dokumen-dokumen yang mirip
2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun



PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 5,00 PERSEN

PRODUKSI PADI TAHUN 2014 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 12,11 PERSEN


PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR 2015 PRODUKSI PADI TAHUN 2015 NAIK 9,23 PERSEN

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun

LUAS TAMBAH TANAM SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 LUAS PANEN SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN INFLASI/ DEFLASI PEDESAAN

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Inflasi/Deflasi Perdesaan

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA JULI 2017

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 3 Oktober 2016

Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Inflasi/Deflasi Perdesaan

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA TETAP TAHUN 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)


NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JANUARI 2011 NAIK 0,20 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA JUNI 2017

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JULI 2013 TURUN 1,84 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU UTARA

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2015 SEBESAR 102,82

PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN III 2010)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN INFLASI/ DEFLASI PEDESAAN

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2006 DAN ANGKA RAMALAN I 2007)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER 2012

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU UTARA

NTP Sulawesi Utara September 2017 Naik 0,79 Persen

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2015

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA MEI 2017

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017

STATISTIK TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2017

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2015 SEBESAR 99,24

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA TETAP 2010 DAN ANGKA RAMALAN II 2011)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2014 SEBESAR 102,05

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU MARET 2015 SEBESAR 97,55 ATAU NAIK 0,95 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2017

Edisi 55 Desember 2014

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI NOVEMBER 2016 INFLASI 0,38 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU UTARA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU UTARA BULAN MARET 2017

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MARET 2007

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI 2015

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN DESEMBER 2009 NAIK 0,41 PERSEN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2016 SEBESAR 103,90

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI MEI 2016 INFLASI 0,18 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU UTARA

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2013)

Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulawesi Utara Oktober 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI JUNI 2016 INFLASI 0,66 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU MEI 2017 SEBESAR 100,69 NAIK 0,26 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU JULI 2017 SEBESAR 100,85, NAIK 0,22 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU UTARA BULAN DESEMBER 2016

Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Jawa Tengah

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI RIAU AGUSTUS 2014 SEBESAR 96,41 ATAU TURUN 1,17 PERSEN

H E A D L I N E S HEADLINES

PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU JUNI 2017 SEBESAR 101,07 NAIK 0,38 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2014 SEBESAR 102,10

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA NOVEMBER 2015 SEBESAR 96,93 ATAU NAIK SEBESAR 0,52 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR


PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Publikasi merupakan sajian informasi yang dipersiapkan secara khusus bagi para pimpinan. Penyajian dalam publikasi ini dirancang secara ringkas dan padat, dilatarbelakangi oleh keterbatasan waktu yang tersedia bagi para pimpinan untuk menyarikan suatu informasi dari suatu sajian yang rinci. Informasi yang disajikan terdiri atas inflasi yang memberikan gambaran tentang perkembangan daya beli masyarakat daerah perkotaan maupun di pedesaan. Nilai tukar petani akan memberikan informasi tentang kesejahteraan petani. Selain itu disajikan pula lalu lintas barang dan penumpang yang menggambarkan tentang utilitas fasilitas perhubungan, kemudian dirangkai dengan informasi tentang kinerja pariwisata yang secara khas menyoroti tentang tingkat hunian kamar hotel dan rata-rata lama tamu menginap. Bagian lain publikasi ini juga menyajikan informasi tentang angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka dan penduduk yang bekerja. Sajian ketenagakerjaan ini dilengkapi pula dengan gambaran kinerja perekonomian melalui data pertumbuhan dan struktur ekonomi. Untuk memberikan gambaran yang lebih rinci tentang pelaksanaan pembangunan ekonomi di masing-masing kabupaten/kota, disajikan pula informasi tentang disparitas pembangunan ekonomi melalui pengukuran Indeks Williamson maupun perbandingan melalui analisis kuadran. Sajian diakhiri dengan informasi distribusi pendapatan. Informasi yang tersaji dalam publikasi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyajian pada masa mendatang. Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Kepala, Ir. Tanda Sirait, MM. NIP 340005623 i

DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR.. i DARTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vii A. INFLASI... 1 1. Inflasi Gabungan Provinsi Papua Barat... 1 2. Inflasi Kota Manokwari..... 3 3. Inflasi Kota Sorong... 5 B. INFLASI PEDESAAN... 6 C. NILAI TUKAR PETANI... 7 1. Perkembangan Nilai Tukar Petani... 7 2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Menurut Subsektor... 9 D. PRODUKSI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA... 10 1. Produksi Tanaman Pangan... 10 1. Produksi Tanaman Hortikuktura... 14 E. STATISTIK PERHUBUNGAN... 18 1. Bongkar Muat dan Arus Penumpang di Pelabuhan yang Diusahakan... 18 2. Bongkar Muat dan Arus Penumpang di Bandar Udara... 19 F. TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DAN RATA-RATA LAMA TAMU MENGINAP... 21 G. KEMISKINAN 23 H. KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2007-FEBRUARI 2009... 27 1. Angkatan Kerja... 27 2. Tingkat Pengangguran Terbuka... 27 3. Penduduk yang Bekerja... 29 I. KINERJA PEREKONOMIAN TRIWULAN I 2009... 32 a. Pertumbuhan Triwulan I Tahun 2009.... 32 b. Pertumbuhan Triwulan II Tahun 2009.... 36 ii

c. Pertumbuhan Semester I Tahun 2009..... 41 J. DISPARITAS PEMBANGUNAN EKONOMI... 44 K. ANALISIS KUADRAN UNTUK PERBANDINGAN ABSOLUT ANTAR DAERAH.. 46 L. DISTRIBUSI PENDAPATAN.. 53 1. Gini Ratio. 54 2. Kemerataan Menurut Bank Dunia 55 iii

DAFTAR TABEL No Tabel Judul Tabel Halaman Tabel 1: Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Provinsi Papua Barat Menurut 3 Kelompok Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009 Tabel 2: Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Kota Manokwari Menurut 4 Kelompok Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009 Tabel 3: Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Kota Sorong Menurut Kelompok 6 Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009 Tabel 4: Produksi Padi di Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2009 11 Tabel 5: Produksi Tanaman Palawija di Provinsi Papua Barat, 2007 2009 13 Tabel 6: Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Hasil Tanaman Sayuran 15 Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008 Tabel 7: Tanaman Menghasilkan, Produksi, dan Rata-rata Hasil Tanaman 16 Buah-buahan di Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008 Tabel 8: Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Hasil Tanaman Biofarmaka 17 Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008 Tabel 9: Bongkar Muat Barang Angkutan Luar Negeri dan Antar Pulau Di Pelabuhan Yang Diusahakan Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2008... 18 Tabel 10: Banyaknya Penumpang Debarkasi Dan Embarkasi Di Pelabuhan 19 Yang Diusahakan Provinsi Papua Barat Tahun 2008... Tabel 11: Lalu lintas Pesawat, Penumpang Debarkasi, Embarkasi dan Transit 20 Di Pelabuhan Udara Provinsi Papua Barat Tahun 2008... Tabel 12: Bongkar Muat Bagasi, Barang, dan Pos Paket Di Pelabuhan Udara Provinsi Papua Barat Tahun 2008... 21 Tabel 13: Tingkat Penghunian Kamar Hotel dan Rata-rata Lama Tamu 22 Menginap Hotel Berbintang dan Akomodasi LainnyaDi Papua Barat 2008... Tabel 14: Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis 24 Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 Tabel 15: Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan 25 Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2008 Tabel 16: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama Februari 28 2007 - Februari 2009... Tabel 17: Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Februari 2007 - Februari 2009 (dalam persen)... 29 iv

Tabel 18: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2007 - Februari 2009 (orang)... Tabel 19: Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Februari 2007 - Februari 2009 (orang)... Tabel 20: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan I, IV Tahun 2008 dan Triwulan I Tahun 2009 Tabel 21: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan I dan IV Tahun 2008 serta Triwulan I Tahun 2009 Tabel 22: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan I, IV Tahun 2008 dan Triwulan I Tahun 2009 Tabel 23: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan I dan IV Tahun 2008 sertatriwulan I Tahun 2009 Tabel 24: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009 Tabel 25: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009 Tabel 26: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009 Tabel 27: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009 Tabel 28: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Semester I Tahun 2008 2009 Tabel 29: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Semester I Tahun 2008 2009 Tabel 30: Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Semester I Tahun 2008 2009 30 31 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 Tabel 31: Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat 44 menurut Penggunaan pada Semester I Tahun 2008 2009 Tabel 32: Indeks Williamson dan Perubahannya Tahun 2006-2008 45 v

Tabel 33: Gini Ratio Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2006 2008... Tabel 34: Tingkat Kemerataan Pendapatan Masyarakat Kabupaten/Kota Menurut Bank Dunia di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 2008... 55 56 vi

DAFTAR GAMBAR No Gambar Judul Gambar Halaman Gambar 1: Inflasi Pedesaan Provinsi Papua Barat Bulan Januari-Maret 2009 7 Gambar 2: Nilai Tukar Petani, Indeks yang diterima (It), Indeks yang dibayar 8 (Ib) Provinsi Papua Barat Januari-Maret 2009... Gambar 3: NTP Menurut Subsektor di Provinsi Papua Barat Tahun 2009... 9 Gambar 4: Perkembangan Produksi Padi Selama Lima Tahun Terakhir 10 di Provinsi Papua Barat Gambar 5: Perkembangan Produksi Tanaman Palawija Selama Lima Tahun 12 Terakhir di Provinsi Papua Barat Gambar 6: Indeks Kedalaman Kemiskinan Tahun 2007-2008 26 Gambar 7: Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Penganggur 31 Februari 2007 Februari 2009 (ribu orang)... Gambar 8: Diagram Alur Posisi Absolut Antar Kabupaten/Kota... 46 Gambar 9: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita dan Median Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2006... 47 Gambar 10: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat 48 Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2006... Gambar 11: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2007... 49 Gambar 12: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat 50 Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2007... Gambar 13: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2008... 51 Gambar 15: Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat 52 Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2008... vii

INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2009 Data memiliki dimensi yang sangat luas dan luasnya dimensi tersebut tercermin dari ragam data yang tersedia. Mulai dari data inflasi, nilai tukar petani, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, produksi padi, ekspor-impor, pariwisata dan lain-lain. Namun dalam tulisan ini tidak semua data tersebut disajikan, hanya beberapa data dalam bentuk indikator makro yang pengukurannya dapat dilakukan sesuai periode penyajian. adalah sebuah tulisan yang dirancang khusus untuk pimpinan eksekutif dengan maksud bisa menjadi sumber informasi untuk memahami pencapaian kinerja yang dapat dievaluasi secara terukur. Fokus kajian dalam tulisan ini adalah sejumlah indikator penting seperti inflasi; nilai tukar petani; produksi tanaman pangan dan hortikultura; data perhubungan; tingkat hunian hotel; jumlah penduduk miskin dan garis kemiskinan; ketenagakerjaan; pertumbuhan ekonomi; struktur ekonomi; distribusi pendapatan; dan disparitas pembangunan daerah (kabupaten/kota). A. INFLASI Inflasi merupakan salah satu indikator makro yang perkembangannya dimonitor secara ketat oleh pemerintah, karena besaran agregat inflasi secara langsung akan berdampak terhadap daya beli masyarakat berpendapatan tetap seperti pegawai negeri dan buruh/pekerja swasta. Inflasi terjadi akibat ketidakseimbangan antara sisi permintaan dan tukar/kurs, volume uang beredar, bahkan dampak dari ekspektasi masyarakat. 1. Inflasi Gabungan Provinsi Papua Barat : Pada bulan Juli 2009, Provinsi Papua Barat mengalami inflasi gabungan sebesar 1,11 persen. Besaran inflasi di Provinsi Papua Barat yang naik bila dibandingkan dengan bulan penawaran pada pasar barang dan jasa. Inflasi dapat terjadi oleh berbagai faktor seperti nilai 1

bulan sebelumnya ini dipengaruhi oleh inflasi yang terjadi di Kota Sorong yang menempati peringkat inflasi pertama atau tertinggi di Indonesia, yakni sebesar 2,19 persen. Kenaikan angka inflasi yang signifikan ini terjadi pada kelompok bahan makanan yang mempunyai IHK sebesar 146,60 dan mengalami inflasi senilai 3,73 persen, yang selama periode tahun 2009 merupakan angka paling tinggi untuk kelompok tersebut. a. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2009 di Provinsi Papua Barat sebesar 3,82 persen, atau naik signifikan dari laju inflasi tahun kalender bulan-bulan sebelumnya selama periode Tahun 2009 (Januari s.d Juni). Walaupun memiliki kecenderungan naik, namun laju inflasi tahun kalender ini sempat mengalami penurunan sampai angka terendah sebesar 1,91 persen pada bulan April 2009. Hal ini dapat ditunjukkan oleh besaran angka inflasi yang selalu menunjukkan angka positif, kecuali pada bulan April yang menunjukan angka negatif, atau berarti deflasi. Keadaan ini selaras juga dengan angka yang diperlihatkan oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) yang selama tujuh bulan terakhir tersebut mengalami penurunan, yakni pada bulan April menjadi senilai 128,62 setelah sebelumnya mulai bulan Januari cenderung mengalami kenaikan, dan setelahnya mulai bulan Mei juga cenderung naik hingga menyentuh angka tertinggi pada bulan Juli sebesar 131,02. b. Jika pada bulan Januari kenaikan indeks yang terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menunjukkan kenaikan harga (inflasi) terbesar yakni 5,96 persen, maka pada bulan Juli angka tersebut menjadi hanya sebesar 0,01 persen dan terendah diantara kelompok yang mengalami inflasi pada bulan tersebut. c. Laju inflasi tahun ke tahun Provinsi Papua Barat tiap bulannya selama periode tahun 2009 mengalami kecenderungan menurun dibanding bulan sebelumnya, kecuali pada bulan Pebruari yang mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan bulan Januari. 2

