BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Air dalam keadaan murni merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi di negara

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA


Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung dengan:

Sistem Pencernaan Manusia

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Diare. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TREMATODA PENDAHULUAN

BAGIAN 1: MENGAPA PERLU DETOKS?

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016).

Global Warming. Kelompok 10

BAB 1 PENDAHULUAN. selama hidupnya selalu memerlukan air. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

xvii Universitas Sumatera Utara

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah.

Air bagi Kehidupan Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera.

BAB 3 METODE PENELITIAN

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pencernaan Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam faeces (Ngastiah, 1999). Menurut Suriadi (2001) yang encer atau cair. Sedangkan menurut Arief Mansjoer (2008) diare

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

Ciri-ciri umum cestoda usus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia.

Pemeriksaan Darah Samar Benzidine Test. Metode yang digunakan adalah metode benzidine test.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersih dan sehat tanpa persediaan air yang cukup, mustahil akan tercapai. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Protozoa merupakan mahkluk hidup bersel satu yang sering menjadi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

( khususnya air minum ) cukup mengambil dari sumber sumber air yang ada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tawas dapat digunakan sebagai pengering / pengawet, juga membersihkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, ¾ bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air (Chandra, 2007). Air terdapat dalam berbagai bentuk misalnya, uap air, es, cairan, dan salju (Effendi, 2003). 2.2. Sumber Air Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007). 2.2.1. Air Angkasa (Hujan) Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walaupun pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia (Chandra, 2007). a) Gas CO 2 + air hujan = asam karbonat b) Gas S 2 O 3 + air hujan = asam sulfat c) Gas N 2 O 3 + air hujan = asam nitrit Dengan demikian air hujan yang sampai di permukaan bumi sudah tidak murni dan reaksi di atas dapat mengakibatkan keasamaan pada air hujan sehingga akan terbentuk (acid rain) hujan asam (Chandra, 2007).

2.2.2. Air Permukaan Air permukaan merupakan salah satu sumber penting bahan baku air bersih. Faktor faktor yang harus diperhatikan, antara lain (Chandra, 2007): a) Mutu atau kualitas baku b) Jumlah atau kuantitasnya c) Kontinuitasnya Dibandingkan dengan sumber air lain, air permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar akibat kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat-zat lain (Chandra, 2007). Sumber-sumber air permukaan, antara lain, sungai, selokan, rawa, parit, bendungan, danau, laut dan air terjun. Air terjun dapat dipakai untuk sumber air di kota-kota besar kerana air tersebut sebelumnya sudah dibendung oleh alam dan jatuh secara gravitasi. Air ini tidak tercemar sehingga tidak membutuhkan purifikasi bakterial (Chandra, 2007). Sumber air permukaan yang berasal dari sungai, selokan dan parit mempunyai persamaan, yaitu airnya mengalir dan dapat menghanyutkan bahan yang tercemar. Sumber air yang permukaan yang berasal dari rawa, bendungan, dan danau memiliki air yang tidak mengalir, tersimpan dalam waktu yang lama, dan mengandung sisa-sisa pembusukan alam, misalnya, pembusukan tumbuh-tumbuhan, ganggang, fungi dan lain-lain. Air permukaan yang berasal dari air laut mengandung kadar garam yang tinggi sehingga, jika akan digunakan untuk air minum, air tersebut harus menjalani ion-exchange (Chandra, 2007). 2.2.3. Air Tanah Air tanah (ground water) merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaaan bumi dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan menembus beberapa lapisan tanah dan menyebabkan terjadinya kesadahan pada air (hardness of water).

Kesadahan pada air ini menyebabkan air mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi. Zat-zat mineral tersebut antara lain kalsium, magnesium, dan logam berat seperti Fe dan Mn (Chandra, 2007). Air tanah digolongkan menjadi tiga yaitu air tanah dangkal, air tanah dalam, dan mata air. Golongan tersebut berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan mineral yang terkandung di air tanah (Alamsyah, 2007). a) Air Tanah Dangkal Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman kurang lebih 15 meter di bawah permukaan tanah. Jumlah air yang terkandung pada kedalaman ini cukup terbatas. Pengunaan air tanah dangkal berupa sumur berdinding semen maupun sumur bor (Alamsyah, 2007). b) Air Tanah Dalam Air tanah dalam terdapat kedalaman 100-300 meter dibawah permukaan tanah. Kuantitas air tanah dalam cukup besar dan tidak terlalu dipengaruhi oleh musim, sehingga air tanah dalam dapt digunakan untuk kepentingan industri dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama (Alamsyah, 2007). c) Mata Air Mata air adalah air tanah yang keluar langsung dari permukaan tanah. Mata air biasanya terdapat pada lereng gunung, dapat berupa rembesan (mata air rembesan) dan ada juga yang keluar di daerah dataran rendah (mata air umbul ). Kuantitas air yang dihasilkan oleh mata air cukup banyak dan tidak dipengaruhi oleh musim sehingga dapat digunakan untuk kepentingan umum dalam jangka waktu yang lama (Alamsyah, 2007).

