Keywords: Resistance, Organophosphates, Esterase enzyme Literature: 60, ( ) PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
TERHADAP MALATION DAN AKTIVITAS ENZIM ESTERASE NON SPESIFIK DI WILAYAH KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

STATUS RESISTENSI NYAMUK AedesaegyptiTERHADAP MALATHION DI WILAYAH KERJA KKP KELAS III LHOKSEUMAWE(BerdasarkanUji Impregnated Paper danbiokimia)

UJI RESISTENSI LARVA NYAMUK AEDES AEGYPTI TERHADAP ABATE (TEMEPHOS) 1% DI KELURAHAN MAYANG MANGURAI KOTA JAMBI PADA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lain lain masih cukup tinggi angka kesakitan dan kematian yang menimbulkan

UJI KERENTANAN NYAMUK AEDES SP. TERHADAP FOGGING INSEKTISIDA MALATHION 5% DI WILAYAH KOTA DENPASAR SEBAGAI DAERAH ENDEMIS DBD TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Ae. aegypti ini menjadi penyakit tular virus

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah. kesehatan utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

Aedes aegypti in Sekumpul Village (Martapura - District of Banjar, South Kalimantan) is tolerant to Temephos

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

Analisis Penggunaan Insektisida Malation dan Temefos Terhadap Vektor Demam Berdarah Dengue Aedes aegypti di Kota Kendari Sulawesi Tenggara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Resistensi Malathion 0,8% dan Temephos 1% pada Nyamuk Aedes Aegypti Dewasa dan Larva di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

Zulhasril,* Suri Dwi Lesmana **

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. beberapa negara-negara tropis, terutama Yogyakarta. Tingginya prevalensi DBD

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. WHO melaporkan dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

MALATHION DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN SLEMAN, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

PERBEDAAN INTENSITAS PEMAKAIAN INSEKTISIDA RUMAH TANGGA DENGAN RESISTENSI NYAMUK Aedes aegypti TERHADAP GOLONGAN PIRETROID DI KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue. DBD merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang tinggi di

STATUS RESISTENSI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (AEDES AEGYPTI) TERHADAP MALATHION 0,8% DAN PERMETHRIN 0,25% DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

UJI RESISTENSI TERHADAP MALATHION PADA NYAMUK DEWASA Aedes aegypti ASAL DENPASAR BARAT DAN LPT UNAIR SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DETEKSI DINI RESISTENSI NYAMUK AEDES ALBOPICTUS TERHADAP INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT DI DAERAH ENDEMIS DEMAM BERDARAH DENGUE DI PALU (SULAWESI TENGAH)

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

UJI RESISTENSI NYAMUK AEDES AEGYPTY DEWASA TERHADAP CYPERMETHRIN DI DAERAH PASAR TUA BITUNG 2016

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO TAHUN Daniel A. Mangole*, Angela F. C. Kalesaran*, Budi T.

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti SEBAGAI LARVISIDA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic. nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes, 2010). Indonesia merupakan negara

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN.. HALAMAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

Deteksi Resistensi Larva Aedes aegypti dengan Uji Biokimia Berdasarkan Aktivitas Enzim Esterase di Kabupaten Bantul DIY

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

STATUS KERENTANAN NYAMUK Aedes aegypti TERHADAP INSEKTISIDA MALATION 5% DI KOTA SURABAYA. Suwito 1 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. yang sering ditemukan di daerah tropis dan. subtropics. Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

PERBEDAAN PENGETAHUAN PEMANTAUAN JENTIK SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN (Studi Pada Siswa Kelas V SDN Karsamenak Kota Tasikmalaya Tahun 2017)

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

Transkripsi:

