Winandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

PENGERTIAN PERDAMAIAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

II. Tinjauan Pustaka. 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan. PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU.

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN WISHNU KURNIAWAN SEPTEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

Penundaan kewajiban pembayaran utang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas. Hukum Perdata Dagang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

ANGGARAN DASAR. PT LOTTE CHEMICAL TITAN Tbk Pasal

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Transkripsi:

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Konversi Utang Menjadi Saham (Debt to Equity Swap) sebagai Upaya Menyelamatkan Perusahaan dari Kepailitan, Studi Kasus: PT Istaka Karya (Persero) Winandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia E-mail: winandyaalmira@yahoo.com Abstrak Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan konversi utang menjadi saham (debt to equity swap) oleh PT Istaka Karya (Persero) untuk menyelamatkan perusahaan tersebut dari kepailitan. Konversi utang menjadi saham adalah salah satu alternatif yang lazim dilaksanakan oleh perusahaan yang berada dalam ancaman kepailitan. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menemukan bahwa konversi utang menjadi saham tidak terhindar dari hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa konversi utang menjadi saham dilaksanakan dalam perdamaian dengan para kreditor dan menimbulkan akibat hukum seperti berubahnya kedudukan kreditor menjadi pemegang saham. Legal Analysis on Debt to Equity Swap as an Effort to Save a Company from Bakruptcy, Case Study: PT Istaka Karya (Persero) Abstract This thesis discusses about debt to equity swap conducted by PT Istaka Karya (Persero) as an effort to save the company from bankruptcy. Debt to equity swap is one of the alternatives that a company on the verge of bankruptcy often choose. This thesis uses a normative juridicial study and found that there are a few obstacles that may arise during the debt conversion process. This thesis concludes that debt to equity swap is a part of reconciliation process and causes legal consequenses such as the changed status of creditors to shareholders. Keywords: Bankruptcy, Debt to Equity Swap, PT Istaka Karya (Persero), Postponement of Debt Payment Obligation, State Owned Company Pendahuluan Kepailitan merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu lazimnya disebabkan oleh kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor. Permohonan pailit tersebut dapat diajukan oleh pihak-pihak yang diatur di dalam Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, untuk selanjutnya disebut sebagai UU K-PKPU. Pasal 2 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)

UU K-PKPU mengatur bahwa pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah sebagai berikut: a. Debitor yang bersangkutan; b. Kreditor atau para kreditor; c. Kejaksaan untuk kepentingan umum; d. Bank Indonesia dalam hal debitor adalah bank; e. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian; atau f. Menteri Keuangan dalam hal debitor adalah perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Debitor yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya dalam kesulitan sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utangnya, dapat memilih untuk mengajukan proposal perdamaian kepada kreditor. Proses perdamaian dapat dilaksanakan di dalam kepailitan atau dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Restukturisasi utang merupakan suatu proses yang dapat dilakukan oleh perusahaan yang mengalami kesulitan pemenuhan kewajiban utangnya. Salah satu pola yang lazim digunakan dalam restrukturisasi utang adalah konversi utang menjadi saham atau debt to equity swap. Konversi utang menjadi saham adalah sebuah pola restrukturisasi utang dengan cara mengkonversi utang menjadi penyertaan saham. Tujuan dari konversi utang menjadi saham adalah untuk memperbaiki struktur permodalan debitor yang tidak mampu menanggung beban terlalu besar. Salah satu perusahaan di Indonesia yang menggunakan pola konversi utang menjadi saham sebagai upaya untuk menyelamatkan perusahaan dari kepailitan adalah PT Istaka Karya (Persero), untuk selanjutnya disebut sebagai Istaka Karya. Dalam kasusnya, Istaka Karya digugat oleh salah satu kreditornya yaitu PT Japan Asia Investment Company, untuk selanjutnya disebut sebagai JAIC, atas utang Istaka Karya yang telah jatuh tempo. Pada awalnya, JAIC menggugat Istaka Karya dengan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian dalam putusannya memutuskan agar Istaka Karya membayar utang beserta bunga kepada JAIC sebesar US $7,645,000. Namun, karena Istaka Karya tidak kunjung melunasi utangnya, JAIC kemudian mengajukan permohonan pailit atas Istaka Karya ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Permohonan JAIC tersebut ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam Putusan No. 73/PAILIT/2010/PN/JKT/PST tertanggal 16 Desember 2010. Atas dikeluarkannya putusan tersebut, JAIC kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian memutuskan bahwa Istaka Karya dinyatakan pailit. Atas status pailit tersebut, Istaka Karya kemudian mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali sekaligus mengajukan proposal perdamaian kepada para kreditornya. Di dalam proposal perdamaian tersebut, Istaka Karya mengajukan proposal perdamaian salah satu upaya perdamaiannya berupa konversi utang menjadi saham. Dengan demikian, para kreditornya dapat mengkonversi piutang yang dimilikinya menjadi kepemilikan saham di dalam Istaka Karya. Tinjauan Teoritis Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan mendefinisikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang. 1 Selanjutnya, utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. 2 Di dalam kepailitan dapat dilakukan perdamaian, yaitu upaya yang dilakukan debitor dengan para kreditor konkuren yang digunakan sebagai sarana dan upaya untuk menyelesaikan kredit macet. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, di mana data penulisan skripsi ini diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan (library research), 1 Indonesia (1), Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. 4443, Ps. 1 angka 1. 2 Ibid., Ps. 1 angka 6.