2.2.4. Air Sumur Secara teknis sumur dapat dibagi menjadi dua jenis (Chandra, 2007): a) Sumur dangkal (Shallow Well) Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan di atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi yang ada perlu sekali diperhatikan (Chandra, 2007). b) Sumur dalam (Deep Well) Sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses purifikasi alami air hujan oleh lapisan kulit bumi yang menjadi air tanah. Sumber airnya tidak terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra, 2007). 2.3. Golongan Air Berdasarkan Peruntukannya Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun (1990) tentang pengendalian pencemaran air Pasal 7 ayat 1 berdasarkan peruntukannya air dibagi ke dalam empat golongan yaitu : a) Golongan A Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. b) Golongan B Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. c) Golongan C Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan. d) Golongan D Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

2.4. Standar Kualitas Air Standar kualitas air yang digunakan masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan agar terhindar dari gangguan kesehatan. Syarat kesehatannya meliputi persyaratan Mikrobiologi, Fisika, Kimia, dan Radioaktif. Pengawasan kualitas air bertujuan untuk mencegah penurunan kualitas dan penggunaan air yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, serta meningkatkan kualitas air (Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990). 2.4.1. Parameter Air Bersih Parameter air bersih yang ada di dalam Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih

2.5. Peranan Air Sebagai Penyebab Penyakit Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Terjadinya suatu penyakit tertentu memerlukan adanya agen dan terkadang vektor. (Chandra, 2007). Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompokkelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007): a. Waterborne mechanism b. Waterwashed mechanism c. Water-based mechanism d. Water related insect vector mechanism 2.6. Parasit Penyebab Pencemaran Air 2.6.1 Giardia intestinalis a) Morfologi dan Daur Hidup Giardia intestinalis pertama kali dilihat oleh Van Leeuwenhoek pada tahun 1681. Flagelata ini pertama kali dikenal dan dibahas oleh Lambl (1859), yang memberikan nama intestinalis. Kemudian Stiles (1915) memberikan nama baru, Giardia lamblia. Parasit ini mempunyai 2 stadium yaitu (Sutanto, 2008): i) Stadium trofozoit: Ukuran 12-15 mikron, berbentuk simetris bilateral seperti buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya meruncing. Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih di sebelah ventral dan terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menempati setengah bagian anterior badan parasit. Ia mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian anterior, bentuknya oval dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin tersebar di plasma inti. Trofozoit ini mempunyai 4 pasang flagel yang berasal dari 4 pasang

blefaroplas. Terdapat 2 pasang yang lengkung dianggap sebagai benda parabasal, letaknya melintang di posterior dari batil isap. ii) Stadium kista: Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding yang tipis dan kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari dinding kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti, yang matang mempunyai 4 inti, letaknya pada satu kutub. G.lamblia hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal yeyenum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Bila kista matang tertelan oleh hospes, maka akan terjadi ekskistasi di duodenum, kemudian sitoplasma membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuk 2 trofozoit. Dengan pergerakan flagel yang cepat trofozoit yang berada di antara villi usus bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Bila berada pada villi, trofozoit dengan batil isap akan melekatkan diri pada epitel usus. Trofozoit kemudian berkembang biak dengan cara belah pasang longitudinal. Bila jumlahnya banyak sekali maka trofozoit yang melekat pada mukosa dapat menutupi permukaan mukosa usus. Trofozoit yang tidak melekat pada mukosa usus, akan mengikuti pergerakan peristaltik menuju ke usus bagian distal yaitu usus besar. Ekskistasi terjadi dalam perjalanan ke kolon, bila tinja mulai menjadi padat, sehingga stadium kista dapat ditemukan dalam tinja yang padat. Cara infeksi dengan menelan kista matang yang dapat terjadi secara tidak langsung melalui air dan makanan yang terkontaminasi, atau secara langsung melalui fecal-oral (Sutanto, 2008).

