KAJIAN DAMPAK KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)*) Indra Idris **)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

Perkembangan Perekonomian Daerah Propinsi Maluku Triwulan II 2008 PERKEMBANGAN LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) PERBANKAN DI MALUKU

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK).

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG

Review Dialog BENARKAH KUR TANPA JAMINAN? Jakarta, 5 November 2008, Gedung Jurnal Nasional Jam

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2012 APRIL 2014

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

PROSEDUR PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. serangan krisis. Pada tabel penyerapan tenaga kerja BPS, pada tahun 1997

PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KAJIAN PERAN LEMBAGA LINKAGE DALAM MENINGKATKAN PEMBIAYAAN/ KREDIT KEPADA UMKM

I PENDAHULUAN. 1 Jumlah bank di Indonesia.21 Maret inibank.wordpress.com [3 Juni 2010]

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah

2016, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Suara Karya, 2007, Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas, Jum at 13 Juli Dalam artikel

BOKS OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN UMKM MELALUI KERJASAMA PEMDA, LEMBAGA PENJAMINAN KREDIT DAN PERBANKAN SUATU SOLUSI BAGI PENGEMBANGAN UMKM DI DAERAH

KREDIT USAHA RAKYAT. Disampaikan dalam Pembukaan Pembekalan PPB MU KP Tahun 2017 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI

- 1 - MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB III KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola

KUMPULAN PERATURAN KREDIT USAHA RAKYAT 2015

BUKU KUMPULAN PERATURAN TAHUN 2016 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) K R E D I T U S A H A R A K Y A T KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup. kepada masyarakat yang kekurangan dana (Abdullah, 2005:17).

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. penting perbankan di Indonesia adalah menjaga kestabilan moneter agar mampu

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi. persyaratan guna memperoleh gelar. Sarjana Hukum

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara,

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. melanda bangsa Indonesia pada tahun konvensional, sehingga memilih untuk berhubungan dengan lembaga

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bida

Kata Kunci : Kredit Usaha Rakyat (KUR), Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan

Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pembiayaan Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sektor riil yang sangat penting keberadaannya adalah Usaha Mikro Kecil dan

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak dimana 99,7% atau

PEDOMAN KOPERASI SEBAGAI PENYALUR KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

NOMOR 22 /PMK05/2010 TENT ANG PERUBAHAN KEDUA AT AS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK05/2008 TENTANG FASILITAS PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam memajukan perekonomian suatu Negara peranan Perbankan sangat

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup.

PENDAHULUAN Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PENGUSAHA UMKM DALAM MENGAMBIL ATAU MENGGUNAKAN KREDIT USAHA RAKYAT (BRI) DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika sektor

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

2015, No Mikro, Kecil, dan Menengah tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tent

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. utama yang sejak dahulu kala menjadi tulang punggung operasi badan usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI

Peran Bank Indonesia Dalam Perekonomian BANK INDONESIA KREDIT. SIMPANAN : Giro Deposito Tabungan

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN III 2008 MASIH CUKUP EKSPANSIF

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF

KERANGKA PEMIKIRAN III.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-22/M.

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017

Transkripsi:

KAJIAN DAMPAK KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)*) Indra Idris **) ABSTRACT On 5 November 2007, The Republic of Indonesia s president, Susilo Bambang Yudhoyono inaugurated credit for MSMEs under partly goverment guaranted scheme. The credit is called Kredit Usaha Rakyat (KUR) - People Business Credit, with maximum borrowing limit of Rp. 500 millions and then the credit was developed to become Micro KUR (credit with maximum limit of Rp. 5 million) on February 2008. The executing bank of KUR consist of 6 state-owned banks, namely: BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank Bukopin Bank Syariah Mandiri and BTN guaranteed by the Guarantor Company (PT Askrindo and Perum Jamkrindo). KUR often discourse as populist program. There are also allegations that the credit program without warranty is a way to gather sympathy for the political community. Is it true? The definite answer is: no. The fact shows contrary, KUR is a rational program with wide coverage in the center economy of middle and lower class society. In the midst of pressures from the global financial crisis that followed the depreciation of the market, especially in the United States and Europe, without support from KUR program, MSMES resistance and the real sector in general may not be in good condition as now. Kebijakan KUR, faktor-faktor pelaksanaan KUR, dampak KUR I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skim Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah untuk modal kerja dan/ atau investasi yang diberikan kepada usaha mikro dan kecil (UMK) yang memiliki usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari perusahaan penjamin. UMK harus merupakan usaha produktif yang layak (feasible), namun belum bankable. KUR mensyaratkan bahwa *) Kajian Asdep Urusan Penelitian UKM Tahun 2009 Artikel diterima 8 Mei 2010 peer review 10-30 Juni 2010, revieew akhir 1-30 Juli 2010 **) Kepala Bidang Penyelenggaraan, Asdep Urs. Penelitian UKM, Deputi Bidang Pengkajian UKMK (koordinator kajian) 49

