IMAGES ANALYSIS DENSITAS DNA PADA MOLA HYDATIDIFORM OLEH: FITRIANI LUMONGGA

dokumen-dokumen yang mirip
Mola Hidatidosa. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Histopatologik Penyakit Trofoblastik Gestasional di Sumatera Utara pada Tahun

KARYA TULIS AKHIR HUBUNGAN ANTARA USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT DI RSUD JOMBANG PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2010

ENDOMETRIOID ADENOKARSINOMA OVARII SINISTRA BERDIFERENSIASI BURUK DENGAN INVASI KE UTERUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan proliferasi selular dari trofoblas plasenta meliputi :

ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami mutasi, diperkirakan 80% disebabkan oleh faktor lingkungan,

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. Kanker rahim tergolong penyakit kanker yang terbanyak diderita kaum

Abstrak. Abstract. Kata kunci: Gambaran histopatologi, kadar βhcg, kista lutein, mola hidatidosa komplit, PTG

BAB I PENDAHULUAN. Harlap & Shiono (1980) melaporkan bahwa 80% kejadian abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu pertama.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

dalam Membedakan Mola Hidatidosa Analisis Ekspresi p57 Kip2 Tipe Parsial dan Komplit PENELITIAN Majalah Patologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit. yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak

BAB I PENDAHULUAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

MENCARI NILAI THRESHOLD YANG TEPAT UNTUK PERANCANGAN PENDETEKSI KANKER TROFOBLAS

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

KELAINAN KROMOSOM. Oleh: E.Suryadi Fakultas kedokteran UGM

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

PREPARASI SPESIMEN UNTUK DIAGNOSIS LIMFOMA

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

KROMOSOM Variasi jumlah dan Struktur. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom:

KARSINOMA PAPILER PADA PAYUDARA

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

eissn X Korespondesi: Kemala Isnainiasih Mantilidewi,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang. terakhir dilaksanakan pada tahun 2007, walaupun menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut (Lester, 2004 ;

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA

BAB 1 PENDAHULUAN. jinak dengan karakter tidak nyeri, dapat digerakkan, berbatas tegas dan

KARAKTERISTIK MOLA HIDATIDOSA DI RSUP Dr.KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Disusun oleh : Jheniajeng Sekartaji A. NIM. G0C

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB IV METODE PENELITIAN

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 6. Pewarisan Sifat pada Makhluk HidupLatihan Soal 6.1

PEMBELAHAN SEL Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

TERJADI PERDARAHAN DESIDUA BASALIS, KANTUNG KEHAMILAN (GESTATIONAL).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tali pusat adalah jalur kehidupan fetus sebagai transpor cairan, nutrisi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB II TINJAUAN TEORI. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan

GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. pemeriksaan kultur darah menyebabkan klinisi lambat untuk memulai terapi

GENITALIA EKSTERNA GENITALIA INTERNA

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

PENDAHULUAN MUTASI. Dr. Refli., MSc 11/21/2015. Jurusan Biologi FST UNDANA kromosom )

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menanggulangi masalah angka kematian ibu yang masih tinggi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.

FIBROSARCOMA PADA PAYUDARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR GENETIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyerupai anggur (Martaadisoebrata, 2005). Mola Hidatidosa (MH)

Transkripsi:

