KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Deputi I

Assalamu alaikum Wr. Wb.

KATA PENGANTAR. Drs. Bosar M. Pardede., Apt., M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Rencana Strategis BBPOM di Medan

KATA PENGANTAR DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK

KATA PENGANTAR. Pekanbaru, 20 April 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru

RPJMN dan RENSTRA BPOM

Rencana Strategis

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2015 Direktur Obat Asli Indonesia. Dra. Mauizzati Purba, Apt.M.Kes NIP

2 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN

RENCANA STRATEGIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM

Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

RENSTRA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN di YOGYAKARTA BADAN POM RI

RENSTRA BALAI POM DI KENDARI

KATA PENGANTAR. Renstra Balai POM di Gorontalo Tahun

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

Rencana Strategis. Balai Besar POM di Manado

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Dinas Kesehatan Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN

LAKIP TAHUN BADAN POM i

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SERANG

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BOGOR TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PERHBUBUNGAN

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Mei 2015 Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Drs. Mustofa, Apt, M.Kes NIP

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

B A B P E N D A H U L U A N

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

RENCANA STRATEGIS PIOM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RENCANA STRATEGIS TAHUN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN ANGGARAN 2013

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/423/2017 TENTANG TIM TEKNIS ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BIDANG KESEHATAN

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

RENSTRA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA TAHUN

REVIEW-INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PRABUMULIH TAHUN

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

UNIVERSITAS INDONESIA

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG TAHUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN

KATA PENGANTAR INSPEKTUR, Drs. Zat Zat Munazat, M.Si NIP Inspektorat Kabupaten Garut

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia T

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KATA PENGANTAR. Muaro Sijunjung, Februari 2014 INSPEKTUR KENFILKA, SH, MH PEMBINA UTAMA MUDA NIP

RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENSTRA-SKPD) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

PEMERINTAH KOTA MAGELANG RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN KOTA MAGELANG

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kemdiknas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI NOMOR HK.04.01.313.05.15.1413 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI TAHUN 2015-2019 DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019, perlu menetapkan Keputusan Direktur Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi tentang Rencana Strategis Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Tahun 2015-2019; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013; 5. KeputusanPresidenNomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah

-2- terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019; 7. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019; 8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004; 9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714); 10. Peraturan KepalaBadan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 515); 11. Keputusan Deputi Bidang Pengawas Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor: HK.05.02.322.3.05.15.859 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI TAHUN 2015-2019.

-3- Pertama : Menetapkan dan mengesahkan Rencana Strategis Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Tahun 2015-2019, yang selanjutnya disebut Renstra Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Kedua : Renstra Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam rangka mencapai sasaran strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan. Ketiga : Renstra Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sebagaimana dimaksud pada diktum Keduaberfungsi sebagai: a. acuan Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam menyusun dokumen perencanaan tahunan; b. dasar penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Keempat : Terhadap pelaksanaan Renstra Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dilakukan: a. pemantauan secara berkala; dan b. evaluasi pada paruh waktu dan tahun terakhir periode Rencana Strategis. Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 5 Mei 2015 Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi, Dra. Nurma Hidayati, M. Epid. NIP. 19670131 199303 2 001

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI NOMOR HK.04.01.313.05.15.1413 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/ Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L). Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas Badan POM, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sesuai kewenangan, tugas pokok dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2015-2019 yang mengacu kepada Renstra Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dan Renstra Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019. Proses penyusunan Renstra Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014. Selanjutnya Renstra Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi periode 2015-2019 diharapkan dapat meningkatkan kinerja Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 1

Adapun kondisi umum Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut: A. Peran Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi memiliki tugas pokok: Penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Penilaian Obat dan Produk Biologi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang penilaian obat baru; b) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang penilaian obat copy dan produk biologi; c) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang evaluasi produk terapetik penggunaan khusus; d) Penyusunan rencana dan program penilaian obat dan produk biologi; e) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi; f) Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian obat dan produk biologi; g) Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik, Narkotik dan Zat Adiktif. yaitu : Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi terdiri dari 3 Sub Direktorat, 2