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 agunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai. Namun karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UMKM dan koperasi pada umumnya kurang, maka sebagian di-cover dengan program penjaminan dengan coverage penjaminan maksimal 70% dari plafon kredit. Sumber dana KUR sepenuhnya berasal dari dana komersial bank. Kementerian Koperasi dan UKM turut memprakarsai program perkuatan permodalan melalui KUR untuk mengatasi masalah permodalan UMKM. Tujuan diluncurkannya KUR adalah: (1) Untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM; (2) Untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan koperasi; (3) Untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan lapangan kerja. KUR adalah skim penyediaan kredit yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai dijamin oleh Perum Jamkrindo dan PT Askrindo. Program KUR didukung oleh enam bank umum, yaitu BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, dan Bukopin, serta dua perusahaan penjaminan yaitu Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum SPU) sekarang berubah menjadi Perum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo). KUR dijamin oleh pemerintah sebesar 70% melalui Perum Jamkrindo dan PT Askrindo. Dalam waktu lima tahun ke depan mulai tahun 2010 diharapkan dapat mengucurkan dana kepada UMKM dan koperasi sebesar Rp100 triliun. Kebijakan ini jelas menunjukkan keseriusan pemerintah untuk meningkatkan peran UMKM dan koperasi dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Melalui pola perkreditan seperti KUR, yang bersifat kredit masal, maka harapan tersebut optimis terpenuhi mengingat calon penerima kredit tidak diwajibkan untuk menyediakan jaminan tambahan, seperti pada kredit lainnya yang terikat dengan ketentuan bank teknis. Sejak KUR diluncurkan hingga akhir November 2009, realisasi penyaluran KUR telah mencapai Rp16,45 triliun (KUR dan KUR Mikro), untuk 2,3 juta nasabah UMK baru atau setara +4,6 juta tenaga kerja baru bila diasumsikan rata-rata usaha mempekerjakan 2 orang tenaga kerja. Dari jumlah ini telah dikembalikan sebanyak Rp7,25 triliun sehingga outstanding KUR per akhir Agustus 2009 sebesar Rp8,25 triliun. Non performing loan (NPL) KUR mencapai 5,75% dan akan jauh berkurang bila klaim ke perusahaan penjamin (PT Askrindo & Perum Jamkrindo) dapat dibayar pada waktunya dimana KUR Mikro hanya disalurkan oleh BRI dengan nilai sebesar Rp9,15 triliun. BRI merupakan bank terbesar dalam menyalurkan KUR, diikuti 50

oleh Bank Mandiri dan BNI, sedangkan sektor terbesar yang menyerap KUR adalah sektor perdagangan Rp8,41 triliun (54,8%) dan sektor pertanian sebesar Rp4,17 triliun (27,2%). Pada sisi lain, provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat merupakan provinsi yang cukup besar dalam menyerap dana KUR yaitu di atas 10 %, sedangkan untuk provinsi lain rata-rata berkisar antara 0,3%-6 %. 1.2. Permasalahan Program KUR telah berjalan 2 tahun, permasalahan yang muncul adalah percepatan realisasi KUR mulai melambat yang ditandai dengan grafik pertumbuhan penyaluran KUR mulai melandai, sebagaimana terlihat pada Grafik 1 dan 2. Vol. Kredit (Rp triliun) 18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 - Akumulasi Volume Kredit KUR s/d 30 November 2009 (dalam Rp triliun) 3.3 2.0 1.4 4.8 6.9 8.4 8.9 11.0 11.6 12.0 12.6 12.9 13.1 10.1 16.3 16.1 16.5 15.2 15.3 13.7 14.1 14.5 14.9 Debitur Baru UKM Nov 07 s/d Nov 09 = + 2.3 juta unit Jan 08 Feb 08 Maret 08 April 08 Mei 08 Juni 08 Juli 08 Agst 08 Sept 08 Okt 08 Nov 08 Des 08 Jan 09 Feb 09 Maret 09 April 09 Mei 09 Juni 09 Juli 09 Agst 09 Sept 09 Okt 09 Nov 09 Grafik 1. Grafik Pertumbuhan Volume Kredit KUR Pertumbuhan penyaluran KUR mulai melandai sejak tahun 2009, hal inilah yang perlu mendapatkan perhatian sehingga faktorfaktor yang dapat mempercepat penyaluran KUR perlu didorong dan sebaliknya faktor-faktor yang menghambat mulai dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Jika ini dapat dilakukan maka, target penyaluran KUR pada akhir tahun 2009 sekitar Rp19,5 triliun dapat tercapai sekaligus semakin memperluas akses pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil di pedesaan dan daerah-daerah tertinggal termasuk juga target penyaluran KUR sebesar Rp100 triliun untuk 5 tahun mendatang. Oleh sebab itu, kajian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan KUR mempengaruhi realisasi penyaluran KUR, faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan KUR, serta dampak dari penyaluran KUR. 51

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 1.3. Tujuan dan Manfaat Grafik 2. Pertumbuhan Jumlah Debitur KUR Tujuan kajian adalah: 1) Mengevaluasi kebijakan KUR; 2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR; 3) Mengevaluasi dampak pelaksanaan KUR. Manfaat kajian ini yaitu didapatkannya gambaran konkret tentang pelaksanaan program KUR yang dapat dijadikan bahan masukan untuk penyempurnaan kebijakan penyaluran KUR dimasa mendatang. 1.4. Ruang Lingkup Mengingat luasnya aspek yang berkaitan dengan KUR, maka aspek kajian dibatasi dalam lingkup sebagai berikut: 1) Identifikasi kebijakan dan peraturan-peraturan teknis operasional yang menimbulkan masalah di lapangan; 2) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR; 3) Identifikasi dan evaluasi dampak pelaksanaan KUR, terutama terhadap nasabah, dan bank pelaksana; 4) Merumuskan masukan untuk penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR berdasarkan fakta lapangan. 52