yaitu penelitian dengan cara menelusuri dan menganalisis bahan pustaka dan dokumen yang berhubungan dengan substansi penelitian. 3 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. 4 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan di dalam skripsi ini. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang isinya memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 5 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku, jurnal, skripsi, tesis, dan data dari internet. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, misalnya ensiklopedia dan kamus. Dari sudut sifatnya, penulisan ini tergolong dalam penulisan deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan, menjelaskan, dan menganalisis suatu gejala atau keadaan secara teliti dan menganalisis keadaan tersebut. 6 Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan dinyatakan secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata. 7 3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet 8, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 14. 4 Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. 1, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 52. 5 Ibid. 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 2008), hal. 10. 7 Ibid., hal. 67.

Pembahasan Di dalam hukum kepailitan, debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. 8 Perdamaian dalam proses kepailitan dapat diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara debitor dengan para kreditornya, di mana diadakan suatu ketentuan, bahwa si pailit dengan membayar suatu prosentase tertentu (dari utangnya), ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya. 9 UU K-PKPU mengatur bahwa rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor dapat diterima apabila mendapatkan 10 : a. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dalam rapat kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersamasama mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan b. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Dalam kepailitannya, Istaka Karya mengajukan rencana perdamaian kepada para kreditornya. Hal ini dikarenakan jumlah aset yang dimiliki oleh Istaka Karya tidak cukup untuk melunasi utang yang dimilikinya. Rapat kreditor diadakan pada tanggal 7 Oktober 2011, 4 November 2011, 18 November 2011, dan 9 Desember 2011. Setelah dilakukan pemungutan suara atas usulan rencana perdamaian tersebut pada tanggal 9 Desember 2011, hasilnya diperoleh bahwa mayoritas kreditor yang hadir dalam rapat kreditor menyetujui proposal perdamaian yang diajukan. Dengan demikian, Istaka Karya dan para kreditor setuju dan sepakat untuk tunduk dan terikat dalam perjanjian perdamaian yang dibuat. 8 Indonesia (a), Op.Cit., Ps. 144. 9 Zainal Asikin, Op. Cit. 10 Indonesia (a), Op. Cit., Ps. 281 ayat (1).

