MATERI DAN METODE. Reidentifikasi Virus. virus IBD lokal & komersial, vvibd lokal. Diinfeksikan pada Ayam. Bursa Fabricius, serum.

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

METODOLOGI PENELITIAN

Patogenesitas Virus Gumboro Isolat Lokal pada Ayam Pedaging

METODELOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

PATOGENESIS INFEKSI VIRUS GUMBORO ISOLAT LOKAL PADA EMBRIO DAN AYAM PEDAGING SUTIASTUTI WAHYUWARDANI

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

BAB II. BAHAN DAN METODE

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

LAMPIRAN. Hasil Translasi sequens dengan ExPASy Translate Tool

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

TINJAUAN PUSTAKA. Etiologi IBD

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB IV METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratoris

BAB 3 METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan uji

MATERI DAN METODE. Materi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Pemberian Kepel.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental murni dengan

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Gambaran Patologi Bursa Fabricius Embrio Ayam Pascavaksinasi Gumboro Secara In Ovo Menggunakan Vaksin Lokal dan Komersial

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

Lampiran 1. Ilustrasi ligasi antara GP25 dan pt-easy

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

Lampiran A. Isolat Virus Metode Malole et al. (2006): Ikan kerapu macan positif VNN

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5

MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan. metode post test only controlled group design.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr.

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan disain

Transkripsi:

MATERI DAN METODE Alur Penelitian Reidentifikasi Virus virus IBD lokal & komersial virus IBD lokal & komersial, vvibd lokal Patogenesis Diinfeksikan pada Embrio Diinfeksikan pada Ayam Derajat lesi, deteksi Ag, titrasi Ab Bursa Fabricius, serum limpa, timus Teknik HE, IHK, SN Penelitian dilakukan di Laboratorium Virologi dan Patologi Balai Besar Penelitian Veteriner serta di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret 2009-Maret 2010. Virus vvibd yang digunakan merupakan hasil seleksi dari virus yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang diberi nama virus Std- 1/BBalitvet/09 (selanjutnya disebut virus vvibd lokal) merupakan koleksi Balai Besar Penelitian Veteriner. Selain itu, juga digunakan virus vaksin lokal (virus IBD Intermediate plus lokal) dan vaksin komersial asal impor (virus IBD Intermediate plus komersial). Identifikasi Sifat Keganasan Virus IBD Lokal Identifikasi virus IBD perlu dilakukan untuk memastikan isolat yang digunakan memang isolat virus IBD yang bersifat very virulent. Identifikasi tidak dapat dilakukan pada kultur sel karena untuk menumbuhkan pada kultur sel virus