1.5. Output Kajian ini diharapkan bisa mendapatkan: 1) Deskripsi hasil analisis kebijakan KUR; 2) Deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR; 3) Deskripsi dampak KUR terhadap UMKM, dan lembaga perbankan; 4) Deskripsi rumusan masukan penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR dimasa mendatang. II. KERANGKA PIKIR DAN KEBIJAKAN 2.1. Kerangka Pikir Program KUR merupakan aktualisasi dari siasat inovatif untuk menciptakan hubungan yang saling melengkapi dan saling mengisi antara sektor finansial dan sektor riil. Terstruktur sebagai indikasi pembiayaan nasional yang bersifat lintas fungsional, lintas sektoral, dan lintas regional; bersentuhan langsung dengan aspek makro dan mikro ekonomi; serta berorientasi pada keselarasan antara segi pertumbuhan dan pemerataan. Perkembangan pelaksanaan program KUR, sangat ditentukan oleh terselenggaranya koordinasi yang melibatkan tiga unsur berikut: 1). Unsur instansi/departemen pembina meliputi Menko Perekonomian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, dan instansi/departemen terkait lainnya, di tingkat pusat dan daerah. 2). Unsur perbankan terdiri dari: Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank BUKOPIN, dan Bank Syari ah Mandiri. 3). Unsur lembaga penjaminan terdiri dari: JAMKRINDO dan ASKRINDO. Kegiatan yang dikoordinasikan meliputi: (1) Penyiapan UMKM dan koperasi sesuai dengan kewenangan instansi pembina; (2) Penetapan kebijakan dan prioritas bidang usaha UMKM dan koperasi; (3) Pelaksanaan penyaluran KUR dengan pihak perbankan dan lembaga penjaminan; dan (4) Penetapan kebijakan penjaminan. Dalam siklus koordinasi itu, Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/ 53

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 Pembiayaan kepada UMKM dan koperasi, yang dibentuk oleh Menko Perekonomian, merupakan penyedia stimulus fiskal (dalam bentuk penjaminan yang bersumber dari APBN). Komite kebijakan ini amat menentukan kelancaran penyaluran KUR kepada UMKM dan koperasi serta menentukan keberhasilan bank pelaksana dan lembaga penjaminan dalam mencapai target ditetapkan. Kementerian Koperasi dan UKM yang bertanggung jawab secara sektoral dalam pembangunan Koperasi dan UKM mempunyai kepentingan dalam membuka akses permodalan dari lembaga perbankaan kepada UMKM dan koperasi melalui program KUR. Sebagai instansi teknis/kementerian pembina anggota Komite Kebijakan berkewajiban pula mengawal agar program KUR bisa berjalan sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat, mencermati sejauh mana implementasi kebijakan dilapangan, mencermati dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat, serta dampak dari program KUR terhadap UMKM dan koperasi; untuk kemudian dibahas dalam pertemuan Komite Kebijakan bagi pengembangan kebijakan dimasa datang yang lebih fleksibel dan menguntungkan semua pihak terkait. Alur kerangka pikir dalam kajian ini, secara diagramatis digambarkan dalam Gambar 1. Gambar 1. Alur Kerangka Pikir 54

2.2. Kebijakan Penyaluran KUR Landasan operasional KUR adalah Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM dan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007. Pihak yang terkait terdiri atas: Unsur Pemerintah (6 Menteri), Unsur Perbankan (6 Bank) dan Perusahaan Penjamin Kredit. Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum KUR, yaitu: 1). Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia; 2). MoU antara Departemen/Kementerian Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007; 3). Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tanggal 26 Januari 2008 tentang Lembaga Penjaminan; 4). Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor KEP-05/M.EKON/01/2008 tanggal 31 Januari 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi; 5). Addendum I MoU Departemen/Kementerian Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14 Februari 2008; 6). Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan. 7). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat berikut perubahannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.05/2009 tanggal 2 Februari 2009. 8). Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR sesuai dengan Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Nomor Kep-14/D.I.M.Ekon/04/2009 tanggal 28 April 2009. 55

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 III. METODOLOGI Metode kajian dilakukan melalui pendekatan sistem dengan melakukan analisis terhadap peraturan dan prosedur terkait dengan penyaluran KUR. Melakukan kajian dan analisa hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak baik oleh lembaga akademis maupun pihak internal bank pelaksana KUR. Selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan pemangku kepentingan (bank pelaksana KUR, perusahaan penjamin, pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM, dan debitur KUR) dan saran penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR melalui focus group discussion (FGD) antara pemangku kepentingan dengan pakar ahli. Untuk mempertajam hasil pengkajian, juga dilakukan survei dan observasi langsung ke lapangan untuk mendapatkan data primer dan sekunder serta melakukan analisa situasional pelaksanaan KUR. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dari responden debitur KUR pada lokasi kajian yang tersebar di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara. Pemilihan lokasi di atas berdasarkan pertimbangan bahwa penyaluran KUR pada provinsi tersebut berjalan cukup baik. Selain itu, digunakan metoda Analitic Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui tingkat prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyaluran KUR. Secara diagramatis metode kajian dapat dilihat pada Gambar 2. DATA SEKUNDER ANALISIS KEBIJAKAN ANALISIS SITUASIONAL KUR (KREDIT USAHA RAKYAT) ANALISIS SISTEM STUDI KASUS SURVEI LAPANG FGD ANALISIS DATA REKOMENDASI KEBIJAKAN WORKSHOP : UJI SAHIH Perbaikan mekanisme dan prosedur KUR Gambar 2. Diagram Metode Kajian Pada setiap propinsi diambil satu kabupaten/kota sebagai sampel. Sebagai responden ditetapkan : lembaga perbankan, usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, koperasi, dinas/instansi, Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan expert. Penyebaran sampel dan responden tertera pada Tabel 1, 2 dan 3. 56

Tabel 1. Penyebaran Sampel untuk Survei Lapangan Tabel 2. Penyebaran Sampel Peserta FGD Variabel, indikator dan sub indikator pengamatan dalam kajian ini sebagai berikut : Tabel 3. Variabel Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan Penyaluran KUR Nasional Program KUR diharapkan bisa mendongkrak penyaluram kredit UMKM terutama ke sektor investasi dan modal kerja. Kenyatan 57