IMAGES ANALYSIS DENSITAS DNA PADA MOLA HYDATIDIFORM OLEH: FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

PENDAHULUAN Pada saat ini sering dijumpai kasus-kasus abortus spontan, tetapi hanya sekitar 15 % dari seluruh kehamilan yang merupakan abortus spontan pada awal kehamilan. Para ahli patologi menghubungkan abortus spontan tersebut dengan mola hydatidiform, oleh karena penyakit ini (complete mole dan partial mole) merupakan penyebab abortus spontan yang paling sering. Pada beberapa kasus, diagnosa antara complete mole, partial mole dan hydrophic abortus sering sulit untuk dilakukan, oleh karena gambaran morfologi sel sel trophoblast pada keadaan tersebut sering overlapping. Tetapi secara klinis, prognosis dan gambaran cytogenetic antara kedua bentuk mola ini terdapat perbedaan. Ahli-ahli patologi pada saat ini banyak melakukan penelitian pada hasil konsepsi pada trimester pertama. Diferensial diagnose antara hydrophic abortus, complete mole dan partial mole pada usia kehamilan trimester pertama sulit dilakukan, oleh karena dapat terjadi pembuluh darah embryonal villi khorion yang kolaps pada partial mole mirip dengan villi khorion pada complete mole. Serta adanya gambaran pseudocisterna yang dapat terlihat pada beberapa kasus hydrophic abortion. Para ahli patologi pada saat ini sebaiknya dapat mempertajam diagnosa dengan suatu alat bantu dengan tehnologi yang tinggi untuk diferensiasi lesi secara dini. Pada lesi lesi trophoblastik yang mempunyai gambaran yang mirip dapat dilakukan pemeriksaan dengan melihat kuantitasi DNA yang dapat mendeteksi aneuploidi.

COMPLETE MOLE HYDATIDIFORM Pada waktu yang lalu complete mole rata-rata terjadi pada usia kehamilan 16 minggu, tetapi pada saat ini dengan kemajuan tehnologi ultrasonografi, complete mole dapat dideteksi pada usia kehamilan yang lebih muda. Secara klinis tampak pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dan pasien memperlihatkan gejala toksik pada kehamilan. Abortus terjadi dengan perdarahan abnormal dan disertai dengan keluarnya jaringan mola. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan titer serum β human chorionic gonadotropin (β-hcg) yang jumlahnya diatas 82,350 miu/ml. Gambaran mikroskopis dari complete mole adalah oedem pada villi dengan pembentukan cistern. Cisterna adalah rongga aseluler yang terletak pada bagian tengah villous yang berisi cairan oedem. Tetapi tidak semua villi terdapat cistern. Pada villi dapat dijumpai nekrosis dan kalsifikasi parsial. Pembuluh darah pada villi biasanya tidak terlihat, oleh karena perkembangan fetus yang terhenti pada awal masa pembentukan placenta. Sel sel trophoblast hyperplasia dan proliferasi abnormal yang terdapat disekeliling villi chorion. Pada sekitar 2 3 % kasus complete mole dapat berkembang menjadi choriocarcinoma. Pada complete mole yang dini, terjadi pada usia kehamilan yang masih muda (kurang dari 12 minggu) dengan villi yang masih halus dan cistern yang belum tampak. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat terminal villi berbentuk bulbous dan seperti bunga kol, stroma villi hiperseluler dan karyorhexis. Oedem pada villi juga minimal, hiperplasi trophoblast masih sebagian dan belum disekeliling villi chorion. Sel-

sel trophoblast pada complete mole sering atypia dan membesar pleomorfik dengan inti yang hyperkromatik. Aktifitas mitotik dapat dijumpai Complete hydatidiform mole mempunyai komplemen genetik yang androgenetik, yaitu material genetik berasal dari paternal. Pada sebagian besar kasus, complete mole terjadi dari ovum yang tanpa inti (empty egg) yang kemudian dibuahi oleh satu sel sperma dan selanjutnya duplikasi komplemen sperma haploid menjadi genotip yang diploid. Sehingga biasanya complete mole mempunyai karyotipe 46 XX. Pada sebagian kecil kasus (sekitar 15 % dari kasus), complete mole terjadi dispermy, yaitu pada proses fertilisasi satu sel telur yang tanpa inti dibuahi oleh dua sel sperma dan mempunyai karyotip 46XY. Mola dengan karyotipe 46 YY tidak pernah ditemukan, karena keadaan seperti ini diduga bersifat lethal. Complete mole dengan triploid dan tetraploid juga jarang dijumpai dan tetap berasal dari DNA paternal.

