PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

KEEFEKTIFAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Keefektifan Bakteri Endofit dan Bakteri Perakaran Pemacu Pertumbuhan Tanaman dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

KEEFEKTIFAN BIOPESTISIDA ORGANIK CAIR UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora PADA ANGGREK Phalaenopsis sp.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Perbanyakan Propagul Agens Antagonis Perbanyakan Massal Bahan Pembawa Biopestisida

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

KEEFEKTIFAN BERBAGAI FOMULASI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

KEEFEKTIFAN BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT

III. BAHAN DAN METODE

KEEFEKTIFAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERLAKUAN AGEN ANTAGONIS DAN GUANO UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT DAN HAMA PENGGEREK BUAH TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) DI LAPANGAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

HASIL DAN PEMBAHASAN

TAHLIYATIN WARDANAH A

EFIKASI BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia.

POTENSI BAKTERISIDA SENYAWA METABOLIT Penicillium spp. TERHADAP Ralstonia solanacearum PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA CABAI KHOIRUNNISYA

Interaksi antara Bakteri Endofit dan Bakteri Perakaran Pemacu Pertumbuhan Tanaman dalam Menekan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat

PENGARUH MEDIA FORMULASI DAN JENIS KEMASAN

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

Yulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis percobaan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental,

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

Aviva Aviolita Parama Putri, M. Martosudiro dan T. Hadiastono

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

Ralstonia solanacearum

POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp.

PENGARUH RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA

II. MATERI DAN METODE

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak

III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Mikrobiologi Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbiumbian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya dan

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II

III. METODOLOGI PENELITIAN

POTENSI Bacillus sp. SEBAGAI AGEN BIOKONTROL PENYAKIT LAYU BAKTERI YANG DISEBABKAN OLEH Ralstonia sp. PADA CABAI (Capsicum annuum L.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

Transkripsi:

PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF Bacillus subtilis AB89 DAN Staphylococcus epidermidis BC4 UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TOMAT EKA WIJAYANTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Layu Bakteri pada Tomat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Eka Wijayanti NIM A34090069

ABSTRAK EKA WIJAYANTI. Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH. Ralstonia solancearum adalah patogen penyebab penyakit layu bakteri pada tomat yang sulit untuk dikendalikan. Alternatif pengendalian yang sedang dikembangkan saat ini adalah penggunaan agens hayati. Beberapa agens hayati yang telah diuji keefektifannya dalam mengendalikan penyakit layu bakteri adalah Bacillus subtilis AB89 (PGPR) dan Staphylococcus epidermidis BC4 (endofit). Penelitian ini bertujuan untuk menguji viabilitas bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 di dalam formulasi tepung dan cair selama penyimpanan, serta menguji keefektifan formulasi tersebut sebagai agens pengendali hayati Ralstonia solanacearum pada tomat. B. subtilis AB89 (BS) dan bakteri endofit S. epidermidis BC4 (BC) masing-masing diformulasikan secara tunggal dalam bentuk cair (BS dan BC) dan tepung (TBS dan TBC) dengan bahan pembawa talc powder dan/atau xanthan gum. Berdasarkan hasil pengujian, formulasi cair BS dan BC lebih efektif menekan kejadian penyakit dibandingkan dengan formulasi tepung dan kontrol dengan nilai indeks penekanan penyakit berturut-turut sebesar 55.55% dan 54.94%. Formulasi cair BC, BS dan formulasi tepung TBS meningkatkan pertambahan tinggi tanaman dengan nilai keefektifan pertumbuhan berturut-turut sebesar 52.82%, 47.27% dan 42.53%. Berdasarkan uji viabilitas bakteri di dalam formulasi, populasi bakteri S. epidermidis BC4 stabil pada formulasi tepung maupun cair selama 8 minggu penyimpanan. B. subtilis AB89 pada formulasi tepung dan cair populasinya menurun pada minggu ke-1 setelah penyimpanan, kemudian stabil hingga 8 minggu penyimpanan. Kata kunci: bakteri endofit, PGPR, R. solanacearum, xanthan gum

ABSTRACT EKA WIJAYANTI. Development of Biopesticide Formulations Containing Bacillus subtilis AB89 and Staphylococcus epidermidis BC4 for Controlling the Bacterial Wilt Disease on Tomato. Under the direction of ABDJAD ASIH NAWANGSIH. Ralstonia solancearum is a pathogen of bacterial wilt disease on tomato. One of the alternatives for disease control is the application of biocontrol agents. Biocontrol agents which have been able to control the disease are Bacillus subtilis AB89 (PGPR) and Staphylococcus epidermidis BC4 (endophyte). This research was conducted to evaluate the viability of those bacteria in formulation and the effectiveness of the formulation to control the bacterial wilt disease of tomato. B. subtilis AB89 (BS) and S. epidermidis BC4 (BC) ware formulated singly in liquid (BS and BC) and powder (TBS and TBC) formulation contained talc powder and/or xanthan gum. The liquid formulation of B. subtilis AB89 (BS) and S. epidermidis BC4 (BC) effectively suppressed the incidence of the disease, with control effectiveness was up to 55.55% and 54.94%, respectively. The liquid formulation BC, BS and the powder formulation TBS were able to promote the plant growth. Populations of S. epidermidis BC4 was stable within powder and liquid formulations during 8 weeks of storing. Population of B. subtilis AB89 in powder and liquid formulations declined on 1 week after storage, but stable until 8 weeks after storage. Keywords: endophytic bacteria, PGPR, R. solanacearum, xanthan gum.

PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF Bacillus subtilis AB89 DAN Staphylococcus epidermidis BC4 UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TOMAT EKA WIJAYANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Judul Skripsi : Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat Nama : Eka Wijayanti NIM : A34090069 Disetujui oleh Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi Ketua Departemen Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga laporan tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pengendalian hayati, dengan judul Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi selaku dosen pembimbing, Prof Dr Ir Dadang selaku dosen penguji tamu, Dra Dewi Sartiami, MSi selaku dosen pembimbing akademik, dosen-dosen di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan serta teknisi rumah kaca yang membantu selama proses penilitian dan penyusunan laporan tugas akhir ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada keluarga, sahabatsahabat terbaik (Tami, Nopi, Opi, Meda, Eti, Arbi, Herlin), teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan (Elok, Auzan, Arfi, Dika, Nadzir, Kak Tatit, Kak Ida, Kak Yuni, Kak Syaiful, Ibu Sri), teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 46, teman-teman Al Iffah, Birena Al-Hurriyyah, tim Windows 8 dan pihak-pihak lain yang telah berperan dalam mendukung dan membantu pelaksanaan penelitian serta penyusunan laporan tugas akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penelitian ini didanai dari Proyek Penelitian Unggulan Strategis Nasional dengan Biaya DIPA IPB Nomor: 023-04.2.189772/2013 tanggal 05 Desember 2012 dengan Ketua Peneliti: Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi. Penulis berharap laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca pada umumnya dan salah satu diantaranya adalah petani. Atas segala kesalahan, penulis memohon kebijaksanaan dari semua pihak untuk memaafkannya. Bogor, Februari 2014 Eka Wijayanti

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Tempat dan Waktu 3 Peremajaan Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 3 Pembuatan Suspensi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 3 Pembuatan Formulasi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 4 Penyiapan Tanaman Uji 4 Perbanyakan Inokulum Patogen 5 Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada Tanaman Tomat 5 Uji Viabilitas B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dalam Formulasi 6 Uji Penekanan terhadap Kejadian Penyakit 6 Uji Pemacuan Pertumbuhan 7 Analisis Data 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Bakteri S. epidermidis BC4 dan B.subtilis AB89 8 Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Tomat 9 Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 11 terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman 11 Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati 14 SIMPULAN 14 SARAN 14 DAFTAR PUSTAKA 15 LAMPIRAN 17 RIWAYAT HIDUP 20

DAFTAR TABEL 1 Kriteria keefektifan pengendalian 7 2 Populasi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai formulasi selama 8 minggu. 8 3 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tomat 10 4 Nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 10 5 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tomat 13 6 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 13 7 Hasil analisis formulasi yang memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan kontrol terhadap peubah yang diamati 14 DAFTAR GAMBAR 1 Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman tomat; daun layu tanpa penguningan (kiri) dan muncul akar adventif (kanan) 1 2 Biakan murni dan koloni tunggal B. subtilis AB89 (a,b) dan S. epidermidis BC4 (c,d) 3 3 Formulasi padat dan formulasi cair B. subtilis AB89 (a,c) dan S. epidermidis BC4 (b,d) 4 4 Koloni tunggal R. solanacearum pada media TZC 5 5 Grafik tingkat kejadian penyakit layu bakteri pada pengamatan minggu ke-1 sampai minggu ke-7 setelah tanam 9 6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 selama tujuh minggu setelah tanam 12 DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis ragam tingkat kejadian penyakit tanaman tomat di rumah kaca pada minggu ke-1 sampai ke-7 18 2 Analisis ragam Area Under Disease Progress curve (AUDPC) 18 3 Analisis ragam pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah kaca pada minggu ke-1 sampai minggu ke-7 19 4 Analisis ragam Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) 19

PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia. Tomat mengandung vitamin, karbohidrat, protein, lemak dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain berfungsi sebagai sayuran, tomat juga digunakan sebagai bahan minuman, bahan pewarna makanan, kosmetik dan obat-obatan. Menurut BPS (2013) produksi tomat di Indonesia masih tergolong rendah yaitu 893 504 ton pada tahun 2012. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan produksi tahun 2011 yang produksinya mencapai 954 046 ton. Rendahnya produksi tomat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang menjadi kendala dalam budidaya tomat adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Ralstonia solanacearum merupakan salah satu OPT penting pada tanaman tomat. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan R. solanacearum ialah sebesar 5-100% (Nurjanani 2011). Serangan yang ditimbulkan oleh patogen ini adalah layu pada daun termuda ketika cuaca sangat panas selama beberapa hari tanpa mengalami penguningan. Layu keseluruh bagian tanaman akan cepat mengikuti jika kondisi lingkungan mendukung. Tanaman menjadi kerdil dan pada batang akan tumbuh akar adventif (Gambar 1). Perubahan warna terjadi pada jaringan pembuluh menjadi coklat dan jika batang dipotong melintang, keluar massa bakteri berwarna putih (oose) (EPPO 2013). Gambar 1 Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman tomat; daun layu tanpa penguningan (kiri) dan muncul akar adventif (kanan) R. solanacearum sulit dikendalikan karena patogen ini memiliki ras yang banyak dan mampu bertahan lama di dalam tanah. Selain itu, R. solanacearum juga memiliki kisaran inang dan sebaran geografis yang luas. R. solanacearum pada tomat mampu menyebar melalui, tanah, air dan alat pertanian (Supriyadi 2011). Pengendalian yang telah dilakukan adalah penggunaan varietas yang resisten, rotasi tanaman, penggunaan bakterisida, dan penggunaan agens hayati (Tahat dan Sijam 2010).