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 menunjukkan realisasi KUR hingga 30 November 2009 baru sebesar Rp16.45 tiliun untuk 2,3 juta debitur, terdiri dari KUR Mikro sebesar Rp9,15 triliun untuk 2,2 juta debitur dan KUR retail sebesar Rp7,30 triliun untuk 84,4 ribu debitur sebagaimana terlihat dalam tabel berikut: Tabel 4. Penyaluran KUR Mikro dan KUR Retail hingga 30 November 2009 Dari data di atas, ternyata penyaluran KUR Mikro mencapai 55,6% dari jumlah plafon. KUR Mikro hanya disalurkan oleh BRI, selebihnya adalah KUR Ritail. Penyalur KUR Ritail paling besar adalah Bank BRI 20,7%, Bank Mandiri 9,1%, dan Bank BNI 6,6%, sedangkan bank penyalur lainnya dibawah 4%. Kelihatan bank penyaluran KUR selain Bank BRI masih sangat hati-hati dan belum optimal dalam menyalurkan KUR. Terlepas dari berbagai kendala yang dihadapi perbankan, kondisi tersebut mengidentifikasikan bahwa keberpihakan perbankan ke sektor UMKM masih kurang. Dari sisi penyebarannya, penyerapan dana KUR terbesar masih berada di Jawa mencapai Rp7.946.756 juta (38,31%) dengan total debitur 1.395.961 (60.65%) dari total nasional. Secara nasional dan di pulau Jawa, Jawa Timur menyerap dana KUR terbesar Rp2.391.964 (14,54) dengan debitur 436.838 (18,98), Jawa Tengah sebesar Rp2.322.032 (14,12 %) dengan debitur 478.808 (20.80%), Jawa Barat sebesar Rp1.953.373 (11,87 %) dengan debitur 342.726 (14.89), diikuti DKI Jakarta hanya sebesar Rp 667.656 (4.06 %) dengan debitur 46.990 (2.04) dan Banten Rp349.102 (2,12 %) dengan debitur 36.258 (1.58%). 58

Penyerapan dana KUR di luar Jawa terbesar adalah Sumatera Utara sebesar Rp935.372 juta (5,69%) dengan debitur 102.680 (4.46%), Sulawesi Selatan Rp893.365 (5,43%) dengan debitur 119.804 (5,21%), Kalimantan Selatan Rp618.169 (3,76%) dengan debitur 46.028 (2,00%), Sumatera Selatan Rp. 581.222 (3.53) dengan debitur 49.789 (2,16%), dan Riau Rp516.962 (3,14%) dengan debitur 32.420 (1.41%). Provinsi lainnya menyerap KUR dibawah 3% dan bahkan terdapat 10 provinsi di luar Jawa hanya menyerap dana KUR dibawah 1% dari total penyerapan KUR secara nasional. Berarti penyaluran KUR secara nasional masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Sumber : Diolah dari berbagai sumber Gambar 3. Penyaluran KUR secara Nasional Berdasarkan Gambar 3 kelihatan jelas ketimpangan penyaluran KUR antar provinsi, walaupun secara nasional sudah terserap akan tetapi provinsi yang paling banyak menyerap KUR adalah provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, sedangkan di luar Jawa hanya Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Secara umum penyaluran KUR masih terkonsentrasi di pulau Jawa sedangkan di pulau lain KUR masih kurang terserap secara maksimal. Kondisi ini bisa saja disebabkan oleh faktor sosialisasi 59

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 No. yang masih terbatas pada daerah di luar Jawa, sehingga masyarakat tidak banyak mendapat informasi yang jelas tentang program KUR. Pada sisi lain bisa juga disebabkan jumlah penyebaran kantor cabang bank penyalur di daerah luar Jawa terbatas bila dibandingkan dengan penyebaran kantor cabang bank penyalur di pulau Jawa. 4.2. Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi Penyaluran KUR didesain untuk kegiatan ekonomi produktif bagi keperluan investasi dan modal kerja yang difokuskan pada sektor usaha yakni pertanian, perikanan dan kelautan, kehutanan, perindustrian dan perdagangan. Untuk mengetahui sejauhmana penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Penyaluran KUR Berdasarkan Sektor Ekonomi Hingga 30 November 2009 Sektor Ekonomi Jumlah % thd % thd Rp. Juta Total Total 1Perdagangan, Restoran & Hotel 1,878,177 81.6% 11,587,585 70.4% 6.17 5,264,457 2Pertanian 231,193 10.0% 2,475,152 15.0% 10.71 1,580,266 3Pertambangan 180 0.0% 6,604 0.0% 36.69 4,396 4Pengangkutan, Pergudangan & Komunikasi 144,665 6.3% 87,941 0.5% 0.61 55,116 5Listrik, Gas & Air 47 0.0% 2,398 0.0% 51.02 1,947 6 Jasa-jasa Dunia Usaha 4,115 0.2% 375,596 2.3% 91.27 253,626 7 Industri Pengolahan 32,899 1.4% 376,188 2.3% 11.43 223,659 8Konstruksi 2,025 0.1% 276,129 1.7% 136.36 193,627 9 Jasa-jasa Sosial/ Masyarakat 763 0.0% 94,627 0.6% 124.02 65,337 10 Perumahan - 0.0% - 0.0% - 11 Lain-lain 7,511 0.3% 1,168,088 7.1% 155.52 610,781 Total *) Disortir menurut Jumlah Debitur Debitur Volume Kredit Rata-rata Kredit / Debitur (Rp. Juta) Outstanding Debitur (Rp Juta) 2,301,575 100.0% 16,450,308 100.0% 7.15 8,253,211 Secara nasional berdasarkan sektor, ternyata sektor perdagangan, restoran dan hotel menyerap KUR paling besar Rp11.587.585 juta (70,4%) dengan jumlah debitur 1.878.177 (81,6%), sektor pertanian Rp2.475.152 juta (15,0%) dengan debitur 231.193 (10%), sektor industri pengolahan Rp376.188 juta (2,3%) dengan debitur 32,899 (1,4%), jasajasa dunia usaha Rp375.596 juta, kemudian diikuti sektor lainnya. Dominasi sektor perdagangan, restoran dan hotel juga memperlihatkan bahwa penyaluran KUR terkonsentrasi pada pusat-pusat keramaian atau daerah perkotaan. Sedangkan penyebaran penyaluran KUR ke 60