22 perlu diadaptasikan terlebih dulu yang menimbulkan keganasan virus menurun. Virus vvibd lokal perlu dipasase pada ayam SPF, supaya keganasan muncul kembali. Pasase pada spesies yang rentan virus IBD dapat menimbulkan keganasan kembali, hingga menimbulkan gejala yang sesuai dengan gejala yang disebabkan oleh infeksi virus vvibd pada umumnya. Titrasi Virus IBD Sebelum digunakan untuk menginfeksi ayam SPF, stok virus vvibd lokal dititrasi terlebih dahulu. Titrasi virus dilakukan pada telur ayam berembrio (TAB) SPF berumur 11 hari. Sebanyak 50 telur ayam berembrio diinokulasi dengan 0,2 ml isolat virus IBD pada ruang chorioallantoic, yang diencerkan dari 10-1 -10-10, masing-masing diinfeksikan pada TAB sebanyak 5 butir. Selanjutnya TAB diinkubasikan selama 4 hari. Embrio yang mati dan terinfeksi dihitung, kemudian dikalkulasi a menurut metode Reed & Muench (Giambrone & Dormitorio 2006). Virus IBD Intermediate plus lokal dan virus IBD Intermediate plus komersial dititrasi pada kultur jaringan. Isolat virus diencerkan dari 10-1 -10-7 pada tabung efendrof dengan menambahkan 0,1 cc isolat virus dengan 0,9 cc media penumbuh DMEM. Suspensi virus yang telah diencerkan sebanyak 50 µl dimasukkan ke dalam sumur lempeng mikrotiter 96 sumur, dimulai dari yang tidak diencerkan hingga pengenceran 10-7. Masing-masing pengenceran diulang sebanyak lima kali (suspensi virus dengan pengenceran yang sama pada satu baris). Selanjutnya ditambahkan media penumbuh sebanyak 50 µl pada sumur yang sudah diisi suspensi virus, kemudian ditambahkan sel CEF sebanyak 50 µl yang kurang lebih mengandung 5 10 4 sel per sumur. Lempeng mikrotiter kemudian ditutup dengan polistiren, lalu diinkubasikan selama 72-96 jam pada suhu 37 C. Pengamatan dilakukan setelah akhir masa inkubasi dan TCID 50 dikalkulasi a menurut Reed & Muench (1938). Pasase Virus IBD pada Ayam SPF Sebanyak 0,2 ml 100 EID 50 virus vvibd lokal diinfeksikan pada ayam 7 ekor ayam SPF umur 3 minggu secara tetes mata dan peroral. Bursa fabricius dipanen pada hari ke-3 dan selanjutnya dibuat inokulum dengan membuat gerusan bursa fabricius 10% dalam PBS. Inokulum diinfeksikan lagi ke ayam SPF, pada

23 umur 2-3 hari pascainfeksi diterminasi. Selanjutnya diamati ada tidaknya perubahan patologi anatomi berupa perdarahan otot paha, pembengkakan, atau perdarahan bursa fabricius. Jika perubahan tersebut belum ditemukan, infeksi diulang lagi atau dipasase lagi dengan cara yang sama seperti yang telah disebutkan di atas. Identifikasi Virus IBD dengan Teknik RT-PCR Virus vvibd lokal hasil pasase dan perbanyakan pada ayam SPF serta virus IBD Intermediate plus lokal dan komersial diidentifikasi dengan teknik RT-PCR. Primer yang sering digunakan adalah primer yang dapat mengamplifikasi daerah hipervariabel VP2 (Jackwood et al. 2003). Menurut van Loon et al. (2001) fragmen tersebut spesifik untuk sekuens yang umumnya berada di kedua sisi gen VP2 dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan virus IBD. Disain primer mengacu pada Muscoso et al. (2006) yang akan menghasilkan fragmen berukuran 248 basa. Ekstraksi RNA virus IBD menggunakan Qiamp Viral RNA, dan untuk running PCR digunakan kit PCR. Sebagai kontrol positif digunakan isolat virus IBD Indo-5 yang sebelumnya telah dianalisis secara molekuler (Parede et al. 2003). Primer yang digunakan pada penelitian ini adalah primer VP2: IBDV-R= 5 GAT GTR AYT GGC TGG GTT ATC TC-3 dan IBDV-F= 5 - GTR ACR ATC ACA CTG TTC TCA GC-3. Reverse transcriptase dilakukan pada suhu 50 C selama 1 jam, kemudian 95ºC selama 5 menit untuk menghentikan reaksi RT, dilanjutkan dengan amplifikasi dengan 35 siklus, Annealing pada 94ºC selama 5 menit ekstensi 50ºC selama 30 detik dan elongasi 70ºC selama 1 menit. Final ekstensi 70ºC selama 7 menit. Hasil PCR selanjutnya dilarikan pada gel elektroforesis dengan tegangan listrik 100 volt selama 60 menit. Hasil PCR kemudian dikirimkan ke Lembaga Eijkman untuk disekuensing menggunakan primer yang sama untuk PCR.

