BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Ciri Litologi

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

BAB V PENGOLAHAN DATA

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

Bab IV Sistem Panas Bumi

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB II TATANAN GEOLOGI

HALAMAN PENGESAHAN...

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

// - Nikol X - Nikol 1mm

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TATANAN GEOLOGI

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 20 Desember Penyusun III

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN


berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

STUDI PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA ALTERASI BUKIT BERJO, GODEAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENELITIAN AWAL MENGENAI ALTERASI DI BUKIT BERJO

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ALTERASI DAN MINERALISASI PADA BATUAN PORFIRI ANDESIT DAN PORFIRI GRANODIORIT DI DAERAH CIGABER DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

I. ALTERASI HIDROTERMAL

REKAMAN DATA LAPANGAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PROSPEKSI AIR BUNGINAN, KECAMATAN AIR MURING, KABUPATEN KETAUN, BENGKULU

Transkripsi:

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi kimia-fisika tertentu. Perubahan ini lah yang kemudian menghasilkan kehadiran beberapa mineral baru. Kehadiran mineral tersebut dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat, penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai keseimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer batuan; dan pelemparan akibat arus turbulen dari zona didih (Browne, 1991 op. cit. Corbett dan Leach, 1997). Beberapa hal yang menjadi faktor yang mempengaruhi pembentukan mineral dalam sistem hidrotermal meliputi: Karakter batuan samping, karakter fluida (Eh, ph), kondisi tekanan maupun temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986). Konsentrasi serta lamanya aktivitas hidrotermal (Browne, 1991 op. cit. Corbett dan Leach, 1997). Temperatur dan kimia fluida (Corbett dan Leach, 1997). Berdasarkan suhu pembentukannya, sistem hidrotermal dibagi menjadi tiga model, yaitu hipotermal, mesotermal dan epitermal. Hipotermal merupakan endapan hidrotermal yang terbentuk pada tekanan dan temperatur tinggi. Temperatur pembentukannya berkisar antara 300 o -500 o. Sedangkan mesotermal terbentuk pada temperatur dan tekanan menengah, mempunyai kisaran 200 o - 300 o C (Lindgren, 1922 op. cit. Corbett dan Leach, 1997). Dan yang terakhir, 70

epitermal terbentuk pada suhu dan tekanan rendah dengan kisaran suhu 150 o C 300 o C dengan kedalaman 1-2 km (Hayba dkk., 1985 op. cit. Corbett dan Leach, 1997). Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu tergantung dari temperatur dan ph fluida dan disebut sebagai himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986) sehingga dengan munculnya mineral alterasi tertentu akan menunjukkan komposisi ph larutan dan temperatur fluida (Reyes, 1990 op. cit.corbett dan Leach, 1997). Morisson dkk., (1998) mengemukakan adanya mineral-mineral hidrotermal petunjuk temperatur, di mana mineral tersebut merupakan mineral dasar yang terbentuk dari hasil alterasi batuan pada kondisi asam ph netral (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Mineral Alterasi penunjuk temperatur (Morisson dkk., 1998) 71

Berdasarkan hubungan antara temperatur dan ph larutan, Corbett dan Leach (1997) telah membuat zona alterasi yang ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya (Gambar 4.1). Gambar 4.1 Himpunan mineral alterasi dalam sistem porfiri hingga ephithermal (Corbett dan Leach, 1997) 72

4.2. Metode dan Pendekatan Dalam studi alterasi, pengenalan akan hadirnya mineral alterasi sebagai dasar dalam menentukan zonasi alterasi sangatlah penting. Beberapa metoda dan pendekatan dilakukan untuk mendukung studi alterasi tersebut, antara lain melalui pengamatan secara megaskopis dan analisa petrografi. 4.2.1. Pengamatan Megaskopis Metode yang pertama kali dilakukan dalam mengidentifikasikan kondisi alterasi suatu batuan adalah dengan menggunakan pengamatan megaskopis. Pengamatan megaskopis biasanya dilakukan di lapangan terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada batuan. Karakteristik yang dapat diamati secara megaskopis meliputi perubahan warna batuan, tekstur asal batuan dan kehadiran mineral alterasi. Pengambilan data alterasi dilakukan bersamaan dengan proses pemetaan litologi di daerah penelitian. Pengamatan alterasi dilakukan pada berbagai sampel yang diduga mengalami alterasi. Pengamatan alterasi terbatas pada kenampakan sampel yang dapat dilihat dengan mata telanjang. 4.2.2. Pengamatan Petrografis Pengamatan petrografis merupakan pengamatan yang dilakukan dengan alat bantú mikroskop yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik suatu batuan termasuk kehadiran mineral alterasi berdasarkan sifat optik mineral. Pengamatan alterasi dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik alterasi yang tidak bisa diamati dengan menggunakan pengamatan megaskopis. Pengamatan petrografis dilakukan terhadap beberapa sampel terpilih yang dianggap mewakili kondisi alterasi daerah penelitian. Beberapa hal yang diamati dalam pengamatan petrografis meliputi kehadiran mineral alterasi, asosiasi mineral, tekstur khusus alterasi serta paragenesa mineral. 73