sektor lain yang berkedudukan di luar daerah perkotaan seperti: sektor pertanian, perikanan dan pertambangan masih terbatas. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Sumber : Data diolah Gambar 4. Penyerapan Volume KUR Menurut Sektor Ekonomi Sumber : Data diolah Gambar 5. Penyerapan Debitur KUR Menurut Sektor Ekonomi 4.3. Perkembangan Penyaluran KUR di Lokasi Kajian Dalam penyaluran KUR ditemukan beberapa kendala, seperti pemahaman yang belum sama terhadap skim KUR, baik oleh para petugas bank di lapangan maupun masyarakat, sehingga muncul persepsi yang keliru tentang KUR, misalnya: tentang ketentuan agunan, persyaratan administrasi, dan sumber dana KUR. Penyaluran 61

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 KUR harus dilaksanakan sesuai prinsip kehati-hatian dalam perbankan sehingga diperlukan kompetensi tenaga petugas perbankan yang sesuai. Pemenuhan tenaga pemasaran KUR tidak bisa dilakukan seketika oleh perbankan namun harus dilakukan secara bertahap. Sumber : Diolah dari berbagai sumber Gambar 6. Realisasi Penyaluran KUR pada Provinsi Kajian Periode Januari - November 2009 Selain itu, perubahan kondisi makro-ekonomi, misalnya: kenaikan inflasi, dan kenaikan suku bunga, menyebabkan permintaan kredit menurun. Sungguhpun terdapat kendala dan permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas, namun akselerasi penyaluran KUR perlu ditingkatkan mengingat skim kredit ini memberikan akses pembiayaan yang lebih baik kepada UMKM. Rata-rata penyaluran KUR pada lokasi kajian selama tahun 2009 (s.d November) untuk provinsi Sumatera Utara sebesar Rp21,6 miliar dengan jumlah debitur 2.791, Jawa Barat sebesar Rp33,5 miliar dengan debitur 7.176, Jawa Timur sebesar Rp34,6 miliar dengan debitur 7.787, Kalimantan Selatan Rp36.135 miliar dengan debitur 1.517 dan Sulawesi Utara Rp2,5 miliar dengan debitur 467. Sungguhpun Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan provinsi 62

terbesar dalam penyerapan KUR secara nasional, namun dalam ratarata penyaluran KUR priode 2009 (s.d November) ternyata Kalimantan Selatan jauh melewati penyaluran KUR secara rata-rata pada ke dua provinsi tersebut. Untuk lebih jelas digambarkan pada Gambar 6. Sumber : Diolah dari berbagai sumber Sumber : Diolah dari berbagai sumber Gambar 7. Realisasi Debitur KUR pada provinsi kajian priode Januari s.d November 2009 4.4. Implementasi Kebijakan Kajian lapangan dan FGD menemukan berbagai persoalan yang menyebabkan penyaluran KUR mengalami perlambatan pertumbuhan antara lain: 1). Belum adanya pemahaman/persepsi yang sama antar stakeholder KUR terutama dikalangan pembina UMKM dan koperasi di tingkat pusat dan daerah dengan debitur dan masyarakat, terutama menyangkut tentang agunan tambahan. 2). Ketentuan tentang kewajiban kepada bank pelaksana untuk membuktikan debitur adalah debitur yang belum pernah menerima kredit/pembiayaan dengan melampirkan Sistem Informasi Debitur (SID) dianggap menyulitkan penyaluran KUR-Mikro. Ketentuan tentang hal ini termuat dalam Permenkeu Nomor 10/PMK.05/2009 dan SOP KUR yang dikeluarkan oleh Komite Kebijakan. 63

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 3). Bank pelaksana KUR mulai kesulitan menemukan debitur baru sesuai dengan ketentuan Komite Kebijakan. 4). Bank pelaksana KUR mengalami kesulitan menyalurkan KUR kepada debitur baru yang memiliki kredit konsumtif seperti kartu kredit, sepeda motor dan perumahan meskipun kondisi kreditnya lancar. 5). Tidak semua kantor pelayanan bank pelaksana KUR dapat melayani Kredit dan hal ini terlambat untuk disosialiasikan, sehingga menyulitkan UMKM dan koperasi yang terlanjur mendatangi kantor bank tersebut mengajukan permohonan kredit. 6). Lokasi UMKM dan koperasi yang relatif jauh dari jangkauan pelayanan bank pelaksana KUR turut menghambat penyaluran KUR. Hasil penelitian menunjukkan radius pelayanan bank pelaksana untuk melayani kredit rata-rata berkisar sekitar 10 km2. 7). Jumlah tenaga account officer sangat terbatas dan rekruitmennya tidak bisa dilakukan seketika. Sementara potensi calon debitur sangat banyak dan menyebar serta debitur KUR yang existing memerlukan monitoring. 8). Keterlambatan pembayaran klaim dari perusahaan penjamin kepada bank pelaksana akibat perbedaan penafsiran ketentuan pembayaran klaim. 9). Pemberlakuan tanggal SOP yang bersifat mundur menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran bagi bank pelaksana dalam menyalurkan KUR yang sudah terlanjur dilaksanakan. 10). Bank pelaksana KUR dengan kinerja Non Performance Loan (NPL) KUR di atas 5% mengambil kebijakan untuk mengerem, bahkan menghentikan penyaluran KUR dan melakukan evaluasi. 11). Keterlibatan pembina UMKM dan koperasi dalam program KUR lebih sebatas mengikuti sosialisasi dan belum diikutsertaan dalam seleksi dan pemilihan calon debitur binaannya. 12). Pemanfaatan koperasi dan lembaga Linkage dalam penyaluran KUR belum optimal di daerah. 13). Sejumlah Bank Pembangunan Daerah telah mengajukan permohonan sebagai bank penyalur KUR, namun belum mendapatkan respon yang memadai dari komite kebijakan. 64