Tabel 1. Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Provinsi Papua Barat Menurut Kelompok Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009 Inflasi No Kelompok Pengeluaran Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 Inflasi Tahun Kalender Januari- Juli 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) U M U M / T O T A L 1,98 0,04 0,21 0,32 0,14 0,61 1,11 3,82 1 Bahan Makanan 3,23 0,29 0,38 0,57 0,42 1,04 3,73 6,39 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0,29 1,62 0,65 0,32 0,21 0,11 0,45 3,47 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 5,96 0,57 0,16 0,02 0,32 0,26 0,01 6,79 4 Sandang 0,75 1,93 3,77 1,49 0,36 0,57 1,02 8,25 5 Kesehatan 0,80 1,15 0,48 0,70 0,14 0,16 1,34 4,57 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,77 0,17 0,06 0,15 0,14 0,07 1,11 5,08 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 3,70 2,55 0,37 1,32 1,30 1,60 2,31 7,23 2. Inflasi Kota Manokwari : Pada bulan Juli 2009, Kota Manokwari mengalami inflasi sebesar 0,18 persen. Kenaikan angka inflasi dibandingkan dengan bulan sebelumnya ini terjadi pada kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi sebesar 2,61 persen, atau angka paling tinggi di antara kelompok yang lain pada bulan tersebut. Angka tersebut juga cerminan kenaikan yang signifikan untuk kelompok tersebut setelah bulan Januari berfluktuasi dan cenderung berada di angka negatif, atau mengalami deflasi, kecuali pada bulan April yang mengalami inflasi sebesar 0,79 persen. Angka inflasi Kota Manokwari yang berfluktuasi selama periode tahun 2009 ini memiliki angka inflasi terendah pada bulan Pebruari, yakni sebesar 0,02 persen, setelah mengalami inflasi dan menyentuh angka tertinggi di Indonesia pada bulan sebelumnya, yakni bulan 3

Januari, saat gempa bumi terjadi, sebesar 3,84 persen. Selama periode Januari-Juli, Kota Manokwari juga sempat satu kali mengalami deflasi (penurunan harga), pada bulan Maret, yakni sebesar 0,33 persen. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2009 di Kota Manokwari sebesar 4,08 persen, atau naik dari laju inflasi tahun kalender bulan sebelumnya. Selama periode tahun 2009, laju inflasi tahun kalender ini memiliki kecenderungan naik, kecuali pada bulan Maret yang turun dari bulan sebelumnya, menjadi sebesar 3,52 persen. Hal ini dapat ditunjukkan oleh besaran angka inflasi yang selalu menunjukkan angka positif, kecuali pada bulan Maret tersebut yang menunjukan angka negatif, atau berarti deflasi. Keadaan ini selaras juga dengan angka yang diperlihatkan oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) yang selama tujuh bulan terakhir tersebut mengalami penurunan, yakni pada bulan Maret menjadi senilai 127,02. Tabel 2. Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Kota Manokwari Menurut Kelompok Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009 Inflasi No Kelompok Pengeluaran Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Inflasi Tahun Kalender Januari- Juli 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) U M U M / T O T A L 3,84 0,02 0,33 0,07 0,22 0,07 0,18 4,08 1 Bahan Makanan 6,37 0,59 2,39 0,79 0,59 1,23 2,61 4,81 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0,63 0,99 0,6 0,37 0,35 0,31 0,44 3,10 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 10,75 0,69 0,28 0,12 0,38 0,36 0,02 11,99 4 Sandang 0,82 1,88 7,02 1,48 0,15 1,10 2,03 12,73 5 Kesehatan 2,00 1,80 0,74 0,09 0,42 1,04 2,40 8,59 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 6,54 0,33 0,09 0,12 0,43 0,10 0,05 7,27 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 6,06 1,60 0,63 1,84 1,25 3,53 4,78 9,99 4

3. Inflasi Kota Sorong : Pada bulan Juli 2009, Kota Sorong mengalami inflasi sebesar 2,19 persen. Besaran inflasi di Kota Sorong ini merupakan kenaikan paling signifikan selama periode tahun 2009. Kenaikan angka inflasi ini terjadi pada kelompok bahan makanan yang mempunyai nilai IHK sebesar 159,61 dan mengalami inflasi senilai 4,90 persen, yang selama periode tahun 2009 ini merupakan angka paling tinggi untuk kelompok tersebut, juga bila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Inflasi yang terjadi di Kota Sorong berfluktuasi, dengan nilai inflasi terendah adalah pada bulan Mei, yakni sebesar 0,05 persen dan tertinggi terjadi pada bulan Juli, yakni sebesar 2,19 persen. Sedangkan dari sisi deflasi, Kota Sorong mengalami deflasi terendah sebesar 0,14 persen yang terjadi pada awal periode tahun 2009, dan yang tertinggi terjadi pada bulan April dengan nilai deflasi sebesar 0,78 persen. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2009 di Kota Sorong sebesar 3,51 persen, atau naik signifikan dari laju inflasi tahun kalender bulan-bulan sebelumnya selama periode Tahun 2009 (Januari s.d Juni). Hal ini dapat ditunjukkan oleh besaran angka inflasi yang selalu menunjukkan angka positif, kecuali pada bulan Januari dan April yang menunjukan angka negatif, atau berarti deflasi. Keadaan ini selaras juga dengan angka yang diperlihatkan oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) yang selama tujuh bulan terakhir tersebut relatif rendah dan mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni pada bulan Januari dan April yang masing-masing nilainya adalah sebesar 130,27 dan 130,44. Selanjutnya secara keseluruhan, mulai bulan Januari, IHK Kota Sorong tersebut cenderung mengalami kenaikan, hingga menyentuh angka tertinggi pada bulan Juli, yakni sebesar 135,03. 5

Tabel 3. Inflasi dan Inflasi Tahun Kalender Kota Sorong Menurut Kelompok Pengeluaran Bulan Januari-Juli Tahun 2009 Inflasi No Kelompok Pengeluaran Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 Inflasi Tahun Kalender Januari- Juli 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) U M U M / T O T A L -0,14 0,07 0,84-0,78 0,05 1,25 2,19 3,51 1 Bahan Makanan -0,10 0,04 1,88-2,04-0,24 3,54 4,90 8,07 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau -0,09 2,33 0,72 0,26 0,07 0,11 0,46 3,90 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar -0,03 0,40 0,00-0,20 0,24-0,12 0,00 0,30 4 Sandang 0,67 1,99-0,03 1,50-0,98 0,11-0,25 3,02 5 Kesehatan -0,55 0,39 0,18 1,63-0,79-0,89 0,07 0,02 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,32-0,04 0,02-0,20-0,25-0,02 2,52 2,35 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0,79-3,67-0,06-0,70 1,36-0,67 0,71-3,83 B. INFLASI PEDESAAN Inflasi Pedesaan merupakan cerminan dari perkembangan harga-harga barang konsumsi rumah tangga di wilayah pedesaan. Komponen indeks konsumsi rumah tangga pedesaan terdiri dari 7 (tujuh) kelompok konsumsi rumah tangga yaitu bahan makanan, makanan jadi, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan rekreasi dan olah raga, serta transportasi dan komuniskasi. 6

0.30 0.20 0.10 0.00 0.10 Jan 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.58 0.70 Dari pemantauan perkembangan harga di daerah pedesaan Provinsi Papua Barat selama periode Januari sampai dengan Maret 2009 di Provinsi Papua Barat diperoleh hasil sebagai berikut: padaa Januari dan Februari 2009 terjadi deflasi di daerah pedesaan yang masing-masing sebesar 0,58 persen dan 0,46, persen. Sedangkan pada bulan Maret 2009 terjadi inflasi sebesar 0,21 persen. Dengan demikian secara series bulanan untuk Januari- Maret inflasi pedesaan di Papua Barat untuk tiga bulan pertama tahun ini adalah -0,58 persen; -0,46 persen; dan 0,21 persen (Gambar 1). C. NILAI TUKAR PETANI Gambar 1. Inflasi Pedesaan Provinsi Papua Barat Bulan Januari-Maret 2009 0.46 1. Perkembangan Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima (It) petani terhadap indeks harga yang dibayar (Ib) petani (dalam persentase). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat/kemampuan daya beli petani di pedesaan, Feb 0.21 Maret 7

disamping itu juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Jika NTP lebih besar dari 100 berarti petani mempunyai surplus atas usaha taninya, sebaliknya bila dibawah 100, berarti petani tidak mampu membiayai kebutuhan rumah tangga dan mencukupi biaya-biaya usaha taninya. Gambar 2. Nilai Tukar Petani, Indeks yang diterima (It), Indeks yang dibayar (Ib) Provinsi Papua Barat Januari Maret 2009 106.82 124.21 Jan 116.28 107.07 124.05 Feb NTP 115.86 106.79 Maret Berdasarkan pemantauan harga-hargaa pedesaan di Provinsi Papua Barat selama periode Januari sampai dengan Maret 2009, menunjukkan bahwaa NTP Provinsi Papua Barat padaa Januari 2009 sebesar 106,82 kemudian pada bulan Februari 2009 mengalami kenaikan sebesar 0,24 poin dibandingkan dengan Januari 2009 yaitu menjadi 107,06. Naiknya NTP padaa bulan Februari disebabkan karena turunnya indeks harga barang yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani maupun untuk keperluan produksi pertanian. Sedangkan NTP pada bulan Maret 2009 adalah 106,79 atau mengalami penurunan sebesar 0,27 poin dibandingkan bulan sebelumnya (Gambar 2). Hal ini disebabkan karena naiknya indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertaniann serta turunnya indeks harga yang diterima petani dari hasil produksi pertanian. It Ib 123.93 116.06 Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 8

2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Menurut Subsektor Data pada Gambar 3 menyajikan perkembangan NTP per sub sektor yaitu sub sektor tanamam pangan (NTP_P), sub sektor hortikultura (NTP_H), sub sektor tanaman perkebunan rakyat (NTP_Pr), sub sektor peternakan (NTP_Pt) dan sub sektor perikanan (NTP_Pi). 106.15 95.30 127.96 jan 113.56 115.54 NTP_P Gambar 3. Perkembangan NTP Subsektor di Provinsi Papua Barat 2009 126.92 106.47 114.21 115.93 95.39 NTP_H Feb NTP_Pr NTP_Pt 106.62 95.35 129.27 Maret NTP_Pi 113.85 113.35 Selama triwulan I 2009 yaitu dari Januari sampai dengan Maret 2009 menunjukkan bahwa dari kelima sub sektor NTP tertinggi adalah NTP sub sektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Hal ini disebabkan karena indeks harga yang diterima petani di sub sektor ini lebih tinggi dari pada indeks yang di terima petani di keempat sub sektor lainnya. Ini menunjukkan bahwa harga yang diterima dari barang-barang produksi pertanian di sub sektor ini lebih tinggi bila dibandingkan harga yang dibayar untuk biaya produksi petani di empat sub sektor lainnya, sehingga tingkat pendapatan petani sub sektor ini lebih baik dibandingkan petani subsektor yang lain. 9

D. PRODUKSI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA 1. Produksi Tanaman Pangan Produksi padi tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 40,18 persen apabila dibandingkan dengan produksi tahun 2007. Selama lima tahun terakhir produksi palawija berfluktuasi. Demikian juga pada tahun 2008 ini, dari enam komoditi palawija hanya dua komoditi yang mengalami kenaikan produksi dibandingkan dengan produksi tahun lalu. Komoditi yang mengalami kenaikan produksi adalah kedelai dan ubi kayu yang masing- hijau, masing naik 27,98 persen dan 29,37 persen. Sedangkan jagung, kacang tanah, kacang dan ubi jalar mengalami penurunan produksi masing-masing sekitar 29,54 persen; 44,48 persen; 16,91 persen; dan 17,97 persen. Tanaman Padi Gambar 4. Perkembangan Produksi Padi Selama Lima Tahun Terakhir di Provinsi Papua Barat 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 2004 21,598 16,445 5,152 24,702 20,896 3,806 2005 27,519 28,204 2,708 Padi Padi Sawah Padi Ladang 24,810 26,101 39,537 36,518 2,103 3,019 2006 2007 2008 Produksi padi selama kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami kenaikan. Namun kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2008. Produksi padi padaa tahun 2008 mencapai 39,54 ribu ton gabah kering giling (GKG), terjadi kenaikan produksi sebesar 11,333 ribu ton GKG atau 40,18 persen dibandingkan dengan produksi tahun 2007. Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 10