4.3. Asosiasi Mineral Alterasi Pembagian tipe alterasi dilakukan berdasarkan asosiasi mineral alterasi yang teramati. Berdasarkan pengamatan megaskopis dan petrografis yang dilakukan pada beberapa sampel batuan, serta mengacu pada klasifikasi Corbett dan Leach (1997), maka ubahan hidrotermal di daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi empat asosiasi mineral alterasi, yaitu kuarsa-piropilit, kuarsa-serisit-klorit, biotit-plagioklas dan kuarsa-klorit-epidot-kalsit±aktinolit (Lampiran E. Peta Alterasi). 4.3.1. Kuarsa-serisit-piropilit Asosiasi mineral alterasi yang hadir dalam zona ini adalah kuarsa dan piropilit. Berdasarkan pengamatan petrografis, kuarsa sekunder hadir sebagai mikrokristalin kuarsa yang mengisi urat, rongga antar mineral dan menggantikan mineral sebagian atau keseluruhan. Kuarsa sekunder hadir dengan persentasi 2-8% dari keseluruhan material penyusun batuan. Serisit hadir sebagai mineral ubahan berukuran halus yang mengisi rekahan, rongga antar mineral dan mengubah bagian tepi dari mineral. Mineral ini umumnya hadir mengubah massa dasar pada batuan beku dan matriks pada batuan sedimen. Mineral ini juga mengubah mineral primer seperti plagioklas dan k-feldspar. Kelimpahan mineral ini sangat bervariasi berkisar antara 2 10% dari keseluruhan material penyusun batuan. Piropilit dominan hadir sebagai mineral ubahan pada matriks dan sebagian kecil hadir mengubah mineral primer. Piropilit hadir dengan persentasi sekitar 5% dari keseluruhan material penyusun batuan. 74

Foto 4.1 Sampel batuan yang mengalami alterasi kuarsa-serisit-piropilit (HC_05).. (foto kiri) sampel arkosic arenite yang telah mengalami alterasi. Warna kehijauan merupakan mineral klorit yang hadir meng-overprint kuarsa-piropilit. Umumnya ubahan ini telah di-overprint oleh kuarsa-klorit-serisit. Pirit hadir diseminasi dengan jumlah yang melimpah. (foto kanan atas) sayatan tipis nikol sejajar. (foto kanan bawah) sayatan tipis nikol bersilang. Piropilit (D4) terlihat dikelilingi oleh mineral klorit-kuarsa dan dipotong oleh mineral opak/pirit (E4) (lampiran A3). 75

Tabel 4.2 Perajahan temperatur untuk zona kuarsa-serisit±piropilit. Tabel ini menunjukkan bahwa asosiasi mineral ini terbentuk pada suhu 280 o 340 o C. Berdasarkan perajahan temperatur, didapat bahwa zona ini terbentuk pada temperatur 280 o 340 o C dengan ph asam. Berdasarkan asosiasi mineral ubahannya, zona ini dapat disebandingkan dengan zona ubahan filik (Corbett dan Leach, 1997). Zona ini umumnya hadir di Satuan Breksi Polimik. Namun seluruh alterasi ini telah di-overprint oleh kuarsa-klorit-serisit (Lampiran E. Peta Alterasi). 4.3.2. Kuarsa-serisit-klorit Asosiasi mineral alterasi yang hadir adalah kuarsa, serisit dan klorit. Berdasarkan pengamatan petrografis, serisit hadir sebagai mineral ubahan berukuran halus yang mengisi rekahan, rongga antar mineral dan mengubah bagian tepi dari mineral. Mineral ini umumnya hadir mengubah massa dasar pada batuan beku dan matriks pada batuan sedimen. Mineral ini juga mengubah mineral primer seperti plagioklas dan k-feldspar. Kelimpahan mineral ini sangat bervariasi berkisar antara 2 28% dari keseluruhan material penyusun batuan. Kuarsa sekunder hadir sebagai mikrokristalin kuarsa yang mengisi urat, rongga antar mineral dan menggantikan mineral sebagian atau keseluruhan. Kuarsa sekunder hadir dengan persentasi 2-8% dari keseluruhan material penyusun batuan. 76

