HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi,

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Central RSUP Dr. Kariadi

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

Perumusan Masalah. Tujuan Penelitian

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

I. TINJAUAN PUSTAKA. plasma dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit), yang masing -masing

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.

Hasil Perlakuan Dosis Akut Asap Divine Pada Mencit (Blood count dan Lineage Erytrocyte)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Donasi darah merupakan proses pengambilan darah. secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

GAMBARAN JUMLAH SEL DARAH MERAH, KADAR HEMOGLOBIN, NILAI HEMATOKRIT, DAN INDEKS ERITROSIT PADA KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) BETINA

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ayam petelur saat ini sangat pesat, meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

STATUS HEMATOLOGIS PADA DOMBA EKOR GEMUK JANTAN YANG MENGALAMI TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit Sapi Frisien Holstein pada Umur 1-12 Bulan. Umur sapi Parameter 1 bulan 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan Jumlah Eritrosit (x10⁶/µl) 5,77 ± 2,42 5,90 ± 2,36 6,91 ± 1,16 6,44 ± 0,87 6,78 ± 1,06 Hemoglobin (g/dl) 13,37 ± 1,25 13,32 ± 0,71 12,82 ± 1,71 12,33 ± 1,03 12,47 ± 3,07 Hematokrit (%) 30,58 ± 6,22 34,25 ± 6,97 29,92 ± 3,90 29,83 ± 0,29 29,67 ± 2,89 Keterangan : Data disajikan : Rataan ± Standar deviasi Jumlah Sel Darah Merah ( Eritrosit) Profil jumlah eritrosit pada kelompok umur satu sampai dua belas bulan, dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil penelitian ini memperlihatkan rataan jumlah eritrosit pada umur satu bulan adalah sebesar 5,77 juta sel/µl. Jumlah ini mengalami peningkatan sampai dengan umur enam bulan menjadi 6,91 juta sel/ µl. Persentase peningkatan jumlah eritrosit dari umur satu sampai umur enam bulan sebesar 19,75 %. Jumlah eritrosit terlihat stabil pada umur enam sampai dua belas bulan. Jumlah eritrosit yang diperoleh pada penelitian ini masih berada dalam kisaran normal. Jain (1993) melaporkan jumlah eritrosit sapi dewasa berkisar antara 5,0-10,0 juta sel /µl. Menurut Lumsden et al. (1980), jumlah eritrosit sapi pada kelompok umur dua minggu sampai enam bulan berkisar antara 6,5 11,5 juta sel/µl, sedangkan jumlah eritrosit sapi pada kelompok umur antara enam bulan sampai dua tahun berkisar antara 6,1 10,6 juta sel/ µl.

19 7 Jumlah eritrosit (juta/mm3) 6 5 1 3 6 9 12 Umur (Bulan) Gambar 3 Jumlah eritrosit sapi FH pada kelompok umur 1-12 bulan Jumlah eritrosit yang rendah pada awal kelahiran dimungkinkan karena organ pembentuk eritrosit belum bekerja secara sempurna, namun seiring dengan meningkatnya umur, organ pembentuk eritrosit mulai aktif bekerja sehingga terjadi peningkatan jumlah eritrosit. Hal ini didukung Brown & Dellmann (1989), yang menyatakan bahwa eritrosit diproduksi di sumsum tulang setelah lahir dan terus meningkat seiring dengan pertambahan umur hingga mencapai nilai yang stabil. Menurut Jain (1993), jumlah eritrosit mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan umur dan mencapai nilai yang stabil pada umur satu tahun. Pernyataan ini didukung oleh Mohri et al. (2007), yang melaporkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah eritrosit seiring dengan pertambahan umur sapi. Hal ini terlihat pula pada Gambar 1 yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah eritrosit seiring dengan pertambahan umur dari umur satu sampai enam bulan. Menurut Banks (1986), jumlah eritrosit dapat dipengaruhi oleh breed, aktivitas fisik dan umur. Jumlah eritrosit dipengaruhi juga oleh nutrisi dalam pakan seperti zat besi, Cu, vitamin dan asam amino (Frandson 1992). Menurut Meyer & Harvey (2004), beberapa mineral dan vitamin diperlukan dalam eritropoiesis: Zat besi diperlukan untuk sintesis heme. Copper dalam bentuk ceruloplasmin, sangat penting dalam