I. Sub Direktorat Penilaian Obat Baru; Sub Direktorat Penilaian Obat Baru mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur evaluasi dan pelaksanaan penilaian obat baru. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi: a) penyusunan rencana dan program penilaian obat baru; b) pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian Obat Baru Jalur I dan Obat Baru Jalur III; c) pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian Obat Baru Jalur II; d) evaluasi dan penyusunan laporan penilaian obat baru. Sub Direktorat Penilaian Obat Baru terdiri dari dua seksi yang masing-masing mempunyai tugas pokok sebagai berikut : a. Seksi Penilaian Obat Baru Jalur I dan III mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian Obat Baru Jalur I dan Obat Baru Jalur III b. Seksi Penilaian Obat Baru Jalur II mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian Obat Baru Jalur II. II. Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi; Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria, prosedur, evaluasi serta pelaksanaan penilaian obat copy, produk biologi dan reevaluasi obat. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi : a) penyusunan rencana dan program penilaian obat copy, produk biologi dan reevaluasi obat; 3

b) pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian obat copy; c) pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian produk biologi; d) pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan reevaluasi obat; e) evaluasi dan penyusunan laporan penilaian obat copy, produk biologi dan reevaluasi obat; Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi terdiri dari 3 seksi, yang masing-masing mempunyai tugas pokok sebagai berikut : a. Seksi Penilaian Obat Copy mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian obat copy. b. Seksi Penilaian Produk Biologi mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian produk biologi. c. Seksi Reevaluasi Obat mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan reevaluasi obat. III. Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan evaluasi produk terapetik penggunaan khusus. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi : a) penyusunan rencana dan program evaluasi produk terapetik penggunaan khusus; 4

b) pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan evaluasi produk terapetik penggunaan khusus termasuk produk uji klinik; c) pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan evaluasi produk terapetik penggunaan khusus; d) evaluasi dan penyusunan laporan evaluasi produk terapetik penggunaan khusus e) pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat. Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus terdiri dari 3 seksi yang mempunyai tugas pokok sebagai berikut: a. Seksi Evaluasi Produk dan Uji Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana, program, pedoman, standar, kriteria, prosedur, evaluasi dan laporan, serta melakukan evaluasi produk uji klinik. b. Seksi Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana, program, pedoman, standar, kriteria, prosedur, evaluasi dan laporan, serta melakukan evaluasi produk terapetik penggunaan khusus. c. Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat. Dilihat dari fungsi Direktorat Penilaian Obat Dan Produk Biologi secara garis besar, inti kegiatan atau pilar Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi yaitu penapisan produk dalam rangka pengawasan obat sebelum beredar (pre-market) melalui peningkatan penilaian obat yang diselesaikan tepat waktu. Tugas dan fungsi tersebut melekat pada Direktorat Penilaian Obat Dan Produk Biologi sebagai unit kerja di Badan POM yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen obat. Di sisi lain, tupoksi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi ini juga sangat penting dan strategis dalam kerangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan. 5

B. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Struktur Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi disusun berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004. Struktur organisasi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi adalah sebagai berikut : Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi Sub.Dit Penilaian Obat Baru Sub.Dit Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi Sub.Dit Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus Seksi Penilaian Obat Baru Jalur I dan III Seksi Penilaian Obat Copy Seksi Evaluasi Produk dan Uji Klinik Seksi Penilaian Obat Baru Jalur II Seksi Penilaian Produk Biologi Seksi Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus Seksi Reevaluasi Obat Seksi Tata Operasional Untuk mendukung tugas Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sesuai dengan peran dan fungsinya diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan pre market obat sampai tahun 2014 adalah sejumlah 64 orang. 6

Jumlah pegawai Direktorat Penilaian Obat Dan Produk Biologi berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan pada tabel 1 di bawah ini: Gambar 1 Profil Pegawai Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014 9, 14% 5, 8% 14, 22% S2 Apt/Profesi 36, 56% S1 Non Sarjana Dari komposisi SDM Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sampai dengan tahun 2014 sesuai gambar tersebut di atas, untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal serta semakin besarnya tuntutan terhadap perbaikan pelayanan publik, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan. Untuk memenuhi komitmen terhadap pencapaian target kinerja Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi, telah dilakukan analisis beban kerja untuk mengetahui kebutuhan pegawai tahun 2015-2019. Pada tahun 2015, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 48 orang dihitung berdasarkan analisis beban kerja terhadap target yang ditetapkan. Berikut ini adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja di Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi : 7