Kenaikan produksi padi ini disebabkan oleh naiknya luas panen dan produktivitas. Kenaikan produksi terbesar adalah pada padi ladang sebesar 43,59 persen dibandingkan dengan produksi tahun lalu. Kenaikan produksi padi ladang ini diikuti juga dengan kenaikan luas panen seluas 332 hektar menjadi 1.109 hektar pada tahun 2008 atau naik sebesar 42,73 persen. Demikian juga padi sawah mengalami peningkatan produksi sebesar 10,42 ribu ton GKG menjadi 36,52 ribu ton GKG pada tahun 2008. Produktivitas padi pada tahun 2007 sebesar 33,75 kuintal per hektar (ku/ha) naik menjadi 34,48 ku/ha pada tahun 2008 atau mengalami kenaikan sekitar 2,17 persen. Produktivitas padi sawah dan padi ladang juga naik masing-masing sekitar 2,40 persen dan 0.59 persen. Tabel 4. Produksi Padi di Provinsi Papua Barat, 2007 2009 Perkembangan Perkembangan Uraian 2007 2008 2009 (ATAP) (Aram II) 2007 2008 2008 2009 Absolut Persen Absolut Persen (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Padi Sawah Luas Panen (ha) 7.580 10.358 10.749 2.778 36,65 391 3,77 Produktivitas (ku/ha) 34,43 35,26 36,69 0,83 2,41 1,43 4,06 Produksi (ton) 26.101 36.518 39.436 10.417 39,91 2.918 7,99 Padi Ladang Luas Panen (ha) 777 1.109 1.235 332 42,73 126 11,36 Produktivitas (ku/ha) 27,06 27,22 27,03 0,16 0,59-0,19-0,70 Produksi (ton) 2.103 3.019 3.338 916 43,56 319 10,57 Padi (Sawah+Ladang) Luas Panen (ha) 8.357 11.467 11.984 3.110 37,21 517 4,51 Produktivitas (ku/ha) 33,75 34,48 35,69 0,73 2,16 1,21 3,52 Produksi (ton) 28.204 39.537 42.774 11.333 40,18 3.237 8,19 Berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM II) produksi padi Provinsi Papua Barat tahun 2009 diperkirakan sebesar 42,77 ribu ton GKG, naik sebanyak 3,24 ribu ton (8,19 persen) dibandingkan dengan produksi tahun 2008. Kenaikan produksi tahun 2009 diperkirakan terjadi karena adanya penambahan luas panen sebesar 517 hektar atau 4,51 persen, 11

demikian juga dengan produktivitas diperkirakan akan naik sebesar 1,21 kuintal/hektar (3,52 persen). Kenaikan luas panen pada tahun 2009 ini diperkirakan karena masih adanya program ekstensifikasi dan intesifikasi tanaman padi baik itu pencetakan lahan sawah baru, bantuan benih dan pupuk. Tanaman Palawija Tanaman palawija dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami fluktuasi produksi yang cukup beragam. Tanaman yang cenderung mengalami penurunan produksi selama tiga tahun terakhir adalah jagung, kacang tanah, kacang hijau dan ubi jalar. Sementara kedelai dan ubi kayu berfluktuasi naik turun selama tiga tahun terakhir yang pada tahun 2008 mengalami peningkatan produksi. Gambar 5. Perkembangan Produksi Tanaman Palawija Selamaa Lima Tahun Terakhir di Provinsi Papua Barat 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 Jagung Maize 2004 2005 Kedelai Soybeans Kc. Tanah Peanuts 2006 2007 2008 Kc. Hijau Ubi Kayu Mungbeans Cassava Ubi Jalar Sweet Potatoes Penurunan produksi terbesar terjadi pada kacang tanah sebesar 784 ton biji kering (BK) atau sekitar 44,48 persen dibandingkann dengan produksi tahun 2007. Produksi jagung dari tahun 2007 sebesar 2,43 ribu ton pipilan kering (PK) menjadi 1,71 ribu ton padaa tahun 2008 atau mengalami penurunan sebesar 29,54 persen. Produksi kedelai mengalami Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 12

kenaikan sebesar 380 ton BK (27,98 %) menjadi 1,74 ribu ton pada tahun 2008. Demikian juga ubi kayu mengalami kenaikan sebesar 29,37 persen dibandingkan tahun lalu atau naik dari 17,83 ribu ton umbi basah (UB) pada tahun 2007 menjadi 23,07 ribu ton UB pada tahun 2008. Tabel 5. Produksi Tanaman Palawija di Provinsi Papua Barat, 2007 2009 Uraian 2007 Perkembangan Perkembangan 2008 2009 2007-2008 2008-2009 (ATAP) (Aram II) Absolut Persen Absolut Persen (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Jagung Luas Panen (ha) 1.518 1.070 754-448 -29,51-316 -29,53 Produktivitas(ku/ha) 16,00 15,99 16,42-0,01-0,05 0,43 2,69 Produksi (ton) 2.429 1.711 1.238-718 -29,55-473 -27,64 Kedelai Luas Panen (ha) 1.282 1.624 1.158 342 26,68-466 -28,69 Produktivitas(ku/ha) 10,61 10,72 10,62 0,11 1,07-0,10-0,93 Produksi (ton) 1.360 1.740 1.230 380 27,97-510 -29,31 Kacang Tanah Luas Panen (ha) 1.725 958 673-767 -44,46-285 -29,75 Produktivitas(ku/ha) 10,22 10,21 10,31-0,01-0,07 0,10 0,98 Produksi (ton) 1.763 979 694-784 -44,48-285 -29,08 Kacang Hijau Luas Panen (ha) 667 560 300-107 -16,04-260 -46,43 Produktivitas(ku/ha) 10,05 9,95 9,87-0,10-0,99-0,08-0,80 Produksi (ton) 670 557 296-113 -16,91-261 -46,86 Ubi Kayu Luas Panen (ha) 1.615 2.052 1.238 437 27,06-814 -39,67 Produktivitas(ku/ha) 110,42 112,43 110,39 2,01 1,82-2,04-1,81 Produksi (ton) 17.833 23.071 13.666 5.238 29,37-9.405-40,77 Ubi Jalar Luas Panen (ha) 1.874 1.524 1.278-350 -18,68-246 -16,14 Produktivitas(ku/ha) 99,80 100,66 101,17 0,86 0,86 0,51 0,51 Produksi (ton) 18.702 15.341 12.929-3.361-17,97-2.412-15,72 Berdasarkan ARAM II produksi seluruh tanaman palawija pada tahun 2009 diperkirakan akan turun semua bervariasi antara 15 47 persen dari produksi tahun 2008. Penurunan produksi terbesar adalah kacang hijau sebesar 46,86 persen dan penurunan produksi yang paling kecil adalah ubi jalar yang turun sebesar 15,72 persen. Semua 13

penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya luas panen pada masing-masing komoditi palawija. Pada tanaman jagung, kacang tanah, dan ubi jalar meskipun luas panen dan produksinya diperkirakan akan turun namun produktivitasnya diperkirakan akan naik masingmasing sebesar 2,69 persen, 0.98 persen, dan 0,51 persen terhadap produktivitas masingmasing komoditi pada tahun 2008. 2. Produksi Tanaman Hortikultura Tanaman hortikultura mencakup tanaman sayuran, tanaman buah-buahan, dan tanaman biofarmaka. Tabel 6. menyajikan luas panen dan produksi tanaman sayuran dan buah-buahan semusim meliputi 20 jenis tanaman yang ada di Provinsi Papua Barat. Luas panen tanaman sayuran pada tahun 2008 mengalami penurunan untuk 5 jenis tanaman yaitu bawang putih, bawang daun, kubis, melon dan semangka. Persentase penurunan melon sebesar 38,46 persen, bawang daun sebesar 31,34 persen, semangka sebesar 19,57 persen, kubis sebesar 11,67 persen, dan bawang putih sebesar 8,82 persen. Sedangkan 15 jenis tanaman sayuran lainnya mengalami kenaikan luas panen. Kenaikan luas panen terbesar adalah labu siam dengan persentase kenaikan sebesar 190,00 persen dan yang terkecil adalah kentang sebesar 11,11 persen. 14

Tabel 6. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Hasil Tanaman Sayuran Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008 ATAP 2007 ATAP 2008 PERKEMBANGAN ATAP 2008 THD ATAP 2007 (% ) Nama Tanaman Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Yield (Ton/ Yield (Ton/ Yield (Ton/ Panen Setahun Panen Setahun Panen Setahun Ha) Ha) Ha) (Hektar) (Ton) (Hektar) (Ton) (Hektar) (Ton) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) BAWANG MERAH 51 346 6,78 58 494 8,52 13,73 42,77 25,54 BAWANG PUTIH 34 248 7,29 31 284 9,16-8,82 14,52 25,60 BAWANG DAUN 67 361 5,39 46 284 6,17-31,34-21,33 14,59 KENTANG 45 131 2,91 50 152 3,04 11,11 16,03 4,43 KUBIS 300 1.385 4,62 265 965 3,64-11,67-30,32-21,12 PETSAI/SAWI 553 2.360 4,27 664 3.164 4,77 20,07 34,07 11,66 WORTEL 33 245 7,42 42 384 9,14 27,27 56,73 23,15 KACANG MERAH 2 2 1,00 5 5 1,00 150,00 150,00 0,00 KACANG PANJANG 652 2.287 3,51 857 6.160 7,19 31,44 169,35 104,92 CABE BESAR 256 1.086 4,24 395 3.118 7,89 54,30 187,11 86,08 CABE RAWIT 169 578 3,42 218 676 3,10 28,99 16,96-9,33 TOMAT 350 2.143 6,12 471 6.278 13,33 34,57 192,95 117,69 TERUNG 222 1.006 4,53 385 4.670 12,13 73,42 364,21 167,68 BUNCIS 235 675 2,87 354 2.742 7,75 50,64 306,22 169,67 KETIMUN 294 1.298 4,41 437 2.631 6,02 48,64 102,70 36,37 LABU SIAM 40 113 2,83 116 249 2,15 190,00 120,35-24,02 KANGKUNG 452 1.947 4,31 896 6.373 7,11 98,23 227,32 65,12 BAYAM 411 856 2,08 610 1.944 3,19 48,42 127,10 53,02 MELON 13 52 4,00 8 44 5,50-38,46-15,38 37,50 SEMANGKA 46 130 2,83 37 372 10,05-19,57 186,15 255,76 Produksi tanaman sayuran mengalami kenaikan kecuali bawang daun, kubis, dan melon. Persentase penurunan secara berturut-turut adalah kubis sebesar 30,32 persen, bawang daun sebesar 21,33 persen, dan melon sebesar 15,38 persen. Peningkatan produksi yang paling besar adalah terung sebesar 364,21 persen. 15

Tabel 7. Tanaman Menghasilkan, Produksi, dan Rata-rata Hasil Tanaman Buah-buahan di Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008 Nama Tanaman ATAP 2008 Tan. Hasil Triwulan Produksi Terbesar (Ton) (pohon/ rumpun) Rata2 hasil (Kg/ Pohon) Tan. Hasil Triwulan Terbesar (pohon/ rumpun) ATAP 2007 Produksi (Ton) Rata2 hasil (Kg/Poh on) PERKEMBANGAN ATAP'08 ATAP '07 (%) Tan. Hasil Triwulan Terbesar (pohon/ rumpun) Produksi (Ton) Rata2 hasil (Kg/ Pohon) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ALPUKAT 9.953 541 54,36 11.510 1.096 95,22-13,53-50,64-42,92 BELIMBING 2.863 162 56,58 4.126 192 46,53-30,61-15,63 21,60 DUKU/LANGSAT/KOKOSAN 10.876 600 55,17 17.465 1.364 78,10-37,73-56,01-29,36 DURIAN 12.257 1.956 159,58 17.464 2.410 138,00-29,82-18,84 15,64 JAMBU BIJI 5.161 147 28,48 6.114 189 30,91-15,59-22,22-7,86 JAMBU AIR 4.339 47 10,83 6.082 276 45,38-28,66-82,97-76,13 JERUK SIAM/KEPROK 6.172 141 22,85 7.282 524 71,96-15,24-73,09-68,25 JERUK BESAR 676 33 48,82 1.855 104 56,06-63,56-68,27-12,93 MANGGA 9.305 546 58,68 13.917 773 55,54-33,14-29,37 5,64 NANGKA/CEMPEDAK 11.899 1.626 136,65 12.560 896 71,34-5,26 81,47 91,55 NENAS 23.808 52 2,18 31.644 155 4,90-24,76-66,45-55,41 PEPAYA 14.719 1.011 68,69 17.827 550 30,85-17,43 83,82 122,63 PISANG 61.044 4.500 73,72 62.542 1.615 25,82-2,40 178,64 185,48 RAMBUTAN 24.315 759 31,22 31.608 981 31,04-23,07-22,63 0,58 SALAK 42.545 358 8,41 43.958 421 9,58-3,21-14,96-12,14 SIRSAK 2.829 65 22,98 3.209 69 21,50-11,84-5,80 6,86 SUKUN 3.040 163 53,62 4.465 200 44,79-31,91-18,50 19,70 MELINJO 296 7 23,65 525 5 9,52-43,62 40,00 148,31 PETAI 142 5 35,21 59 1 16,95 140,68 400,00 107,75 Tabel 7 menyajikan data tanaman yang menghasilkan dan produksi tanaman buahbuahan yang terdiri dari 19 jenis tanaman. Produksi tanaman buah-buahan pada tahun 2008 hampir semuanya mengalami penurunan hanya ada 5 jenis tanaman yang mengalami kenaikan produksi yaitu nangka/cempedak, papaya, pisang, melinjo dan petai. Kenaikan produksi masing-masing 5 jenis tanaman tersebut adalah petai naik sebesar 400,00 persen, pisang sebesar 178,64 persen, pepaya sebesar 83,82 persen, nangka/cempedak sebesar 81,47 persen dan melinjo sebesar 40,00 persen. Penurunan produksi terbesar terjadi pada 16