4.5. Dampak KUR Dampak positif terhadap UMKM dan koperasi debitur KUR Mikro dan KUR Retail sebagai berikut : 1). Untuk debitur KUR Mikro, menyatakan 85% kondisi usahanya stabil dan meningkat, 94% menyatakan volume produksinya meningkat, 84% menyatakan volume penjualannya meningkat, 94% menyatakan pendapatan bersihnya meningkat, dan menyatakan 12% jumlah karyawannya meningkat; 2). Untuk debitur KUR Retail, menyatakan 84% kondisi usahanya stabil dan meningkat, 88% menyatakan volume produksinya meningkat, 88% menyatakan volume penjualannya meningkat, 100% menyatakan pendapatan bersihnya meningkat, dan menyatakan 58% jumlah karyawannya meningkat. Dampak positif terhadap bank pelaksana KUR sebagai berikut : 1). Mendorong bank pelaksana lebih berani menyalurkan kredit kepada UMKM dan koperasi, karena 70% kreditnya dijamin oleh Pemerintah melalui perusahaan penjamin. 2). Penurunan fasilitas Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) terhadap kredit yang dijamin oleh perusahan penjamin BUMN sebesar 20% memberikan insentif bagi Bank Pelaksana KUR dalam menyalurkan KUR. 3). Program KUR telah memberikan dampak positif kepada perbankan, yaitu 100% bank pelaksana menyatakan KUR telah menambah jumlah debitur potensial, 66,7% menyatakan kantor pelayanan/outlet telah bertambah, dan 66% menyatakan adanya peningkatan tenaga kerja. Dampak positif terhadap lembaga penjamin KUR 1). Perusahaan penjamin menyatakan program KUR 100% menambah jumlah UMKM dan koperasi terjamin. 2). Kapasitas perusahaan penjamin dalam menjamin UMKM dan koperasi meningkat sebanyak 10 kali. 3). Permodalan perusahaan penjamin meningkat sebagai dampak dari pelaksanaan Penyertaan Modal Negara. 4). Perusahaan penjamin 60% menyatakan keberadaan KUR meningkatkan jumlah tenaga kerja. 65

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 5). Terjadi peningkatan jumlah kantor perwakilan dan cabang perusahaan penjamin. 6). Meningkatnya citra perusahaan penjamin di mata perbankan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, UMKM dan koperasi. 4.6. Faktor Mempengaruhi Pelaksanaan KUR Untuk keberhasilan kinerja program KUR semua pihak yang terlibat mulai dari Lembaga Penggagas KUR, lembaga perbankan, komite kebijakan dan Bank Indonesia bersinergi mulai dari proses penentuan kebijakan sampai pada implementasi penyaluran KUR, memiliki persamaan persepsi untuk mensukseskan program KUR. Dari hasil kajian terdapat 4 (empat) faktor dan sub faktor yang merupakan penentu keberhasilan KUR. Faktor dan sub faktor tersebut dapat dijelaskan seperti pada Gambar 8. TUJUAN PENYALURAN KUR FAKTOR Prospek Calon Debitur Kebijakan dan Sumber Daya Perbankan Kebijakan Komite KUR Lingkungan Eksternal SUB FAKTOR 1. Kelayakan Usaha 2. Administrasi 3. Jaminan 1. Jaringan 2. Account Officer 3. Pandangan Bank Terhadap Risiko Kredit 1. Fasilitas Penjaminan Yang Disediakan 2. Ketentuan Debitur Baru 3. Sosialisasi Dan Koordinasi 1. Ketidak Pastian Perkembangan Ekonomi Makro 2. Pelarian Modal 3. Kenaikan Suku Bunga SBI dan Surat Berharga Negara (SBN) Lainnya Gambar 8. Faktor dan Sub Faktor Yang Dianggap Berpengaruh Terhadap Kinerja KUR Untuk melihat faktor paling dominan dalam menentukan keberhasilan kinerja program KUR dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan para pakar yang selama ini mendalami permasalahan pelaksanaan KUR. Dari hasil proses AHP diperoleh skala prioritas faktor dan sub faktor penentu keberhasilan KUR sebagaimana tertuang pada Tabel 6. 66

Tabel 6. Skala Prioritas Faktor dan sub Faktor Penentu Keberhasilan KUR Dapat dikemukakan bahwa faktor-faktor penentu keberhasilan KUR adalah: 1). Prioritas 1, penyaluran KUR sangat dipengaruhi oleh prospek debitur. Hasil uji AHP menunjukkan skala prioritas paling tinggi difokuskan kepada calon debitur UMKM dan koperasi yang memiliki jaminan, disusul dengan prioritas kelayakan usaha dan terakhir diproritaskan kepada debitur UMKM dan koperasi yang memenuhi syarat administrasi. Dengan adanya fasilitas penjaminan dari perusahaan penjamin, maka bank pelaksana merasa sangat terbantu untuk menjalankan fungsi intermediasi menyalurkan KUR. Untuk kelayakan usaha yang diperhatikan oleh bank pelaksana KUR adalah track record, kelayakan pasar, manajemen dan aspek teknis serta pengendalian risiko. Sedangkan persyaratan administrasi, bank pelaksana masih memberikan toleransi yang penting ada catatan dan pembukuan sederhana yang dapat menggambarkan pemisahan transaksi keuangan pribadi dan usaha. 2). Prioritas 2, Penyaluran KUR sangat ditentukan oleh kebijakan internal dan sumberdaya perbankan. Hasil uji AHP menunjukkan skala prioritas paling tinggi difokuskan pada persepsi bank tentang risiko kredit, kemudian disusul dengan prioritas keberadaan 67