Gambar 2. Hasil Analisis Beban Kerja Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Tahun 2015 2019 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 168 150 155 160 135 86 85 85 82 82 86 65 70 75 48 1 0 0 3 0 2015 2016 2017 2018 2019 Standar kebutuhan SDM (berdasarkan ABK 2015) SDM yg tersedia SDM Pensiun, pindah dll Kekurangan SDM C. Hasil Capaian Kinerja Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi periode 2010-2014 Untuk melindungi masyarakat dari risiko obat dan produk biologi yang tidak memenuhi standar dan persyaratan, harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan, kemanfaatan dan mutu obat sebelum obat diizinkan untuk diproduksi atau diimpor dan diedarkan di Indonesia. Dalam evaluasi tersebut, dikembangkan suatu mekanisme evaluasi yang obyektif melalui pembentukan tim independen Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Komite tersebut terdiri dari pakar yang berasal dari berbagai universitas serta institusi terkait. Pertemuan berkala dilakukan untuk membahas dan mengevaluasi keamanan, kemanfaatan dan mutu obat berdasarkan data ilmiah yang diserahkan, berupa data preklinik dan data klinik serta data penunjang lain. Evaluasi mutu dilakukan untuk menjamin terpenuhinya spesifikasi dan standar untuk zat aktif, zat tambahan dan produk obat jadi serta bahan kemasan. Untuk menjamin mutu produk, Badan POM mensyaratkan bahwa setiap produk obat yang dihasilkan harus melalui proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Persetujuan ijin edar Produk Terapetik yang dikeluarkan selama tahun 2010-2014 sebanyak 22.676, 8

Jumlah berkas RENSTRA DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI 2015-2019 berturut-turut adalah 4.055, 3.062, 5.091, 5.644 dan 4.824. Jumlah ini melebihi target yang ditetapkan dalam Renstra Tahun 2010-2014 yaitu 14.000. Gambar 3. Profil Nomor Ijin Edar (NIE) Obat yang Diterbitkan Tahun 2010-2014 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 5644 5091 4824 4055 3062 2010 2011 2012 2013 2014 Gambar 4. Perbandingan Jumlah Berkas yang Masuk vs Jumlah Berkas yang diselesaikan Tahun 2010 2014 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 19434 14810 15036 8466 9109 9732 7874 8922 4353 3700 2010 2011 2012 2013 2014 Berkas yang masuk Berkas yang diselesaikan Tahun Adanya kebijakan pemerintah terkait program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan meningkatkan jumlah pendaftaran obat dan produk biologi terkait upaya pemenuhan kebutuhan obat untuk program tersebut. Disamping itu juga kebijakan untuk mendaftar ulang produk yang diwajibkan setiap 5 tahun sejak izin edar dikeluarkan berpengaruh terhadap meningkatnyajumlah produk yang didaftarkan pelaku usaha di bidang farmasi untuk memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Badan POM sebelum produk obat tersebut diedarkan. 9

Capaian Kinerja RENSTRA DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI 2015-2019 Gambar 5. Rasio pencapaian kinerja Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi periode 2010-2014 120.00% 104.67% 100.57% 100.21% 100.00% 80.00% 60.00% 96.25% 91.19% 80.73% 64.83% 58.06% Obat dan Produk Biologi 40.00% Obat Prioritas 20.00% 0.00% 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Jika dilihat dari capaian kinerja selama 5 tahun terakhir, terdapat trend penurunan pemenuhan timeline sehingga capaian kinerja menurun, namun jika dilihat dari jumlah permohonan berkas yang masuk dan berkas yang diselesaikan cenderung meningkat setiap tahun sehingga capaian kinerja yang menurun tidak dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai ketidakberhasilan dalam pencapaian sasaran strategis RPJMN 2010-2014. Hal ini disebabkan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan metoda untuk penghitungan IKU belum dapat mencerminkan kinerja direktorat yang sesungguhnya. Untuk itu, pada RPJMN tahun 2015 2019 dilakukan review kembali terhadap IKU yang akan digunakan untuk menilai pencapaian kinerja yang dilakukan Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi telah berusaha menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sesuai kewenangannya, meskipun pencapaian kinerjanya belum memenuhi target yang diinginkan. Dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis diharapkan peran Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologipada masa yang akan datang dapat lebih ditingkatkan. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi diharapkan terus menjaga kinerjanya sesuai harapan 10

