P = G + E Performans? Keragaman? Dr. Gatot Ciptadi PERFORMANS. Managemen. Breeding/ Repro. Nutrisi

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

ESTIMASI NILAI BREEDING BERAT BADAN DAN PRODUKSI TELUR PUYUH (COTURNIX COTURNIX JAPONICA) BERDASARKAN POLIMORFISME GEN GH

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

Transkripsi:

BAB 7 Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO Beberapa kajian dilaporkan bahwa genotip Msp1+/+danMsp1+/- dapat digunakan sebagai gen kandidat dalam seleksi ternak sapi untuk program peningkatan produktifitas dan pemuliaan.kedua genotip tersebut memiliki korelasi yang kuat terhadap peningkatan bobot badan dibandingkan dengan genotip Msp1-/- pada induk sapi perah Grati (Maylinda, 2011).Sebaliknya, genotip ini tidak berkorelasi kuat dengan bobot badan, lingkar dada dan panjang badan ternak sapi lokal Indonesia bangsa local pesisir pantai Barat Sumatera (Jakaria, et al. 2007). Tujuan kajian ini mengevaluasi polimorfisme gen GH restriksi enzim MSp1 dan kaitannya dengan performan produksi termasuk bobot badan, lingkar dada, panjang badan dan pertambahan bobot badan harian sapi PO yang dikawinkan metode IB di Sulawesi Utara. Analisis data telah diuraikan pada Bab 6. A. Polimorfisme Gen GH Dalam Kelompok Induk Superior dan Inferior Induk tetua yang mamiliki anak hasil perkawinan IB dalam kajian ini berjumlah 37 ekor. Karena adanya variasi yang besar performan produksi berupa berat ternak sapi oleh petani peternak di desa Tumaratas dalam kajian ini, maka berat badan induk sapi yang dilibatkan dalam kajian ini telah dibagi kedalam kelompok induk superior sebanyak 20 ekor dan kelompok induk inferior sebanyak 17 ekor (Tabel 7.1).Jumlah induk tetua (G0) yang memperlihatkan polimorfisme pada 127

lokus hormon pertumbuhan hasil restriksi enzim Msp1 dengan genotipmsp1 +/+, Msp1 +/- and Msp1 / teridentifikasi secara berurutan masing-masing 5, 14 dan 18 ekor. Telah diamati pula bahwa frekuensi alel Msp1 + dan Msp1 - adalah masing-masing 0,45 dan 0,55 pada kelompok induk superior; dan masing-masing 0,18 dan 0,82 pada kelompok induk inferior (Tabel 7.1). Level heterosigositas pada lokus ini adalah 0,32 (Bab 6) dan lebih tinggi dibandingkan nilai polimorfisme minimum yang dapat diterima (0.01) sebagaimana dilaporkan oleh Dorak (2006), yang mengindikasikan bahwa induk tetua PO adalah bersifat polimorfik dalam lokasi kajian ini. 128