20 pelepasan zat besi dari jaringan ke plasma. Vitamin B6 (pyridoxine) dibutuhkan sebagai kofaktor pada tahap pertama sintesis heme enzimatik. Cobalt sangat penting dalam sintesis vitamin B12 oleh ruminansia. Guyton & Hall (1992) menambahkan, defisiensi vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan kegagalan pematangan dalam eritropoiesis, sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit dalam darah rendah. Konsentrasi Hemoglobin Hemoglobin merupakan protein di dalam eritrosit yang terdiri dari dua komponen yaitu heme dan globin (Colville & Bassert 2002). Rataan konsentrasi hemoglobin darah sapi pada umur satu sampai 12 bulan dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar hemoglobin darah sapi FH selama pengamatan ini relatif stabil dan berada dalam kisaran normal. Konsentrasi hemoglobin darah sapi dewasa berkisar antara 8-15 g/dl (Jain 1993). Menurut Lumsden et al. (1980), konsentrasi hemoglobin sapi pada umur dua minggu sampai enam bulan berkisar antara 8,5 14,1 g/dl, sedangkan konsentrasi hemoglobin sapi pada umur 6-12 bulan berkisar antara 9,5-15,4 g/dl. 16 Hemoglobin (g/dl) 15 14 13 12 11 10 9 1 3 6 9 12 Umur (Bulan) Gambar 4 Konsentrasi hemoglobin sapi FH pada kelompok umur 1-12 bulan Menurut Colville & Bassert (2002), hemoglobin dikelompokkan menjadi tiga tipe hemoglobin yaitu Embryonic hemoglobin (HbE), Fetal hemoglobin

21 (HbF) dan Adult hemoglobin (Hb). HbE ditemukan pada awal pembentukan fetus. HbF hadir dalam darah fetus selama pertengahan hingga akhir masa kebutingan dan tetap hadir beberapa bulan setelah kelahiran. Konsentrasi HbF sangat tinggi pada awal kelahiran dan mulai digantikan secara bertahap oleh Adult hemoglobin (Hb) beberapa minggu setelah kelahiran hingga mencapai nilai yang relatif stabil. HbF berfungsi sangat baik pada kondisi kadar oksigen lingkungan rendah khususnya di dalam uterus, karena afinitasnya terhadap oksigen lebih tinggi dari pada Adult hemoglobin (Hb). Konsentrasi hemoglobin dipengaruhi oleh nutrisi, ras, umur, musim, waktu pengambilan sampel, metode penelitian dan antikoagulan yang dipakai dalam penelitian (Mbassa & Poulsen 1993). Menurut Meyer & Harvey (2004), zat besi dibutuhkan untuk sintesis heme sehingga turut mempengaruhi konsentrasi hemoglobin darah. Hal ini didukung oleh Laurent & Brisson (1988), yang melaporkan bahwa konsentrasi hemoglobin pedet yang disuplementasi dengan zat besi lebih tinggi dibandingkan konsentrasi hemoglobin pedet yang tidak disuplementasi zat besi. Nilai Hematokrit Hematokrit atau PCV (Packed Cell Volume) adalah suatu ukuran yang mewakili volume eritrosit di dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Rataan nilai hematokrit pada sapi FH umur satu sampai 12 bulan dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa nilai hematokrit sapi pada umur satu bulan adalah sebesar 30,58 %. Nilai hematokrit ini mengalami peningkatan sampai umur tiga bulan menjadi 34,25 % dengan persentase peningkatan sebesar 12%. Nilai hematokrit mulai stabil setelah umur enam bulan. Hasil masih berada dalam kisaran normal. Menurut Jain (1993), nilai hematokrit sapi berkisar antara 24-46 %, sedangkan nilai hematokrit sapi pada kelompok umur dua minggu sampai enam bulan berkisar antara 23 42 % (Lumsden et al. 1980).

22 Hematokrit (%) 42 39 36 33 30 27 24 21 1 3 6 9 12 Umur (Bulan) Gambar 5 Nilai hematokrit sapi FH pada kelompok umur 1-12 bulan Tingginya nilai hematokrit pada umur tiga bulan, diduga dipengaruhi oleh perubahan fisiologis sapi akibat adanya peningkatan aktifitas sapi. Tingginya aktifitas sapi dapat menyebabkan tubuh kehilangan cairan melalui penguapan, pernapasan ataupun urinasi. Tubuh akan merespon kondisi ini dengan mengambil cairan vaskuler melalui proses homeostasis untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehingga meningkatkan konsentrasi darah dalam vaskular. Hal ini didukung oleh Mbassa & Poulsen (1993) yang menyatakan bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh waktu, tempat dan kondisi fisiologi hewan pada saat pengambilan sampel. Foster (2009) melaporkan bahwa nilai hematokrit tinggi pada kondisi hewan mengalami dehidrasi, berada pada dataran tinggi, dan lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah. Jain (1993) menambahkan, nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh waktu dan kecepatan sentrifugasi. Indeks Eritrosit Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin yang dijumpai pada sebuah eritrosit. Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks korpuskuler. Indeks eritrosit terdiri atas volume atau ukuran eritrosit (MCV: mean corpuscular volume), berat (MCH: mean corpuscular hemoglobin), dan konsentrasi (MCHC: mean corpuscular hemoglobin concentration). Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia (Riswanto 2009).