STATUS RESISTENSI NYAMUK Aedes aegypti TERHADAP MALATHION 0,8% DI AREA PERIMETER DAN BUFFER PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG (Pengujian Berdasarkan Teknik Bioassay dan Biokimia) Tyas Iswidaty* ), Martini** ), Dyah Widiastuti** ) * ) Mahasiswa Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP ** ) Dosen Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP e-mail :tyasiswidaty@gmail.com ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a public health problem in Indonesia. Port Health Office Class II Semarang as an institution which has the task of eradication of dengue, vector control stressing that Ae.aegypti mosquitoes through fogging. They do fogging activities 3 months although no cases. Using of insecticides in a long time cause resistance. Resistance of insect to organophosphate increased non-specific esterase enzyme activity were tested by mikroplate assay. This study aims to determine the resistance status of Ae. aegypti in the perimeter and buffer based on susceptibility testing and see the activity of detoxifying enzymes using biochemical tests. This research used experimental method to study design posttest only control group. The samples using 25 mosquitoes with four replications based on WHO standards and 30 mosquitoes for biochemical tests. From this study showed that the percentage of mosquitoes origin Buffer death by 13% while the Perimeter by 20%. Based on chi square test not found significant difference between the number of mosquitoes susceptible, medium resistant and high resistance between the region of Perimeter and Buffer (p> 0.05) with a high proportion of resistant mosquitoes is 83.3%, while in the Buffer is 66.7%. They need rotation insecticides for mosquito control and susceptibility test for insecticides periodically. Keywords: Resistance, Organophosphates, Esterase enzyme Literature: 60, (1962-2014) PENDAHULUAN 211

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian. Sejak tahun 1968 penyakit demam berdarah menyebar ke seluruh Indonesia dan mencapai puncak tahun 1988 dengan incidence rate (IR) mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk. (1) Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Propinsi Jawa Tengah, 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Tercatat tahun 2010 terdapat 5.556 kasus dan 47 kematian dengan Insidence Rate 368,7/100.000 dan CFR 0,8 %. (2) Tahun 2014 diperoleh proporsi Incidence Rate (IR) sebesar 92,43 (1.628 penderita) menduduki peringkat pertama IR DBD Jawa Tengah diikuti Kabupaten Jepara dan Sragen. Sementara Case Fatality Rate (CFR) DBD Kota Semarang sebesar 1,66% (27 penderita yang meninggal), diatas target Nasional < 1 %.(3) Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi. (1) Pelabuhan laut merupakan salah satu pintu gerbang lalulintas orang, barang, dan alat angkut baik dari luar dan dalam negeri maupun antar pulau. Mobilitasorang dan barang semakin cepat melebihi masa inkubasi penyakit menular Kondisi tersebut berpengaruh terhadap resiko penularan penyakit secara global. (4),(5) Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 356/MENKES/Per/IV/2008,KantorKesehata n Pelabuhan mempunyai tugas pokok yaitu mencegah masuk dan keluarnya penyakit. Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan dan kegiatan fogging untuk pengendalian nyamuk dewasa dilakukan setiap tiga bulan sekali walaupun tidak ada kasus. (6) Pengendalian yang dilakukan oleh KKP, secara aktif adalah area perimeter dan buffer. Insektisida yang digunakan adalah malation dan cypermethrin.penggunaan insektisida dalam waktu lama dapat menimbulkan resistensi Ae. aegypti terhadap bahan aktifnya. (7) Resistensi vektor karena pemakaian insektisida bisa dideteksi salah satunya dengan deteksi perubahan enzim, yakni terdeteksinya peningkatan kadar enzim yang mendetoksifikasi insektisida. Di Indonesia resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap malation ditemukan di Manado, Bandar Udara Sam Ratulangi berdasarkan uji biokimia vektor DBD Aedes sp menunjukkan telah resisten melalui mekanisme peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik. (8) Berdasarkan hasil uji kerentanan, diketahui bahwa malation 0,8 % yang diujikan menunjukkan resistensi tinggi, yakni mencapai 100 %. (8) METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Desain yang digunakan adalah desain post test only with control group. Peneliti melihat status resistensi dari nyamuk Ae.aegypti yang berada di wilayah foggingarea perimeter dan bufferpelabuhan Tanjung Emas yang merupakan salah satu wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang yang di paparkan dengan insektisida Malathion 0,8 % sesuai standar baku WHO di dalam tabung susceptibility test.selanjutnya untuk melihat mekanisme resistensi, dilakukan uji biokimia untuk melihat aktivitas enzim esterase non spesifik. Peneliti melihat status resistensi dari nyamuk Ae.aegypti yang berada di wilayah foggingarea perimeter dan bufferpelabuhan Tanjung Emas yang merupakan salah satu wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang yang di paparkan dengan insektisida Malathion 0,8 % sesuai standar baku WHO di dalam tabung susceptibility test.selanjutnya untuk melihat mekanisme resistensi, dilakukan uji biokimia untuk melihat aktivitas enzim esterase non spesifik. Populasi dalam penelitian ini adalah nyamukhasil rearingdi Laboratorium Entomologi Universitas Diponegoro hasil 212