Berdasarkan perjanjian perdamaian yang disepakati, penyelesaian kewajiban Istaka Karya kepada para kreditor adalah sebagai berikut: 1) Penyelesaian Tagihan Kreditor Konkuren: a. Utang pokok dalam bentuk promissory notes (USD) kepada JAIC dengan pembayaran 16% dari nilai nominal promissory notes atau senilai USD 880.000 dibayarkan tunai dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah perdamaian disahkan, sisa 84% disepakati sebagai pemotongan, dan atas pembayaran terhadap JAIC tersebut akan menambahkan hak investor sejumlah 6% saham yang merupakan bagian dari 49% saham kepemilikan kreditor konkuren di Istaka Karya; b. Utang konkuren lainnya dikelompokkan sebagai berikut Utang di bawah atau sama dengan Rp250,000,000.00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), tidak ada pemotongan dan pembayarannya akan dilakukan dengan cara: pembayaran pertama sebesar 20% dalam waktu 2 (dua) bulan setelah perjanjian perdamaian disahkan (homologasi) dan sisanya akan dibayar secara angsuran tanpa bunga dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak tahun 2013 secara proporsional setiap 3 (tiga) bulan; Utang di atas Rp250,000,000.00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), dengan pemotongan 20% dan pembayarannya akan dilakukan dengan cara pembayaran pertama sebesar 20% setelah dikurangi pemotongan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah perjanjian perdamaian disahkan (homologasi), dan sisanya akan dikonversi dalam bentuk saham (debt to equity swap) pada Istaka Karya; Atas pembayaran tunai kepada seluruh kreditor konkuren, maka investor mendapatkan minimal 51% kepemilikan saham di Istaka Karya; c. Pembayaran kepada seluruh kreditor konkuren sebagaimana disebutkan dalam poin a dan b akan dilaksanakan setelah pengambilalihan Istaka Karya oleh investor dan para kreditor sah dan seluruh dokumen perizinan terpenuhi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Penyelesaian Tagihan Kreditor Separatis: a. Utang terhadap Bank Bukopin melalui asset settlement/penjualan terhadap aset yang merupakan barang jaminan atas utang Istaka Karya; b. Utang terhadap Bank Syariah Mandiri akan dilakukan penjadwalan kembali angsuran utang pokok selama 14 tahun; c. Utang terhadap Bank Jabar Banten akan dilakukan pembayaran pokok tunai di awal sebesar Rp8,000,000,000.00 (delapan miliar rupiah) dari pencairan piutang yang dijaminkan atas Proyek Semarang (PT Marga Jateng) dan sisanya akan dijadwalkan kembali dalam jangka waktu 12 tahun; d. Utang terhadap Bank Permata akan dilunasi seluruhnya secara tunai dan sekaligus sebesar 25% dari total tagihan Bank Permata dan atas pembayaran terhadap Bank Permata tersebut akan menambahkan hak investor sejumlah 16% saham yang merupakan bagian kepemilikan saham 49% saham kreditor konkuren di Istaka Karya; e. Pembayaran kepada seluruh kreditor separatis sebagaimana disebutkan dalam poin c dan d akan dilaksanakan setelah pengambilalihan Istaka Karya oleh investor dan para kreditor sah dan seluruh dokumen perizinan terpenuhi sesuai peraturan perundang-undangan. Pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, perjanjian perdamaian yang telah disepakati oleh Istaka Karya dan para kreditornya tersebut mendapatkan penolakan. Penolakan tersebut dilakukan atas beberapa pertimbangan, di antaranya: 1) Bahwa di dalam perjanjian perdamaian yang dibuat, diatur mengenai hak-hak kreditor separatis. Sementara, berdasarkan Pasal 149 UU K-PKPU, kreditor separatis tidak boleh memberikan suaranya berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut; 2) Perjanjian perdamaian hanya ditandatangani oleh JAIC, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero), dan PT Waskita Karya (Persero). Sedangkan, kreditor lainnya hanya menandatangani persetujuan terhadap rencana perdamaian; 3) Bahwa oleh karena Istaka Karya merupakan perseroan BUMN, maka di dalam konversi dalam bentuk saham terlebih dahulu harus ada izin dari menteri terkait; 4) Berdasarkan pendapat dari kurator, Istaka Karya dan beberapa kreditor yang hadir di persidangan, sebelum mengadakan perdamaian yang usulannya adalah mengkonversi

