BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kemajuan besar bagi perkembangan demokrasi di

dokumen-dokumen yang mirip
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Ringkasan Putusan.

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Perkara Nomor 024/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N. Perkara Nomor 055/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

Oleh: Iskandar Muda, S.H., M.H. Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi DLB Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KETETAPAN Nomor 10/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

Ringkasan Putusan. Philipus P. Soekirno

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENULISAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N. Perkara Nomor 024/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XV/2017

PUTUSAN. Nomor 1/SKLN-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : TB Mansjur Abubakar, SH.

KETETAPAN. Nomor 13/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Mahkamah Konstitusi dalam struktur ketatanegaraan Indonesia merupakan suatu kemajuan besar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, serta menjadi otoritas tertinggi dalam koridor kewenangannya. Selebihnya, Jimly Asshiddiqie, menguraikan sebagai berikut. 1 Dalam konteks ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berperan menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. Mahkamah Konstitusi bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggungjawab. Di tengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat. Dalam penulisan hukum ini, penulis lebih fokus pada salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Untuk melaksanakan kewenangannya tersebut, Mahkamah Konstitusi menetapkan proses beracara yang sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK). 2 1 Jimly Asshiddiqie, 2004, Membangun Mahkamah Konstitusi sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang Modern dan Terpercaya, Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hlm. iv. 2 Lihat BAB V (Hukum Acara) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. 1

Mekanisme constitutional control digerakkan oleh adanya permohonan dari pemohon yang memiliki legal standing untuk membela kepentingannya yang dianggap dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang. 3 Permohonan tersebut diajukan dengan ditulis dalam Bahasa Indonesia sejumlah 12 (dua belas) rangkap permohonan dalam bentuk tertulis dan sebuah permohonan dalam format digital yang disimpan secara elektronik. 4 Permohonan tersebut selanjutnya diajukan ke Mahkamah Konstitusi dan harus melalui pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh Panitera. Apabila masih terdapat kekurangankekurangan dalam permohonan yang akan diajukan, maka Pemohon wajib untuk memenuhi kekurangan-kekurangan yang dimaksud dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak pemberitahuan kekurangan tersebut. 5 Selanjutnya, apabila permohonan sudah dilengkapi sesuai dengan petunjuk dari Panitera maka permohonan tersebut akan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Registrasi tersebut yang menjadi awal seluruh rangkaian proses beracara di Mahkamah Konstitusi. Permohonan yang sudah diajukan oleh para pemohon tersebut selanjutnya akan melalui seluruh proses beracara di Mahkamah Konstitusi. Bagian akhir dalam proses beracara di setiap peradilan adalah dikeluarkannya sebuah putusan. Mengutip pendapat dari P.A. Stein bahwa putusan dalam peradilan Lihat Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-Undang. 3 Maruarar Siahaan, 2011, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 60. 4 Lihat Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) PMK Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-Undang. 5 Lihat Pasal 32 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. 2

merupakan perbuatan Hakim sebagai pejabat negara berwenang yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dibuat secara tertulis untuk mengakhiri sengketa yang dihadapkan para pihak kepadanya. 6 Terlepas dari amar apa yang termaktub dalam sebuah putusan, sebuah putusan diharapkan dapat menjadi alternative penyelesaian perkara. Dalam kenyataannya, terdapat suatu ketidakefisienan waktu antara putusan yang sudah dibuat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dengan waktu putusan dibacakan di persidangan pada Mahkamah Konstitusi. Misalnya, pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dengan nomor perkara 50/PUU-XI/2013 yang baru dibacakan 14 (empat belas) bulan sejak putusan tersebut telah dibuat di dalam RPH. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa terdapat ketidakefisienan waktu Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan. Hal ini tentunya berdampak bagi Pemohon dan juga masyarakat, karena putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, serta berlaku untuk umum. Oleh karena itu, dengan adanya ketidakefisienan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan pengujian undang-undang dapat dikatakan menderogasi kepastian hukum bagi Pemohon pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. 6 Maruarar Siahaan, 2011, Op.cit., hlm. 201. Berikut kalimat dari Stein dalam bahasa yang sebenarnya, Onder een vonnis dient men te verstaan de door de Rechters als bevoegd overheids orgaan verrichte rechtshandeling, strekkend tot beslissing van het aan hen voorgelegde geschill tussen partijen. 3