PARTIAL MOLE HYDATIDIFORM Partial mole secara makroskopis dan mikroskopis mempunyai gambaran yang mirip dengan complete mole. Perbedaannya, pada partial mole tampak gambaran villi yang normal dan oedem. Pada partial mole sering dijumpai komponen dari janin. Penderita sering dijumpai pada usia kehamilan lebih tua, yaitu 18 20 minggu. Pada pemeriksaan laboratorium, peningkatan kadar serum β hcg tidak terlalu tinggi. Gambaran mikroskopis yang tampak adalah sebagian villi immature yang relative normal dan sebagian lagi villi dengan yang membesar dengan degenerasi hydrophic. Pada tepi dari villi terdiri dari sel sel cytotrophoblast dan synsytiotrophoblast yang tersusun irregular berbentuk scalloping. Cisterna jarang dijumpai. Dapat terlihat pseudoinklusi trophoblast yang disebabkan oleh pemotongan tangensial villi pada tepi villi yang irregular. Pada villi dapat terjadi fibrosis yang fokal. Derajat atypia dan proliferasi trophoblast tidak terlalu banyak bila dibandiingkan dengan complete mole. Pembuluh darah pada villi sering dijumpai. Pada pemeriksaan cytogenetic, biasanya partial mole adalah triploid (69 kromosom) dengan dua set kromosom yang berasal dari paternal(diandric) dan satu set maternal haploid. Lebih dari duapertiga dari kasus, komposisi dari triploid kromosom ini adalah 69 XXY, jarang XXX dan sangat jarang XYY, dengan perbandingan kromosom paternal : maternal adalah 2:1. Tetraploid dapat dijumpai pada partial mole yang mempunyai perbandingan kromosom paternal : maternal adalah 3 : 1. Perbedaan cytogenetic

antara complete mole dan partial mole ini tidak absolute. Oleh karena dapat terjadi partial mole yang diploid dan kadang-kadang bias terjadi complete mole yang triploid. Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa antara complete mole dan partial mole memperlihatkan heterogenitas dalam pola ploidy. Pernah dilaporkan complete mole dan partial mole yang haploid, aneuploid dan tetraploid. Pemeriksaan analysa DNA Ploidy dapat membantu untuk membedakan klasifikasi mola tersebut dengan gambaran morfologi yang mirip. Pada satu studi meneliti bahwa aneuploidy diduga merupakan persisten pada complete mole. Studi yang lainnya menemukan bahwa aneuploidi pada complete mole mempunyai resiko progresif yang lebih rendah dibandingkan dengan diploid ataupun tetraploid. Imprint gen mempunyai peranan yang penting pada perkembangan mola hydatiform. Studi yang dilakukan pada mencit memperlihatkan bahwa gen yang berasal dari paternal mempunyai peranan dalam perkembangan placenta dan gen yang berasal dari maternal berperan dalam perkembangan fetus. Sehingga perkembangan materi genetik paternal dapat menyebabkan proliferasi trophoblast yang berlebihan. Pada complete mole hanya mempunyai DNA paternal sehingga terjadi proliferasi trophoblast yang banyak bila dibandingkan dengan partial mole. Pada non molar troploid abortus yang mempunyai perbandingan kromosom maternal : paternal adalah 2 : 1 dan berasal dari nondisjunctional maternal kromosom sehingga terjadi perkembangan material genetik maternal. Oleh karena itu pada non molar triploid abortus tidak terjadi proliferasi triphoblast yang banyak seperti pada mola.

Identifikasi paternal kromosom mempunyai peran yang penting dalam diagnosa mole hydatidiform, maka banyak dikembangkan tehnik pemeriksaan yang berasal dari paternal kromosom. Pemeriksaan tersebut antara lain adalah : Polymerase Chain Reaction (PCR). DNA fingerprinting, restriction fragmen length polymorphism (RFLP) assessment, short tandem repeat derived DNA polymorphism, flowcytometri dan analysis DNA dengan menggunakan images analysis. HYDROPHIC ABORTUS Mola hydatidiform sering dilakukan diferensial diagnosa dengan hydrophic abortus yang disertai dengan oedem villi. Pada pemeriksaan mikroskopis, villi tampak oedem dan avascular. Kadang-kadang dapat dijumpai inklusi trophoblast. Proliferasi trophoblast pada hydrophic abortus terdistribusi secara polar, hanya tampak pada permukaan anchoring villi. Hiperplasi trophoblast sedikit dan bersifat fokal. Spesimen dari hydrophic

abortus dapat diploid, triploid ataupun aneuploid, sehingga pemeriksaan analysa DNA ploidy hanya digunakan untuk membedakan mola dari hydrophic abortus.