24 Patogenesis Infeksi Virus IBD pada Embrio Ayam Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok menggunakan telur clean egg sebanyak 180 butir, yang dikelompokkan menjadi 6 kelompok, masing-masing sebanyak 30 butir TAB (Tabel 2). Infeksi virus IBD Intermediate plus lokal dan komersial dilakukan pada TAB umur 9 hari dan 14 hari. Dosis 0,2 ml diberikan melalui ruang chorioallantoic (Parede et al. 2003) yang mengandung 100 TCID 50 /50 µl virus IBD Intermediate plus isolat lokal, sedangkan virus IBD Intermediate plus komersial menggunakan dosis untuk vaksinasi sesuai rekomendasi produsen. Tabel 1 Jumlah TAB yang digunakan untuk uji patogenesis (butir) Kelompok Diinkubasi Serial Ditetaskan terminasi Kontrol (umur 9 hari ) 30 15 15 Kontrol (umur 14 hari) 30 15 15 plus lokal umur 9 hari 30 15 15 plus komersial umur 9 hari 30 15 15 plus lokal umur 14 hari 30 15 15 plus komersial umur 14 hari 30 15 15 Total 180 90 90 Pengamatan kematian embrio dilakukan setiap hari hingga embrio berumur 17 hari untuk melihat ada tidaknya kematian embrio. Terminasi embrio dilakukan pada 12 jam, 1, 2, dan 3 hari pascainfeksi serta 3 hari pascamenetas. Sebanyak 3 butir TAB yang masih hidup diterminasi dari setiap kelompok (Tabel 3). Terminasi dilakukan dengan mengeluarkan TAB dari mesin tetas kemudian dipindahkan dalam freezer selama 15 menit. Embrio kemudian dikeluarkan dari dalam telur dengan menggunakan pinset, diamati perubahan patologi anatomi, kemudian embrio difiksasi dalam BNF 10%.

25 Tabel 2 Jumlah TAB dan DOC yang diterminasi (butir/ekor) Umur TAB Umur Kelompok (pascavaksinasi) DOC 12 1 2 3 3 jam hari hari hari hari Kontrol (umur 9 hari) 3 3 3 3 3 Kontrol (umur 14 hari) 3 3 3 3 3 plus lokal pada umur 9 hari 3 3 3 3 3 plus komersial pada umur 9 hari 3 3 3 3 3 plus lokal pada umur 14 hari 3 3 3 3 3 plus komersial pada umur 14 hari 3 3 3 3 3 Total 18 18 18 18 18 Sebanyak 15 butir TAB pada masing-masing kelompok perlakuan, diinkubasi i hingga menetas untuk melihat daya tetas. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan melakukan candling semua telur yang akan ditetaskan 1 hari pascainfeksi hingga embrio berumur 17 hari. Setelah menetas, DOC yang berumur 3 hari diterminasi dan bursa fabricius dipanen, selanjutnya diproses untuk pembuatan blok parafin. Metode Pengamatan Perubahan Patologi Anatomi (PA) Perubahan PA yang terjadi dicatat dan difoto, selanjutnya bursa fabricius dikeluarkan, lalu difiksasi dalam BNF 10%, sebagai bahan pembuatan blok parafin. Selain itu, juga dikoleksi serum darah ayam DOC yang berumur 3 hari yang diambil intracardial untuk pemeriksaan titer antibodi terhadap IBD dengan teknik SN. Metode Pengamatan Histopatologi (HP) Potongan organ yang telah difiksasi dimasukkan ke dalam tissue cassette kemudian didehidrasi secara bertingkat dengan alkohol dan dijernihkan menggunakan xylol, kemudian dibuat blok parafin. Blok parafin diiris dengan ketebalan 3,5-5