tanaman jambu air dengan persentase sebesar 82,97 persen dan yang terkecil adalah sirsak sebesar 5,80 persen. Tabel 8 menyajikan data luas panen dan produksi tanaman biofarmaka. Pada tahun 2008 luas panen sebagian besar tanaman mengalami penurunan. Penurunan paling besar adalah temulawak dimana pada tahun 2007 luas panennya seluas 1.715 m2 menjadi hanya 229 m2. Produksi tanaman biofarmaka juga mengalami penurunan, hanya ada 4 jenis tanaman yang mengalami kenaikan produksi yaitu lempuyang, dlingo/dringo, keji beling dan sambiloto yang persentase kenaikannya berturut-turut adalah 961,04 persen, 470,37 persen, 234,82 persen dan 57,33 persen. Nama Tanaman Tabel 8. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Hasil Tanaman Biofarmaka Provinsi Papua Barat, 2007 dan 2008 Luas Panen (M2) ATAP 2008 ATAP 2007 Produksi (Kg) Rata2 Hasil (Kg/M2) Luas Panen (M2) Produksi (Kg) Rata2 Hasil (Kg/M2) Luas Panen (M2) PERKEMBANGAN ATAP'08-ATAP '07 (%) Produksi (Kg) Rata2 Hasil (Kg/M2) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) JAHE 5.506 17.215 2,73 9.138 43.357 3,47-39,75-60,29-21,33 LAOS/LENGKUAS 3.642 16.936 3,79 8.078 43.160 4,31-54,91-60,76-12,06 KENCUR 1.232 5.508 4,28 6.130 14.583 2,22-79,90-62,23 92,79 KUNYIT 4.446 14.946 2,59 11.343 46.330 3,17-60,80-67,74-18,30 LEMPUYANG 142 817 1,99 42 77 1,83 238,10 961,04 8,74 TEMULAWAK 229 1.455 3,95 1.715 5.275 2,83-86,65-72,42 39,58 TEMUIRENG 281 855 2,78 565 1.869 3,31-50,27-54,25-16,01 DLINGO/DRINGO 50 154 0,86 24 27 1,13 108,33 470,37-23,89 MENGKUDU/PACE 47 126 0,54 30 504 5,60 56,67-75,00-90,36 KEJI BELING 50 375 1,74 20 112 5,60 150,00 234,82-68,93 SAMBILOTO 50 118 0,79 23 75 2,34 117,39 57,33-66,24 17

E. STATISTIK PERHUBUNGAN 1. Bongkar Muat dan Arus Penumpang di Pelabuhan yang Diusahakan Untuk menunjang pelaksanaan pembangunan, sektor perhubungan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis karena ketersediaan fasilitas angkutan dan komunikasi berperan sebagai urat nadi perekonomian suatu daerah. Untuk melihat perkembangan kinerja sektor perhubungan yang juga sekaligus dapat digunakan sebagai bahan dalam perencanaan untuk sektor-sektor pembangunan di bidang transportasi dibutuhkan informasi, berupa data statistik perhubungan yang dapat pula digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap hasil-hasil yang telah dicapai. Tabel 9. Bongkar Muat Barang Angkutan Luar Negeri dan Antar Pulau Di Pelabuhan Yang Diusahakan Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2008 Bongkar Muat Rincian/Tahun 2007 2008 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) 1. Luar Negeri 6.063 749 34.150 463 2. Antar Pulau 574.533 395.978 127.398 52.249 Jumlah 580.596 396.727 161.548 52.712 Sumber : Data olahan SIMOPPEL(Pelabuhan Laut yang Diusahakan) Bongkar muat barang di pelabuhan yang diusahakan di Provinsi Papua Barat dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 31,67 persen. Pada tahun 2008 total bobot barang yang dibongkar sebesar 396.727 ton dan pada tahun 2007 mencapai 580.596 ton. Sedangkan bobot barang yang dimuat pada tahun 2007 sebesar 161.548 ton dan tahun 2008 turun secara drastis menjadi 52.712 ton atau turun sebesar 67,37 persen (Tabel 9). Periode tahun 2005 hingga tahun 2008, kunjungan kapal serta debarkasi dan embarkasi disajikan pada tabel 7. Untuk tahun 2005 dan 2006, kunjungan kapal menurun tetapi penumpang yang naik maupun yang turun justru mengalami peningkatan. 18

Pada tahun 2008 arus penumpang debarkasi maupun embarkasi melalui pelabuhan laut yang diusahakan di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2007. Arus penumpang datang (debarkasi) mengalami penurunan dari 309.232 orang pada tahun 2007 menjadi 271.145 orang pada tahun 2008 atau turun sebesar 12,32 persen. Sedangkan arus penumpang berangkat (embarksi) juga mengalami penurunan dari 277.695 orang pada tahun 2007 menjadi 257.854 orang pada tahun 2008 atau turun sebesar 7,14 persen (Tabel 10). Tabel 10. Banyaknya Penumpang Debarkasi Dan Embarkasi Di Pelabuhan Yang Diusahakan Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008 Rincian/Tahun 2005 2006 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) 1. Kapal (Unit) 1.057 733 839 840 2. Penumpang Naik (Orang) 227.856 317.724 277.695 257.854 3. Penumpang Turun (Orang) 255.200 315.519 309.232 271.145 Sumber : Data olahan SIMOPPEL (Pelabuhan Laut yang Diusahakan) 2. Bongkar Muat dan Arus Penumpang di Bandar Udara Untuk sebagian besar ibukota kabupaten, sarana perhubungan udara di Provinsi Papua Barat belum memadai. karena tidak semua Ibu Kota Kabupaten telah mempunyai lapangan udara yang dapat di darati oleh pesawat berbadan lebar. Hanya 2 (dua) lapangan udara yang dapat di darati oleh Pesawat Tipe F. 28 dan Boeing 737 yaitu bandar udara Rendani Kabupaten Manokwari dan bandar udara Dominique Edward Osok (DEO) di Kota Sorong. Periode tahun 2005 hingga tahun 2008, lalu lintas pesawat serta penumpang turun, naik dan transit disajikan pada tabel 8. Lalu lintas pesawat (datang dan berangkat) dari tahun 2005 hingga tahun 2007 secara konsisiten mengalami pengingkatan, sedangkan pada tahun 2008 justru mengalami penurunan. Kecuali untuk penumpang transit yang menurun tahun 19

2008 dibandingkan tahun 2007, penumpang naik dan penumpang turun secara konsisten meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2008. Tabel 11. Lalu lintas Pesawat, Penumpang Debarkasi, Embarkasi dan Transit Di Pelabuhan Udara Provinsi Papua Barat Tahun 2008 Rincian/Tahun 2005 2006 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) Pesawat Datang (Unit) 2.890 6.204 8.124 7.319 Berangkat Unit) 2.976 6.580 8.192 7.565 Penumpang Naik (Orang) 66.005 142.965 150.938 179.357 Turun (Orang) 75.915 154.538 192.684 206.356 Transit (Orang) 41.462 101.045 91.224 77.245 Sumber : Data olahan Model III/1 (Laporan Bandara Udara) Tahun 2008 terlihat ada penurunan jumlah pesawat yang datang maupun berangkat dibanding tahun 2007. Pesawat yang datang mengalami penurunan dari 8.124 unit pada tahun 2007 menjadi 7.319 unit pada tahun 2008 atau turun sebesar 9,91 persen. Demikian juga dengan pesawat berangkat yang mengalami penurunan sebesar 7,65 persen atau dari 8.192 unit pada tahun 2007 menjadi 7.565 unit pada tahun 2008. Sedangkan untuk penumpang yang turun (datang) dan penumpang naik (berangkat) mengalami peningkatan masing-masing sebesar 18,82 persen, dan 7,09 persen kecuali penumpang transit yang turun sebesar 15,32 persen (Tabel 11). Data pada Tabel 12 menyajikan bongkar muat bagasi, barang dan pos paket di pelabuhan udara Provinsi Papua Barat untuk periode tahun 2005 hingga tahun 2008. Mencermati data pada tabel 9, hanya data tonase bagasi yang dimuat dan barang yang dibongkar yang konsisten mengalami peningkatan, sedangkan data lainnya berfluktuasi. Tonase barang yang dibongkar tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 17,56 persen dibandingkan tahun 2007, akan tetapi barang yang dimuat mengalami penurunan sebesar 15,86 persen. Tonase bagasi yang dibongkar maupun bagasi yang dimuat mengalami 20

kenaikan masing-masing sebesar 22,09 persen dan 4,69 persen jika tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007. Untuk pos paket yang dibongkar tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 5,43 persen sedangkan yang dimuat mengalami penurunan sangat signifikan sebesar 98,19 persen dibandingkan dengan tahun 2007 (Tabel 12). Tabel 12. Bongkar Muat Bagasi, Barang, dan Pos Paket Di Pelabuhan Udara Provinsi Papua Barat Tahun 2008 Rincian/Tahun 2005 2006 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) Bagasi Bongkar (Kg) 948.128 1.840.992 1.595.907 1.948.518 Muat (Kg) 773.469 1.429.919 1.455.407 1.523.708 Barang Bongkar (Kg) 413.434 504.987,40 942.096 1.107.521 Muat (Kg) 288.768 538.495 1.322.645 1.112.861 Pos Paket Bongkar (Kg) 1.929 6.691,74 2.890 3.047 Muat (Kg) 11.130 44.199,70 51.619 930 Sumber : Data olahan Model III/1 (Laporan Bandara Udara) F. TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DAN RATA-RATA LAMA TAMU MENGINAP Kinerja industri perhotelan dapat diikuti perkembangannya melaui berbagai indikator, antara lain tingkat penghunian kamar hotel/akomodasi, rata-rata tempat tidur, rata-rata lama tamu asing dan domestik menginap dan indikator perhotelan lainnya. Salah satu indikatornya adalah TPK (Tingkat Penghunian Kamar) dan RLTM (Rata-rata Lama Tamu Menginap). TPK diperoleh dari perbandingan antara banyaknya malam kamar yang dihuni dengan banyaknya malam kamar yang tersedia dikalikan 100 persen, sedangkan RLTM merupakan masukan hasil antara banyaknya malam tempat tidur yang dipakai dengan banyaknya tamu yang menginap. Rata-rata lamanya tamu menginap ini dapat dibedakan antara tamu asing dan tamu dalam negeri. 21

Bulan Tabel 13. Tingkat Penghunian Kamar Hotel dan Rata-rata Lama Tamu Menginap Hotel Berbintang dan Akomodasi Lainnya Di Papua Barat Tahun 2008 TPK (%) Asing (hari) Hotel Berbintang Rata-rata Lama Tamu Menginap Dalam Negeri (hari) Gabungan (hari) TPK (%) Asing (hari) Akomodasi Lainnya Rata-rata Lama Tamu Menginap Dalam Negeri (hari) Gabungan (hari) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Januari 55,65 5,75 3,15 3,24 28,89 3,25 2,80 2,84 Februari 51,79 10,52 2,43 2,76 33,59 3,36 3,06 3,21 Maret 42,44 5,63 2,55 2,65 30,01 1,08 3,27 3,25 April 38,35 3,31 2,29 2,33 34,95 3,00 2,69 2,70 Mei 33,93 3,29 2,29 2,34 26,85 4,60 2,71 2,79 Juni 36,98 4,98 2,29 2,39 24,35 4,75 2,68 2,68 Juli 45,83 6,23 2,61 2,93 22,24 1,56 2,52 2,50 Agustus 36,16 4,71 2,08 2,18 19,15 3,96 2,41 2,44 September 27,81 5,09 2,22 2,39 22,56 1,64 6,90 3,07 Oktober 43,84 6,36 2,86 3,03 17,41 1,93 2,90 2,89 November 34,96 5,11 1,89 2,05 25,19 2,14 2,91 2,91 Desember 35,94 5,20 1,88 2,03 30,29 1,64 3,35 3,34 TPK hotel berbintang tahun 2008 secara umum mengalami penurunan tiap bulan dibandingkan dengan bulan sebelumnya kecuali bulan Juni, Juli, Oktober, dan Desember yang justru mengalami kenaikan. TPK hotel berbintang yang tertinggi adalah pada bulan Januari mencapai 55,65 persen dan terendah pada bulan September dengan TPK sebesar 27,61 persen. Sementara untuk TPK akomodasi lainnya, selama tahun 2008 mengalami penurunan tiap bulan dibandingkan dengan bulan sebelumnya, kecuali bulan Februari, April, 22