Normal Conception Monospermic Complete Mole Dispermic Complete Mole Partial Mole

ANALISA DNA PLOIDY Gambaran kromatin pada inti sel memperlihatkan morfologi DNA secara garis besar yang berada pada inti. Gambaran kromatin merupakan gambaran yang paling penting untuk menandakan suatu proses patologi. Untuk memeriksa gambaran kromatin pada inti, diperlukan pewarnaan dan fiksasi yang baik. Kromatin ini paling jelas terlihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran yang tinggi (40x, 60x, 100x). Gambaran kromatin inti pada sel yang normal terlihat halus. Pada keadaan yang meningkatkan aktivitas sel, seperti proses reaktif ataupun neoplasma, kromatin mengalami perubahan yaitu menjadi lebih mudah dilihat. Gambaran yang sering terlihat berupa retikular, granular, kasar, berkelompok dan yang paling penting sebarannya merata atau tidak. Gambaran kromatin inti yang tersebar tidak merata merupakan salah satu petunjuk yang kuat terhadap sel malignan. DNA berada pada kromatin. Struktur kromatin terdiri dari rangkaian bola-bola yang diikat oleh rantai molekul DNA. Komponen bola tersebut adalah histon yang merupakan protein dasar khusus kromatin. Kadar DNA dalam inti dapat ditentukan keberadaannya secara normal dan dapat ditetapkan dengan mengukur densitasnya. Banyaknya DNA pada inti sel pada fase interfase adalah tetap, tetapi pada sel-sel yang mengalami pembelahan, jumlah DNA dapat berubah. Pada proses malignansi, terjadi pembelahan yang hebat pada sel, sehingga DNA dapat bertambah 2 kali, 4 kali, 8 kali dan seterusnya kelipatan dua. Pada beberapa jenis kanker, terjadi perubahan pada kandungan DNA inti, dengan metode diagnostik aneuploidi DNA pada saat ini dapat

ditetapkan melalui pengukuran inti sel yang diwarnai spesifik untuk DNA, yaitu pewarnaan feulgen Untuk memeriksa kandungan DNA pada inti sel dapat dapat dilakukan dengan pewarnaan feulgen dan kemudian diukur densitas warna merah ungu yang tampak pada sediaan sitologi tersebut. Pewarnaan Feulgen ini pertama kali dikemukakan oleh Robert Feulgen yang melakukan identifikasi materi kromosom atau DNA pada sel. Dengan pewarnaan feulgen, struktur kromatin dapat dibedakan dengan melihat proporsi dari kromatin yang terkondensasi dengan yang tidak terkondensasi, tergantung pada penyerapan molekul zat warna terhadap substratnya. Pada analisa gambar dilakukan penilaian kuantitasi terhadap derajat kepadatan kromatin pada sejumlah sel dan kemudian dilakukan analisa stastistik. Tekstur Kromatin Inti Pada Analisa Gambar Dalam menegakkan diagnosa secara sitologi melalui morfometri, penilaian tekstur kromatin merupakan salah satu kriteria utama. Pada saat ini penilaian tekstur kromatin inti merupakan pemeriksaan yang dapat diulang dan digunakan untuk diagnosa yang rutin ( Einstein et al, 1997). Pada waktu yang lalu penilainan kromatin inti berdasarkan tekstur primitive atau texton dengan menilai unit struktural (texton) yang tersembunyi didalam kromatin (Deligdish et al, 1993). Pada analisa gambar, tekstur dihitung melalui distribusi gray level yang dapat dinilai secara kuantitasi dan menghasilkan gambaran yang numerik. Cara yang sangat sederhana untuk menilai texton adalah dengan membagi kisaran intranuklear gray level kedalam tiga ekual sektor, menghitung nilai rata-rata menempatkan setiap piksel melalui nilai rata-rata setiap kelompok.