survei jentik dan pemasangan ovitrap yang ada di area perimeter dan buffer PelabuhanTanjung Emas Semarang yang digunakan sebagai objek penelitian. Sampel yang digunakan untukuji susceptibility sebanyak 25 ekor nyamuk tiap unit perlakuan sesuai standar baku WHO dengan 4 kali ulangan dan 2 kontrol sehingga total nyamuk yang dibutuhkan adalah 100 nyamuk dari perimeter dan 100 nyamuk dari buffer, sedangkan uji biokimia adalah sejumlah 30 ekor nyamuk dari masing-masing wilayah. (8) Pengumpulan data primer adalah data dari dari hasil pengamatan status resistensi dan aktivitas enzim esterase terhadap nyamuk dewasa Ae.aegypti pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Menurut WHO (1998), status resistensi nyamukae. Aegyptidengan kriteria kerentanan adalah : HASIL PENELITIAN Hasil Uji Resistensi dengan Impregnated Paper 1. Kematian sebesar 99 100% = (Rentan / peka) 2. Kematian sebesar 80 98% = (diperlukan ferifikasi/ toleran) 3. Kematian kurang dari 80% = (Resisten) Analisis data secara kuantitatif uji biokimia aktivitas enzim esterase diukur dengan pembacaan absorbance value (AV) menggunakan alat ELISA Reader, dengan panjang gelombang 450 nm, yaitu (9) : 1. Sensitif (AV< 0,70) 2. Resisten Rendah (0,70<AV<0,90) 3. Resisten Tinggi (AV>0,90) Analisis data untuk membandingkan proporsi derajat resistensi di masing-masing daerah menggunakan chi square test. Batas kemaknaan adalah 0,05; jika p < 0,05 artinya terdapat perbedaan bermakna secara statistik. Tabel 1. Jumlah Kematian Nyamuk Nyamuk Ae. aegypti asal wilayah Buffer, Perimeter, dan Laboratorium Setelah Periode Holding Selama 24 Jam Wilayah Ulangan Buffer Perimeter Laboratorium Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 6 24 3 12 25 100 2 3 12 6 24 25 100 3 1 4 6 24 25 100 4 3 12 5 20 25 100 Kontrol 0 0 0 0 0 0 Rata-rata 3,25 13 5 20 25 100 Pada tabel 4.2 menunjukkan besar presentse kematian nyamuk Ae. aegypti asal wilayah Buffer setelah holding 24 jam dari 4 pengulangan masing-masing sebesar 24%, 12 %, 4%, dan 12%. Sedangkan presentase kematian nyamuk Ae.aegypti asal wilayah Perimeter dari 4 pengulangan masing-masing sebesar 12%, 24%, 24%, Hasil uji Resistensi dengan Biokimia 20%. Rata-rata kematian nyamuk Ae.aegypti asal wilayah Buffer sebesar 13% sedangkan wilayah Perimeter sebesar 20%. Presentase kematian nyamuk Ae.aegypti asal laboratorium setelah proses holding selama 2 jam dari 24 pengulangan masingmasing sebesar 100%. 213