Gambar 2.1. : Daur Hidup Giardia intestinalis b) Gejala Klinis dan Diagnosis Gejala klinis yang disebabkan oleh giardiasis sangat bervariasi dan dapat berbeda di antara penderitanya. Hal ini tergantung berbagai faktor seperti jumlah kista yang tertelan, lamanya infeksi, faktor hospes dan parasitnya sendiri. Gejala akut dimulai dengan rasa tidak enak di perut diikuti dengan mual dan tidak napsu makan. Dapat juga disertai dengan demam ringan. Kemudia akan diikuti dengan diare cair yang berbau busuk, perut terasa kembung karena ada gas di dalamnya dan

dapat juga terjadi kram perut. Pada tinja biasanya jarang ditemukan lendir dan darah. Gejala akut biasanya berlangsung selama 3-4 hari dan dapat sembuh secara spontan. Sebaliknya dapat juga menjadi fase subakut dan kronik yang berupa diare yang hilang timbul selama 2 tahun atau lebih. Pada fase kronis penderita merasa lemah, sakit kepala dan sakit otot yang disertai dengan penurunan berat badan dan malabsorpsi. Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum pemeriksaan lain dilakukan. Pada infeksi ringan dapat dilakukan pemeriksaan cairan yang berasal dari duodeno-jejunal junction untuk mencari trofozoit. Bila G.lamblia tidak dapat ditemukan dengan kedua cara tersebut, maka dapat dilakukan biopsi usus halus di daerah duodeno-jejunal junction. Parasit biasanya ditemukan pada perbatasan mikrovilli, terutama didalam crypty. Deteksi antigen G.lamblia dalam tinja dapat dilakukan baik pada tinja segar maupun tinja dengan pengawet formalin (Sutanto, 2008). c) Pencegahan Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan hygiene perorangan, keluarga, dan kelompok dengan menghindari air minum yang terkontaminasi. Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air minum untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontak yang lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan merebus air sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat diberikan 2-4 tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit sebelum diminum. Bila airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk membunuh kista G.intestinalis. Memanaskan makanan atau makanan yang matang dapat mencegah infeksi kista G.intestinalis ( Sutanto, 2008).

2.6.2. Entamoeba histolytica a) Morfologi dan Daur Hidup Amebiasis sebagai penyakit disentri yang dapat menyebabkan kematian dikenal sejak 450 tahun sebelum masehi oleh Hippocrates. Parasitnya, yaitu Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh (1875) dari tinja disentri seorang penderita di Leningrad, Rusia (Sutanto, 2008). Dalam daur hidupnya, E.histolytica mempunyai 2 stadium, yaitu: trofozoit dan kista. Bila kista matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga terminal usus halus, dinding kista dicernakan, terjadi enskistasi dan keluarlah stadium trofozoit yang masuk ke rongga usus besar. Dari sebuah kista mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit. Stadium trofozoit berukuran 10-60 mikron, mempunyai inti entamoeba yang terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dapat dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebar seperti daun, dibentuk dengan mendadak, pergerakannya cepat dan menuju suatu arah (linier).endoplasma berbutir halus, biasanya mengandung bakteri atau sisa makanan. Stadium trofozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi jaringan usus besar. Dengan aliran darah, menyebar ke jaringan hati, paru, otak, kulit, dan vagina. Stadium trofozoit berkembang biak secara belah pasang. Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar. Di dalam rongga usus besar, stadium trofozoit dapat berubah menjadi stadium precyst yang berinti satu (enkistasi), kemudian membelah menjadi berinti dua, dan akhirnya berinti 4 yang dikeluarkan bersama tinja. Ukuran kista 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding kista dan terdapat inti entamoeba. Di endoplasma terdapat benda kromatoid yang besar, menyerupai lisong dan terdapat vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista muda. Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada

lagi. Stadum kista tidak patogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan adanya dinding kista, stadium kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang (Sutanto, 2008). Gambar 2.2. : Daur Hidup Entamoeba histolytica b) Gejala Klinis dan Diagnosis Bentuk klinis yang dikenal adalah amebiasis intestinal dan amebiasis ekstraintestinal. Amebiasis intestinal terbagi menjadi dua yaitu amebiasis kolon akut dan amebiasis kolon menahun. Gejala klinis yang biasa ditemukan pada amebiasis kolon akut adalah nyeri perut dan diare yang berupa tinja cair, tinja berlendir, atau tinja berdarah. Frekuensi diare dapat mencapai 10 x perhari. Demam dapat ditemukan pada sepertiga penderita. Pasien terkadang tidak napsu makan sehingga berat badanya