26 dengan HE menggunakan metode standar. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya untuk menentukan derajat lesi. Perubahan yang umum ditemukan pada infeksi IBD, antara lain: nekrosis jaringan epitel, nekrosis sel limfoid pada folikel limfoid, edema, dan infiltrasi sel radang pada bursa fabricius (Rautensclein & Haase 2005). Pengamatan lesi HP pada jaringan organ bursa fabricius embrio ayam yang diinfeksi pada umur 9 hari meliputi perubahan pada epitel penutup plika, dan interstisial. ti si Folikel limfoid tidak diamati karena belum terbentuk. Perubahan yang diamati pada bursa fabricius embrio yang diinfeksi pada umur 14 hari meliputi perubahan pada epitel penutup plika, folikel limfoid, dan interstisial. ti si Parameter yang dihitung adalah jumlah folikel limfoid dalam 5 plika dari 5 plika yang terbesar dari bursa fabricius, dan rerata diameter 5 folikel limfoid terbesar dari 5 plika bursa fabricius. Pewarnaan Imunohistokimia Potongan jaringan organ yang sudah dilekatkan pada gelas objek yang dilapisi dengan L-Lysine-monohidrochloride disimpan pada inkubator bersuhu 56 C selama 1 malam. Preparat kemudian direhidrasi secara bertahap dengan jalan dicelupkan pada xylol dan alkohol absolut dengan konsentrasi bertingkat. Metode pewarnaan merupakan modifikasi dari Tanimura et al. (1995). Tanimura et al. (1995) menggunakan enzim actinase E sebagai antigen retrieval yang diinkubasikan selama 5 menit. Bloking menggunakan serum kambing yang diinkubasikan selama 20 menit. Antibodi primer yang digunakan Tanimura et al. (1995) adalah antibodi monoklonal yang diinkubasikan semalam dan antibodi sekunder er diinkubasikan 30 menit, pewarnaan menggunakan DAB. Selanjutnya, sebagai antigen retrieval digunakan tripsin 0,5% yang diinkubasikan selama 30 menit pada suhu 37 C, kemudian dicuci dengan PBS dingin. Aktivitas endogenous peroksidase diblok dengan hidrogen peroksida (H2O2) 2) 3% selama 20 menit kemudian dicuci dengan PBS tween, selanjutnya diblok menggunakan skim milk 0,1% selama 30 menit. Setelah dicuci dengan PBS tween, antibodi primer menggunakan poliklonal antibodi Rabbit anti IBD 1:600 ditambahkan dan diinkubasikan selama 1 jam pada suhu ruang. Preparat kemudian dibilas menggunakan PBS tween, lalu ditambahkan antibodi sekunder

27 (Envision kit) dan diinkubasikan selama 45 menit. Preparat dicuci dengan destilated water, selanjutnya dilakukan pewarnaan menggunakan AEC sebagai kromogen yang memberikan warna kemerahan pada sel berantigen. Latar belakang diwarnai menggunakan Mayer Hematoksilin untuk mendapatkan warna kebiruan. Selanjutnya pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 20 10 pada 3 lapang pandang pada daerah yang ditemukan sel yang positif terdeteksi antigen virus IBD, kemudian dilakukan skoring seperti pada Tabel 4. Selanjutnya hasil skoring dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. Tabel 3 Skoring jumlah antigen virus IBD pada bursa fabricius embrio ayam perlapang pandang (20 10) No. Jumlah sel positip mengandung skor antigen virus IBD 1. 0 0 2. 1-5 1 3. 6-10 2 4. > 10 3 Sumber : Damayanti et al. (2004). Titrasi Antibodi Uji titrasi antibodi menggunakan teknik SN. Virus yang akan digunakan adalah virus IBD yang sudah diadaptasikan di CEF, yang diencerkan terlebih dahulu, umumnya digunakan 100TCID 50. Titrasi antibodi dilakukan dengan uji SN yang mengacu pada Giambrone & Dormitorio (2006), dengan memodifikasi volume virus dari 50 µl menjadi 20 µl dan media penumbuh pada kolom 1 dari 50 µl menjadi 80 µl. Pada sumur kolom pertama mikroplate ditambahkan 80 µl media penumbuh DMEM, sedangkan sumur yang lain ditambahkan 50 µl. Pada sumuran mikroplate pada kolom pertama ditambahkan 20 µl isolat virus yang diencerkan dari 10-1 hingga 10-7, kemudian diambil 50 µl dan dipindahkan ke sumur berikutnya demikian seterusnya sampai pada sumur ke-10 pada kolom yang sama. Sebanyak 50 µl ditambahkan serum normal ayam pada kolom ke-11, sebagai serum kontrol. Lempengan yang telah berisi serum-virus diinkubasikan pada suhu 37 C selama 30-45 menit. Selanjutnya sebanyak 50 µl CEF yang telah diencerkan sehingga mengandung 5 10 4 sel per sumur ditambahkan pada semua