23 Tabel 4 Indeks Eritrosit Sapi Frisien Holstein pada Umur 1-12 Bulan. Umur sapi Parameter 1 bulan 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan MCV (fl) 52.38 ± 9.15 55.67 ± 8.63 43.65 ± 4.10 46.94 ± 6.79 44.19 ± 5.40 MCH (pg) 21.20 ± 5.22 21.21 ± 4.59 19.15 ± 4.77 19.48 ± 3.75 18.41 ± 3.36 MCHC (g/dl) 36.09 ± 0.65 37.32 ± 6.92 36.06 ± 2.52 39.98 ± 2.85 38.21 ± 1.52 Keterangan : Data disajikan : Rataan ± Standar deviasi Mean Corpusculur Volume (MCV) MCV mengambarkan volume rata-rata satu sel eritrosit dalam femtoliter (Meyer & Harvey 2004). Nilai MCV diperoleh dengan cara membagi nilai hematokrit (%) dengan jumlah eritrosit (juta sel/mikroliter) dan dikalikan 10. Rataan nilai MCV pada sapi umur satu sampai umur 12 bulan ditampilkan pada Tabel 4. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa rataan nilai MCV pada sapi FH umur satu sampai 12 bulan berkisar antara 43.65-55.67 fl. Menurut Jain (1993), nilai MCV sapi dewasa berkisar antara 40 60 fl. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa, nilai MCV pada umur satu bulan adalah sebesar 52.38 fl. Nilai MCV meningkat sampai dengan umur tiga bulan menjadi 55.67 fl. Nilai terendah dijumpai pada umur enam bulan, yakni sebesar 43.65 fl. Nilai MCV pada sapi di atas umur tiga bulan cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai MCV sapi umur satu sampai tiga bulan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Mohri et al. (2007), bahwa nilai MCV cenderung lebih rendah pada sapi dewasa dibandingkan dengan sapi muda. MCV mengindikasikan ukuran eritrosit berupa makrositik (ukuran eritrosit besar), normositik (ukuran eritrosit normal), dan mikrositik (ukuran eritrosit kecil) (Riswanto 2009). Tingginya nilai MCV (makrositik) biasanya berhubungan dengan anemia regeneratif karena volume sel retikulosit lebih besar dibandingkan dengan volume eritrosit dewasa, dengan demikian beberapa sel makrositik hadir untuk meningkatkan nilai MCV di atas interval normal. Makrositik anemia dilaporkan terjadi pada pedet jantan yang mengalami congenital dyserythropoiesis; beberapa eritrosit berinti terdapat di dalam darah tetapi jumlah retikulosit hanya mengalami peningkatan sedikit pada pedet tersebut. Nilai MCV

24 yang tinggi dapat terjadi juga akibat penyimpanan sampel darah yang lama dan adanya aglutinasi eritrosit (Meyer & Harvey 2004). Nilai MCV yang rendah (mikrositik) biasanya mengindikasikan adanya defisiensi zat besi. Anemia mikrositik akibat defisiensi zat besi pada sapi dewasa sering terjadi pada kasus hemoragi kronis. Defisiensi zat besi yang terjadi tanpa adanya hemoragi sering terjadi pada hewan yang masih menyusui karena kadar zat besi susu yang rendah. Kebutuhan zat besi meningkat pada hewan dengan pertumbuhan yang cepat (Meyer & Harvey 2004). Mean Corpusculur Hemoglobin (MCH) Nilai MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukuran. Nilai MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb dengan angka 10, lalu membaginya dengan jumlah eritrosit (Riswanto 2009). Nilai rataan MCH pada sapi umur satu bulan sampai satu tahun ditampilkan pada Tabel 4. Rataan nilai MCH pada sapi FH umur satu sampai 12 bulan berkisar antara 18.41-21.21 pg. Menurut Lumsden et al. (1980), nilai MCH sapi berkisar antara 14.2 20.1 pg. Hasil penelitian ini memperlihatkan nilai MCH sapi di bawah umur tiga bulan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai MCH sapi diatas umur tiga bulan. Mean Corpusculur Hemoglobin Concentration (MCHC) Menurut Cunningham (2002), MCHC merupakan nilai konsentrasi hemoglobin di dalam satu desiliter eritrosit. Rata-rata nilai MCHC dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa nilai MCHC pada sapi FH umur satu sampai 12 bulan berkisar antara 36.06 39.98 g/dl. Lumsden et al. (1980) melaporkan bahwa nilai MCHC pada kelompok umur enam bulan sampai dua tahun berkisar antara 31-39 g/dl dan kelompok umur di atas dua tahun berkisar antara 31,7-40,4 g/dl. MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit (Riswanto 2009). Nilai MCHC yang tinggi merupakan suatu artifact. Hemolisis in vivo atau in vitro diduga dapat menyebabkan tingginya nilai MCHC. Hal ini

25 karena sejumlah sel eritrosit yang lisis akan melepaskan hemoglobin ke dalam cairan darah, sedangkan pada penghitungan nilai MCHC, hemoglobin diasumsikan berada di dalam eritosit (Meyer & Harvey 2004). Nilai MCHC mengalami penurunan pada hewan dengan gejala anemia regeneratif. Hal ini terjadi karena sintesis hemoglobin belum sempurna ketika sel retikulosit dilepaskan lebih cepat dari sumsum tulang dibandingkan dengan kondisi normal. Nilai MCHC yang rendah dapat juga terjadi pada hewan dengan gejala chronic iron deficiency anemia. Hal ini terjadi karena zat besi diperlukan untuk mendukung sintesis sejumlah hemoglobin (Meyer & Harvey 2004).