menurun. Pada amebiasis kolon menahun gejala tidak begitu jelas. Biasanya terdapat gejala usus yang ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselingi obstipasi(sembelit). Amebiasis ekstra-intestinal terdiri dari gejala abses hati yang paling sering ditemukan. Sebahagian besar penderita memperlihatkan gejala dalam waktu yang relatif singkat (2-4 minggu). Penderita juga memperlihatkan demam, batuk dan nyeri perut kuadran kanan atas. Bila permukaan diafragma hati terinfeksi, maka pada penderita dapat terjadi nyeri pleura kanan atau nyeri yang menular sampai bahu kanan. Pada 10% - 35% penderita dapat ditemukan gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, kejang otot perut, perut kembung, diare dan konstipasi. Pemeriksaan mikroskopis tidak dapat membedakan E.histolytica dengan E.dispar. Pemeriksaan mikroskopis sebaiknya dilakukan paling sedikit 3 kali dalam waktu 1 minggu. Pemeriksaan antibodi akan sangat membantu menegakkan diagnosis pada kelompok yang tidak tinggal di daerah endemis. Biasanya yang merupakan uji standar adalah IHA, sedangkan ELISA merupakan alternatif karena lebih cepat, sederhana dan juga lebih sensitif. Deteksi antigen juga dapat dilakukan. Antigen ameba yaitu Gal/Gal-Naclectin dapat dideteksi dalam tinja, serum, cairan abses dan air liur penderita. Hal ini dapat dilakukan terutama mengunakkan teknik ELISA, sedangkan dengan teknik CIEP ternyata sensitivitasnya lebih rendah. Metode PCR mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang sebanding dengan deteksi antigen pada yinja penderita amebiasis intestinal. Untuk penelitian polimorfisme E.histolytica teknik PCR merupakan metode ungulan. Sampai saat ini diagnosis amebiasis yang invasif biasanya ditetapkan dengan kombinasi pemeriksaan mikroskopis tinja dan uji serologis. Bila ada indikasi, dapat dilakukan kolonoskopi dan biopsi pada lesi intestinal atau pada cairan abses. Parasit biasanya ditemukan pada dasar dinding abses (Sutanto, 2008).

c) Pencegahan Pencegahan ameobiasis terutama ditujukan pada kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan dengan bersih sesudah buang air besar dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan meliputi: masak air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah di tempat sampah yang tertutup untuk menghindari lalat ( Sutanto, 2008). 2.6.3. Cryptosporidium parvum a) Morfologi dan Daur Hidup Cryptosporidium adalah prozoa usus yang meyebabkan diare. Kasus pertama kristosporidiosis pada manusia dilaporkan pada tahun 1976. Terdapat kriptosporidiosis terutama ditemukan pada penderita imunokompromais (AIDS) dan menyebabkan diare berat (Sutanto, 2008). Cryptosporidium parvum adalah spesies yang menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi terjadi bila tertelan ookista matang yang dikeluarkan bersama tinja hospes terinfeksi. Ekskistasi terjadi di traktus gastrointestinal atas, sporozoit keluar dari ookista dan masuk ke sel epitel usus pada bagian apeks di dalam membran sel hospes, tetapi tidak di dalam sitoplasma, disebut meront. Parasit berkembang biak secara aseksual (merogoni) dan menghasilkan merozoit yang memasuki sel lain. Merozoit kemudian membentuk mikro dan makrogametosit yang berkembang menjadi mikro dan makrogamet. Setelah pembuahan terbentuk ookista yang mengandung 4 sporozoit. Ada dua macam ookista; yang berdinding tipis mengeluarkan sporozoit di dalam usus (ekskistasi) dan menyebabkan autoinfeksi, sedangkan yang berdinding tebal dikeluarkan dengan tinja. Ekskistasi terjadi jika terpapar dengan kombinasi kondisi lingkungan, yaitu ph, garam empedu, karbon dioksida, suhu (Fayer & Leek, 1984).