September, November dan Desember yang justru mengalami peningkatan. TPK akomodasi lainnya pada tahun 2008, yang tertinggi adalah pada bulan Februari yakni sebesar 33,59 persen dan terendah pada bulan Oktober yakni 17,41 persen. Secara umum, rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu dalam negeri mengalami flukstuasi baik hotel berbintang maupun akomodasi lainnya. RLTM tamu asing tahun 2008 yang tertinggi adalah pada bulan Februari yaitu 10,52 hari untuk hotel berbintang dan bulan Juni yaitu 4,75 hari untuk akomodasi lainnya. Sementara RLTM untuk tamu dalam negeri selama tahun 2008, yang tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 3,15 hari untuk hotel berbintang dan pada bulan September sebesar 6,90 hari untuk akomodasi lainnya (Tabel 13). G. KEMISKINAN Tujuan pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah berkurangnya penduduk miskin. Penurunan jumlah penduduk miskin dapat dimaknai peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan kenaikan harga-harga, garis kemiskinan dari tahun 2007 ke tahun 2008 naik. Tabel 14 menunjukkan garis kemiskinan selama periode tahun 2007 dan 2008 naik 31,55 persen. Meskipun begitu, kenaikan garis kemiskinan tidak diikuti oleh keniakan persentase penduduk miskin. Dapat dikatakan bahwa kenaikan garis kemiskinandapat diimbangi oleh kenaikan daya beli masyarakat di Provinsi Papua Barat. Beberapa kabupaten/kota yang berhasil menurunkan insiden kemiskinan adalah Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong. Kabupaten lainnya belum berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Kenaikan insiden kemiskinan tertinggi di Kabupaten Manokwari. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Manokwari naik 8,21 persen selama periode tahun 2007 dan 2008. 23

Tabel 14. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 Kabupaten/Kota Persentase penduduk miskin belum cukup untuk dijadikan sebagai indikator kemiskinan, ada dua indikator lainnya yaitu indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Persentase Penduduk miskin memang dapat memberikan gambaran proporsi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tetapi angka ini tidak dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kemiskinan yang dialami penduduk miskin mengingat angka ini tidak akan berubah ketika seorang yang awalnya miskin menjadi semakin miskin. Jumlah Persentase Garis Penduduk Miskin / Penduduk Miskin / Kemiskinan / The Number of The Percentage of Poverty Line Poor People Poor People (Rp.) 2007 2008 2007 2008 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kab. Fak-Fak 24,71 24,47 39,57 37,55 270 365 245 342 Kab. Kaimana 13,73 10,61 35,22 23,25 211 324 216 657 Kab. Teluk Wondama 11,46 11,98 53,34 47,36 186 128 227 686 Kab. Teluk Bintuni 25,92 30,06 51,37 50,39 247 951 274 014 Kab. Manokwari 76,35 82,62 47,34 43,57 278 175 289 442 Kab. Sorong Selatan 16,00 16,37 28,05 26,66 165 792 204 720 Kab. Sorong 31,01 32,55 33,84 33,95 160 706 213 899 Kab. Raja Ampat 11,44 10,45 30,07 23,76 217 042 220 837 Kota Sorong 56,19 18,19 35,71 14,93 392 698 387 984 PROV. PAPUA BARAT 266,80 237,30 39,31 33,49 205 998 270 990 Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya dilakukan dengan cara mengurangi jumlah penduduk miskin tetapi juga mengurangi jarak kemiskinan dengan garis kemiskinan serta mengurangi tingkat keparahahn kemiskinan. Oleh karena itu indikator 24

lainnya yang digunakan untuk analisis kemiskinan yaitu indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index) dan indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity Index). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan rata-rata jarak antara taraf hidup penduduk miskin dengan garis kemiskinan dan dinyatakan sebagai rasio dari kemiskinan. Namun demikian, indeks ini tidak sensitif terhadap perubahan distribusi pendapatan dari penduduk miskin sehingga memerlukan indikator lain untuk mengukur tingkat keparahan kemiskinan (P2). Penurunan pada P1 menunjukkan bahwa jarak antara tingkat pendapatan penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan. Hal ini juga berarti bahwa tingkat pendapatan penduduk miskin semakin meningkat. Berdasarkan Tabel 15, indeks kedalaman kemiskinan di Provinsi Barat dari tahun 2007 ke tahun 2008 turun dari 12,97 ke 10,83. Hal ini berarti tingkat pendapatan penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan. Tabel 15. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2008 Indeks Kedalaman Indeks Keparahan Kemiskinan / Kemiskinan / Kabupaten/Kota Poverty Gap Poverty Severity Index (P1) Index (P2) 2007 2008 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) Kab. Fakfak 8,79 9,21 3,12 2,98 Kab. Kaimana 7,31 5,58 2,12 1,65 Kab. Teluk Wondama 13,02 13,02 4,30 4,42 Kab. Teluk Bintuni 14,59 16,29 5,58 7,32 Kab. Manokwari 12,75 14,21 4,53 5,94 Kab. Sorong Selatan 7,48 9,31 2,91 3,71 Kab. Sorong 6,83 10,36 1,89 3,65 Kab. Raja Ampat 6,84 6,64 1,89 2,31 Kota Sorong 9,41 7,93 3,55 4,94 PROV. PAPUA BARAT 12,97 10,83 5,66 4,55 25

Indeks Kedalaman Kemiskinan Kabupaten Sorong mengalami kenaikan terbesar jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di Papua Barat yaitu sebesar 3,53 persen. Sedangkan Kabupaten yang mengalami penurunan indeks kedalaman kemiskinan adalah Kabupaten Kaimana, Kabupaten Raja Ampat, dan Kota Sorong (lihat Gambar 6). Indeks Keparahan Kemiskinan di Provinsi Papua Barat dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga turun. Penurunan kedua indikator kemiskinan ini menunjukkan bahwa tingkat kedalaman dan keparahan dari insiden kemiskinan di Provinsi Papua Barat semakin berkurang. Kota Sorong Kab. Raja Ampat Kab. Sorong Kab. Sorong Selatan Kab. Manokwari Kab. Teluk Bintuni Kab. Teluk Wondama Kab. Kaimana Kab. Fak Fak 0 5 5.58 6.64 7.93 9.31 9.21 10.36 Gambar 6. Indeks Kedalaman Kemiskinan Tahun 2007-2008 10 2008 2007 13.02 14.21 16.29 15 20 Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 26

H. KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2007 FEBRUARI 2009 1. Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan indikator ketenagakerjaan yang menunjukkan rasio jumlah penduduk yang tercakup sebagai angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. TPAK berguna untuk mengindikasikan besarnya penduduk usia 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi disuatu wilayah, dan menjadi indikator besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labour supply) untuk sektor ekonomi yang memproduksi barang-barang dan jasa. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Papua Barat pada Februari 2009 mencapai 360.660 orang, bertambah 16.455 orang dibanding jumlah angkatan kerja Februari 2008 yang mencapai 344.205 orang atau bertambah 55.419 orang dibanding Februari 2007 yang jumlahnya 305.241 orang. 2. Tingkat Pengangguran Terbuka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan rasio antara jumlah penduduk yang tidak bekerja dan masih mencari pekerjaan dengan jumlah penduduk yang tercakup sebagai angkatan kerja. Perkembangan indikator ketenagakerjaan tersebut disajikan pada Tabel 11. 27

Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama Februari 2007 - Februari 2009 Februari Februari Februari Uraian 2007 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5) 1 Penduduk 15+ 440.220 493.090 509.151 2 Angkatan Kerja 305.241 344.205 360.660 - Bekerja 274.168 312.205 332.796 - Penganggur 31.073 32.000 27.864 3 Bukan Angkatan Kerja 134.979 148.885 148.491 4 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 69,34 69,81 70,84 5 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 10,18 9,30 7,73 Jumlah penganggur pada Februari 2009 mengalami penurunan sebesar 4.136 orang dibandingkan dengan Februari 2008 yaitu dari 32.000 orang menjadi 27.864 orang dan juga mengalami penurunan sebesar 3.209 orang jika dibandingkan dengan Februari 2007 yang jumlahnya 31.073 orang. TPT di Provinsi Papua Barat pada Februari 2009 mencapai 7,73 persen, mengalami penurunan sebesar 1,57 poin jika dibandingkan dengan Februari 2008 mencapai 9,30 persen, begitu juga bila dibandingkan dengan Februari 2007 yang mengalami penurunan sebesar 2,45 poin, yakni dari 10,18 persen (Tabel 16). TPT menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada Februari 2009 sebagian mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Februari 2008 tetapi sebagian lagi justru mengalami peningkatan. TPK yang paling besar justru umumnya adalah untuk tingkat pendidikan DI/II/III yaitu sebesar 12,55 poin. Sedangkan yang paling tinggi peningkatannya adalah pada tingkat SMA Kejuruan yaitu sebesar 4,03 poin. Menarik untuk di cermati adalah terjadinya peningkatan TPT untuk yang berpendidikan sarjana dari 16,62 persen pada Februari 2008 menjadi 17,14 persen pada Februari 2009 (Tabel 17). 28

Tabel 17. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Februari 2007 - Februari 2009 (dalam persen) Februari Februari Februari Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan 2007 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5) 1 <= SD 3,59 5,50 2,10 2 SMP 9,05 10,04 9,29 3 SMA Umum 23,38 14,77 16,07 4 SMA Kejuruan 14,08 7,94 11,97 5 DI/II/III 9,84 20,57 8,02 6 Universitas 14,58 16,62 17,14 7 Total 10,18 9,30 7,73 3. Penduduk yang Bekerja Konsep bekerja yang diadopsi dari International Labour Organization (ILO) menggunakan pendekatan kriteria satu jam bekerja (the one-hour criterion), yaitu kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam secara tidak terputus selama seminggu yang lalu. Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Papua Barat pada Februari 2009 mencapai 332.796 orang, bertambah 20.591 orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Februari 2008 yang mencapai 312.205 orang, atau bertambah 58.628 orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 yang jumlahnya 274.168 orang. Situasi ketenagakerjaan pada bulan Februari 2009 dibandingkan Februari 2008 ditandai dengan meningkatnya jumlah pekerja di hampir seluruh sektor, kecuali sektor pertambangan; sektor industri; sektor listrik, gas dan air; sektor perdagangan; dan sektor 29

transportasi yang justru mengalami penurunan. Sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja tertinggi dibandingkan dengan keadaan Februari 2008 adalah sektor pertanian, konstruksi dan jasa kemasyarakatan (Tabel 18). Tabel 18. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2007 - Februari 2009 (orang) Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2007 Februari 2008 Februari 2009 (1) (2) (3) (4) (5) 1 Pertanian 157.352 151.096 162.412 2 Pertambangan 3.282 7.362 6.647 3 Industri 18.748 14.934 13.181 4 Listrik, Gas, dan Air 1.322 1.965 234 5 Konstruksi 8.678 16.561 20.070 6 Perdagangan 21.902 37.805 36.520 7 Transportasi 20.994 20.210 18.993 8 Keuangan 4.193 2.316 4.248 9 Jasa-jasa 37.697 59.956 70.491 TOTAL 274.168 312.205 332.796 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut status pekerjaan utama pada Februari 2009 mengalami peningkatan sebesar 20.591 orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Februari 2008. Status pekerjaan utama yang mengalami peningkatan paling banyak adalah buruh/karyawan yaitu sebanyak 12.553 orang, begitu juga jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007, mengalami peningkatan sebanyak 26.611 orang. 30

Tabel 19. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Februari 2007 - Februari 2009 (orang) Februari Status Pekerjaan Utama 2007 2008 2009 (1) (2) (3) (4) 1 Berusaha Sendiri 50.716 82.995 78.320 2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap 94.240 58.199 68.715 3 Berusaha dibantu buruh tetap 4.166 4.897 5.025 4 Buruh / Karyawan 84.185 98.243 110.796 5 Pekerja Bebas di Pertanian 978 1.239 2.097 6 Pekerja Bebas di Non Pertanian 1.560 6.331 4.149 7 Pekerja Tak Dibayar 38.323 60.301 63.694 (Ribuan) 400 350 300 250 200 150 100 TOTAL 274.168 312.205 332.796 Gambar 7. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Penganggur, Februari 2007 Februari 2009 (ribu orang) 50 0 Februari 2007 Februari 2008 Februari 2009 Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran 31

I. KINERJA PEREKONOMIAN SEMESTER I 2009 Indikator utama yang digunakan untuk mengukur perkembangan ekonomi adalah Produk Demestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dihitung menggunakan dua pendekatan yaitu PDRB pendekatan produksi dan PDRB pendekatan penggunaan. PDRB pendekatan produksi menggambarkan nilai tambah barang dan jasa dari seluruh kegiatan ekonomi yang berada di wilayah Papua Barat. PDRB pendekatan produksi selanjutnya disebut PDRB Sektoral/PDRB menurut lapangan usaha karena nilai tambah tersebut dipilah-pilah menjadi sembilan sektor ekonomi utama. Sementara PDRB pendekatan penggunaan menggambarkan bagaimana barang dan jasa dari seluruh kegiatan ekonomi dikonsumsi oleh masyarakat. PDRB pendekatan penggunaan selanjutnya disebut PDRB menurut penggunaan. a. Pertumbuhan Triwulan I Tahun 2009 Pada triwulan I 2009 PDRB Papua Barat atas dasar harga berlaku mencapai Rp 3.484,04 miliar. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,35 persen dibandingkan PDRB pada triwulan IV 2008. Sementara PDRB atas dasar harga konstan 2000 tumbuh minus 2,11 persen dengan nilai mencapai Rp 1.639,44 miliar. Pada PDRB lapangan usaha, pertumbuhan negatif terbesar dihasilkan oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh minus 16,91 persen. 32