masyarakat, yaitu agar pengawasan Obat dan Makanan terus lebih dimaksimalkan untuk melindungi kesehatan masyarakat. D. Isu-isu Strategis sesuai dengan Tupoksi dan Kewenangan Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi telah diupayakan secara optimal sesuai target untuk mencapai hasil terbaik dalam pencapaian kinerjanya. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain belum sepenuhnya tercapai penapisan produk dalam rangka pengawasan obat sebelum beredar (pre-market). Dari permasalahan tersebut di atas terdapat beberapa penyebab yang dianggap sangat krusial dan strategis bagi peran Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam melakukan pembenahan di masa mendatang, sehingga diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sebagai salah satu unit di Badan POM yang bertugas untuk melakukan pengawasan sebelum obat diedarkan masih perlu terus dilakukan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dari sisi manajemen sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan obat yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, khasiat dan mutu obat tersebut, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan masyarakat. Isu strategis dari permasalahan pokok yang dihadapi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sesuai peran dan kewenangannya dalam penguatan sistem pengawasan pre market obat yang lebih optimal, perlu terus diperkuat dalam peningkatan kinerja di masa yang akan datang. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi mempunyai peran yang strategis dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) melalui pengawasan pre-market terhadap obat dan produk biologi yang didaftarkan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebelum obat diizinkan untuk diproduksi atau diimpor dan diedarkan di Indonesia harus dilakukan evaluasi 11

terlebih dahulu terhadap keamanan, kemanfaatan dan mutunya untuk memastikan agar konsumen mendapat obat yang aman dan berkhasiat. Selain pengawasan pre-market, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi juga melakukan pengawasan obat untuk tujuan khusus seperti obat untuk uji klinik dan obat untuk pengembangan produk yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap dokumen obat, pengawasan penggunaan obat, inspeksi uji klinik, monitoring laporan efek samping dan monitoring Kejadian Tidak Diinginkan Serius/KTDS. Peran perlindungan konsumen terhadap berbagai resiko kesehatan dari obat/produk terapetik yang tidak memenuhi ketentuan ini sejalan dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pengawasan pre-market selain untuk perlindungan konsumen, juga merupakan unsur penting dalam meningkatkan daya saing mutu produk di pasar lokal, regional maupun global. Peran ganda pengawasan ini sejalan dengan agenda meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk memperkuat peran dan kewenangan lebih efektif, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi terus melakukan perbaikan dan pengembangan serta penguatan regulasi, khususnya peraturan perundangundangan yang menyangkut peran, tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi terus melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan etos tersebut, diharapkan mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. I.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas 12

disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, berhubungan dengan perdagangan bebas, komitmen internasional, post MDGs 2015, perubahan iklim dan demografi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut: 1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu. Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam penyediaan obat-obatan yang aman, berkhasiat dan bermutu. Di samping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit 13

kembali. Penyakit ini, baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya perubahan iklim secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan kemajuan teknologi maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan gaya hidup dari masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi obat. Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang beredar di pasaran. Dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi selama ini melakukan pengawasan dalam bentuk penilaian sebelum produk diedarkan di masyarakat. 1.2.2. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup minimal yang layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi risiko ekonomi karena sakit, PHK, pensiun, usia lanjut dan risiko lainnya dan merupakan cara (means), sekaligus tujuan (ends) dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Implementasi SJSN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan obat. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran obat karena perusahaan obat/industri farmasi akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang didaftarkan, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsungnya adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Dampak tersebut menuntut peran Direktorat Penilaian Obat 14

dan Produk Biologi semakin besar, salah satunya yaitu intensifikasi pengawasan obat sebelum beredar. Dengan penerapan SJSN, maka akan banyak industri farmasi yang melakukan registrasi ulang produk yang telah habis masa berlaku persetujuan izin edar selama 5 (lima) tahun. Dengan demikian maka Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dituntut harus lebih intensif dalam melakukan penilaian obat. 1.2.3. Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) MDGs merupakan pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan, faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya. Terkait Goal 3. Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasuk di dalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan menggunakan hanya obat atau vaksin yang aman, efektif, dan bermutu untuk upaya kesehatan preventif, promotif, maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai hanya jika Industri Farmasi yang telah diintervensi (diawasi dan dibina BPOM) mempraktekkan GMP dalam produksi Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu dan PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution Practices untuk mengawal mutu Obat JKN. Tantangan bagi BPOM ke depan adalah intensifikasi pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya 15