Meront dan ookista berukuran 4-5 mikron. Masa prepatan, yaitu waktu antara infeksi dan pengeluaran ookista berkisar 5-21 hari. Lama pengeluaran ookista sebulan atau lebih pada orang yang imunokompeten, sedangkan pada yang imunokompromais jauh lebih lama (Sutanto, 2008). Gambar 2.3. : Daur Hidup Cryptosporidium parvum b) Gejala Klinis dan Diagnosis Kriptosporidiosis pada manusia biasanya disertai diare, tanpa adanya darah, kehilangan cairan dalam jumlah besar (3-17L)dapat dijumpai pada pasien immunokompromais, yang mungkin disebabkan toksin yang mirip toksin kolera. Diare pada pasien immunokompeten dapat berlnagsung sampai 1 bulan, sedangkan pada pasien immunokompromais diare mungkin 4 bulan atau lebih, pernah dilaporkan

sampai 3 tahun. Gejala klinis lainnya adalah nyeri ulu hati, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Diagnosis kriptosporidiosis ditetapkan dengan menemukan ookista dalam tinja segar atau yang diawetkan dengan formalin 10% atau dengan polvinil alkohol dengan pemeriksaan langsung. Cara yang lebih baik untuk identifikasi ookista adalah pemeriksaan sediaan tinja yang dipulas dengan modifikasi Ziehl-Neelsen. Deteksi antigen dengan ELISA atau IFA telah dilaporkan pada infeksi akut. Biopsi jaringan dari mukosa gastrointestinal dilakukan dengan pewarnaan hematoxylin-eosin (Sutanto, 2008). c) Pencegahan Ookista dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 65 C selama 30 menit atau memasak air sampai mendidih selam 1 menit, dengan 5% sodium hipoklorit atau 5%- 10% amonia (Sutanto, 2008). 2.6.4. Cacing Parasit (Helminth Parasites) Cacing parasit tidak biasa diteliti oleh para ahli mikrobiologi, namun demikian keberadaanya dalam air buangan bersama viral pathogen dan protozoan parasites, menjadi perhatian hal pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Bentuk telurnya merupakan tahap infeksi dari parasit helminth. Telurnya keluar bersama dengan kotoran dan menyebar melalui air buangan, tanah, atau makanan. Telur ini sangat tahan terhadap tekanan lingkungan dan khlorinasi dalam pengolahan air buangan(said, 2005). Parasit yang masuk melalui telur matang/mengandung embrio adalah Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura(natadisastra, 2009).

Gambar 2.5. : Daur Hidup Ascaris Lumbricoides Gambar 2.6. : Daur Hidup Trichuris trichiura

2.7. Diare 2.7.1. Definisi Diare adalah kondisi dimana frekuensi defekasi tidak biasa (lebih dari 3 kali sehari) dan ada perubahan dalam jumlah dan konsistensi tinja (feses cair) (Baughman, 2000). 2.7.2. Etiologi Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu: 1.Faktor infeksi a) Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare. b) Infeksi bakteri c) Infeksi Virus d) Infeksi parasit. e) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti peradangan pada tonsil, kerongkongan dan paru-paru. 2. Faktor Malabsorbsi Faktor malabsorbsi ini meliput i: a) Malabsorbsi karbohidrat b) Malabsorbsi lemak c) Malabsorbsi protein 3.Faktor makanan :basi, beracun, alergi terhadap makanan tertentu. 4.Faktor psikologis :rasa takut dan cemas (Handayani, 2004). 2.7.3. Jenis a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. b) Diare kronik,yaitu diare yang sifatnya berulang yang disebabkan oleh agen non-infeksius.

c) Disentri,yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. d) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus yang disebabkan oleh agen infeksius (Patwari, 2006). 2.7.4. Akibat Diare a) Kehilangan air(dehidrasi) b) Gangguan keseimbangan asam basa (Baughman, 2000). 2.7.5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medik primer diarahkan pada pengontrolan dan penyembuhan penyakit yang mendasari a) Diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral b) Diare sedang, obat obat non-spesifik untuk menurunkan motilitas dari sumber non-infeksius. c) Diresepkan antimikrobial jika teridentifikasi perparat infeksius atau diare memburuk. d) Terapi intravena untuk hidrasi cepat (Baughman, 2000).

2.8. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan (Effendi, 2009) : 2.8.1.Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain meyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya (Effendi, 2009). 2.8.2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Effendi, 2009). 2.8.3.Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Effendi, 2009). 2.8.4.Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Misalnya mampu membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya (Effendi, 2009). 2.8.5.Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada (Effendi, 2009). 2.8.6.Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membedakan antara anak yang gizi baik dengan gizi kurang (Effendi, 2009).