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 jaringan kantor pelayanan dan terakhir diprioritaskan ketersediaan jumlah account officer bank. Kesimpulan mengenai persepsi menduduki prioritas pertama, bisa menjelaskan meskipun sudah ada fasiltas penjaminan dari pemerintah, tetapi bank tetap lebih terfokus untuk membiayai sektor-sektor yang dianggap memiliki low risk (misalnya perdagangan) dibandingkan membiayai sektor-sektor yang dianggap high risk (seperti pertanian dan perikanan). Kesimpulan mengenai jaringan dan kantor pelayanan menduduki prioritas kedua, menjelaskan bahwa bank-bank yang memiliki kantor pelayanan dan jaringan pelayanan kredit yang luas akan lebih optimal menyalurkan KUR (contoh Bank BRI memiliki unit pelayanan di setiap kecamatan bahkan telah menambah Teras BRI di sejumlah daerah). Ketersediaan account officer bisa menjelaskan mengapa bank-bank seperti Bank BRI yang memiliki dukungan sumberdaya dan jumlah account officer yang lebih banyak mampu memanfaatkan program KUR secara lebih masif. 3). Prioritas 3, Penyaluran KUR sangat ditentukan oleh kebijakan Komite Kebijakan. Hasil uji AHP menunjukkan skala prioritas paling tinggi difokuskan pada ketentuan calon debitur, kemudian disusul dengan prioritas sosialisasi dan koordinasi, selanjutnya nilai penjaminan dan terakhir diprioritaskan untuk aspek ATMR. Kesimpulan mengenai ketentuan calon debitur ini, bisa menjelaskan mengapa penyaluran KUR mulai mengalami keterlambatan pertumbuhan, karena bank pelaksana mulai kesulitan mencari calon debitur baru. Kesimpulan mengenai sosialisasi dan koordinasi ini, menjelaskan bahwa sesungguhnya bank pelaksana memandang sangat penting melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan melibatkan semua stakeholder di pusat dan daerah. Kesimpulan mengenai nilai penjaminan, bisa menjelaskan mengapa bank tertarik menjalankan program KUR karena nilai penjaminannya cukup memadai untuk meng-cover risiko kredit. Kesimpulan mengenai ATMR ini bisa menjelaskan mengapa bank tertarik menyalurkan KUR karena dengan ketentuan ATMR sebesar 20% untuk kredit yang dijamin oleh perusahaan penjamin BUMN dapat melonggarkan ketentuan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai insentif bank pelaksana KUR. 4). Prioritas 4, Penyaluran KUR sangat ditentukan oleh lingkungan eksternal. Hasil uji AHP menunjukkan skala prioritas paling 68

tinggi difokuskan pada ketidakpastian pasar, ketentuan calon debitur, kemudian disusul dengan prioritas kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Negara (SBN), selanjutnya prioritas terakhir adalah pelarian modal. Kesimpulan mengenai ketidakpastian pasar sangat mempengaruhi KUR, dapat menjelaskan pada periode perlambatan pertumbuhan penyaluran KUR disebabkan adanya krisis keuangan global sehingga mempengaruhi persepsi bank pelaksana untuk menunggu perkembangan lebih lanjut dari perkembangan ekonomi makro. Kesimpulan mengenai mengapa KUR, dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga SBI dan SBN karena pada periode tersebut ada bank pelaksana secara tidak langsung didorong untuk membeli SBI dan SBN sehingga mempengaruhi likuiditas perbankan. Kesimpulan mengenai pelarian modal, bisa menjelaskan pada saat itu bank pelaksana dihantui oleh rasa ketakutan terhadap dampak kemungkinan terjadinya kecenderungan pelarian modal yang dapat mempengaruhi kesulitan likuiditas perbankan. 4.7. Rekomendasi Kebijakan Dari hasil observasi lapangan terhadap debitur KUR, Focus Group Discussion (FGD) serta diskusi dengan beberapa pakar dan pemangku kepentingan (Bank Indonesia, bank penyalur KUR, instansi terkait), maka disusun beberapa usulan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan di pusat dan daerah termasuk juga policy memo untuk masukan program 100 hari pemerintahan yang baru sebagai berikut: 4.7.1. Bagi Pengambil Kebijakan di Tingkat Pusat 1). Perlunya kelonggaran persyaratan debitur KUR dengan merevisi Permenkeu Nomor 10/PMK.05/2009 tanggal 2 Februari 2009 tentang Perubahan atas Permenkeu Nomor 135/PMK.05/2008 tentang fasilitas penjaminan KUR; 2). Perluasan bank penyalur KUR dengan mengikutsertakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau bank swasta nasional lainnya; 3). Mendorong linkage program antara bank penyalur KUR dengan BPR, KSP/USP Koperasi dan LKM untuk mengatasi keterbatasan jaringan pelayanan bank pelaksana KUR; 69

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 4). Membedakan plafon kredit untuk lembaga peserta linkage program dengan plafon UMK dan koperasi secara individual; 5). Melonggarkan ketentuan pembatasan nilai agunan dalam persyaratan penyaluran KUR oleh bank pelaksana kepada UMKM dan koperasi dengan nilai maksimal nilai penjaminan sebesar maksimal 50% sebagaimana tercantum dalam SOP; 6). Melakukan sinkronisasi dan harmonisasi antar ketentuan pelaksanaan KUR, Nota Kesepahaman, Peraturan Menteri Keuangan dan SOP. 4.7.2. Bagi Pengambil Kebijakan dan Pelaksana di Daerah 1). Mewujudkan Forum Koordinasi Pemerintah Daerah (Pemda) dengan Kantor Wilayah Bank Indonesia dan Kantor Cabang Bank Pelaksana KUR di daerah tentang sosialisasi KUR dan target KUR; 2). Merintis pendirian Lembaga Penjamin Kredit di daerah dengan diampu oleh Askrindo dan Jamkrindo; 3). Mendorong Pemda untuk mereplikasi KUR di daerah masing-masing dengan dukungan dana dari APBD. 4.7.3. Bagi Bank Pelaksana 1). Bank Indonesia bersama Pemda dan bank pelaksana KUR setempat agar memberdayakan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB); 2). Meminta kantor pusat bank menetapkan target KUR di kantor cabang di daerah (jumlah debitur dan nilai kredit); 3). Mendorong kantor cabang bank pelaksana KUR di daerah memperluas unit jangkauan pelayanan. 4.7.4. Kebijakan Khusus 1). Upaya menurunkan tingkat suku bunga KUR melalui penempatan dana pemerintah di bank pelaksana KUR dan di-blend (dicampur) dengan dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan atau menggunakan mekanisme penempatan dana KUKM seperti SUP 005 dan/atau 70