Tabel 20. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan I, IV Tahun 2008 dan Triwulan I Tahun 2009 Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Nilai Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Pertumbuhan (Persen) Sumber Pertumbuhan (Persen) Triwulan I Triwulan IV Triwulan I q-to-q y-on-y y-on-y 2008 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Pertanian 441,52 466,02 453,66-2,65 2,75 0,80 2. Pertambangan dan Penggalian 270,07 283,47 271,74-4,14 0,62 0,11 3. Industri Pengolahan 212,35 229,45 242,46 5,67 14,18 1,97 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 7,04 7,53 7,76 3,05 10,35 0,05 5. Bangunan 130,71 160,92 151,39-5,92 15,82 1,36 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan-Persewaan dan Jasa Perusahaan 161,57 173,65 174,74 0,63 8,15 0,86 112,39 124,46 129,98 4,43 15,65 1,15 31,30 40,70 33,82-16,91 8,03 0,16 9. Jasa-jasa 159,01 188,50 173,88-7,76 9.36 0,97 PDRB 1.525,96 1.674,71 1.639,44-2,11 7,44 7,44 PDRB TANPA MIGAS 1.182,91 1.306,76 1.280,65-2,00 8,26 - Jika dirinci, pertumbuhan per sektor PDRB lapangan usaha diurutkan mulai yang terbesar adalah: sektor industri pengolahan tumbuh 5,67 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 4,43 persen, sektor listrik-gas-air bersih tumbuh 3,05 persen, sektor perdagangan-hotel-restoran tumbuh 0,63 persen, sektor pertanian tumbuh minus 2,65 persen, sektor pertambangan-penggalian tumbuh minus 4,14 persen, sektor bangunan tumbuh minus 5,92 persen, sektor jasa-jasa tumbuh minus 7,76 persen dan sektor keuanganpersewaan-jasa perusahaan tumbuh minus 16,91 persen. Pertumbuhan secara year on year (y on y) menggambarkan pertumbuhan tanpa dipengaruhi faktor musim. Pertumbuhan PDRB(y on y) mencapai 7,44 persen. Sumber pertumbuhan pada PDRB lapangan usaha berasal dari sektor industri pengolahan 1,97 33

persen, sektor bangunan 1,36 persen dan sektor pengangkutan-komunikasi sebesar 1,15 persen. Struktur perekonomian Papua Barat dilihat melalui distribusi nilai tambah per sektor. Struktur ini memperlihatkan sektor-sektor utama yang berpengaruh besar dalam perekonomian Papua Barat. Pada triwulan I 2009, industri pengolahan memiliki peranan terbesar dengan 25,01 persen dengan nilai mencapai Rp 871,30 miliar. Kemudian disusul oleh sektor pertanian sebesar 24,20 persen dengan nilai mencapai Rp 843,23 miiar, sektor pertambangan-penggalian sebesar 13,67 persen dengan nilai mencapai Rp 476,15 miliar, dan sektor perdagangan-hotel-restoran sebesar 10,01 persen dengan nilai mencapai Rp 348,87 miliar. Keempat sektor tersebut mempunyai andil secara total sebesar 72,89 persen. Kelima sektor lainnya mempunyai andil kurang dari 10 persen. Tabel 21. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan I dan IV Tahun 2008 serta Triwulan I Tahun 2009 Nilai Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah) Struktur Ekonomi (Persen) Triwulan I 2008 Triwulan IV 2008 Triwulan I 2009 Triwulan I 2008 Triwulan IV 2008 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 7) Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Triwulan I 2009 1. Pertanian 711,04 838,07 843,23 25,46 24,14 24,20 2. Pertambangan dan Penggalian 430,91 495,77 476,15 15,43 14,28 13,67 3. Industri Pengolahan 612,94 820,32 871,30 21,94 23,63 25,01 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 15,67 17,29 17,90 0,56 0,50 0,51 5. Bangunan 240,02 346,89 327,20 8,60 9,99 9,39 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 300,88 345,66 348,87 10,78 9,96 10,01 7. Pengangkutan dan Komunikasi 202,00 235,44 252,57 7,23 6,78 7,25 8. Keuangan-Persewaan dan Jasa Perusahaan 60,17 84,50 79,79 2,15 2,43 2,29 9. Jasa-jasa 218,98 288,01 267,03 7,84 8,30 7,66 PDRB 2.792,35 3.471,96 3.484,04 100,00 100,00 100,00 PDRB TANPA MIGAS 1.976,14 2.409,68 2.410,13 70,77 69,40 69,18 34

Sementara pertumbuhan negatif terbesar pada PDRB penggunaan berada pada komponen ekspor sebesar minus 30,05 persen. Jika pertumbuhan PDRB penggunaan dirinci per komponennya mulai dari yang terbesar adalah: komponen pengeluaran lembaga swasta nirlaba tumbuh 10,27 persen, komponen perubahan stok 0,18 persen, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh minus 1,13 persen, komponen pengeluaran konsumsi pemerintah minus 2,73 persen, komponen pembentukan modal tetap bruto tumbuh minus 4,18 persen, komponen ekspor tumbuh minus 30,05 persen. Komponen impor sebagai faktor pengurang tumbuh minus 25,70 persen. Sumber pertumbuhan PDRB penggunaan berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar 5,94 persen dan pembentukan modal tetap bruto sebesar 1,26 persen. Tabel 22. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan I, IV Tahun 2008 dan Triwulan I Tahun 2009 Sumber Nilai Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pertumbuhan Pertumbuhan (Miliar Rupiah) (Persen) Jenis Pengeluaran (Persen) Triwulan I Triwulan IV Triwulan I 2008 2008 2009 q-to-q y-on-y y-on-y (1) (2) (3) (4) (5) (6) 7) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 899,39 1.001,47 990,10-1,13 10,09 5,94 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 8,91 9,42 10,39 10,27 16,54 0,10 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 273,41 289,76 281,85-2,73 3,09 0,55 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 429,94 468,76 449,16-4,18 4,47 1,26 5. Perubahan Stok 53,78 55,20 55,31 0,18 2,84 0,10 6. Ekspor 640,78 827,09 578,00354-30,05-9,71-4,08 7. Impor (-) 780,25 976,98 725,91-25,70-6,96-3,56 PDRB 1.525,96 1.674,71 1.639,44-2,11 7,44 7,44 Struktur ekonomi berdasarkan PDRB penggunaan dapat dilihat pada tabel 23. Peranan terbesar masih dipegang komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 35

72,62 persen dengan nilai mencapai Rp 2.530,02 miiar. Kemudian disusul oleh komponen ekspor sebesar 38,34 persen dengan nilai mencapai Rp 1.335,77 miliar, komponen pembentukan modal tetap bruto sebesar 31,16 persen dengan nilai mencapai Rp 1.085,76 miliar dan komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 19,11 persen dengan nilai mencapai Rp 665,67 miliar. Sedangkan nilai komponen impor mencapai Rp 2.256,02 miliar dan mempunyai peranan sebesar 64,75 persen. Tabel 23. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan I dan IV Tahun 2008 sertatriwulan I Tahun 2009 Nilai Atas Dasar Harga Berlaku Struktur Ekonomi Jenis Pengeluaran (Miliar Rupiah) (Persen) Triwulan I Triwulan IV Triwulan I Triwulan I Triwulan IV Triwulan I 2008 2008 2009 2008 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 7) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 1.793,72 2.509,43 2.530,02 64,24 72,28 72,62 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 18,77 22,10 24,51 0,67 0,64 0,70 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 563,93 671,35 665,67 20,20 19,34 19,11 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 921,00 1.107,03 1.085,76 32,98 31,88 31,16 5. Perubahan Stok 87,92 97,97 98,31 3,15 2,82 2,82 6. Ekspor 1.330,29 1.860,46 1.335,77 47,64 53,59 38,34 7. Impor (-) 1.923,27 2.796,39 2.256,02 68,88 80,54 64,75 PDRB 2.792,35 3.471,96 3.484,04 100,00 100,00 100,00 b. Pertumbuhan Triwulan II Tahun 2009 Pada triwulan II tahun 2009 PDRB Papua Barat atas dasar harga berlaku mencapai Rp 3.605,43miliar. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 3,48 persen dibandingkan PDRB pada triwulan I tahun 2009. Sementara PDRB atas dasar harga konstan 2000 tumbuh 2,42 persen dengan nilai mencapai Rp 1.679,13 miliar. Pada PDRB lapangan usaha, pertumbuhan terbesar dihasilkan oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh 9,61 persen. 36

Tabel 24. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha menurut Lapangan Usaha pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009 NIlai Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Triwulan II 2008 Triwulan I 2009 Triwulan II 2009 Pertumbuhan (Persen) Sumber Pertumbuhan (Persen) Q to Q Y on Y C to C Y on Y (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Pertanian 445,85 453,66 468,34 3,24 5,04 3,90 1,45 2. Pertambangan dan Penggalian 270,27 271,74 272,63 0,33 0,87 0,75 0,15 3. Industri Pengolahan 210,61 242,46 242,88 0,17 15,32 14,75 2,08 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 7,20 7,76 7,97 2,61 10,58 10,47 0,05 5. Bangunan 135,04 151,39 156,82 3,59 16,13 15,98 1,40 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 165,82 174,74 177,87 1,79 7,26 7,70 0,77 7. Pengangkutan dan Komunikasi 116,13 129,98 134,92 3,81 16,18 15,92 1,21 8. Keuangan-Persewaan dan Jasa Perusahaan 38,50 33,82 37,07 9,61-3,72 1,55-0,09 9. Jasa-jasa 164,72 173,88 180,63 3,88 9,66 9,51 1,02 PDRB 1.554,16 1.639,44 1.679,13 2,42 8,04 7,74 8,04 PDRB TANPA MIGAS 1.182,91 1.280,64 1.319,73 3,05 8,94 8,60 - Jika dirinci pertumbuhan per sektor PDRB lapangan usaha dan diurutkan mulai yang terbesar adalah: sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 9,61 persen; sektor jasa-jasa tumbuh 3,88 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 3,81 persen; sektor bangunan tumbuh 3,59 persen; sektor pertanian tumbuh 3,24 persen; sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 2,61 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 1,79 persen; sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 0,33 persen; dan sektor industri pengolahan tumbuh 0,17 persen. Pertumbuhan secara year on year (y on y) menggambarkan pertumbuhan tanpa dipengaruhi faktor musim. Pertumbuhan PDRB Sektoral secara year on year (y on y) pada triwulan II tahun 2009 sebesar 8,04 persen. Pertumbuhan tertinggi secara y on y berada di 37

sektor pengangkutan dan komunikasi (16,18 persen). Sementara pertumbuhan terendah terjadi di sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (minus 3,72 persen). Struktur perekonomian Papua Barat dilihat melalui distribusi nilai tambah per sektor. Struktur ini memperlihatkan sektor-sektor utama yang berpengaruh besar dalam perekonomian Papua Barat. Tabel 25. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009 Nilai Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah) Struktur Ekonomi (Persen) Triwulan II 2008 Triwulan I 2009 Triwulan II 2009 Triwulan II 2008 Triwulan I 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 7) Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Triwulan II 2009 1. Pertanian 749,08 843,23 893,79 25,13 24,20 24,79 2. Pertambangan dan Penggalian 452,36 476,15 479,32 15,18 13,67 13,29 3. Industri Pengolahan 659,87 871,30 871,53 22,14 25,01 24,17 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 16,34 17,90 18,47 0,55 0,51 0,51 5. Bangunan 263,36 327,20 327,20 8,84 9,39 9,68 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 315,10 348,87 366,62 10,57 10,01 10,17 7. Pengangkutan dan Komunikasi 208,96 252,57 258,78 7,01 7,25 7,18 8. Keuangan-Persewaan dan Jasa Perusahaan 77,35 79,79 86,25 2,60 2,29 2,39 9. Jasa-jasa 238,31 267,03 281,57 8,00 7,66 7,81 PDRB 2.980,64 3.484,04 3.605,43 100,00 100,00 100,000 PDRB TANPA MIGAS 2.097,21 2.410,13 2.524,78 70,36 69,18 70,03 Pada triwulan II 2009, sektor pertanian memiliki peranan terbesar dengan 24,79 persen dengan nilai mencapai Rp 893,79 miliar. Kemudian disusul oleh sektor industri pengolahan sebesar 24,17 persen dengan nilai mencapai Rp 871,53 miliar; sektor pertambangan dan penggalian sebesar 13,29 persen dengan nilai mencapai Rp 479,32 miliar, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 10,17 persen dengan nilai mencapai Rp 366,62 38