1.2.4. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas/free Trade Area (FTA). Dalam hal ini, memungkinkan negara-negara yang bekerjasaman membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk obat dan makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri. Dengan masuknya produk obat melalui perdagangan bebas, merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk obat dan makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya. Untuk itu, masyarakat membutuhkan perlindungan yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi obat dan makanan tersebut. Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Perdagangan bebas membuat kepekaan berbisnis menjadi sangat tinggi. Kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih ditemukan obat- 16

obat yang tidak memenuhi syarat beredar dan mengandung bahan baku yang berbahaya dan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data Badan POM tahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia sebanyak 207 perusahaan, dengan 39 perusahaan diantaranya merupakan perusahaan multinasional. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13% setiap tahun dan lebih dari 70% total pasar obat di Indonesia dipenuhi oleh perusahaan nasional. Namun, ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat tinggi, bahkan 95-96% diimpor dari China, India dan Eropa. Produksi bahan baku obat dalam negeri masih sangat kecil. Meskipun Indonesia mampu memproduksinya namun sampai saat ini belum dapat bersaing dengan produk impor. Jumlah industri farmasi nasional cukup besar dengan kapasitas produksi sebesar 3% dari kapasitas total dunia. Namun, disisi lain, pasar farmasi Indonesia relatif kecil yaitu sekitar 0,2% dari total pasar dunia (Kardono, 2004). Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat yang berakibat menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi di Indonesia. Dengan adanya FTA, maka pemerintah harus mengembangkan kesiapan industri farmasi untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri. 1.2.4. Perubahan Iklim Perubahan iklim dapat mengakibatkan munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain. Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013 melaksanakan 17

kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Demam Berdarah Dengue dan Malaria. Jadi di Indonesia, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal. Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari perubahan iklim, diperlukan peran Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam melakukan penilaian varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. 1.2.5. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Kemajuan ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makroekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada tahun 2025 mencapai USD 14.250 15.500 (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan masyarakat maka semakin besar pula konsumsi obat dan makanan. Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia pada Gambar 6, sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada tahun 2012 mencapai 91,40%, sedangkan obat tradisional hanya sebanyak 24,33%. Hal ini mendapat perhatian yang serius dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. 18

Gambar 6 Persentase penduduk yang mengkonsumsi obat modern dan tradisional 90.00% 91.63% 90.76% 90.96% 91.40% 60.00% 30.00% 22.24% 27.57% 23.63% 24.33% Obat Modern Obat Tradisional 0.00% 2009 2010 2011 2012 Sumber: Susenas BPS 2009-2012 1.2.6. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Menurut sensus penduduk tahun 2010, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa. Dari gambar 7 di bawah ini, dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja 15-19 tahun, namun menunjukan tren penurunan. Sementara usia produktif antara 30-54 tahun justru menunjukan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia 55-64 tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan tren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat. 19

jumlah penduduk (dalam 000) RENSTRA DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI 2015-2019 Gambar 7 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009-2013 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 2009 2010 2011 2012 2013 Kelompok Umur Sumber: BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2013 Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079 juta tahun 2010 dan akan naik pada tahun 2020 menjadi 29,047 juta (Proyeksi Penduduk Indonesia, BPS tahun 2010). Maka ada perubahan pola penyakit dan kebutuhan layanan kesehatan jangka panjang. Secara umum, transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan mendorong industri farmasi untuk mendaftarkan produk obatnya dalam rangka memenuhi kebutuhan di pelayanan kesehatan terutama terkait proggram JKN, dan dengan demikian akan menuntut Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi untuk meningkatkan kinerjanya dalam melakukan pengawasan pre-market obat sebelum diedarkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap produk obat juga akan semakin meningkat. Jika permintaan terhadap produk obat semakin meningkat maka penawaran produk obat juga akan meningkat. Adanya potensi pasar membuat para produsen baik lokal maupun internasional meningkatkan produksi obat. Semakin banyaknya produk obat yang didaftarkan 20