2 Pengendalian penyakit dengan menggunakan agens hayati memiliki peranan yang potensial untuk dikembangkan. Pengendalian dengan menggunakan hayati relatif efektif dan ramah terhadap lingkungan. Beberapa agens hayati telah diuji keefektifannya dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada tomat. Agens hayati tersebut adalah Pseudomonas fluorescens RH4003, Bacillus subtilis AB89, Trichoderma viride, Staphylococcus epidermidis BC4. Berdasarkan analisis resiko yang dilakukan oleh Supriyadi (2006), P. fluorescens, B. subtilis dan Trichoderma spp. aman bagi manusia dan lingkungan. Pengendalian dengan menggunakan agens hayati belum banyak dilakukan oleh petani karena dinilai kurang praktis dan tidak tahan lama dalam penyimpanan sehingga perlu dilakukan formulasi agens hayati. Formulasi adalah pencampuran organisme dalam bahan pembawa yang dilengkapi dengan bahan tambahan untuk memaksimalkan kemampuan bertahan hidup di penyimpanan, mengoptimalkan aplikasi organisme target, dan melindungi organisme agens hayati setelah aplikasi (Jones dan Burges 1998). Agens hayati yang digunakan dalam penelitian ini adalah B. subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4. B. subtilis AB89 merupakan bakteri plant growth promoting rizobacteria (PGPR) yang diisolasi oleh Nawangsih (2006) dari rizosfer tomat sehat pada pertanaman tomat yang terserang penyakit layu bakteri. B. subtilis AB89 berpotensi untuk dikembangkan karena berdasarkan uji penghambatan dengan mekanisme antibiosis, B. subtilis AB89 mampu menekan pertumbuhan R. solanacearum pada berbagai media agar. B. subtilis AB89 juga dapat menekan kejadian penyakit layu bakteri di rumah kaca sebesar 62%. S. epidermidis BC4 adalah bakteri endofit gram negatif yang diisolasi dari dalam jaringan akar tomat di Cipanas oleh Nawangsih (2011). Uji penghambatan terhadap R. solanacearum secara in vitro menunjukkan bahwa S. epidermidis BC4 mampu menghasilkan zona hambatan dengan diameter terpanjang dibandingkan dengan isolat lainnya. Uji penekanan kejadian penyakit di rumah kaca juga menunjukkan bahwa S. epidermidis BC4 mampu menekan kejadian penyakit layu bakteri dengan indeks penekanan penyakit sebesar 33.33% (Nawangsih 2011). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji viabilatas B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 di dalam formulasi tepung dan cair selama penyimpanan, serta menguji keefektifan formulasi tersebut sebagai agens pengendali hayati R. solanacearum pada tomat. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formulasi biopestisida dengan bahan pembawa yang tepat untuk menunjang kelangsungan hidup bakteri di dalam penyimpanan dan tidak mengurangi keefektifannya saat diaplikasikan.

METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm, Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari 2013 sampai bulan September 2013. Peremajaan Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 Isolat bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB. B. subtilis AB89 diremajakan pada media Triptic Soy Agar (TSA) dan S. epidermidis BC4 pada media Nutrient Agar (NA) dengan menggunakan metode kuadran. Peremajaan bakteri dilakukan secara berulang 2 sampai 3 kali sehinga koloni kembali bugar (dilihat dari kecepatan pertumbuhan bakteri di dalam media). Koloni yang telah bugar selanjutnya digunakan untuk membuat formulasi. B. subtilis AB89 merupakan bakteri gram positif dengan koloni berwarna putih dan pinggiran bergerigi seperti berkerak (tidak rata), sedangkan S. epidermidis BC4 merupakan bakteri gram negatif dengan koloni berwarna merah muda, berbentuk bulat, dan pinggiran licin (Gambar 2). a b c d Gambar 2 Biakan murni dan koloni tunggal B. subtilis AB89 (a,b) dan S. epidermidis BC4 (c,d) Pembuatan Suspensi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 Isolat B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 yang telah diinokulasikan pada media NA diinkubasikan selama 24 jam pada suhu ruang. Isolat tersebut kemudian dipindahkan ke dalam media cair Tryptic Soy Broth (TSB) untuk B. subtilis AB89 dan Nutrient Broth (NB) untuk S. epidermidis BC4. Media yang mengandung isolat bakteri tersebut diinkubasikan selama 24-48 jam pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm. Setelah 24 jam, isolat bakteri dihitung kerapatannya dengan metode pencawanan (plate count method) untuk mengetahui populasi awal bakteri.

4 Pembuatan Formulasi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 Formulasi tepung Suspensi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 yang telah diinkubasikan selama 24 jam dicampur dengan larutan xanthan gum steril 20% (dalam aquades). Menurut Kloepper dan Schroth (1981), perbandingan antara suspensi bakteri dan xanthan gum yang digunakan adalah 1:1. Suspensi bakteri sebanyak 100 ml ditambahkan pada 100 ml XG 20% steril, kemudian diinkubasikan selama 20 menit. Campuran tersebut ditambahkan pada 1 kg talc powder, kemudian diaduk hingga merata. Formulasi dikering-anginkan di dalam laminar air flow selama ±1 jam dan selanjutnya disimpan pada suhu 14 º C (Gambar 3). Formulasi cair Sebanyak 0.1 g xanthan gum ditambahkan ke dalam 1 L media cair NB dan TSB. Campuran tersebut diturunkan ph-nya dengan mengunakan H 2 SO 4 hingga diperoleh ph 4. Penurunan keasaman formulasi bertujuan untuk membuat bakteri inaktif/dorman. Media kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Suspensi bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Pelet yang diperoleh diambil kemudian dicampurkan pada media cair. Jumlah suspensi bakteri yang disentrifugasi adalah 100 ml (B. subtilis AB89) dan 2 ml (S. epidermidis BC4). Formulasi yang terbentuk kemudian diinkubasikan pada inkubator bergoyang selama 24 jam pada suhu ruang dengan kecepatan 100 rpm. Formulasi cair disimpan pada suhu 4 º C (Gambar 3). a b c d Gambar 3 Formulasi tepung dan formulasi cair B. subtilis AB89 (a,c) dan S. epidermidis BC4 (b,d) Penyiapan Tanaman Uji Benih tomat yang digunakan dalam pengujian adalah varietas Arthaloka. Varietas ini dipilih karena relatif rentan terhadap R. solanacearum (Nawangsih 2006). Benih yang akan ditanam dipilih benih yang sehat dan tidak memiliki cacat secara morfologi. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah steril dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Benih ditanam pada pot tray yang berisi 32 lubang. Satu lubang ditanami satu benih tomat. Persemaian dilakukan selama 2 minggu. Bibit disiram sesuai dengan kebutuhan dan dilihat dari tingkat kelembaban tanah.