utang dan pembayaran saham dalam bentuk saham Istaka Karya, ternyata Istaka Karya belum mendapat izin secara tertulis dari Menteri, namun kurator, secara lisan Menteri telah memberikan izin untuk itu; 5) Izin dari Menteri secara lisan untuk mengkonversi utang dan pembayaran saham dalam bentuk saham tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum; 6) Bahwa ternyata di dalam perjanjian tersebut tidak ditentukan atau diperjanjikan mengenai jumlah nominal saham yang dimaksud. Setelah terjadi penolakan tersebut, Istaka Karya kemudian mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Bersama dengan permohonan kasasi tersebut, Istaka Karya juga menyerahkan izin tertulis dari Kementerian BUMN mengenai izin untuk melakukan konversi utang menjadi saham. Namun demikian, Mahkamah Agung kembali menolak pengesahan perdamaian Istaka Karya dengan para kreditornya melalui Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor: 80 K/Pdt.Sus/2012 dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Bahwa Judex Facti yang telah menolak pengesahan terhadap perjanjian perdamaian tanggal 9 Desember 2011 sudah tepat, karena konversi saham yang diusulkan tidak memuat nilai nominalnya sehingga tidak memberikan jaminan dalam pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (2) UU K-PKPU; dan 2) Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Istaka Karya harus ditolak. Jaminan pelaksanaan konversi utang menjadi saham memang sangat penting dalam pelaksanaan konversi utang menjadi saham. Hal ini dikarenakan kreditor membutuhkan kepastian mengenai tagihannya yang hendak dikonversi menjadi utang. Tidak dicantumkannya nilai nominal konversi saham dalam perjanjian perdamaian memberikan ketidakpastian bagi kreditor dalam mengkonversi tagihan mereka menjadi penyertaan saham. Istaka Karya kemudian ditetapkan sebagai termohon PKPU oleh Sumber Rahayu Prima berdasarkan Putusan No. 23/PKPU/2012/PN.NIAGA.JKT.PST.jo. Sumber Rahayu Prima adalah sub-kontraktor dari Istaka Karya atas pengerjaan sebagian proyek pembangunan dan peningkatan busway koridor Pulogadung-Hotel Indonesia. Majelis hakim kemudian mengabulkan permohonan PKPU sementara selama 45 hari terhitung sejak tanggal putusan

PKPU diucapkan. Melalui putusan tersebut, majelis hakim juga mengangkat tim pengurus dalam PKPU tersebut. Permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Sumber Rahayu Prima didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 23 Mei 2012 dengan Register Perkara Nomor: 23/PKPU/2012/PN.NIAGAJKT.PST. Pasal 222 ayat (1) UU K-PKPU mengatur bahwa PKPU diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari satu kreditor atau oleh kreditor. Terhadap PKPU yang diajukan oleh kreditor, Pasal 222 ayat (3) UU K-PKPU mengatur sebagai berikut: Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya. Dalam hal ini, pihak yang memohonkan PKPU terhadap Istaka Karya adalah PT Sumber Rahayu Prima. Berkaitan dengan hal tersebut, maka PT Sumber Rahayu Prima harus membuktikan hal-hal sebagai berikut: a. Adanya Hubungan Hukum Antara Debitor dan Kreditor Pemohon PKPU harus dapat membuktikan bahwa terdapat hubungan hukum antara debitor dan kreditor dalam suatu perjanjian utang piutang. Dalam hal ini, PT Sumber Rahayu Prima yang berkedudukan sebagai pemohon PKPU dalam permohonan yang diajukannya menyatakan bahwa ia merupakan sub-kontraktor dari Istaka Karya atas pengerjaan sebagian proyek pembangunan dan peningkatan busway koridor Pulogadung-Hotel Indonesia berdasarkan Surat Perintah Kerja No. 003/SPK- IK/VIII/2005. Istaka Karya memiliki utang sebesar Rp879,870,141.00 (delapan ratus tujuh puluh sembilan juta delapan ratus tujuh puluh juta seratus empat puluh satu rupiah) terhadap PT Sumber Rahayu Prima terkait dengan proyek yang dikerjakan. Selain dari sisa utang proyek tersebut, Istaka Karya juga memiliki utang terhadap PT Sumber Rahayu Prima di luar proyek sebesar +/- Rp2,593,536,000.00 (dua miliar lima ratus sembilan puluh tiga juta lima ratus tiga puluh enam ribu rupiah). Dengan demikian, terdapat hubungan hukum debitor-kreditor antara Istaka Karya dengan PT Sumber Rahayu Prima.