miliar. Keempat sektor tersebut mempunyai andil secara total sebesar 72,43 persen. Kelima sektor lainnya mempunyai andil kurang dari 10 persen. Sementara pertumbuhan terbesar pada PDRB penggunaan berada pada komponen konsumsi lembaga swasta nirlaba (11,17 persen). Jika pertumbuhan PDRB penggunaan dirinci per komponennya mulai dari yang terbesar adalah: komponen pengeluaran lembaga swasta nirlaba tumbuh 11,17 persen; komponen pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh 6,85 persen; komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh 5,69 persen; komponen pembentukan modal tetap bruto tumbuh 2,92 persen. Sementara komponen perubahan stok tumbuh minus 1,38 persen dan ekspor tumbuh minus 8,46 persen. Komponen impor sebagai faktor pengurang tumbuh 0,07 persen. Tabel 26. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009 Sumber NIlai Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pertumbuhan Pertumbuhan (Miliar Rupiah) (Persen) Jenis Pengeluaran (Persen) Triwulan II Triwulan I Triwulan II 2008 2009 2009 Q to Q Y on Y C to C Y on Y (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 917,17 990,10 1.046,48 5,69 14,10 12,11 8,32 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 9,01 10,39 11,55 11,17 28,12 22,37 0,16 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 283,33 281,85 301,15 6,85 6,29 4,72 1,15 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 437,55 449,16 462,27 2,92 5,65 5,07 1,59 5. Perubahan Stok 54,69 55,31 54,54-1,38-0,27 1,27-0,01 6. Ekspor 781,64 578,54 529,59-13,49-32,25-22,10-16,22 7. Impor (-) 929,22 725,91 726,45 0,07-21,82-15,04-13,05 PDRB 1.554,16 1.639,44 1.679,13 2,42 8,04 7,74 8,04 Secara y on y, pertumbuhan tertinggi tercipta oleh komponen konsumsi lembaga nirlaba yang tumbuh 28,12 persen. Pertumbuhan terendah terjadi di komponen ekspor yang tumbuh 39

minus 32,25 persen. Sumber pertumbuhan PDRB penggunaan berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar 8,32 persen dan pembentukan modal tetap bruto sebesar 1,59 persen. Struktur ekonomi berdasarkan PDRB penggunaan pada triwulan II tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 27. Peranan terbesar masih dipegang komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 74,47 persen dengan nilai mencapai Rp 2.684,80 miiar. Kemudian disusul oleh komponen ekspor sebesar 34,36 persen dengan nilai mencapai Rp 1.238,68 miliar, komponen pembentukan modal tetap bruto sebesar 31,03 persen dengan nilai mencapai Rp 1.118,85 miliar dan komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 19,78 persen dengan nilai mencapai Rp 713,16 miliar. Sedangkan nilai komponen impor mencapai Rp 2.275,34 miliar dan mempunyai peranan sebesar 63,11 persen. Tabel 27. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Triwulan II Tahun 2008 dan Triwulan I-II Tahun 2009 Nilai Atas Dasar Harga Berlaku Struktur Ekonomi Jenis Pengeluaran (Miliar Rupiah) (Persen) Triwulan II Triwulan I Triwulan II Triwulan II Triwulan I Triwulan II 2008 2009 2009 2008 2009 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 7) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2.116,05 2.530,02 2.684,80 70,99 72,62 74,47 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 20,64 24,51 28,06 0,69 0,70 0,78 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 626,72 665,67 713,16 21,03 19,11 19,78 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 1.015,64 1.085,76 1.118,85 34,07 31,16 31,03 5. Perubahan Stok 93,71 98,31 97,22 3,14 2,82 2,70 6. Ekspor 1.701,64 1.335,77 1.238,68 57,09 38,34 34,36 7. Impor (-) 2.593,75 2.256,02 2.275,34 87,02 64,75 63,11 PDRB 2.980,64 3.484,04 3.605,43 100,00 100,00 100,00 40

c. Pertumbuhan Semester I Tahun 2009 Pada semester I tahun 2009 terjadi pertumbuhan sebesar 7,74 persen. Pada PDRB menurut lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor bangunan (15,98 persen). Sementara pertumbuhan terendah terjadi di sektor pertambangan dan penggalian (0,75 persen). Tabel 28. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Semester I Tahun 2008 2009 NIlai Atas Dasar Harga Sumber Sektor Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Pertumbuhan Pertumbuhan Ekonomi/Lapangan Usaha Semester I Semester I (Persen) (Persen) 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pertanian 887,37 922,00 3,90 1,12 2. Pertambangan dan Penggalian 540,34 544,37 0,75 0,13 3. Industri Pengolahan 422,97 485,34 14,75 2,03 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 14,24 15,73 10,47 0,05 5. Bangunan 265,76 308,22 15,98 1,38 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 327,40 352,61 7,70 0,82 7. Pengangkutan dan Komunikasi 228,52 264,90 15,92 1,18 8. Keuangan-Persewaan dan Jasa Perusahaan 69,80 70,88 1,55 0,04 9. Jasa-jasa 323,73 354,52 9,51 1,00 PDRB 3.080,12 3.318,57 7,74 7,74 PDRB TANPA MIGAS 2.394,35 2.600,37 8,60 - Sumber pertumbuhan terbesar berasal dari sektor industri pengolahan (2,03 persen). Disusul kemudian oleh sektor bangunan (1,38 persen). Sementara sektor pertanian memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 1,12 persen. 41

Industri pengolahan memberikan sumbangan sebesar 24,58 persen terhadap struktur perekonomian Papua Barat. Sektor pertanian sumbangan sebesar 24,50 persen. Sementara sumbangan terkecil diberikan oleh sektor listrik, gas dan air bersih (0,2 persen). Tabel 29. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Lapangan Usaha pada Semester I Tahun 2008 2009 Nilai Atas Dasar Harga Struktur Ekonomi Sektor Berlaku (Persen) Ekonomi/Lapangan (Miliar Rupiah) Usaha Semester I 2008 Semester I 2009 Semester I 2008 Semester I 2009 (1) (2) (3) (4) (5 1. Pertanian 1.460,12 1.737,02 25,29 24,50 2. Pertambangan dan Penggalian 883,27 955,46 15,30 13,48 3. Industri Pengolahan 1.272,57 1.742,83 22,04 24,58 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 32,01 36,37 0,55 0,52 5. Bangunan 503,38 676,30 8,72 9,54 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 615,98 715,49 10,67 10,09 7. Pengangkutan dan Komunikasi 410,86 511,35 7,12 7,21 8. Keuangan-Persewaan dan Jasa Perusahaan 137,52 166,04 2,38 2,34 9. Jasa-jasa 457,29 548,61 7,92 7,74 PDRB 5.772,99 7.089,47 100,00 100,00 PDRB TANPA MIGAS 4.073,35 4.934,91 70,56 69,61 Sementara jika dilihat pertumbuhan pada PDRB menurut penggunaan, pertumbuhan tertinggi tetap tercipta oleh komponen konsumsi lembaga nirlaba yang tumbuh 22,37 persen. Dan yang terendah terjadi pada komponen ekspor yang tumbuh minus 22,10 persen. Sumber pertumbuhan terbesar masih dipegang oleh komponen pengeluaran konsumsi rumahtangga masih mendominasi (8,20 persen), disusul oleh komponen pembentukan modal tetap bruto (1,70 persen). Sementara ekspor dan impor memberikan pertumbuhan negatif masing-masing minus 11,60 persen dan minus 11,77 persen. 42

Komponen pengeluaran konsumsi rumahtangga tetap memegang peranan terbesar dalam struktur ekonomi berdasarkan PDRB menurut penggunaan. Komponen ini menyumbang 73,56 persen terhadap pembetukan PDRB. Komponen terbesar kedua dipegang oleh komponen ekspor (36,31 persen), kemudian pembentukan modal tetap bruto (31,10 persen) dan komponen pengeluaran pemerintah (19,45 persen). Sementara impor sebagai factor pengurang memberikan kontribusi sebesar 63,92 persen. Tabel 30. Nilai ADH Konstan 2000, Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan PDRB Papua Barat menurut Semester I Tahun 2008 2009 Nilai Atas Dasar Harga Sumber Pertumbuhan Konstan 2000 Pertumbuhan (Persen) Jenis Pengeluaran (Miliar Rupiah) (Persen) Semester I 2008 Semester I 2009 Semester I 2008 Semester I 2009 (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 1.816,56 2.036,58 12,11 8,20 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 17,92 21,93 22,34 0,15 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 556,73 583,01 4,72 0,97 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 867,49 911,43 5,07 1,70 5. Perubahan Stok 108,47 109,85 1,27 0,04 6. Ekspor 1.422,41 1.108,12-22,10-11,60 7. Impor (-) 1.709,47 1.452,36-15,04-11,77 PDRB 3.080,12 3.318,57 7,74 7,74 43

Tabel 31. Nilai ADH Berlaku dan Struktur Ekonomi PDRB Papua Barat menurut Penggunaan pada Semester I Tahun 2008 2009 Jenis Pengeluaran Nilai Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah) Semester I 2008 Semester I 2009 Semester I 2008 Struktur Ekonomi (Persen) Semester I 2009 (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.909,78 5.214,82 67,73 73,56 39,41 52,58 0,68 0,74 1.190,65 1.378,83 20,62 19,45 1.936,63 2.204,62 33,55 31,10 5. Perubahan Stok 181,63 195,54 3,15 2,76 6. Ekspor 3.031,92 2.574,45 52,52 36,31 7. Impor (-) 4.517,02 4.531,37 78,24 63,92 PDRB 5.772,99 7.089,47 100,00 100,00 J. DISPARITAS PEMBANGUNAN EKONOMI Papua Barat sebagai sebuah provinsi termuda dibandingkan dengan 32 provinsi lainnya di Indonesia sedang dalam kondisi membangun secara pesat, terutama untuk mengejar ketertinggalan dari provinsi-provinsi lainnya. Pertumbuhan yang pesat itu ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alam, laju pembangunan berjalan dengan pesat. Disamping itu, setelah mekar menjadi delapan kabupaten dan satu kota, pembangunan diharapkan akan kian dipacu dan dampak pembangunan akan dirasakan oleh masyarakat secara merata antar wilayah. Proses akumulasi dan mobilitas sumber-sumber daya berupa modal, ketrampilan tenaga kerja, sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah menjadi pemicu laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Paradigma pembangunan ekonomi semestinya tidak hanya bertujuan kepada pertumbuhan semata, tetapi harus diiringi oleh pemberdayan masyarakat dan pada akhirnya menghasilkan pemerataan. 44

Beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur implikasi hasil pembangunan antara lain: distribusi pendapatan yang diukur dengan gini ratio, perbandingan relatif dan absolut antar wilayah dan indeks disparitas. Kesenjangan disparitas pembangunan ekonomi regional diukur dengan Indeks Williamson. Indeks ini mampu mendeteksi secara periodik ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu wilayah. Indeks Williamson merupakan koefisien variasi dari rata-rata nilai sebaran. Dasar penghitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dengan jumlah penduduk suatu daerah. Interval indeks ini berkisar antara nol sampai dengan satu (0 Iw 1), artinya jika indeks mendekati nilai nol maka kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayahnya kecil, sedangkan bila nilai indeks mendekati nilai satu maka ketimpangan pembangunan di wilayah tersebut semakin besar. Tabel 32. Indeks Williamson dan Perubahannya Tahun 2006-2008 Rincian 2006 2007 2008 (1) (2) (3) (4) Indeks Williamson 0.61 0.63 0.74 Perubahan (%) - 2,95 16,85 Berdasarkan data pada Tabel 32 diperoleh informasi bahwa Indeks Williamson di Papua Barat relatif tinggi yakni berada diatas 0,60. Dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 nilai indeksnya selalu mengalami kenaikan, dengan penjelasan: Iw sebesar 0,61 di tahun 2006, kemudian naik menjadi 0,63 di tahun 2007, dan di tahun 2008 semakin meningkat menjadi 0,74. Artinya bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi yang sudah tinggi di tahun 2006 menjadi semakin parah di tahun 2007 dan 2008. Kemudian ditinjau dari persentase perubahan antar waktu, terjadi kenaikan angka indeks yang relatif tinggi dari tahun 2007-2008 yaitu sebesar 16,85 persen dibandingkan dengan kenaikan di tahun 2006-2007 yang masih sebesar 2,95 persen. 45

K. ANALISIS KUADRAN UNTUK PERBANDINGAN ABSOLUT ANTAR DAERAH Indikator kinerja pembangunan ekonomi salah satunya dapat digambarkan melalui besaran PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi dari masing-masing kabupaten/kota yang digambarkan dalam bentuk diagram kuadran. Gambar 8. Diagram Alur Posisi Absolut Antar Kabupaten/Kota PDRB per kapita Rendah Pertumbuhan Ekonomi Tinggi KUADRAN II KUADRAN III PDRB per kapita Tinggi Pertumbuhan Ekonomi Tinggi KUADRAN I KUADRAN IV PDRB per kapita Tinggi Pertumbuhan Ekonomi Rendah PDRB per kapita Rendah Pertumbuhan Ekonomi Rendah Pertumbuhan Ekonomi PDRB per Kapita 46

Pembentukan kuadran merupakan perpotongan antara sumbu absis (PDRB per kapita) dan sumbu ordinat (pertumbuhan ekonomi) dari nilai median atau angka agregat provinsi. Dari perpotongan dua sumbu koordinat tersebut diperoleh empat buah area yang menjadi kuadran-kuadran. Dimana: Kuadran I : PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi Kuadran II : PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi Kuadran III : PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi rendah Kuadran IV : PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah Untuk melihat posisi absolut masing-masing kabupaten/kota secara simultan dalam analisis kuadran digunakan dua patokan sebagai benchmark yakni median PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi serta besaran agregat provinsi untuk PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Gambar 9. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita dan Median Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2006 20 15 10 PDRB Per Kapita 5 Tlk Wondama Sorong Sltn Raja ampat Manokwari Sorong Kota Sorong Papua Barat Kaimana Tlk Bintuni Fakfak 0 Pertumbuhan 0 3 6 ekonomi 9 12 15 47