5 Perbanyakan Inokulum Patogen Inokulum patogen yang digunakan dalam penelitian berasal dari tanaman sakit pada pertanaman tomat di Cipanas. Pengecekan tanaman sakit dilakukan dengan cara memotong bagian pangkal batang tanaman sakit kemudian direndam di dalam air. Tanaman yang terserang layu bakteri akan mengeluarkan oose (massa bakteri) dari pangkal batang yang dipotong. Oose digoreskan pada media Tetrazolium Chloride (TZC) dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 48 jam. Koloni tunggal yang diambil adalah yang virulen dengan ciri berwarna merah muda dan dikelilingi lendir yang berwarna putih (Gambar 4). Perbanyakan inokulum patogen dilakukan dengan cara memotong-motong tanaman sakit kemudian ditambah dengan air. Potongan tanaman sakit dicampurkan ke dalam pot berisi tanah steril yang akan digunakan untuk menanam tomat. Perbanyakan dengan cara ini dilakukan untuk menjaga tingkat virulensi R. solanacearum pada saat pengujian karena tingkat virulensi R. solanacearum cepat menurun bila tidak terdapat inang. Gambar 4 Koloni tunggal R. solanacearum pada media TZC Sumber: Wang dan Lin (2005) Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada Tanaman Tomat Media tanam yang digunakan dalam uji penekanan kejadian penyakit adalah tanah steril, pupuk kandang dan tanah yang telah diinfestasi R. solanacearum. Tanah steril dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 dicampur secara merata. Isi polybag (30 cm x 30 cm) dibagi menjadi 3 bagian yaitu 1/3 bagian bawah diisi dengan campuran tanah steril dan pupuk kandang, 1/3 bagian tengah diisi dengan tanah yang diinfestasi R. solanacearum dan 1/3 bagian atas diisi kembali dengan campuran tanah steril dan pupuk kandang. Perlakuan pada uji ini meliputi formulasi cair B. subtilis (BS) dan S. epidermidis BC4 (BC), formulasi tepung B. subtilis (TBS) dan S. epidermidis BC4 (TBC) dan tanah yang tidak diberi perlakuan formulasi (K) dengan 3 ulangan. Jumlah tanaman yang digunakan untuk setiap ulangan adalah 10 tanaman. Formulasi diaplikasikan di sekitar perakaran tomat saat pindah tanam sebanyak 10 ml formulasi cair atau 10 g formulasi tepung per tanaman. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman 2 hari sekali dengan air pada setiap tanaman.

6 Uji Viabilitas B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dalam Formulasi Pengujian viabilitas bakteri dalam formulasi dilakukan pada minggu ke-1, ke-2, ke-4 dan ke-8 setelah penyimpanan. Pengujian dilakukan dengan metode pengenceran berseri dan pencawanan (plate count method) pada media TSA (B. subtilis AB89) dan media NA (S. epidermidis BC4). Jumlah koloni yang terbentuk menunjukkan jumlah bakteri yang bertahan hidup selama masa penyimpanan. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam bentuk cfu/ml dengan menggunakan rumus: Keterangan: x = jumlah koloni pada pengenceran tertentu p = faktor pengenceran v = volume suspensi yang disebar (ml) Uji Penekanan terhadap Kejadian Penyakit Perkembangan kejadian penyakit diamati setiap minggu sejak munculnya gejala. Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus (Cooke 1998): KP = kejadian penyakit n = jumlah tanaman yang terserang patogen N = jumlah tanaman yang diamati Setelah kejadian penyakit diketahui kemudian dihitung nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) dengan rumus sebagai berikut (Cooke 1998): KP = kejadian penyakit t = hari Nilai AUDPC yang telah diketahui kemudian digunakan untuk menghitung indeks penekanan penyakit. Indeks penekanan penyakit adalah suatu angka yang dapat digunakan untuk menyatakan tingkat keefektifan pengendalian suatu agens biokontrol terhadap patogen. Indeks penekanan penyakit dihitung dengan rumus: DIc = AUDPC pada kontrol DIb = AUDPC pada perlakuan agens biokontrol

7 Tabel 1 Kriteria keefektifan pengendalian Nilai indeks penekanan penyakit (IP) IP 80% 60% IP < 80% 40% IP < 60% 20% IP < 40% IP < 20% Sumber: Nurjanani (2011) Kategori keefektifan Sangat efektif Efektif Agak efektif Kurang efektif Tidak efektif Uji Pemacuan Pertumbuhan Pengamatan uji pemacuan pertumbuhan dilakukan dengan mengukur laju pertambahan tinggi tanaman setiap minggunya. Data pertambahan tinggi tanaman selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC). Nilai AUHPGC dihitung menggunakan rumus (Cooke 1998): Keterangan: y= pertambahan tinggi tanaman t = hari Keefektifan pemacuan pertumbuhan dihitung dengan menggunakan rumus: Y perlakuan = Nilai AUHPGC pada perlakuan Y kontrol = Nilai AUHPGC pada kontrol Analisis Data Penelitian dilakukan dengan rancangan acak kelompok (RAK). Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 kemudian dilakukan analisis ragam (anova) dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar perlakuan dilakukan uji Duncan pada taraf 5%.