menuntut semakin besarnya peran Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam proses penilaian dan pengawasan obat sebelum diedarkan. 1.2.7. Perkembangan Teknologi Pasar obat masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan kebutuhan bahan baku obat 96% diperoleh dari impor. Padahal Indonesia memiliki 9.600 jenis tanaman yang berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan obat diharapkan Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dapat mendorong industri farmasi untuk meningkatkan produksi bahan baku obat dalam negeri. Perkembangan teknologi informasi juga dapat menjadi potensi bagi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi pengawasan post market obat terkait tren pemasaran dan transaksi obat secara online, yang tentu saja juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi. 1.2.8. Penguatan Sistem Pengawasan Pre Market Penguatan system pengawasan pre market dilakukan melalui pengawasan pre-market terhadap obat dan produk biologi yang didaftarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebelum obat diizinkan untuk diproduksi atau diimpor dan diedarkan di Indonesia harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan, kemanfaatan dan mutunya untuk memastikan agar konsumen mendapat obat yang aman dan berkhasiat. Selain pengawasan pre-market, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi juga melakukan pengawasan obat untuk tujuan khusus seperti obat untuk uji klinik dan obat untuk pengembangan produk yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap dokumen obat, pengawasan penggunaan obat, inspeksi uji klinik, monitoring laporan efek samping dan monitoring Kejadian Tidak Diinginkan Serius/KTDS. Pengawasan pre-market selain untuk perlindungan konsumen, juga merupakan unsur penting dalam meningkatkan daya saing mutu produk di 21

POLA PIKIR DAN BUDAYA KERJA PELAYANAN PUBLIK MENINGKATNYA KAPASITAS DAN AKUNTABILITAS KINERJA BIROKRASI RENSTRA DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI 2015-2019 pasar lokal, regional maupun global. Peran ganda pengawasan ini sejalan dengan agenda meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk memperkuat peran dan kewenangan lebih efektif, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi terus melakukan perbaikan dan pengembangan serta penguatan regulasi, khususnya peraturan perundangundangan yang menyangkut peran, tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi terus melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan etos tersebut, diharapkan mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. 1.2.9. Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sebagai salah satu unit kerja di lingkungan BPOM, melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi berkontribusi dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB di BPOM. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana gambar di bawah ini: PENGUNGKIT HASIL PENGAWASAN INTERNAL ORGANISASI TERWUJUDNYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME SDM TATA LAKSANA AKUNTABILITAS KINERJA PENATAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENINGKAT- NYA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK INOVASI & PEMBELAJARAN Gambar 1.5 Pola Pikir Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 22

1.2.10. Analisa terhadap Lingkungan Strategis (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/SWOT) Sebagaimana dinamika perubahan lingkungan strategis yang telah dijelaskan di atas baik secara internal maupun eksternal, maka Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi harus melakukan upaya-upaya agar pengaruh lingkungan khususnya eksternal dan meminimalisir ancaman yang dapat mempengaruhi peran Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sebagai sebagai salah satu unit di Badan POM yang bertanggungjawab dalam melakukan penilaian dan pengawasan terhadap obat sebelum diedarkan (premarket). Atas dasar pengaruh lingkungan strategis tersebut, dilakukan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan melalui analisa SWOT, sehingga dari analisa tersebut dapat ditetapkan arah strategis dan kebijakan Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi kedepan, agar dapat terwujud sesuai tujuan dan sasaran organisasi dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam Renstra Periode 2015-2019. Adapun hasil analisa SWOT tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. KEKUATAN (STRENGTHS) Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi saat ini memiliki jumlah SDM yang kurang memadai namun secara kualitas cukup terampil dalam melakukan penilaian dan pengawasan produk obat sebelum diedarkan. Di samping itu Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi juga mendukung reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah hal ini dibuktikan dengan komitmen untuk mencegah terjadinya praktik tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi memiliki jaringan (networking) yang kuat dengan institusi lain seperti Kementerian Kesehatan bahkan institusi internasional seperti WHO. Jaringan yang kuat dan luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas pokok dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. Di sisi lain, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi juga menyadari akan pentingnya komunikasi dua arah dengan pelaku industri untuk itu 23