b. Utang Yang Telah Jatuh Waktu dan Dapat Ditagih Dalam hal hendak mengajukan permohonan PKPU, pemohon harus dapat membuktikan unsur utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. UU K-PKPU menerangkan bahwa yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh tempo, baik karena telah diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan Pengadilan Arbitrase atau Majelis Arbitrase. Istaka Karya memiliki sisa utang proyek kepada PT Sumber Rahayu Prima sebesar Rp879,870,141.00 (delapan ratus tujuh puluh sembilan juta delapan ratus tujuh puluh juta seratus empat puluh satu rupiah) yang jatuh tempo pada Agustus 2007. Selain dari sisa utang proyek tersebut, Istaka Karya juga memiliki utang terhadap PT Sumber Rahayu Prima di luar proyek sebesar +/- Rp2,593,536,000.00 (dua miliar lima ratus sembilan puluh tiga juta lima ratus tiga puluh enam ribu rupiah) yang akan dibayarkan secara mencicil selama satu tahun dan jatuh tempo akhir pembayarannya adalah tanggal 31 Juli 2008. Berdasarkan hal tersebut, sisa utang pokok Istaka Karya tertanggal 20 Mei 2011 adalah sebesar Rp492,507,845.00 (empat ratus sembilan puluh dua juta lima ratus tujuh ribu delapan ratus empat puluh lima rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Sisa Utang Pokok = Rp250,000,000.00 Interest = Rp242,507,845.00 berikut: Dasar perhitungan nilai utang sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai 1) Utang pokok sebesar Rp250,000,000.00 Sisa akhir utang pokok Istaka Karya kepada PT Sumber Rahayu Prima per-maret 2011 adalah sebesar Rp312,763,473.00 (tiga ratus dua belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh tiga rupiah). Istaka Karya telah berjanji akan melunasi utang tersebut pada Mei 2011, dengan catatan Istaka Karya meminta diskon kepada pemohon sebesar Rp150,000,000.00 (seratus lima puluh juta rupiah). Sehingga, utang yang akan dibayarkan oleh Istaka Karya kepada PT Sumber Rahayu Prima sisanya adalah