6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Bakteri S.epidermidis BC4 dan B.subtilis AB89 Formulasi adalah campuran antara biomassa agens pengendali hayati dengan bahan-bahan yang dapat meningkatkan keefektifan dan kemampuan hidup agens pengendali hayati. Formulai agens pengendali hayati dapat berupa produk kering atau cair. Tujuan pembuatan formulasi adalah memudahkan dalam pengemasan, transportasi, aplikasi di lapangan, dan menambah keefektifan dari bahan aktif yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian, populasi bakteri B. subtilis AB89 tidak stabil di dalam formulasi baik pada formulasi tepung maupun formulasi cair. Populasi awal B. subtilis AB89 sebelum formulasi disimpan adalah 5.0 10 6 cfu/ml (Tabel 2). Populasi B. subtilis AB89 turun setelah disimpan selama satu minggu, kemudian pada minggu ke-2, 4 dan 8 setelah penyimpanan populasi B. subtilis AB89 stabil pada kisaran 10 4 cfu/ml. Pada penelitian ini, formulasi cair diturunkan kemasamannya hingga ph 4 dan suhu penyimpanan 4 º C. B. subtilis AB89 pada umumnya tumbuh pada suhu 45 º C dengan ph 5.7 (Leary dan Chun 1988). Populasi bakteri S. epidermidis BC4 stabil baik pada formulasi cair maupun formulasi tepung. Populasi awal S. epidermidis BC4 sebelum disimpan adalah 3.3 10 6 pada formulasi cair dan 2.0 10 8 pada formulasi tepung (Tabel 2). Populasi S. epidermidis BC4 pada formulasi tepung stabil selama penyimpanan yaitu pada kisaran 10 8 sedangkan pada formulasi cair, populasi S. epidermidis BC4 meningkat setelah satu minggu penyimpanan. Populasi S. epidermidis BC4 kemudian stabil hingga minggu ke-8 penyimpanan. Tabel 2 Populasi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai formulasi selama 8 minggu Kode Waktu simpan (Minggu) Formulasi 0 1 2 4 8 Populasi bakteri cfu/ml BC 1 3.3 10 6 2.9 10 8 9.2 10 8 4.9 10 8 3.0 10 8 BS 5.6 10 6 2.9 10 4 3.4 10 4 3.3 10 4 8.6 10 4 Populasi bakteri cfu/g TBC 1 2.0 10 8 1.4 10 8 1.6 10 8 1.4 10 8 2.5 10 8 TBS 5.0 10 6 3.8 10 4 1.4 10 4 1.9 10 3 2.5 10 4 1 Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi padat S. epidermidis BC4, TBS= formulasi padat B. subtilis AB89, K= Kontrol. Viabilitas bakteri dalam formulasi dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah lama penyimpanan dan bahan pembawa. Bahan pembawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah xanthan gum dan talc powder. Penambahan xanthan gum ke dalam formulasi diharapkan dapat mendukung kelangsungan hidup bakteri di dalam formulasi sebagai penyuplai nutrisi.

Xanthan gum mengandung D-Glukosa, D-Mannosa, D-Glucuronic acid, Acetyl lingked Pyruvat acid dan d-acetyl group yang merupakan komposisi dari pentasakrida. Xanthan gum juga memiliki sifat tidak mudah terdegradasi oleh enzim dan stabil pada kondisi asam maupun basa (Laela dan Sharma 2000). Xanthan gum merupakan heteropolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri Xanthomonas campestris. Pada Xanthomonas campestris sendiri xanthene (lendir) digunakan untuk mempertahankan diri dari faktor lingkungan (Kloepper dan Schroth 1981). Talc powder merupakan mineral yang sangat lunak dengan komposisi kimia Mg 3 SiO 10 (OH) 2 (Nakkeeran et al. 2005). Talc powder digunakan sebagai bahan pembawa formulasi karena harganya murah dan mudah didapatkan. Pemanfaatan talc powder sebagai bahan pembawa formulasi Pseudomonas fluerescens yang dicampur dengan xanthan gum 20% tidak menurunkan populasi bakteri pada penyimpanan selama 240 hari dengan suhu 4 º C (Kloepper dan Schroth 1981). Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Tomat Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat di rumah kaca disajikan pada Tabel 3. Perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 baik tepung maupun cair menunjukkan tingkat kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Gambar 5). 9 Gambar 5 Grafik tingkat kejadian penyakit layu bakteri pada pengamatan minggu ke-1 sampai minggu ke-7 setelah tanam

10 Tabel 3 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tomat Kode formulasi KP (%) 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST BC 1 6.67 ± 0.00b 2 13.33 ± 0.00b 23.33 ± 5.77b 30.00 ± 5.77a 43.33 ± 5.77a 53.33 ± 11.54a 56.67 ± 11.54a BS 0.00 ± 5.77b 10.00 ± 5.77b 20.00 ± 10.00b 23.00 ± 20.00a 40.00 ± 17.32a 50.00 ± 23.09a 50.00 ± 26.45a TBC 0.00 ± 0.00b 3.33 ± 5.77c 13.33 ± 5.77b 20.00 ± 5.77a 30.00 ± 17.32a 36.67 ± 10.00a 40.00 ± 10.00a TBS 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00c 10.00 ± 10.00b 16.67 ± 10.00a 26.67 ± 5.77a 36.67 ± 15.27a 36.67 ± 11.54a K 16.67 ± 5.77a 33.33 ± 5.77a 43.33 ± 15.27a 43.33 ± 15.27a 50.00 ± 17.32a 53.33 ± 15.27a 60.00 ± 20.00a 1 Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Tabel 4 Nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) dan indeks penekanan penyakit pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 Kode formulasi Nilai AUDPC (% hari) Indeks penekanan penyakit (%) BC 1 851.7 ± 61.7b 2 54.93 BS 840.0 ± 76.2b 55.55 TBC 1225.0 ± 286.5ab 35.18 TBS 1225.0 ± 242.5ab 35.18 K 1890.0 ± 485.0a - 1 Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Pada pengamatan 1 MST, tingkat kejadian penyakit masih rendah. Serangan penyakit layu bakteri hanya ditemukan pada tanaman kontrol dan perlakuan formulasi cair S. epidermidis BC4. Berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%, perlakuan formulasi berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3). Pada pengamatan 2 dan 3 MST, semua perlakuan formulasi yang diberikan berbeda nyata dengan kontrol. Pada pengamatan 4, 5, 6, dan 7 MST, semua perlakuan formulasi yang diberikan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Berdasarkan nilai AUDPC, aplikasi BC dan BS berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 4). Kedua formulasi tersebut menghasilkan nilai indeks penekanan terhadap penyakit sebesar 54.94% dan 55.55%. Menurut Nurjanani (2011) nilai indeks penekanan penyakit antara 40% sampai 60% menunjukkan bahwa formulasi tersebut agak efektif dalam mengendalikan penyakit. Perlakuan terbaik dalam menekan kejadian penyakit layu bakteri pada penelitian ini adalah aplikasi formulasi cair B. subtilis AB89 (BS). B. subtilis AB89 selain berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, juga diketahui dapat meningkatkan ketahanan tanaman dengan menginduksi aktivitas enzim peroksidase pada tanaman tomat. B. subtilis AB89 juga menghasilkan siderofor yang berperan dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme lain (Nawangsih 2006). Silva et al. (2004) menyatakan bahwa tingginya aktivitas peroksidase biasanya berasosiasi dengan lambatnya proses infeksi dan berhubungan dengan lignifikasi serta pembentukan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) yang menghambat patogen secara langsung atau pembentukan radikal bebas yang memiliki efek anti mikroba. Hammond-Kosack dan Jones (1996) menyatakan H 2 O 2 secara langsung dapat bersifat toksik terhadap mikroorganisme dan dapat juga berperan dalam memperkuat dinding sel dengan pembentukan prekursor lignin melalui aktivitas enzim peroksidase. Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan tinggi maksimum tanaman tomat pada penelitian ini terjadi pada minggu ke-3 setelah tanam (Gambar 6). Berdasarkan hasil analisis ragam dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%, perlakuan BC, BS, dan TBS menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol pada pengamatan minggu ke-2 setelah tanam. Pada pengamatan minggu ke-3 setelah tanam, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 5). Pada pengamatan minggu ke-1, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 setelah tanaman, pertambahan tingginya tidak berbeda nyata. Berdasarkan nilai AUHPGC, perlakuan formulasi dengan kode BC, BS, dan TBS menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 6). Nilai keefektifan pemacuan pertumbuhan masing-masing formulasi sebesar 52.82%, 47.27%, dan 42.53%. 11