28 sumur. Lempeng mikrotiter yang telah ditutup dengan polistiren kemudian diinkubasikan selama 72-96 jam pada suhu 37ºC. Pengamatan dilakukan setelah akhir masa inkubasi dan TCID 50 dikalkulasi menurut Reed & Muench (1938). Patogenesis Infeksi Virus IBD pada Ayam Pedaging Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola split in time. Ayam yang digunakan untuk percobaan adalah ayam DOC pedaging strain Hybro sebanyak 90 ekor, yang dikelompokkan menjadi enam kelompok perlakuan masing-masing terdiri atas 15 ekor ayam DOC (Tabel 5). Tabel 4 Pembagian ayam dalam kelompok perlakuan dan waktu pelaksanaan terminasi (ekor). Kelompok Perlakuan I. Kelompok kontrol (diberikan PBS umur 8 hari) II. Kelompok yang diinfeksi virus vvibd lokal (umur 15 hari) III. Kelompok yang diinfeksi virus IBD Intermediate plus lokal (umur 8 hari) IV. Kelompok yang diinfeksi virus IBD Intermediate plus lokal (8 hari) direinfeksi vvibd lokal (umur 15 hari) V. Kelompok yang diinfeksi virus IBD Intermediate edi plus komersial (umur 8 hari) VI. Kelompok yang diinfeksi virus IBD Intermediate plus komersial (umur 8 hari) + direinfeksi virus vvibd lokal (umur 15 hari) Jadwal terminasi (pascainfeksi) 1 2 3 7 14 hari hari hari hari hari Jumlah Ayam Jumlah 18 18 18 18 18 90

29 Infeksi dilakukan pada ayam umur 8 hari, diharapkan pada umur tersebut antibodi maternal sudah menurun. Virus IBD Intermediate plus komersial diberikan secara tetes mata sebanyak 1 dosis dengan melarutkan stok yang ada menggunakan PBS. Virus IBD Intermediate plus lokal yang diberikan adalah 0,2 ml yang mengandung ± 1000 TCID 50. Selanjutnya infeksi virus vvibd lokal dan reinfeksi dengan virus vvibd lokal pada ayam yang sebelumnya diinfeksi dengan virus vvibd Intermediate plus lokal maupun komersial dilakukan pada ayam umur 15 hari. Infeksi atau reinfeksi virus vvibd lokal pada ayam perlakuan dilakukan dengan menginokulasikan sebanyak 0,2 ml inokulum yang dibuat dari gerusan bursa fabricius ayam SPF yang telah diinfeksi dengan virus vvibd lokal. Sementara pada ayam kontrol diberikan 0,2 ml PBS. Pemberian dilakukan secara tetes mata (Scanavini et al. 2004). Pengamatan Perubahan Patologi Anatomi Ayam perlakuan diterminasi dengan jalan memotong vena jugularis pada hari ke 1, 2, 3, 7, dan 14 pascainfeksi, selanjutnya dilakukan nekropsi dan pengamatan PA sesuai metode standar. Sampel organ bursa fabricius, limpa, dan timus, dikoleksi dan disimpan dalam fiksatif BNF 10%, sebagai bahan pembuatan blok parafin. Hasil pengamatan perubahan PA selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Pengamatan Perubahan Histopatologi Proses pembuatan blok parafin dan pewarnaan HE dilakukan seperti pada proses pembuatan blok dan pewarnaan HE organ embrio. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya untuk menentukan derajat lesi. Perubahan diamati sesuai dengan sekuens pascainfeksi. Pengamatan lesi HP pada jaringan organ bursa fabricius meliputi lapis penutup plika, folikel limfoid, dan interstisial. Komponen seluler yang diamati pada lapis penutup plika antara lain adalah atrofi plika dan terbentuknya kista. Perubahan pada folikel limfoid yang diamati adalah nekrosis sel limfoid, apoptosis, dan proliferasi sel RES. Perubahan pada jaringan interstisial yang diamati adalah edema, infiltrasi sel radang heterofil, dan kongesti. Perubahan