sebesar Rp150,000,000.00. Namun, ternyata Istaka Karya tidak memenuhi kewajibannya dan hanya membayar sebesar Rp50,000,000.00 (lima puluh juta rupiah) pada tanggal 20 Mei 2011, sehingga PT Sumber Rahayu Prima menarik kembali diskon sebesar Rp150,000,000.00 tersebut dan sisa utang kembali pada perhitungan tanggal 31 Maret 2011, yaitu sebesar Rp312,763,473.00 (tiga ratus dua belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh tiga rupiah) dikurangi pembayaran sebesar Rp50,000,000.00 (lima puluh juta rupiah) dan sisa utang pokok dibulatkan menjadi Rp250,000,000.00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 2) Perhitungan interest berdasarkan bunga Perhitungan interest berdasarkan bunga mengacu pada Notulen Rapat tanggal 28 Desember 2007, yang isinya antara lain menyebutkan bahwa PT Sumber Rahayu Prima sepakat akan mengenakan bunga terhadap Istaka Karya yang besarnya dihitung berdasarkan bunga komersial perbankan. Bedasarkan hal-hal tersebut, maka terbukti secara hukum bahwa unsur utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih telah terpenuhi. c. Debitor Tidak Membayar Utang Tersebut Dalam hal hendak mengajukan permohonan PKPU, pemohon harus dapat membuktikan bahwa debitor tidak membayar utang. Dalam hubungannya dengan PKPU yang diajukan oleh PT Sumber Rahayu Prima, PT Sumber Rahayu Prima menyatakan dalam permohonan PKPU yang diajukannya bahwa Istaka Karya tidak melaksanakan kewajibannya terhadap PT Sumber Rahayu Prima. Hingga tanggal 20 Mei 2011, Istaka Karya masih memiliki kewajiban sebesar Rp492,507,845.00 (empat ratus sembilan puluh dua juta lima ratus tujuh ribu delapan ratus empat puluh lima rupiah) kepada PT Sumber Rahayu Prima. d. Adanya Lebih Dari Satu Kreditor Untuk mengajukan permohonan PKPU, pemohon harus dapat membuktikan bahwa termohon PKPU memiliki lebih dari satu kreditor. Dalam hal ini, PT Sumber

Rahayu Prima selaku salah satu kreditor dari Istaka Karya harus dapat membuktikan adanya kreditor lain dari Istaka Karya. Di dalam permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Sumber Rahyu Prima, PT Sumber Rahayu Prima membuktikan bahwa Istaka Karya memiliki kreditor lain selain PT Sumber Rahayu Prima, di antaranya PT Pratama Gemilang dengan tagihan sebesar Rp723,067,947.00 (tujuh ratus dua puluh tiga juta enam puluh tujuh ribu sembilan ratus empat puluh tujuh rupiah) dan para kreditor lainnya yang telah terdaftar dalam Daftar Piutang Kreditor Konkuren Tetap yang diakui, yang jumlah seluruhnya hampir 800 kreditor. Dengan demikian, unsur adanya lebih dari satu kreditor telah dipenuhi oleh PT Sumber Rahayu Prima selaku pihak yang mengajukan permohonan PKPU. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut, maka PT Sumber Rahayu Prima memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan PKPU terhadap Istaka Karya. Oleh karena itu, permohonan PKPU tersebut diterima oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sebagaimana diatur dalam Pasal 265 UU K-PKPU, debitor berhak pada waktu mengajukan permohonan PKPU atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian kepada kreditor. Tim Pengurus dalam laporannya tertanggal 22 Januari 2012 menyampaikan bahwa telah terjadi perdamaian antara Istaka Karya dengan para kreditor dan di dalam permohonannya memohon agar majelis hakim mengesahkan perjanjian perdamaian tersebut. Perjanjian perdamaian antara Istaka Karya dan para kreditor tersebut ditandatangani pada tanggal 19 Desember 2012. Jumlah 93% suara yang menyetujui rencana perdamaian tertanggal 19 Desember tersebut telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU K-PKPU. Berdasarkan perjanjian perdamaian tersebut, penyelesaian kewajiban Istaka Karya dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Khusus utang konkuren dan karyawan akan dilakukan pembayaran di awal yang bersumber dari piutang perusahaan (pembayaran pada saat piutang diterima/cari); 2) Saldo utang kreditor konkuren dan karyawan dikonversi menjadi equity (penyertaan saham sementara) dengan ketentuan sebagai berikut: a. Saham yang dikeluarkan untuk mengkonversi utang adalah saham tanpa hak suara dan untuk ditarik kembali pada saat posisi saldo akumulasi laba perusahaan positif atau diproyeksikan pada tahun ke 8;