12 Gambar 6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 selama tujuh minggu setelah tanam B. subtilis AB89 merupakan Plant Growth Promoting Rizobacteria (PGPR) yang berhasil diisolasi oleh Nawangsih (2006) dari perakaran tomat. PGPR adalah bakteri pengoloni akar yang memberikan efek menguntungkan terhadap pertumbuhan tanaman. Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah sebagai biostimulan, yaitu dengan menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon tanaman seperti asam indolasetat (indoleasetic acid=iaa), asam giberelat, sitokinin, dan etilen atau prekursornya (1-aminosiklopropena-1-karboksilat deaminase) di dalam tanaman, tidak bersimbiotik dalam fiksasi N 2, melarutkan fosfat mineral, memengaruhi pembintilan atau menguasai bintil akar (Fernando et al. 2005). B. subtilis memiliki kemampuan yang baik dalam menghasilkan IAA dan melarutkan fosfat (Almoneafy et al 2012). IAA dan fosfat memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit mengolonisasi jaringan tanaman yang sehat dan tidak menyebabkan gejala atau kerusakan pada inang (Hallmann et al. 1997). Bakteri endofit dapat memacu pertumbuhan tanaman melalu produksi fitohormon (Feng et al. 2006) dan juga dapat meningkatkan resistensi terhadap patogen (Raiter et al. 2002). Berdasarkan hasil penelitian, formulasi cair S. epidermidis BC4 menghasilkan nilai AUHPGC tertinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nawangsih et al. (2011) yaitu isolat BC4 dan BC10 menyebabkan nilai AUHPGC tertinggi. Hal ini menujukkan bahwa S. epidermidis BC4 meningkatkan pertumbuhan tanaman terbaik. S. epidermidis BC4 merupakan bakteri endofit spesies baru yang diisolasi dari tanaman tomat. Penelitian tentang S. epidermidis BC4 belum banyak dilakukan sehingga informasi mengenai bakteri ini sedikit. S. epidermidis BC4 diduga menghasilkan fitohormon tertentu yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.

Tabel 6 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) dan keefektifan pemacuan pertumbuhan pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 13 Tabel 5 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap pertambahan tinggi tanaman tomat Kode Pertambahan tinggi tanaman (cm) Total pertambahan formulasi 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST tinggi tanaman (cm) BC 1 3.53 ± 0.24a 2 10.48 ± 0.76a 19.18 ± 1.59a 5.63 ± 1.30a 2.21 ± 0.25a 3.08 ± 0.38a 1.80 ± 0.70a 45.94 ± 1.38a BS 2.97 ± 0.56a 10.67 ± 2.66a 19.68 ± 3.18a 5.43 ± 2.15a 0.81 ± 1.05a 2.34 ± 1.19a 2.54 ± 1.90a 44.46 ± 8.49a TBC 3.96 ± 0.05a 8.81 ± 0.84ab 17.21 ± 3.45ab 4.28 ± 0.34a 0.90 ± 1.70a 1.53 ± 0.93a 1.13 ± 0.32a 37.85 ± 5.11ab TBS 3.79 ± 0.39a 10.77 ± 1.30a 17.38 ± 1.73ab 4.80 ± 2.01a 2.04 ± 0.95a 2.33 ± 1.04a 2.27 ± 0.40a 43.39 ± 5.36a K 2.77 ± 0.90a 6.35 ± 0.94b 11.62 ± 2.20b 3.26 ± 2.19a 2.29 ± 2.57a 2.7a ± 0.27a 1.22 ± 1.70a 30.32 ± 5.22b 1 Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Kode Formulasi AUHPGC (cm hari) Keefektifan pemacuan pertumbuhan (%) BC 1 302.9 ± 11.2a 2 52.82 BS 291.9 ± 51.5a 47.27 TBC 247.0 ± 37.5ab 24.62 TBS 282.5 ± 36.6a 42.53 K 198.2 ± 36.7b - 1 Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