Selanjutnya inti sel akan memperlihatkan gambaran mosaik berwarna hitam, kelabu dan putih dalam nilai yang bervariasi. Ukuran dan jumlah dari tekston ini akan digunakan untuk klasifikasi (diagnosa). Sebagian besar peneliti menganjurkan untuk menganalisa tektur kromatin ini berdasarkan pada fraktal analisa ( fraktal analisa dari Mandelbrot, 1993). Dimensi fraktal merupakan penghitungan yang dapat diulang kembali terhadap ketidakteraturan bentuk inti sel pada sediaan sitologi. Einstein et al, 1998, meneliti bahwa kromatin inti mempunyai struktur fractal. Kuantitasi Images Analisis Analisa kualitatif dan kuantitatif pada bidang patologi anatomi saat ini didominasi oleh software yang menggunakan algoritme. Pada penggunaan analisa gambar, hal utama yang perlu diperhatikan adalah ketergantungan mutlak pada image segmentasi (deteksi batas inti). Aplikasi analisa gambar dengan menggunakan komputer ini pada bidang patologi anatomi diharapkan dapat menjadi alat yang dapat diandalkan, dapat diulang pemeriksaannnya dan objektif dalam menentukan diagnosa. Analisa gambar merupakan teknik monokromatik yang kuat yang berdasarkan pada perbedaan intensitas gray level pada area yang berwarna dan yang tidak berwarna. Kuantitasi pada pemeriksaan imunohistokimia dapat menjadi aplikasi aplikasi densitometri khusus yang berdasarkan pada skala gray level. Pada banyak kasus, jumlah zat warna akan sebanding dengan konsentrasi substratnya, hubungan ini sesuai dengan Hukum Beer Lambert.

Segmentasi Inti Pengertian segmentasi pada dasarnya adalah membuat suatu batas antara dua buah kompartemen. Pada analisa gambar, segmentasi inti berarti yang membuat garis batas disekeliling inti sehingga dapat memisahkan inti dari sitoplasma. Jika inti sel sudah disegmentasi, maka akan lebih mudah untuk dianalisa dan dilakukan penilaian secara komputerisasi pada daerah inti yang sudah dibatasi tersebut. Segmentasi ini dapat juga dilakukan pada sitoplasma sehingga sitoplasma dapat dipisahkan dari latar belakang. Akan tetapi pada sebagian besar kasus, hal ini sulit untuk dilakukan oleh karena sering batas sitoplasma tidak jelas sehingga segmentasi sitoplasma menjadi tidak tepat. Gambar : Segmentasi dari inti sel Pada beberapa studi dilakukan penelitian terhadap kasus kasus abortus dengan melakukan analisa terhadap DNA ploidy. Tehnik yang menggunakan analisa DNA cytometri melalui images analysis lebih disukai dibandingkan dengan flowcytometri. Pada images analysis dapat dilihat secara langsung populasi sel yang akan hitung DNA nya dengan memeriksa kandungan DNA pada sel ( densitas) maupun morfologinya. Pada penelitian ploidy analisis pada penyakit mola yang dilakukan oleh Ostherheld et al, pada histogram memperlihatkan puncak utama G0/G1 pada 2C yang merupakan