b. Selama utang menjadi equity dan saldo akumulasi laba masih negatif, tidak ada pembagian deviden (deviden dibagikan sesuai dan pada saat akumulasi laba positif); c. Saham ditarik kembali sekaligus tahun ke-9 menjadi utang senilai saldo utang saat konversi; d. Pembayaran utang dilakukan secara bertahap sampai dengan maksimal lima tahun; 3) Saldo utang kreditor separatis diselesaikan dengan cara: a. Bank Bukopin, diselesaikan secara asset settlement; b. Bank Permata, diselesaikan dengan pembayaran sebagian (ex Gratia) sebesar 25% selama satu tahun; c. Bank Syariah Mandiri dan Bank Jabar Banten, diselesaikan dengan konversi menjadi equity (penyertaan saham sementara) dengan ketentuan sama dengan poin 2; 4) Paska PKPU, perusahaan dapat mengikuti tender (operasi); 5) Operasional perusahaan, pada tahun ke-1 sampai dengan 3, manajemen akan mengupayakan melalui sinergi dengan beberapa BUMN infrastruktur sebagai Subkontraktor/KSO dan pendanaan proyek (project financing) dari PPA. Sehubungan dengan perdamaian Istaka Karya dengan para kreditornya, konversi utang menjadi saham dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kreditor Konkuren Seluruh sisa utang kreditor konkuren dikonversi menjadi modal saham (sebagai penyertaan sementara tanpa hak suara), yang akan ditarik kembali setelah akumulasi saldo laba positif, yang diproyeksikan pada tahun ke-8. 2. Kreditor Separatis Terhadap Bank Jabar Banten dan Bank Syariah Mandiri, utang diselesaikan dengan cara konversi utang menjadi saham (sebagai penyertaan sementara tanpa hak suara), yang akan ditarik kembali setelah akumulasi laba perusahaan positif yang diproyeksikan tahun ke-8.

3. Utang Karyawan Utang karyawan pensiun dan aktif akan diberikan pembayaran sebesar 7,5 %. Sisa utangnya akan dikonversi menjadi saham dan bisa ditarik kembali setelah saldo laba perusahaan positif. Konversi utang menjadi saham yang dilakukan tersebut menimbulkan akibat-akibat hukum sebagai berikut: 1. Perubahan Kedudukan Kreditor Menjadi Pemegang Saham Istaka Karya dalam perdamaiannya dengan para kreditor memilih konversi utang menjadi penyertaan saham sementara sebagai salah satu pola penyelesaian kewajibannya dengan para kreditor di mana kepemilikan saham oleh para kreditor tersebut dibatasi jangka waktunya hingga akumulasi laba perusahaan positif. Akibat hukum dari dilakukannya konversi saham tersebut di antaranya adalah berubahnya kedudukan para kreditor menjadi pemegang saham. Perubahan kedudukan kreditor menjadi pemegang saham tersebut tentunya menimbulkan akibat-akibat tertentu. Sebagai pemegang saham, mereka memiliki hak dan kewajiban sebagaimana diatur di dalam UUPT. Perlu diingat bahwa konversi utang menjadi saham tidak membuat kreditor yang kemudian berubah statusnya menjadi pemegang saham turut menanggung utang perusahaan. Pasal 3 ayat (1) dengan tegas mengatur bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Artinya, tanggung jawab pemegang saham di dalam perseroan hanya sebatas penyetoran yang dilakukan olehnya. Dengan demikian, para kreditor yang kemudian berubah kedudukannya menjadi pemegang saham Istaka Karya bertanggung jawab sebatas pada penyetoran mereka. 2. Kepemilikan Saham oleh Pemegang Saham Terdilusi Konversi utang menjadi saham dapat mengakibatkan kepemilikan saham oleh pemegang saham sebelumnya menjadi terdilusi. Berkurangnya porsi kepemilikan