Foto 4.2 Sampel batuan yang mengalami alterasi kuarsa-klorit-serisit (HF_02). (Foto kiri) Sampel batuan granodiorit yang teralterasi. Batuan ini mengalami alterasi dengan intensitas sedang-lemah. (Foto kanan atas) Sayatan tipis nikol sejajar. (foto kanan bawah) Sayatan tipis nikol bersilang. Sayatan ini menunjukkan asosiasi mineral kuarsa-serisit-pirit (E2-E5 hingga G3-G5) yang mengisi rongga antar mineral (Lampiran A6). 77

Tabel 4.3 Perajahan temperatur untuk kuarsa-serisit-klorit. Tabel ini menunjukkan bahwa asosiasi mineral ini terbentuk pada suhu 280 o 320 o C. Berdasarkan perajahan temperatur, didapat bahwa zona ini terbentuk pada temperatur 280 o 320 o C dengan ph netral-asam. Berdasarkan asosiasi mineral ubahannya, zona ini dapat disebandingkan dengan zona ubahan filik (Corbett dan Leach, 1997). 4.3.3. Kuarsa-biotit-plagioklas Asosiasi mineral alterasi yang umum hadir dalam zona ini adalah biotit dan kuarsa. Berdasarkan pengamatan petrografis, Secara umum biotit hadir mengubah hornblenda dan piroksen. Kehadiran asosiasi mineral ini tidak tampak jelas teramati karena hampir seluruhnya mengalami overprint oleh klorit-epidot. Namum tanda-tanda kehadiran mineral ini masih bisa teramati. Asosiasi mineral ini umumnya ditemukan di batuan Andesit (Lampiran E. Peta Alterasi). Tabel 4.4 Perajahan temperatur untuk kuarsa-biotit-plagioklas. Tabel ini menunjukkan bahwa asosiasi mineral ini terbentuk pada suhu 300 o 360 o C. Berdasarkan perajahan temperatur, didapat bahwa zona ini terbentuk pada temperatur 300 o 360 o C dengan ph netral. Berdasarkan asosiasi mineral ubahannya, zona ini dapat disebandingkan dengan zona potasik (Corbett dan Leach, 1997). 78

Foto 4.2 Sampel batuan yang mengalami alterasi biotit-plagioklas-kuarsa (HH_13). Plagioklas sekunder (G4) hadir mengubah hornblende. 79

4.3.4. Kuarsa-klorit-epidot±kalsit±aktinolit Asosiasi mineral alterasi yang umum hadir dalam zona ini adalah kuarsa, klorit dan epidot. Kalsit dan aktinolit hanya muncul pada beberapa tempat secara lokal. Berdasarkan pengamatan petrografis, klorit hadir mengisi rongga antar mineral, urat dan mengubah mineral sebagian atau keseluruhan dari mineral k- feldspar, plagioklas, hornblenda dan piroksen. Klorit hadir dengan persentasi berkisar antara 2-9% dari keseluruhan material penyusun batuan. Epidot dominan hadir mengisi urat pada batuan, sebagian hadir diseminasi dengan ukuran mineral 0,02 1,5 mm, merupakan mineral ubahan dari plagioklas. Epidot hadir dengan persentasi berkisar antara 1 10%. Kuarsa sekunder hadir sebagai mikrokristalin kuarsa yang mengisi urat, rongga antar mineral dan menggantikan mineral sebagian atau keseluruhan. Kuarsa sekunder hadir dengan persentasi 2-8% dari keseluruhan material penyusun batuan. Kalsit dominan hadir mengisi urat, sebagian kecil hadir mengisi rongga antar butiran dengan ukuran 0,037 0,1 mm. Kalsit hadir dengan persentasi berkisar antara 2 21%. Aktinolit hadir mengisi urat dengan bentuk menyerupai jarun dan ukuran yang sangat halus. Mineral ubahan ini hanya muncul pada singkapan Andesit di sekitar Sungai Sontang. Aktinolit hadir dengan persentasi 3%. 80