diadakan pertemuan secara berkala dengan stakeholder Industri Farmasi untuk mengetahui permasalahan yang terjadi selama proses registrasi obat. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi juga memiliki peraturan dan pedoman terkaiot registrasi obat yang digunakan sebagai acuan dalam proses penilaian obat, sehingga seluruh kegiatan pengawasan pre market telah memiliki standar baku. Dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi, komitmen pimpinan menjadi mutlak sebagai landasan untuk mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari peran Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan kesehatan masyarakat. 2. KELEMAHAN (WEAKNESSES) Saat ini SDM Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sudah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan tugas pengawasan obat, diperlukan sarana dan prasarana yang sangat memadai. Untuk itu, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai tersebut menjadi mutlak dilakukan dalam mendukung tugas pokok dan fungsi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. Di samping itu, untuk mendukung pelaku usaha dalam melakukan pendaftaran (registrasi) dan penyebarluasan informasi mengenai obat perlu didukung dengan teknologi informasi yang memadai. Oleh karena itu peran dan kewenangan Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi juga harus didukung oleh struktur organisasi dan tata kerja yang tepat. 24

3. PELUANG (OPPORTUNITIES) Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN dan JKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan. Untuk itu, SKN dan JKN merupakan tantangan atau peluang bagi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam mendorong upaya kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi dalam menghadapi pola perilaku dan lingkungan sehat khususnya yang berkaitan dengan obat. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dapat mendorong pelaku usaha baik industri kecil maupun besar untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri sehingga menjadi tantangan dan peluang yang harus dihadapi oleh Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam melakukan pengawasan obat sebelum diedarkan (pre market). Semakin bertambahnya penduduk dan berkembangnya jenis penyakit maka kebutuhan obat akan semakin meningkat yang juga mendorong pertambahan dan pertumbuhan industri obat secara pesat. Hal ini menjadi peluang dan tantangan Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam mengawasi sebelum diedarkan obat yang semakin banyak variannya. Kerjasama dengan Instansi terkait merupakan hal yang sangat mutlak agar upaya pembangunan kesehatan dapat tercapai. Peluang kerjasama dengan instansi terkait dapat mendorong efektivitas dan efesiensi pengawasan obat. Otonomi dan desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting. 25

4. TANTANGAN (THREATS) Tingginya arus produk obat yang beredar, mengakibatkan adanya produk-produk yang tersedia di pasar tidak memenuhi kualifikasi standar yang dipersyaratkan. Hal ini menjadi masalah dalam peredaran obat. Di sisi lain, lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti ini mengakibatkan ancaman bagi masyarakat. Dengan semakin tumbuhnya perekonomian Indonesia akan mempengaruhi perubahan pola perilaku hidup sosialnya, salah satunya dalam mengkonsumsi obat. Hal ini menjadi ancaman bagi masyarakat apabila pengunaan obat tidak diantisipasi dengan pemberian informasi, komunikasi dan edukasi atas penggunaan obat tersebut. Sisi lain, globalisasi yang mendorong lahirnya area perdagangan bebas (free trade area) menjadikan peredaran obat juga semakin sulit untuk dikontrol. Dengan masuknya berbagai produk obat dari negara lain merupakan persoalan krusial yang perlu diantisipasi segera. Realitas menunjukan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk obat dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan kualitasnya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi produk obat tersebut. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% pertahun). Sementara usia produktif antara 30-54 tahun menunjukkan tren meningkat dari waktu ke waktu. Juga usia 55-64 tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan tren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat. Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat, jika tidak ditata dengan baik akan menjadi potensi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Di bawah ini, Tabel 2 tentang Rangkuman Analisis SWOT sesuai dengan pengaruh lingkungan strategis dari internal dan eskternal. Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun internal dirangkum dalam tabel 2 berikut : 26