14 Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati Tabel 7 Hasil analisis formulasi yang memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol terhadap peubah yang diamati Peubah Cair+BC4 1 Jenis formulasi Cair+BS Tepung+BC4 Tepung+BS Penekanan kejadian penyakit layu bakteri Pertambahan tinggi tanaman Populasi bakteri selama penyimpanan 1 BC4= S. epidermidis BC4, BS= B. subtilis AB89 Berdasarkan hasil analisis pengaruh formulasi terhadap peubah yang diamati (Tabel 7), formulasi yang paling baik dalam penelitian ini adalah formulasi BC. Formulasi cair yang mengandung S. epidermidis BC4 berpengaruh terhadap penekanan kejadian penyakit layu bakteri, pertambahan tinggi tanaman, dan populasi bakteri selama penyimpanan. Formulasi tepung yang mengandung S. epidermidis BC4 berpengaruh terhadap penekanan kejadian penyakit dan pertambahan tinggi tanaman. Formulasi cair yang mengandung B. subtilis AB89 hanya berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman. Formulasi tepung B. subtilis AB89 hanya berpengaruh terhadap populasi bakteri selama penyimpanan. SIMPULAN Aplikasi formulasi bakteri mampu menekan kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat di rumah kaca. Formulasi cair S. epidermidis BC4 dan B. subtilis AB89 yang mengandung xanthan gum memberikan penekanan terhadap penyakit lebih tinggi dibandingkan formulasi tepung dan kontrol. Formulasi BC, BS dan TBS memacu pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan formulasi TBC dan Kontrol. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair meningkat pada minggu pertama dan stabil pada minggu berikutnya selama penyimpanan. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 konstan selama penyimpanan dalam formulasi tepung. Populasi B. subtilis AB89 menurun pada minggu pertama kemudian stabil pada minggu berikutnya selama penyimpanan baik pada formulasi cair maupun pada formulasi tepung. Formulasi yang paling baik dalam penelitian ini adalah formulasi cair yang mengandung S. epidermidis BC4. SARAN Untuk meningkatkan potensi agens antagonis dalam formulasi perlu dilakukan aplikasi berkala pada tanaman dan kesesuaian waktu dalam aplikasi. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian dengan aplikasi formulasi setelah penyimpanan sehingga dapat dilihat potensi agens antagonis berkurang atau tidak selama penyimpan. Kadar air pada formulasi tepung perlu dihitung.

15 DAFTAR PUSTAKA Almoneafy AA, Xie GL, Tian WX, Xu LH, Zhangi GQ, Ibrahim M. 2012. Characterization and evaluation of Bacillus isolates for their potential plant growth and biocontrol activities against tomato bacterial wilt. African J Biotech.11(28): 7193-7201. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi sayuran di Indonesia 1997-2012. [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [diunduh 2013 Desember 2]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=70 Cooke BM. 1998. Disease assessment and yield loss. Di dalam: Jones DG, editor. The Epidomiology of Plant Diseases. Ed ke-2. London (GB): Kluwer Academic Publisher. hlm 42-72. [EPPO] European and Mediterian Plant Protection Organization. 2013. Data Sheet of Quarantine Pest Ralstonia solanacearum. European Union. [diunduh 2013 Desember 2] http://www.eppo.int/quarantine/ bacteria/ Ralstonia _solanacearumpsdmso_ds.pdf. Feng Y, Shen D, Song W. 2006. Rice endophyte Pantoea agglomerans YS19 promotes host plant growth and affectsallocations of host photosynthates. J Appl Microbiol. 100(5): 938-945. Fernando DWG, Nakkeeran S, Yilanzhang. 2005. Biosynthesis of antibiotics by PGPR and its relation in biocontrol of plant diseases. Di dalam: Siddiqu ZA, editor. PGPR: Biocontrol And Biofertilization. Dordrecht (NL): Springer: hlm 67-109. Hallmann J, Mahaffee WF, Kloepper JW, Quadthallmann A. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol.43(10): 895-914. Hammond-Kosack KE, Jones JDG. 1996. Resistance gene-dependent plant defense responses. J Plant Cell.8(10):1773-1791. Jones KA, Burges HD. 1998. Technology of formulation and application. Di dalam: Beneficial Microorganisms, Nematodes and Seed Treatments. London (GB): Klower Academic Publisher. Kloepper JW, Schroth MN. 1981. Development of a powder formulation of rhizobacteri for inoculation of potato seed pieces. Phytopathol 71(6): 590-592. Laela JK, Sharma G. 2000. Studies on xanthan production from Xanthomonas campestris. Bioprocess Engineering. 23(2000): 687-689. Leary JV, Chun WWC. 1988. Bacillus. Di dalam: Schaad W, editor. Pathogenic Bacteria. Ed ke-2. Minnesota (US): APS Press hlm 120-127. Nakkeeran S, Fernando DWG, Siddiqui ZA. 2005. Plant growth promoting rhizobacteria formulations and its scope in commercialization for the management of pests and diseases. Di dalam: Siddiqu ZA, editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Dordrecht (NL): Springer. hlm 257-296. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

16 Nawangsih AA, Damayanti I, Wiyono S, Kartika JG. 2011. Selection and characterization of endophytic bacteria as biocontrol agents of tomato bacterial wilt disease. J Hayati 2(18): 66-70. Nurjanani 2011. Kajian pengendalian penyakit bakteri Ralstonia solanacearum menggunakan agens hayati pada tanaman tomat. J Superman 11(4): 1-8. Raiter B, Pfeifer U, Schwab H, Sessitsch A. 2002. Response of endophytic bacterial communities in potato plants to infection with Erwinia carotovora subsp. atroseptica. Appl Environ Microbiol 68(5): 2261-2268. Silva HSA, Romeiro RS, Macagnan D, Halfeld-Vieira BA, Pereira MCB, Mounteer A. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plants: non-specific protection and increase in enzyme activities. J Biocontrol 29(2): 288-295. Supriyadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. J Litbang Pert 25(3): 75-80. Supriyadi. 2011. Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum): dampak, bioekologi dan peranan teknologi pengendaliannya. J Pengemb Inov Perta 4(4): 279-293. Tahat MM, Sijam K. 2010. Ralstonia solanacearum: the bacteria wilt causal agent. Asian J Plant Dis. 4: 385-393. Wang JF dan Lin CH. 2005. Intregrated management of tomato bacterial wilt. Taiwan (TW): AVRDC publication.