30 diamati sesuai dengan sekuens pascainfeksi. Lesi HP yang ditemukan pada jaringan diskoring dengan skala 0-3 yang ditentukan seperti pada Tabel 6. Tabel 5 Penentuan skor Lesi Histopatologi berdasarkan luasan lesi No. Sebaran Lesi pada Organ Skor 1. Tidak ditemukan lesi 0 2. Lesi ditemukan < 25% 1 3. Lesi ditemukan 25% - 50% 2 4. Lesi ditemukan > 50% 3 Lesi yang ditemukan pada awal infeksi (umur 1-3 hari) digolongkan lesi akut. Lesi yang ditemukan pada tahap lanjut, yaitu 7-14 hari pascainfeksi digolongkan lesi kronis. Skor lesi yang bersifat akut pada awal infeksi dan skor lesi yang bersifat kronis pada tahap lanjut masing-masing dijumlahkan untuk dianalisis isi menggunakan uji Kruskal Wallis. Perubahan HP pada limpa yang dilihat adalah proliferasi sel RES pada 3 lapang pandang 20 10 di sekitar pulpa merah dan pulpa putih yang ditentukan dengan skor seperti pada Tabel 7. Tabel 6 Penentuan skor jumlah RES pada organ limpa dan koteks timus No. Jumlah RES Skor 1. Tidak ditemukan sel RES 0 2. Jumlah sel RES < 15 1 3. Jumlah sel RES 15-50 2 4. Jumlah sel RES > 50 3 Perubahan HP pada timus yang pernah dilaporkan adalah deplesi sel timus di bagian korteks yang menyebabkan atrofi korteks atau penipisan korteks (Nonuya et al. 1992). Pada penelitian ini ketebalan korteks timus diukur dengan menggunakan gu n video mikrometer pada 3 lobus yang dipilih secara acak. Ketebalan korteks timus merupakan hasil rataan pengukuran pada lapis korteks yang paling tebal dan lapis korteks yang paling tipis pada lobus yang sama. Selain itu, juga

31 dilakukan skoring jumlah RES pada korteks timus yang ditentukan seperti pada Tabel 7. Selanjutnya data jumlah rataan skor lesi bursa fabricius, skor jumlah sel RES pada limpa, dan skor jumlah sel RES pada korteks timus dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. Data ketebalan korteks timus dianalisis menggunakan uji sidik ragam untuk melihat ada tidaknya perbedaan antarperlakuan secara statistika. Pewarnaan Imunohistokimia Organ bursa fabricius, limpa dan timus yang telah diproses menjadi blok parafin dipotong dengan ketebalan 0,3-0,5µm. Potongan jaringan dilekatkan pada gelas objek yang telah dilapisi dengan L-Lysine-monohidrochloride, disimpan pada inkubator suhu 57ºC selama semalam, untuk melelehken parafin. Selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan teknik pewarnaan IHK (dapat dilihat pada teknik IHK organ embrio halaman 26). Titrasi Antibodi Serum ayam yang diuji titrasi antibodi dikoleksi dari ayam percobaan pada umur 1, 2, 3, dan 4 minggu masing-masing kelompok diambil 10 ekor, kecuali pada minggu ke empat hanya kelompok kontrol dan kelompok yang diinfeksi virus vvibd lokal yang berjumlah 10 ekor, kelompok lainnya berjumlah 7 ekor. Titrasi antibodi dilakukan pada serum ayam menggunakan teknik SN (dapat dilihat titrasi antibodi pada serum ayam 3 hari pascamenetas halaman 27).