Gambar 4.1 Hasil Uji Biokimia dengan Pemeriksaan menggunakan Elisa reader Tabel 2.Jumlah Nyamuk berdasarkan nilai Absorbance Value Wilayah Nilai AV Perimeter Buffer Jumlah nyamuk Jumlah nyamuk <0,70 0 3 0,70-0,90 5 7 >0,90 25 20 Jumlah 30 30 Pada tabel 2 diketahui bahwa terdapat 5 nyamuk yang nilai AV nya berkisar 0,70-0,90 dan sebanyak 25 ekor nyamuk dengan nilai AV lebih dari 0,90 di area Perimeter, sedangkan wilayah Buffer Kategori Status Resistensi terdapat 3 nyamuk dengn nilai Av kurang dari 0,70. Sebanyak 7 nyamuk dengan nilai AV berkisar 0,70-0,90 dan 20 ekor nyamuk dengan nilai AV lebih dari 0,90 Tabel 3.Kategori Status Resistensi Nyamuk Ae.aegypti di Wilayah Perimeter dan Buffer Pelabuhan Tanjung Emas Semarang Wilayah Rata-rata kematian Kategori (%) Buffer 13 Resisten Perimeter 20 Resisten Tabel 4.Gambaran Status Resistensi Nyamuk Ae.aegypti yang Berasal dari Sampel Wilayah Perimeter dan Buffer terhadap Insektisida Organofosfat dengan Uji Biokimia Kategori Asal Nyamuk Perimeter Buffer f % f % Sangat Sensitf (SS) 0 0 3 10 Resisten Sedang (RS) 5 16,7 7 23,3 Resisten Tinggi (RR) 25 83,3 20 66,7 Jumlah 30 100 30 100 Pada Tabel 4. dapat dilihat adanya peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik pada wilayah Perimeter, yaitu 83,3% resisten tinggi dengan nilai absorbance value (AV) > 0,900, 16,7% 214 resisten sedang (AV 0,700-0,900), dan sensitif 0% (AV < 0,700). Sedangkan untuk wilayah Buffer 66,7% resisten tinggi, 23,3% resisten sedang, dan 10% sensitif.

Uji Beda Tabel 5. Proporsi nyamuk Aedes aegypti sesuai derajat resistensi berdasarkan nilai AV di Wilayah Perimeter dan Buffer Pelabuhan Tanjung Emas Semarang Derajat Resistensi Perimeter Buffer n % N % Rentan 0 0 3 10 Resisten Sedang 5 16,7 7 23,3 Resisten Tinggi 25 83,3 20 66,7 Jumlah 30 100 30 100 x 2 = 3,889 p =0,143 Berdasarkan uji chi square tidak ditemukan perbedaan bermakna antara jumlah nyamuk yang rentan, resisten sedang dan resisten tinggi antara Wilayah Perimeter dan Buffer ( p> 0,05 ) dengan proporsi nyamuk resisten tinggi lebih banyak ditemukan di Perimeter yaitu 83,3 % sedangkan di Buffer sebesar 66,7 %. PEMBAHASAN Resistensi Aedes aegypti di wilayah Perimeter dan Buffer Presentase kematian yang diperoleh dari uji yang dilakukan untuk wilayah Buffer adalah sebesar 13% masuk dalam kriteria resisten dimana prosentase kematian < 80 %.Presentase ini lebih kecil dibanding wilayah Perimeter dengan kematian sebesar 20% dimana presentase kematiannya masuk dalam kategori resisten.kematian di wilayah buffer lebih besar dibanding perimeter karena perlakuan fogging di wilayah buffer lebih sering dibanding perimeter.penggunaan insektisida secara terus-menerus dan dalam jangka waku yang lama mengakibatkan serangga yang rentan menjadi semakin sedikit, sehingga serangga yang tersisatinggal serangga kebal. Serangga yang kebal akan kawin dengan lainnya sehingga menghasilkan keturunan yang kebal juga. Hal ini mengakibatkan populasi serangga didominasi oleh serangga yang tetap hidup, berkembangbiak, dan tahan terhadap insektisida yang diaplikasikan. (10) Resistensi oleh malathion juga bisa diakibatkan adanya ekspansi geografi nyamuk dari satu wilayah ke wilayah lain melalui alat angkut. Pelabuhan merupakan tempat berlabuhnya kapal antar pulau bahkan antar negara yang memungkinkan adanya persebaran penyakit. (11) Adanya genangan air yang tidak terkontrol di kapal dan kebersihan kapal yang kurang menjadi faktor risiko berkembangnya vektor Ae. aegypti. (12) Waktu tinggal kapal dengan kategori lama yaitu bila waktu tinggal kapal sejak kedatangan sampai pada pemeriksaan 189,48 jam atau setara dengan 8 hari, maka memungkinkan nyamuk mengalami perkembangbiakan dari telur sampai nyamuk dewasa. (13) Resistensi oleh malathion juga bisa diakibatkan adanya ekspansi geografi nyamuk dari satu wilayah ke wilayah lain melalui alat angkut. Pelabuhan merupakan tempat berlabuhnya kapal antar pulau bahkan antar negara yang memungkinkan adanya persebaran penyakit. (11) Adanya genangan air yang tidak terkontrol di kapal dan kebersihan kapal yang kurang menjadi faktor risiko berkembangnya vektor Ae. aegypti. (12) Waktu tinggal kapal dengan kategori lama yaitu bila waktu tinggal kapal sejak kedatangan sampai pada pemeriksaan 189,48 jam atau setara dengan 8 hari, maka memungkinkan 215