LAMPIRAN

18 Lampiran 4 Analisis ragam tingkat kejadian penyakit pada tanaman tomat di rumah kaca pada minggu ke-1 sampai ke-7 Sumber DB JK KT F hit Pr > F Minggu 1 Blok 2 13.3333333 6.6666667 0.44 0.6561 Perlakuan 4 640.0000000 160.0000000 10.67 0.0027 Eror/Galat 8 120.0000000 15.0000000 Total Terkoreksi 14 773.3333333 Minggu 2 Blok 2 120.000000 60.000000 6.00 0.0256 Perlakuan 4 2040.000000 510.000000 51.00 <.0001 Eror/Galat 8 80.000000 10.000000 Total Terkoreksi 14 2240.000000 Minggu 3 Blok 2 120.000000 60.000000 0.55 0.5997 Perlakuan 4 2040.000000 510.000000 4.64 0.0313 Eror/Galat 8 880.000000 110.000000 Total Terkoreksi 14 3040.000000 Minggu 4 Blok 2 13.333333 6.666667 0.03 0.9671 Perlakuan 4 1333.333333 333.333333 1.68 0.2464 Eror/Galat 8 1586.666667 198.333333 Total Terkoreksi 14 2933.333333 Minggu 5 Blok 2 40.000000 20.000000 0.08 0.9198 Perlakuan 4 1106.666667 276.666667 1.17 0.3927 Eror/Galat 8 1893.333333 236.66666 Total Terkoreksi 14 3040.000000 Minggu 6 Blok 2 520.0000000 260.0000000 1.07 0.3879 Perlakuan 4 893.3333333 223.3333333 0.92 0.4985 Eror/Galat 8 1946.666667 243.333333 Total Terkoreksi 14 3360.000000 Minggu 7 Blok 2 1013.333333 506.666667 2.11 0.1836 Perlakuan 4 1240.000000 310.000000 1.29 0.3502 Eror/Galat 8 1920.000000 240.000000 Total Terkoreksi 14 4173.333333 Lampiran 2 Analisis ragam Area Under Disease Progress curve (AUDPC) Sumber DB JK KT F hit Pr > F Minggu 1 Blok 2 119560.000 59780.000 0.36 0.7057 Perlakuan 4 2281276.667 570319.167 3.48 0.0630 Eror/Galat 8 1312873.333 164109.167 Total Terkoreksi 14 3713710.000

Lampiran 3 Analisis ragam pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah kaca pada minggu ke-1 sampai ke-7 Sumber DB JK KT F hit Pr > F Minggu 1 Blok 2 2.05212000 1.02606000 2.90 0.1131 Perlakuan 4 3.19504000 0.79876000 2.26 0.1521 Eror/Galat 8 2.83228000 0.35403500 Total Terkoreksi 14 8.07944000 Minggu 2 Blok 2 15.39377333 7.69688667 9.43 0.0079 Perlakuan 4 42.85237333 10.71309333 13.13 0.0014 Eror/Galat 8 6.52982667 0.81622833 Total Terkoreksi 14 64.77597333 Minggu 3 Blok 2 23.4897600 11.7448800 2.28 0.1651 Perlakuan 4 123.2895733 30.8223933 5.97 0.0158 Eror/Galat 8 41.2947067 5.1618383 Total Terkoreksi 14 188.0740400 Minggu 4 Blok 2 9.77233333 4.88616667 1.89 0.2124 Perlakuan 4 10.93666667 2.73416667 1.06 0.4359 Eror/Galat 8 20.65933333 2.58241667 Total Terkoreksi 14 41.36833333 Minggu 5 Blok 2 2.64357333 1.32178667 0.52 0.6144 Perlakuan 4 6.45646667 1.61411667 0.63 0.6533 Eror/Galat 8 20.41109333 2.55138667 Total Terkoreksi 14 29.51113333 Minggu 6 Blok 2 0.68848000 0.34424000 0.43 0.6651 Perlakuan 4 4.10856000 1.02714000 1.28 0.3537 Eror/Galat 8 6.41412000 0.80176500 Total Terkoreksi 14 11.21116000 Minggu 7 Blok 2 2.76033333 1.38016667 0.93 0.4316 Perlakuan 4 4.66400000 1.16600000 0.79 0.5632 Eror/Galat 8 11.81000000 1.47625000 Total Terkoreksi 14 19.23433333 Total Pertambahan tinggi Tanaman Blok 2 16.7830000 8.3915000 0.23 0.8018 Perlakuan 4 492.8335067 123.2083767 3.33 0.0692 Eror/Galat 8 295.6559333 36.9569917 Total Terkoreksi 14 805.2724400 Lampiran 4 Analisis ragam Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) Sumber DB JK KT F hit Pr > F Minggu 1 Blok 2 1134.50500 567.25250 0.36 0.6561 Perlakuan 4 21740.35871 5435.08968 3.44 0.0027 Eror/Galat 8 12624.08903 1578.01113 Total Terkoreksi 14 35498.95274 19

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 24 April 1990 dari ayah Kusmin dan ibu Lilik Nurhayati. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMA N I Geger Madiun pada tahun 2009 kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis menjabat sebagai sekretaris departemen Birena Lembaga Dakwah Kampus Al Hurriyyah pada tahun 2010-2011 sekaligus menjadi staff divisi syiar Forum Koordinasi Rohis Departemen (FKRD-A). Pada tahun 2011-2012 penulis menjadi sekretaris umum LSO Birena DKM Al Hurriyyah sekaligus menjadi staff divisi Kominfo Forum Koordinasi Rohis Departemen (FKRD-A). Pada tahun 2012-2013 penulis menjadi staff divisi PSDM Birena Al Hurriyyah serta SC Forum Silaturrahir Lembaga Dakwah Kampus IPB (FSLDKI). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan. Beberapa kepanitiaan yang pernah penulis ikuti diantaranya adalah panitia Pesantren Kilat Ramadan Birena Al Hurriyyah 2011, anggota divisi Humas Open House IPB 2010, sekretaris II kepanitiaan Migratoria Proteksi Tanaman tahun 2011, Sekretaris divisi Penanggung Jawab Kelompok Masa Perkenalan Fakultas Pertanian (MPF A) pada tahun 2011, Penanggung Jawab Kelompok Masa Perkenalan Departemen Proteksi Tanaman (MPD) pada tahun 2011, sekretaris Islamic Youth Camp Birena Al Hurriyyah pada tahun 2012, Ketua divisi Konsumsi IPB Islamic Festival pada tahun 2012 Bendahara dalam kepanitian Migratoria 2012. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat (PHPH) tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Hama dan Penyakit Setahun tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum mata kuliah Proteksi Tanaman Diploma tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Diploma tahun ajaran 2013/2014.