Table7.1.Frekuensi Alel Msp1 + dan Msp1 Pada Lokus GH Induk Sapi PO dan Anak Hasil Perkawinan Dengan Teknik IB Frekuensi Alel Induk Betina (G0) *) 1) Kelompok Induk Betina Superior (Sup): Frekuensi Genotip Induk ( ) Kawin IB Dengan Pejantan:Krista ( Kr +/+ ) dan Tunggul ( Tu -/- ) (Msp1 +/+ ) x (Msp1 +/- ) x (Msp1 -/- ) x Kr +/+ Tu -/- Kr +/+ Tu -/- Kr +/+ Tu -/- Sup: Sup: Sup : Sup: Sup: Sup: Frekuens i Alel Anak Hasil IB (G1) **) Lahir dari Sup: Msp1 + = 0.45 *) 1 1 9 5 2 2 Msp1 + =0.50 **) Msp1 - = 0.55 *) Msp1 - =0.50 **) n = 20 n = 20 2) Kelompok Induk Betina Inferior(Inf): Lahirdari Msp1 + = 0.18 *) 2 1 NA NA 2 12 Msp1 + =0.21 **) Msp1 - = Msp1 - = 0.82 *) 0.79 **) n = 17 n = 17 Kr +/+ =Pejantan Krista bergenotipmsp1 +/+ ;Tu -/- =Pejantan Tunggul bergenotipmsp1 -/-. 1) Sup = induk memiliki berat badan melebihi 450 kg per ekor. 2) Inf = induk memiliki berat badan kurang dari 350 kg per ekor. NA = Not available (Tidak ada induk bergenotip heterosigous Msp1 +/- ). Hasil uji Chi square (Tabel 6.1), *) Chi-test Calculation (0,03) menunjukkan bahwa frekuensi alel induk betina (G0) tidak dalam keseimbangan genetik dan (Tabel 6.2), **) Chi-test calculation (0,292) menunjukkan frekuensi alel anak (G1) berada dalam keseimbangan genetik (gaenetic equilibrium) 129

Hasil ini menunjukkan bahwa induk sapi PO memiliki variabilitas cukup tinggi pada lokus hormon pertumbuhan dan memberi peluang menjadikan genotip hormon pertumbuhan sebagai gen kandidat untuk kriteria seleksi.dengan uji Chi square, mengindikasikan bahwa frekuensi alel pada kedua kelompok induk superior dan inferior berada dalam keseimbangan genetik (Tabel 7.1).Semua induk tetua (G0) yang dikawinkan melalui teknik IB dengan bibit pejantan Krista (Kr_ +/+ ) dan pejantan Tunggul (Tu_ / ) dapat menghasilkan anak (G1) dengan frekuensi alel yang berbeda.diperoleh bahwa frekuensi alel Msp1 + dan Msp1 pada kelompok anak (G1) oleh kelompok induk tetua superior adalah masing-masing 0,50 dan 0,50.Demikian pula frekuen alel diatas pada kelompok anak dilahirkan oleh kelompok induk inferior adalah masing-masing 0,21 dan 0,79 (Tabel 7.1). Dengan uji Chi square, terbukti bahwa frekuensi alel pada anak (G1) yang dilahirkan oleh induk dalam kedua kelompok superior dan inferior telah berada dalam keseimbangan genetik.faktor yang sangat mempengaruhi keseimbangan genetik adalah seleksi ternak seperti penggunaan induk dan pejantan tetua terseleksi untuk generasi berikutnya (Machado et al. 2003; Tambasco et al., 2003).Dalam kejadian ini, frekuensi genotip heterosigous dari genotipmsp1 +/ tidak ditemukan dalam kelompok induk tetua inferior (Tabel 7.1) yang menyebabkan ketidakstabilan frekuensi alel dan genotip gen pertumbuhan pada populasi induk.frekuensi genotip heterosigot hanya dapat ditemukan pada kelompok induk tetua superior yang mengindikasikan adanya kecenderungan efek heterosis yang dapat diwariskan oleh alel-alel dari kedua restriksi enzim Msp1 + dan Msp1.Heterosis adalah ditetapkan sebagai keuntungan sifat produktif anak unggul hasil perkawinan kedua tetua yang memiliki rataan produksi lebih rendah dibandingkan rataan 130