Foto 4.4 Sampel batuan yang mengalami alterasi klorit-epidot-kalsit (HH_13). a) Sampel batuan andesit yang teralterasi. Warna hijau pada batuan ditafsirkan sebagai klorit, sementara urat-urat halus dengan warna hujau muda diperkirakan merupakan epidot b) Sayatan tipis nikol sejajar. c) Sayatan tipis nikol bersilang. Sayatan ini menunjukkan mineral hornblende yang terubah menjadi klorit (F5-G5). Klorit berasosiasi dengan epidot, yang kemudian dipotong oleh urat epidot. 81

Foto 4.5 Sampel batuan yang mengalami alterasi klorit-epidot-aktinolit (HM_08). a) Sampel batupasir sangat halus pada satuan meta-batupasir. Batuan ini diterobos oleh urat epidot (hijau terang) dan kalsit (hijau gelap) b) Sayatan tipis nikol sejajar. c) Sayatan tipis nikol bersilang. Sayatan ini menunjukkan suatu urat yang terdiri dari asosiasi mineral epidot (E2, berwarna gelap/nikol sejajar), kuarsa (F6), klorit (F4) dan aktinolit (G1) (Lampiran A7). 82

Tabel 4.5 Perajahan temperatur untuk zona kuarsa-klorit-epidot-kalsit±aktinolit. Tabel ini menunjukkan bahwa asosiasi mineral ini terbentuk pada suhu 300 o 320 o C. Berdasarkan perajahan temperatur, didapat bahwa zona ini umumnya terbentuk pada temperatur 270 o 320 o C dengan ph netral-basa. Namun dengan kehadiran aktinolit secara lokal, pada beberapa tempat, zona ini diperkirakan terbentuk pada temperatur 300 o 320 o C. Berdasarkan asosiasi mineral ubahannya, zona ini dapat disebandingkan dengan zona ubahan propilitik (Corbett dan Leach, 1997). 4.4. Paragenesa Mineral Pengamatan paragenesa mineral yang dilakukan terhadap beberapa sampel batuan menunjukkan adanya beberapa tahapan alterasi yang terjadi di daerah penelitian. Tabel 4.6 Paragenesa mineral alterasi (Lampiran A). Berdasarkan tabel 4.5 di atas, maka dapat disimpulkan beberapa tahapan alterasi dan hubungannya dengan litologi yang dilaluinya. Pada granodiorit, alterasi diawali dengan kemunculan serisit-mineral lempung-klorit-kuarsa. Pada sampel HQ_04, Urat serisit dan urat epidot-klorit yang memotong serisit-mineral lempung menunjukkan indikasi bahwa telah terjadi alterasi setelah intrusi 83

granodiorit. Penemuan beberapa andesit dyke di sekitar lokasi pengambilan sampel mengindikasikan bahwa kemunculan urat serisit dan urat epidot-klorit dipengaruhi oleh dyke tersebut. Sedangkan pada sampel HH_13 (Foto 4.4) menunjukkan adanya alterasi yang diawali dengan kemunculan plagioklas sekunder yang kemudian dioverprint oleh klorit dan epidot. Urat epidot yang muncul mengindikasikan bahwa ada aktivitas alterasi lanjutan yang disebabkan oleh intrusi setelah andesit. Tahapan alterasi di daerah penelitian: 1) diawali dengan intrusi granodiorit, menimbulkan alterasi kuarsa-klorit-serisit pada Granodiorit, Satuan Meta-batupasir dan Satuan Lava Basalt. Alterasi yang lebih asam menghasilkan alterasi kuarsa-serisit-piropilit pada Satuan Breksi Polimik dan Arenit 2) Intrusi Andesit menimbulkan alterasi plagioklas-biotit-kuarsa dan kuarsa-kloritepidot±kalsit±aktinolit. 3) Di sekitar daerah intrusi andesit, alterasi kuarsa-kloritepidot±kalsit±aktinolit meng-overprint batuan samping yang sebelumnya mengalami alterasi kuarsa-klorit-serisit. 4) Intrusi batuan selanjutnya (tidak terlihat di peta) mengalami alterasi kuarsa-klorit-epidot±kalsit±aktinolit, menghasilkan urat-urat epidot pada intrusi andesit (Gambar 4.2). Gambar 4.2 Tahapan Alterasi Daerah Penelitian. Urut-urutan alterasi pada daerah penelitian adalah Kuarsa-Klorit-Serisit (warna merah transparan), kemudian Kuarsa-Klorit-Epidot±aktinolit (warna hijau transparan) dan yang terakhir adalah Kuarsa-Klori-Epidot±aktinolit (warna biru transparan). 84