nyamuk mengalami perkembangbiakan dari telur sampai nyamuk dewasa. (13) Sifat resisten Ae.aegypti terhadap insektisida organofosfat dapat dideteksi dengan reaksi enizmatik untuk melihat peningkatan enzim esterase yaitu enzim yang dihasilkan Ae. aegypti untuk detoksikasi organofosfat. Peningkatan enzim esterase merupakan mekanisme utama dalam resistensi terhadap resistensi terhadap organofosfat. (14) Esterase adalah enzim hidrolase yang menguraikan ester pada rantai samping organofosfat.ada dua meknisme perubahan enzim sehingga menimbukan resistensi; (1) Produksi yang berlebihan sehingga peningkatan metabolisme insektisida. (2) Perubahan sifat katalitik enzim menjadi hiperkatalitik terhadap insektisida. (14),(15) Aktivitas enzim esterase non spesifik melalui metode kuantitatif uji biokimia terhadap nyamuk Aedes aegypti dari wilayah perimeter dan buffer di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang menunjukkan mekanisme peningkatan yang tinggi. Nyamuk Ae. aegypti di wilayah Perimeter resisten sebesar 83,3%, sedangkan wilayah Buffer resisten sebesar 66,7%. Penelitian mengenai peningkatan enzim esterase non spesifik ditemukan Jawa Tengah oleh Sunaryo (2014). (16) Selain itu, penelitian lain menunjukkan resistensi di Tanjung Priok dengan uji biokimia sebesar 94,5%. (14) Penelitian Diding dan Teguh juga menyatakan nyamuk di Cimahi resisten terhadap organophospat. (17) Penggunaan larvasida sebagai usaha pengendalian nyamuk Ae.aegypti pada stadium larva dimungkinkan ikut memicu terjadinya resistensi pada populasi nyamuk di wilayah Perimeter dan Buffer Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Tahun 2015, pelaksanaan fogging di wilayah Perimeter dilakukan 2 kali siklus yaitu, sebelum lebaran dan setelah lebaran.mengenai banguan yang dilakukan fogging hanya difokuskan di terminal penumpang, dan 1-2 bangunan.meskipun terdapat lebih dar 21 bangunan di wilayah Perimeter, namun pihak KKP menuturkan masalah perijinan yang menyulitkan melakukan fogging di bangunan. Kegiatan di efektifkan dengan melakukan penyuluhan dan pembagian abate bagi yang mau saja. Fogging dan survei jentik tidak dilakukan di kapal karena tidak ada dalam SOP. Prinsip fogging adalah sebagai pengendalian faktor risiko dan vektor pengganggu yang meresahkan.selama ini di kapal, nyamuk tidak mengganggu dan belum pernah ditemukan jentik maka, tidak di lakukan fogging di kapal.fogging dilakukan oleh kader, yaitu orang yang ditunjuk untuk membantu pelaksanaan tugas pengendalian vektor.mengenai dosis insektisida untuk fogging, pihak KKP menuturkan sudah sesuai prosedur dan ketika fogging didampingi oleh pihak KKP. KESIMPULAN Status Resistesi di Wilayah Perimeter dan Buffer Pelabuhan Tanjung Emas Semarang berdasarkan uji susceptibility menjunjukkan hasil resisten dan terjadi peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik. SARAN Perlu dilakukan rotasi penggunaan insektisida yang digunakan untuk pengendalian nyamuk serta pengujian kerentanan insektisida yang bersangkutan.selain itu, perlunyamengaktifkan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di wilayah buffer. DAFTAR PUSTAKA 1. Siregar, Faizah A. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Universitas Sumatera Utara. Sumatera; 2004. 2. Dinas Kesehatan Semarang. Profil Kesehatan 2010. Semarang: Dinas Kesehatan Semarang; 2010. 3. Kemenkes RI, Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis, Dit PPBB, 216