peroduksi anak mereka (Fahmy, 2004).Hasil pengamatan ini menyarankan bahwa ketidakseimbangan frekuensi alel dalam generasi induk tetua (G0) dapat distabilisasi melalui program pemuliaan yang melibatkan variasi genotip terseleksi dari bibit pejantan (G0) guna menghasilkan genotip generasi anak (G1) yang berada dalam keseimbangan genetik (Tabel 7.1). B. Hubungan GenotipGH Dengan Performan Produksi Kelompok Induk Sapi PO Dalam kajian ini, data dianalisis menggunakan perangkat lunak (software) fungsi program statistik (FTEST) pada Microsoft Excel XP 2007.Analisis varian dan ujibobot badan induk (G0)genotipberbeda dilakukanmelalui Program Statistik Software MS Excel XP 2007(FTEST).Frekuensi genotip kelompok induk superior dan kelompok induk inferior dalam hubungan dengan rata-rata dan standar deviasi lingkar dada (LD), panjang badan (PB) serta berat badan (BB) disajikan pada Tabel 7.2.Pada kelompok induk inferior, genotip heterosigot Msp1 +/- tidak ditemukan dalam hasil elektroforesis sebagai produk PCR- RFLP. 131

Table7.2. Produk PCR-RFLP dan Rataan Lingkar Dada (LD), Panjang Badan (PB), Bobot Badan (BB) Setiap Genotip Induk Betina PO Frekuensi Genotip LD (cm) PB (cm) BB (kg) Kelompok Induk Betina Superior (Sup): Sup: Sup: Sup: Msp1 +/+ = 2 179.50 ± 0.71 a 140.50 ± 0.71 a 463.00 ± 4.24 a Msp1 +/- = 14 Msp1 -/- = 4 Subtotal = 20 179.50 ± 1.70 a 182.25 ± 1.71 b 180.05 ± 1.93 u 145.71 ± 0.73 b 137.25 ± 1.26 c 143.50 ± 3.66 w 498.07 ± 7.25 b 462.25 ± 0.50 a 464.65 ± 2.70 y Kelompok Induk Betina Inferior(Inf): Msp1 +/+ = 3 154.00 ± 3.46 c 142.33 ± 2.31 d 347.67 ± 1.53 c Msp1 +/- = NA NA NA NA Msp1 -/- = 14 164.43 ± 1.50 d 130.07 ± 0.83 e 347.21 ± 1.63 c Subtotal = 17 162.59 ± 4.49 v 132.23 ± 4.94 x 347.29 ± 1.57 z Nilai rataan dengan huruf superscript berbeda dalam kolom yang sama berbeda sangat nyata (p<0.01) melalui uji HSD. NA = Not available (Tidak ada induk bergenotip heterosigous Msp1 +/- ) C. Rataan Lingkar Dada (LD), Panjang Badan (PB) dan Bobot Badan (BB) Pada Genotip Induk (G0) Superior Sapi PO Bobot badan (BB) induk superior bergenotip homosigot Msp1 +/+ (463,00 kg) dan Msp1 / (462,25 kg) menunjukkan perbedaan tidak nyata, tetapi keduanya menunjukkan perbedaan lebih rendah secara sangat nyata (P<0,01) dibandingkan denganinduk superior bergenotip heterosigot 132

Msp1 +/ (498.07 kg) (Gambar 7.1). Panjang badan (PB) dari ketiga genotip ternak tersebut di atas berbeda secara nyata (P<0,05) satu dengan yang lain (140.50 vs 137.25 vs 145.71 cm) masing-masing pada induk bergenotip homosigot Msp1 +/+, bergenotip heterosigot Msp1 +/ dan bergenotip homosigot Msp1 / dalam kelompok induk superior. Sebaliknya, lingkar dada (LD) induk bergenotip homosigot Msp1 / (182,25 cm) relatif lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan LD induk bergenotip homosigot Msp1 +/+ (179,50 cm) dan heterosigot Msp1 +/- (179.50 cm) dalam kelompok induk superior (Gambar 7.1). Hubungan genotip pertumbuhan dengan performan induk superior menunjukkan bahwa genotip homosigot Msp1 -/- memiliki respon positif terhadap perkembangan variabel LD induk superior.sebaliknya, genotip homosigot Msp1 +/+ memiliki respon positif terhadap perkembangan variabel PB induk superior.genotip heterosigot Msp1 +/- memiliki respon positif terhadap perkembangan variabel BB dan PB induk superior. D. Rataan Lingkar Dada (LD), Panjang Badan (PB) dan Bobot Badan (BB) Pada Genotip Induk (G0) Inferior Sapi PO Genotip heterosigot Msp1 +/- tidak ditemukan melalui produk PCR-RFLP pada kelompok induk (G0) inferior.berat badan pada kedua genotip homosigot Msp1 +/+ dan Msp1 / menunjukkan perbedaan tidak nyata pada kelompok induk inferior (347,7 vs 347,2 kg).induk bergenotip homosigot Msp1 +/+ adalah memiliki respon lebih rendah secara nyata (P<0,05) terhadap perkembangan LD dibandingkan induk bergenotip homosigot Msp1 / (154.00 vs 164.43 cm) pada kelompok induk inferior. 133