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal-hal bersangkutan, yang hasilnya akan dituangkan dalam bentuk penulisan hukum dengan judul REFORMULASI JANGKA WAKTU ANTARA RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM UNTUK MENGAMBIL PUTUSAN DENGAN PEMBACAAN PUTUSAN PADA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI. B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka penulis mengangkat rumusan masalah sebagai berikut: a. Apa akibat yang ditimbulkan dari ketidakefisienan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan pengujian undang-undang? b. Apa yang menjadi penyebab ketidakefisienan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan pengujian undang-undang? c. Bagaimana solusi untuk mengatasi ketidakefisienan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan pengujian undang-undang? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Subjektif Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menambah wawasan mengenai bidang kekuasaan kehakiman yang berguna bagi penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 4

2. Tujuan Objektif a. Mengetahui akibat dari ketidakefisienan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan pengujian undang-undang; b. Mengetahui penyebab ketidakefisienan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan pengujian undang-undang; dan c. Mengetahui solusi untuk mengatasi ketidakefisienan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan pengujian undangundang. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran terhadap kepustakaan yang dilakukan penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan juga penelusuran melalui media internet, tidak ditemukan hasil penelitian yang mengangkat judul Reformulasi Jangka Waktu antara Rapat Permusyawaratan Hakim untuk Mengambil Putusan dengan Pembacaan Putusan pada Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan penelusuran yang sama, penulis juga tidak menemukan penelitian yang secara spesifik meneliti tentang batas waktu penyelesaian perkara pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi. Adapun demikian, penulis menemukan penelitian yang juga terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012 dan Konsepsi Ideal Lembaga Pengelola Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan 5

Gas Bumi di Indonesia, oleh Damar Wicaksono (2013), dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 terhadap lembaga pengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia? b. Bagaimana konsepsi ideal lembaga pengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia? 2. Implikasi Putusan Mahkamah Konsitusi No. 27/PUU-XI/2013 terhadap Sistem Pengangkatan Hakim Agung, oleh Muhammad Rudi (2014), dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana sistem pengangkatan Hakim Agung sebelum dan sesudah Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU- XI/2013? b. Bagaimana implikasi Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 terhadap sistem pengangkatan Hakim Agung? 3. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 92/PUU-X/2012 terhadap Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah, oleh Fatkur Mai Rahman (2014), dengan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU- X/2012 terhadap fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah? Ketiga penelitian tersebut sama-sama membahas tentang putusan yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, hal ini sama sekali berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Penulis, karena ketiganya 6

membahas terkait implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi terhadap suatu hal yang menjadi topik yang diambil oleh masing-masing penelitian tersebut, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis adalah terkait dengan jangka waktu antara pembuatan putusan melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sampai dengan pembacaan putusan di persidangan. Oleh karena itu, keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi, yaitu kejujuran, rasional, objektif, serta terbuka. Dengan demikian, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara terbuka. E. Manfaat Penelitian Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini sekurangkurangnya diharapkan dapat memberikan dua kegunaan, yaitu: 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya di bidang Hukum Tata Negara. Lebih khusus, penelitian ini dapat menambah referensi hukum terkait dengan proses beracara dalam pengujian peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Konstitusi. 2. Manfaat bagi Aplikasi Hukum di Indonesia Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam konteks kekinian, yaitu memperjelas mengenai kewenangan Mahkamah 7

Konstitusi dalam penyelesaian perkara pengujian undang-undang berikut proses beracaranya. 8