memberikan subsidi bunga dari pemerintah seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE); 2). Memberikan perlakuan khusus dalam penjaminan untuk mengembangkan usaha sektor pertanian, perikanan, dan daerah tertinggal yang menjadi prioritas pemerintah misalnya dengan memberikan penjaminan dengan nilai 100% yang secara bertahap dikurangi dan akhirnya dialihkan secara komersial. 4.7.5. Policy Memo Program 100 hari Pemerintah 1). Meningkatkan koordinasi (harmonisasi) di tingkat pusat antara bank pelaksana KUR dengan instansi terkait (Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Negara KUKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan); 2). Melaksanakan sosialisasi KUR ke publik melalui bazar perbankan yang lebih intensif bahwa KUR bukan uang pemerintah namun berasal dari dana komersial perbankan. Dana sosialisasi bisa dari pemerintah; 3). Melakukan koordinasi dengan dinas terkait terutama di kabupaten/kota dengan pihak perbankan; 4). Melaksanakan pertemuan periodik bank pelaksana KUR dengan instansi terkait di Bank Indonesia untuk monitoring KUR secara berkesinambungan; 5). Mengusulkan adanya target kantor cabang setiap bank pelaksana KUR yang dikaitkan dengan kinerja kantor cabang bank tersebut; 6). Menyebarluaskan best practices kisah sukses debitur KUR dan atau debitur KUR Mikro di media massa untuk menimbulkan motivasi berprestasi bagi debitur KUR. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1). Penyaluran KUR masih terfokus pada sektor-sektor yang dianggap berisiko rendah (low risk) dan mudah dijangkau oleh bank pelaksana KUR. Hal ini bisa dipahami, karena 71

JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49-73 5.2. Saran bank pelaksana KUR memiliki wewenang penuh untuk menyeleksi nasbah dan mengingat sumber dana KUR semuanya berasal dari dana pihak ketiga (DPK) dan bank pelaksana masih harus menanggung risiko sebesar 30%, sedangkan risiko yang dijamin oleh pemerintah sebesar 70%. 2). Perlambatan penyaluran KUR erat kaitannya dengan beberapa ketentuan dalam kebijakan KUR yang dapat menghambat implementasi penyaluran KUR oleh perbankan, seperti: Sistem Informasi Debitur (SID), definisi debitur, tingkat bunga dan agunan tambahan. Oleh sebab itu, diperlukan beberapa perubahan dalam ketentuan kebijakan (MOU, SOP, dan PMK) agar lebih fleksibel. 3). Secara umum program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah memberikan dampak positif kepada seluruh debitur UMKM, bank penyalur dan lembaga penjaminan. 4). Keberhasilan kinerja program KUR sangat ditentukan oleh faktor: prospek calon debitur, kebijakan sumberdaya perbankan, kebijakan Komite KUR, dan kondisi lingkungan eksternal. 1). Penyaluran KUR perlu segera ditingkatkan ke sektor non perdagangan, seperti industri kreatif, agroindustri, kuliner, perikanan, peternakan, dan lain-lain; 2). Perlu dirancang sistem insentif pertanian yang terkait antara KUR dengan KKPE dan KUPS serta programprogram pengembangan agrobisnis pedesaan (PUAP); 3). Perlu dirancang skim KUR untuk sektor pertanian rakyat, misalnya berupa skim Pinjaman Transaksi Khusus yang bersifat bergulir (revolving), yang didesain sesuai dengan aktivitas produksi pertanian, yakni saat panen membayar kredit dan saat menanam diberikan kredit. DAFTAR PUSTAKA Abdul, Salam. 2007. Sustainabilitas Koperasi Simpan Pinjam dalam Rangka Peningkatan Peran Mikro bagi Pemberdayaan Masyarakat: Disertasi. Program Studi Antar Bidang Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 72

[BI] Bank Indonesia. 2009. http://www.bi.go.id/ketentuan. Budiantoro, S. 2003. RUU Lembaga Keuangan Mikro: Jangan Jauhkan Lembaga Keuangan dari Masyarakat. Jurnal Ekonomi Rakyat 8(2): 1-3. Checkland, P. B. 1981. System Thinking System Practice. John Wiley. Chichester. CGAP. 2004. Key Principles of Microfinance. www.cgap.org. Didin Hafidhuddin dan M. Syukur. 2008. Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian. Deptan, Jakarta. Herman, N.H. 2009. Dampak Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap UMKM dan Koperasi. Diskusi Terbatas Kajian KUR Pada Dinas KUKM Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin 13 Agustus. Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia. 2008. Memantapkan Pola Linkage Bank-LKM Dalam Upaya Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Melalui KUR Mikro. Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia. Proceeding Lokakarya Nasional. Jakarta 10 Juni. Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia. 2005. Peranan Komite Nasional PKMI dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Indonesia. Komnas PKMI, Solo.. 2009. Kredit Usaha Rakyat. http://kredit-usaha-rakyat. co.cc 73