Pada tahun 2006 sesuai ditunjukkan oleh sebaran kabupaten/kota pada Gambar 9, dengan menggunakan titik potong nilai median, sebaran kabupaten/kota yang berada pada kuadran I yang berarti mempunyai kondisi PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi adalah Kabupaten Teluk Bintuni dan Kota Sorong. Sementara di kuadran II dengan karakteristik PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi adalah Kabupaten Teluk Wondama, Raja Ampat dan Sorong Selatan. Kuadran III dengan karakteristik PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi rendah adalah Kabupaten Sorong dan Manokwari. Sementara Provinsi Papua Barat, Kabupaten Fakfak dan Kaimana berada di kuadran IV dengan ciri PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah (gambar 9). Gambar 10. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2006 20 16 12 8 4 PDRB Per Kapita Tlk Wondama Tlk Bintuni Sorong Selatan Kota Sorong Raja Ampat Manokwari Kaimana Sorong Fakfak 0 Pertumbuhan ekonomi 0 5 10 15 48

Sedangkan bila benchmark yang digunakan adalah PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi provinsi, seperti disajikan dalam Gambar 10, maka sebaran posisi kabupaten/kota yang mempunyai PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi pada kuadran I adalah Kabupaten Kaimana tergabung bersama Kabupaten Teluk Bintuni dan Kota Sorong. Kabupaten Teluk Wondama, Raja Ampat, Sorong Selatan dan Manokwari bersama-sama berada pada kuadran II yang dicirikan oleh PDRB perkapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi. Di kuadran III dengan kondisi PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi rendah, hanya Kabupaten Sorong saja. Sementara kuadran IV yang mempunyai ciri pertumbuhan ekonomi rendah dan PDRB per kapita tinggi hanya ditempati oleh Kabupaten Fakfak. Gambar 11. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2007 25 20 15 10 PDRB Per Kapita 5 Sorong Sltn Tlk Wondama Raja Ampat Manokwari Sorong Papua Barat Kaimana Kota Sorong Tlk Bintuni Fakfak 0 Pertumbuhan ekonomi 0 5 10 15 49

Pada tahun 2007 sebaran kabupaten/kota sedikit mengalami perbedaan dibandingkan dengan tahun 2006 (perbandingan antara Gambar 9 dan 11). Pada kuadran I, Provinsi Papua Barat yang sebelumnya berada di kuadran IV masuk ke kuadran I menjadi satu kuadran dengan Kabupaten Teluk Bintuni yang tetap bertahan di kuadran itu. Ini memberikan makna bahwa secara agregat pertumbuhan Papua Barat sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Kabupaten Manokwari yang sangat pesat. Sedangkan di kuadran II Kabupaten Teluk Wondama dan Sorong Selatan masih tidak berpindah posisi, sementara Kabupaten Manokwari bergeser ke kuadran II setelah sebelumnya tahun 2006 berada pada kuadran III. Kuadran III ditempati oleh Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong, ini bermakna bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Raja Ampat. Kota Sorong yang semula berada di kuadran I bergeser ke kuadran IV bersama dengan Kabupaten Fakfak dan Kaimana, yang bermakna di Kota Sorong pun mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi (Gambar 11). Gambar 12. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2007 25 20 15 10 PDRB Per Kapita 5 Sorong Sltn Tlk Wondama Raja Ampat Manokwari Sorong Kaimana Kota Sorong Tlk Bintuni Fakfak 0 Pertumbuhan ekonomi 0 2 4 6 8 10 12 14 16 50

Dengan menggunakan benchmark angka PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat diperoleh informasi bahwa kuadran I hanya ditempati oleh Kabupaten Teluk Bintuni artinya pertumbuhan ekonomi Kota Sorong dan Kabupaten Kaimana mengalami perlambatan. Sementara di kuadran II posisi Kabupaten Teluk Wondama dan Manokwari masih bertahan di kuadran ini kecuali Kabupaten Raja Ampat yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Seperti halnya menggunakan titik potong dengan nilai median, Kabupaten Sorong, Sorong Selatan dan Raja Ampat berada di kuadran III. Kabupaten Fakfak, Kaimana dan Kota Sorong mempunyai karakteristik PDRB per kapita tinggi tetapi pertumbuhan ekonomi rendah, yang juga memberikan informasi bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Sorong mengalami perlambatan tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006 (Gambar 12). Gambar 13. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Median PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Tahun 2008 18 15 12 9 PDRB Per Kapita 6 3 Sorong Sltn Tlk Wondama Sorong Manokwari Raja Ampat Tlk Bintuni Papua Barat Kota Sorong Kaimana Fakfak 0 Pertumbuhan ekonomi 0 5 10 15 20 51

Sebaran keadaan ekonomi tahun 2008 tidak jauh berbeda dengan tahun 2007 (perbandingan Gambar 13 dengan Gambar 11) namun ada sedikit pergeseran posisi pada kuadran. Kuadran I ditempati oleh Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat, sedangkan Kota Sorong kembali menempati kuadran ini setelah pada tahun 2007 turun ke kuadran IV, artinya terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi Kota Sorong tahun 2008. Kabupaten Teluk Wondama dan Manokwari masih berada di kuadran II. Sementara Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan tetap mengikuti kuadran III, artinya tidak ada perubahan yang berarti atas pertumbuhan ekonomi dari ketiga kabupaten ini. Kabupaten Fakfak dan Kaimana tidak pernah beranjak dari posisinya di kuadran IV sejak tahun 2006 (Gambar 13, Gambar 11, dan Gambar 9). 18 16 14 12 10 8 6 4 2 Gambar 14. Sebaran Kabupaten/Kota dengan Benchmark Angka Agregrat Provinsi, PDRB per Kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2008 PDRB Per Kapita Sorong Selatan Tlk Wondama Manokwari Sorong Raja Ampat Kota Sorong Kaimana Tlk Bintuni Fakfak 0 Pertumbuhan ekonomi 0 5 10 15 20 52

Posisi absolut kabupaten/kota berdasarkan sebarannya di tiap kuadran untuk periode tahun 2006-2008 (perbandingan Gambar 10, Gambar 12 dan Gambar 14) menunjukkan bahwa ada beberapa kabupaten yang tidak mengalami pergeseran dari kuadrannya sejak tahun 2006. Diantara kabupaten tersebut adalah Kabupaten Teluk Bintuni selalu berada pada kuadran I yang mempunyai ciri PDRB per kapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi baik dengan menggunakan benchmark median maupun nilai absolut provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Teluk Bintuni tetap konsisten dalam perkembangan pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan. Sementara Kabupaten Teluk Wondama posisi absolutnya terhadap kabupaten/kota lainnya selalu berada posisi di kuadran II dengan karakteristik PDRB per kapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi baik dengan menggunakan benchmark median maupun nilai agregat provinsi. Hal ini menggambarkan bahwa kabupaten ini telah mencapai pertumbuhan yang tinggi tetapi capaian PDRB per kapitanya masih rendah akibat basis nominal PDRB yang kecil. Sedangkan pada kudran IV yang mempunyai ciri pertumbuhan ekonomi rendah dan PDRB per kapita tinggi selalu ditempati oleh Kabupaten Fakfak walaupun menggunakan dua benchmark yang berbeda. Posisi yang menunjukkan kondisi terburuk yaitu di kuadran III dengan karakteristik pertumbuhan ekonomi rendah dan PDRB per kapita rendah selalu ditempati oleh Kabupaten Sorong meskipun menggunakan benchmark yang berbeda. Untuk mampu mengeluarkan Kabupaten Sorong dari kuadran III, pembangunan ekonomi di kabupaten ini harus dipacu lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya. L. DISTRIBUSI PENDAPATAN Distribusi pendapatan yang didekati dengan besaran ketimpangan yaitu suatu konsep yang dapat mengukur sebaran (distribusi) pendapatan/tingkat konsumsi pengeluaran masyarakat suatu daerah. Ketimpangan terjadi apabila satu kelompok persentase masyarakat tertentu mempunyai tingkat pendapatan/tingkat konsumsi pengeluaran yang lebih tinggi daripada kelompok lain dengan persentase yang sama. Sebaliknya, apabila semua 53

orang dalam suatu daerah mempunyai pendapatan yang kurang lebih sama maka kondisi tersebut disebut pemerataan sempurna. Ketimpangan pendapatan dapat diukur dengan: (1) Gini Ratio dan (2) Tingkat kemerataan menurut Bank Dunia. Gini ratio merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan membandingkan kumulatif pendapatan dengan kumulatif penduduk menurut kelompok pengeluaran tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi ketimpangan rendah (Gini Ratio kurang dari 0,30), ketimpangan sedang (Gini Ratio antara 0,30 sampai dengan 0,50) dan ketimpangan tinggi (Gini Ratio lebih dari 0,50). Tingkat kemerataan menurut Bank Dunia mengukur distribusi pendapatan/pengeluaran pada tiga kelompok masyarakat yaitu (40 persen kelompok pertama yang mempunyai pendapatan rendah; 40 persen berikutnya yang merupakan kelompok menengah dan 20 persen terakhir yang merupakan kelompok pendapatan tertinggi. 1. Gini Ratio Berdasarkan angka Gini Ratio kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat selama periode 2006, 2007, dan 2008 pada kolom (4), kolom (6) dan kolom (8) dari Tabel 33. Pada awal pembentukan provinsi ini pada tahun 2006, tingkat ketimpangan pengeluaran di Provinsi Papua Barat cenderung tergolong sedang. Kondisi ketimpangan rendah berlaku di seluruh kabupaten/kota kecuali di Kabupaten Teluk Wondama yang tergolong ketimpangan sedang dengan Gini Ratio sama dengan Gini Ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0,3. Perkembangan Gini Ratio selama periode 2006 2008 di tingkat provinsi menunjukkan tingkat ketimpangan yang sedikit lebih buruk, yang ditandai oleh kenaikan Gini Ratio. Meskipun belum termasuk dalam kategori ketimpangan tinggi, perkembangan nilai Gini Ratio Provinsi Papua Barat menunjukkan tren naik dari 0,30 pada tahun 2006 menjadi 0,33 pada tahun 2007 dan meningkat lagi menjadi 0,36 pada tahun 2008. Pola perkembangan ketimpangan seperti ini juga terjadi di Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Teluk Bintuni. Kota Sorong menjadi satu-satunya dari sembilan kabupaten/kota yang berhasil melaksanakan pembangunan sekaligus memperbaiki distribusi pendapatan masyarakatnya, 54

yang pada tahun 2006 memiliki gini ratio 0,28 turun menjadi 0,23 tahun 2007 dan menjadi 0,17 tahun 2008. Tabel 33. Gini Ratio Kabupaten/Kota di Provinsi Papuaa Barat Tahun 2006 2008 Dengan membandingkan Gini Ratio pada tahun 2006 dan 2008, sedikitnya lima dari delapan kabupaten menunjukkan pergeseran ketimpangan dari ketimpangan rendah menjadi ketimpangan sedang. Kelima kabupaten itu adalah Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Sorong Selatan. Kabupaten Fakfak misalnya, nilai Gini Ratio pada tahun 2006 sebesar 0,23 berubah menjadi 0,31 pada tahun 2008. 2. Kemerataan Menurut Bank Dunia Selaras dengann Gini Ratio, tingkatt kemerataan menurut Bank Dunia menunjukkan tingkat kemerataan yang tidak terlalu buruk. Ketimpangan yang ada disebabkan oleh tingkat konsumsi dari kelompok yang tidak beruntung yang menikmati tingkat konsumsi dengan 55

share 28,29 persen pada tahun 2007 dan 29,61 persen pada tahun 2008. Idealnya, kelompok ini menikmati share konsumsi pada level 40 persen. Hal ini menjadi tugas bagi pemerintah Provinsi Papua Barat untuk terus meningkatkan tingkat pendapatan dari penduduk pada kelompok yang kurang beruntung ini. Tabel 34 menunjukan distribusi pengeluaran dari ketiga pengelompokkan pengeluaran menurut Bank Dunia. Tampak bahwa hasil-hasil pembangunan masih banyak dinikmati oleh kelompok menengah dan kelompok teratas. Hal ini ditunjukkan oleh distribusi pengeluaran dari kelompok pengeluaran 40 persen menengah dan 20 persen teratas yang menikmati lebih dari 40 persen dan 20 persen. Fenomena ini terjadi di semua kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat. Di Kabupaten Manokwari misalnya, 40 persen kelompok masyarakat dengan pendapatan terendah hanya menikmati 22,07 persen dan 27,36 persen dari keseluruhan pendapatan pada tahun 2007 dan 2008 sementara kelompok 20 persen teratas menikmati 30,32 persen dan 29,38 persen. Tabel 34. Tingkat Kemerataan Pendapatan Masyarakat Kabupaten/Kotaa Menurut Kriteria Bank Dunia di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 2008 Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2009 56