Ditjen PP dan PL. Informasi Umum Demam Berdarah Dengue. 2011;1 5. 4. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Pengendalian Vektor di Angkutan Umum. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2003. 5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 431/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pengendalian Resiko Kesehatan Lingkungan Di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas Dalam Rangka Karantina Kesehatan. 2007. 6. Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang. Profil Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang. Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang: Semarang; 2012. 7. Ridha, MRasyid; Nisa, Khairatun. LarvaAedesaegyptiSudah Toleran Terhadap Temepos di Kota Banjarbaru,Kalimantan Selatan. Jurnal Vektora. 2011;III(2):93 111. 8. Soenjono,SJ. Status Kerentanan Nyamuk Aedes sp. (Diptera:Culicidae) Terhadap Malathion dan aktivitas enim esterase non spesifik di Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandar Udara Sam Ratulangi Manado. Kesehatan Lingkungan. 2007;1(1):1 6. 9. Widiarti; Mardihusodo, Sugeng J; Bawono, Damat T. Uji Biokimia Kerentanan Anophelesaconitusterhadap Insektisida Organofosfat (fenitrothion) dan Karbamat (bendiocarb) di Kabupaten Jepara. 2001;29(3). 10. Shinta; Supratman, Sukowati; Fauziah, Asri. Kerentanan Nyamuk Aedesaedypti di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Bogor terhadap Insektisida Malathion dan Lamdachyhalodrin. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008;7(7):22 31. 11. Wijoyo, Pius Hanggono. Terminal Penumpang Kapal Laut. Batam; 2008. 15-58 p. 12. Departemen Kesehatan RI. Sanitasi Kapal. Sub Dit Kesehatan Pelabuhan dan Daerah Perbatasan, Ditjen PPM & PLP; 2006. 13. Nirwan; Arsin, AArsunan; Ishak, Hasanudin. Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Vektor Aedesaegypti di Kapal dalam Wilayah Pelabuhan Makassar. 2010;6(3). 14. Zulhasril dan Lesmana, Suri Duwi. Resistensi Larva Aedesaegyptiterhadap Insektisida Organofosfat di Tanjung Priok dan Mampang Prapatan. 2010;XXVII(3):96-107. 15. Brogdon WG, Mcallister JC, Control D. Insecticide Resistance and Vector Control. 1998;4(4):605 13. 16. Sunaryo; Ikawati, Bina; Rahmawati; Widiastuti, Dyah. Status Resistensi Vektor Demam Berdarah Dengue (Aedesaegypti) terhadap Malathion 0,8% dan Permethrin 0,25% di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2014;12(2):146 52. 17. Wahyudin; Diding ;Prijanto, Teguh Budi. Aedes Mosquito Susceptibility Test For The Insecticide Used in Dengue Haemorrhagice Fever (DHF) Controling Programs in Cimahi City of West Java Province. 2010;7 22. 217