Sebaliknya genotip homosigot Msp1 +/+ adalah memiliki respon lebih tinggi secara nyata (P<0,05) terhadap PB dibandingkan induk bergenotip homosigot Msp1 / (142.33 vs 130.1 cm) pada kelompok induk inferior (Gambar 7.2). Kombinasi LD yang lebih besar dan PB yang lebih panjang pada ternak dapat memberikan kontribusi terhadap BB yang lebih berat. Selanjutnya, berat badan induk yang besar bisa pula memberikan kontribusi pada penimbunan lemak tubuh yang lebih tinggi dan dapat menyebabkan produksi susu menurun dari induk (Paputungan and Makarechian, 2000). Beberapa peneliti melaporkan bahwa BB induk yang tinggi tidak berpengaruh terhadap hasil produksi susu karena induk yang agak ramping (leaner cow) dapat meningkatkan feed intake dan induk yang lebih gemuk cenderung menurunkan penyimpanan lemak labil, dan menunjukkan bahwa hasil produksi susu terpelihara dari biaya akibat berat badan (Dybus, 2002; Pawar et al., 2007). 134

Dalam kajian ini telah nampak bahwa induk superior berbeda secara genetik dari induk inferior terutama dalam penggunaan nutrisi dan pembebasan GH (Rejduch, 2008).Oleh karena itu, hubungan genotip lokus GH dengan performan induk tetua Nampak terlihat bahwa genotip homosigot Msp1 / dapat lebih bertanggungjawab terhadap perkembangan lingkar dada (LD), sedangkan genotip homosigot Msp1 +/+ dapat lebih bertanggungjawab terhadap perkembangan panjang badan (PB).Genotip heterosigot Msp1 +/- memiliki indikasi efek heterosis pada kelompok induk (G0) superior.genotip heterosiugot ini lebih banyak memberikan respon terhadap PB dan BB induk superior.efek heterosis adalah sifat produktif unggul oleh anak yang diwariskan dari persilangan kedua tetua yang memiliki rataan sifat produksi lebih rendah dibandingkan dengan sifat produksi anak keturunan mereka (Fahmy, 2004; Marson et al., 2005; Javanmard et al., 2005). 135

E. Rangkuman 1. Genotip homosigot Msp1 -/- cenderung memberikan kontribusi terhadap perkembangan lingkar dada, sedangkan genotip homosigot Msp1 +/+ cenderung memberikan kontribusi terhadap perkembangan panjang badan induk sapi PO. 2. Genotip heterosigot Msp1 +/- dapat memberikan kontribusi terhadap sifat-sifat lingkar dada, panjang badan dan bobot badan, yang mengindikasikan pada efek heterosis (hybrid vigor). 3.Genotip Msp1 +/+, Msp1 +/- and Msp1 -/- dapat digunakan sebagai gen kandidat pada ternak sapo PO dalam perbaikan ukuran morfometrik ternak. Teknik IB hendaknya tetap digunakan untuk pengembangbiakan dan peningkatan kelompok ternak genotip heterosigot Msp1+/- yang dapat menguntungkan. 136