diploid (index 0,8 1.15), pada tetraploid tampak puncak utama pada 1.70 2.30, sedangkan pada triploid mempunyai index antara 1.3 1.55. Untuk mendapatkan diagnosa yang lebih akurat pada kasus abortus spontan dan penyebabnya sebaiknya dilakukan pemeriksaan patologi yang meliputi pemeriksan histopatologi, images analisis DNA cytometri dan immunohistologi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan diferensial diagnosa pada mola hydatidiforme dan untuk membantu menentukan prognosis pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA 1. Gil J, Wu H, Image Analysis and Morphometry in the Diagnosis of Breast Cancer, Microscopy Research And Tehnique 59. 2002 :109-118 2. Gil J, Wu H, Application of Image Analysis to Anatomic Pathology : Realities and Promises, Cancer Investigation Vol.21, No.6. 2003 : 950-959 3. Einstein AJ, Fractal characterization of chromatin appearance for diagnosis in breast cytology, available at http://www3.interscience.wiley.com/cgi-bin/abstract 4. Moore GW, Berman JJ, Sydnor DL., Fractal Dimension for Pathology Images, a Repeatable and Quantitative Measurement of Nuclear Rim Irregularity. Am J Clin Pathol 102. 1994 :538. 5. Fractal Evolution, available at : http://www.fractal.org/bewustzijns-besturings- Model/Fractal-Evolution.htm 6. Stacey E.Mills, Ming Shih IE, Mazur MT. Gestational Trophoblastic Disease.In : Stenberg s Diagnostic Surgicl Pathology. 4 th Ed. Vol 2. Lippincott Wiliams and Wilkins. Philadelphia. 2004 : 2279-90 7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, The Female Genital Tract. In: Robbins and Cotran Pathology Basis of Disease. 7 th Ed, Philadelphia. Elsevier Saunders. 2005 : 129 14 8. Beil M, A dual approach to structural texture analysis in microscopic cell images, available at : http://www.sciencedirect.com/science 9. Imaging Research, MCID Analysis TM Version, 7.0, available at : www,imagingresearch.com 10. Feulgen stain, available at : http://en.wikipedia.org/wiki/feulgen_stain 11. Feulgen (DNA) Staining Procedure, available at : www.cvm.missouri.edu/vmdl/vmdl_histo_sop/sophisto/feulgen.doc 12. Feulgen stain, available at : http://en.wikipedia.org/wiki/feulgen_stain 13. Lilli RD and Furmer HM, Histopatologic Technic and Practical Histochemistry, Fourth Edition, McGraw-Hill, 1976: 171 172

14. Boon ME, Standarization and Quantitation of Diagnostic Staining in Cytology, Coulomb Press Leyden. 1986 :21 22 15. Mazur MT, Kurman RJ. Gestational Trophoblastic Disease. In : Diagnosis of Endometrial Biopsies and Curetting. 2 nd Ed. Springer. USA, 2005: 69-78 16. Baergen RN. Gestational Trophobalstic disease. In : Manual of Benirschke and Kaufmann s Pathology of the Human Placenta. Springer. USA. 2005 : 416 32 17. Gestational Trophoblastic Disease: Trophoblastic development, down load : http://www.pathologyresource.com/afip/uterine/chap10.htm 18. Osterheld,M.C et al, Combination of Immunohistochemistry and Ploidy Analysis to Assist Histopathologycal Diagnosis of Molar Disease, Clinical Medicine,Pathology 2008 : 61 67 19. Lage J.M, Gestational trophoblastic tumors: refining histologic diagnoses by using DNA flow and image cytometry, down load : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7742500?ordinalpos=1&itool=entrezsystem2. PEntrez.Pubmed.Pubmed_Re 20. Jeffers M.D, Comparison of Ploidy Analysis by Flow cytometri and Images Analysisin Hydatidiform Mole and Non-molar Abortion, down load http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8575731?ordinalpos=1&itool=entrezsystem2. PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Disco very_ra&linkpos=5&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmed 21. Williams R.A, et al, Image analysis DNA densitometry measurements on complete and partial hydatidiform mole and nonmolar products of conception, download : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8598331?ordinalpos=1&itool=entrezsystem2. PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Disco very_ra&linkpos=3&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmed 22. Keith Killian, Genomic Imprinting: Parental differentiation of the genome Download: http://atlasgeneticsoncology.org/deep/genomimprintid20032.html