saham tersebut merupakan akibat dari dikeluarkannya saham baru terhadap para kreditor yang kemudian berkedudukan sebagai pemegang saham. Istaka Karya merupakan BUMN Persero. Sebelum dilakukannya konversi utang menjadi saham, 100% di dalam Istaka Karya dimiliki oleh Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara qq. Negara Republik Indonesia. Konversi utang menjadi saham yang dilakukan oleh Istaka Karya mengakibatkan porsi kepemilikan pemerintah menjadi terdilusi. Porsi kepemilikan saham pemerintah setelah dilakukan konversi akan tersisa 9,33% dengan hak suara tetap 100%. Berdasarkan perjanjian perdamaian antara Istaka Karya dengan para kreditornya, konversi utang menjadi saham hanya akan dilakukan sementara hingga akumulasi laba perusahaan positif. Setelah akumulasi laba perusahaan positif, sebagaimana diperkirakan pada tahun 2020, saham akan ditarik kembali sekaligus menjadi utang sehingga kepemilikan pemerintah kembali menjadi 100%. Kesimpulan Setelah dilakukan analisa terhadap pelaksanaan restrukturisasi utang dengan pola konversi utang menjadi saham (debt to equity swap) berdasarkan dengan teori yang ada, maka Penulis merumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan restrukturisasi utang dengan pola konversi utang menjadi saham dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk penyelesaian kewajiban perusahaan yang mengalami kesulitan finansial terhadap para kreditor. Perdamaian tersebut dibuat dalam suatu perjanjian perdamaian yang disepakati dalam rapat kreditor. Namun demikian, pelaksanaan konversi utang tidak luput dari adanya hambatan-hambatan, seperti yang dialami oleh Istaka Karya. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah tidak diperolehnya pengesahan perdamaian dari pengadilan sebagai akibat dari tidak diserahkannya izin tertulis untuk melaksanakan konversi utang menjadi saham dari menteri dan tidak dicantumkannya nilai nominal utang yang akan dikonversi, sehingga kreditor tidak mendapatkan cukup kepastian dalam pelaksanaan konversi utang menjadi saham tersebut. 2. Akibat hukum dari pelaksanaan restrukturisasi utang dengan pola konversi utang menjadi saham yang utama adalah perubahan kedudukan kreditor menjadi pemegang

saham. Sebagai pemegang saham, para eks-kreditor tersebut memiliki hak, kewajiban, serta tanggung jawab yang diatur di dalam UUPT. Akibat hukum lainnya dari pelaksanaan konversi utang menjadi saham adalah terjadinya dilusi terhadap saham dari pemegang saham sebelumnya. Konversi utang yang dilakukan oleh Istaka Karya mengakibatkan terdilusinya kepemilikan saham pemerintah di dalam Istaka Karya. Porsi kepemilikan saham pemerintah yang semula sebesar 100% terdilusi menjadi hanya tersisa 9,33%. Saran Berdasarkan hasil penelitian hukum dan kesimpulan yang telah dijabarkan, maka Penulis mencoba untuk memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Usulan rencana perdamaian yang memuat rencana konversi utang menjadi saham harus dapat memberikan jaminan bagi kreditor dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, perjanjian perdamaian yang memuat mengenai konversi utang menjadi saham harus memuat informasi yang terperinci dan sejelas mungkin mengenai konversi utang menjadi saham yang hendak dilakukan, terutama mengenai nilai nominal dari utang yang akan dikonversi. Dengan demikian, konversi utang menjadi saham yang dilakukan dapat memberikan jaminan bagi kreditor dalam pelaksanaannya. 2. Agar perusahaan yang hendak mengkonversi tagihan utangnya menjadi saham dapat membuat suatu perjanjian tambahan dengan para eks-kreditor yang dapat membuat pelaksanaan konversi utang menjadi saham menjadi lebih terjamin. Hal ini dikarenakan Penulis melihat bahwa konversi utang menjadi saham yang dilakukan oleh Istaka Karya kurang memberikan jaminan dalam pelaksanaannya. Terlebih lagi piutang para kreditor tidak memiliki hak suara atas saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, akan sangat sulit bagi eks-kreditor untuk mengawasi kondisi perusahaan. Daftar Referensi Buku Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet 8. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Mamudji, Sri. Et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. 1. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet.3. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 2008. Regulasi Indonesia (1), Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. 4443, Ps. 1 angka 1.