The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT

ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX 1.1 UNTUK MENGANALISIS POTENSI PENYEBARAN PENGGEREK BATANG PADI KUNING ( SCIRPOPHAGA INCERTULAS

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

BAB II LANDASAN TEORITIS

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

DINAMIKA HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata Lugens Stal.) TERHADAP FAKTOR IKLIM DI KABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT AJI PERMANA

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN MODEL CLIMEX UNTUK ANALISIS POTENSI SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI SARAH BALFAS

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DATA

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

Musim Hujan. Musim Kemarau

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI JANUARI 2012

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna

1. Latar Belakang. 2. Tinjauan Pustaka

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

TAHUN TOTAL RATAAN

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

ANALISIS SPASIAL INDEKS KEKERINGAN KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX)

Analisis. Analisis Lanjutan. menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate.

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

Persamaan Regresi Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Data Suhu dan Kelembapan Udara di Ternate

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. La Nina.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

Transkripsi:

5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten Klaten dalam rentang waktu satu tahun (.MET). Data-data tersebut ditulis dalam Notepad dengan aturan spasi yang telah ditentukan (Lampiran 8), kemudian disimpan dalam bentuk.loc dan.met. Kedua file ini dapat digunakan dalam Compare Location setelah diimpor melalui Metmanager. Compare Years memiliki 1 input file yaitu berupa file.dat. File ini berisi data-data iklim bulanan time series Kabupaten Klaten dari tahun 2-27. Data ditulis dalam Notepad dengan aturan spasi yang telah ditentukan, kemudian disimpan dalam bentuk.dat. File.DAT tidak perlu diimpor seperti kedua file sebelumnya. 3.3.4 Analisis Nilai EI Proses analisis ini untuk mengetahui secara umum prakiraan kesesuaian iklim Kabupaten Klaten terhadap potensi sebaran hama penggerek batang padi dan wereng batang coklat, dilihat dari nilai EI hasil Compare Location. Selain itu juga melihat pola EI setiap bulannya dari tahun 2-27 dari hasil Compare Years. EI bulanan didapatkan dengan merata-ratakan nilai EI mingguan dengan konsep Julian day. Nilai EI didapatkan dari konsep perhitungan sebagai berikut : Ecoclimatic index EI = TGI A x SI x SX The annual growth index 52 GI A = 1 TG / 52 i= 1 Wi GI w = TI w x MI w x LI w x DI w dimana ; TI w = Temperature Index weekly MI w = Moisture Index weekly LI w = Light Index weekly DI w = Diapause Index weekly The annual stress index SI = (1-CS/1) (1-DS/1) (1-HS/1) (1-WS/1) dimana ; CS : the annual cold stress DS : the annual dry stress HS : the annual heat stress WS : the annual wet stress The stress interaction index SX = (1-CDX/1) (1-CWX/1) (1- HDX/1) (1-HWX/1) dimana ; CDX : the annual cold-dry CWX : the annual cold-wet HDX : the annual hot-dry HWX : the annual hot-wet 3.3.5 Analisis Besarnya Nilai EI terhadap Keberadaan Serangan Hama Analisis ini dilakukan untuk membandingkan besarnya nilai EI dengan keberadaan hama dilapangan, yang dilihat dari data luas serangan hama (Ha). Perbandingan ini dilihat dari bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) menurut Oldeman dan pengelompokkan nilai EI menurut D Adamo. Menurut Oldeman : BB = CH > 2 mm BL = 1mm CH 2 mm BK = CH < 1 mm Tabel 3. Batasan nilai EI No EI Keterangan 1-25 Tidak cocok 2 26-5 Kurang cocok 3 51-75 Cocok 4 >75 Sangat Cocok ( Sumber : D Adamo et al, dalam Koesmaryono et al, 24 ) Berdasarkan tabel EI dan keberadaan serangan, maka digunakan asumsi sebagai berikut : Tabel 4. Batasan nilai EI yang digunakan sebagai asumsi untuk melihat keberadaan serangan No EI Serangan 1-25 Tidak Ada 2 26-5 Ada / Tidak ada 3 > 51 Ada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kajian data CH di Kabupaten Klaten dan Stasiun Meteorologi Adisucipto Kajian data CH di Kabupaten Klaten dilakukan karena di wilayah ini tidak memiliki data iklim yang lengkap. Beberapa unsur iklim yang digunakan untuk mewakili wilayah Kabupaten diambil dari data stasiun meteorologi Adisucipto, diantaranya suhu dan kelembaban udara. Data stasiun meteorologi

6 Adisucipto diambil sebagai pewakil dengan pertimbangan, stasiun ini dekat dengan Kabupaten Klaten dan datanya lengkap. Oleh sebab itu, telah dilakukan beberapa langkah, untuk melihat kesesuain data iklim di Adisucipto jika digunakan di Kabupaten Klaten. Pertama telah dilakukan pewilayahan dengan menggunakan metode fuzzy clustering. Hasil yang diperoleh, dengan menggunakan data rata-rata tahunan dari 42 stasiun CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto, yang dapat dilihat pada Gambar 3. Pewilayahan CH di Kabupaten Klaten dapat terbagi menjadi 1 wilayah. Jika dilihat dari nilai ekivalensi data CH tahunan antar stasiun, semua stasiun akan menjadi 1 kelompok dengan nilai ekivalensi.85. Nilai ini menandakan bahwa data tahunan stasiunstasiun CH di Kabupaten Klaten mempunyai nilai CH tahunan yang tidak jauh beda. Data stasiun meteorologi Adisucipto yang dimasukkan dalam proses ini, juga memiliki nilai CH tahunan yang tidak jauh beda dengan stasiun-stasiun CH di Kabupaten Klaten. Pemilihan untuk memutuskan pewilayahan CH di Kabupaten Klaten menjadi 1 kelompok, karena jika dilihat dari segi topografinya, stasiun-stasiun tersebut berada di kawasan dataran rendah. Selain itu, dalam penggunaan model Climex dituntut akan ketersediaan data unsur iklim yang time series. Ketersediaan data CH di setiap stasiun Kabupaten Klaten pada kenyataannya tidak lengkap. Sehingga, data CH Kabupaten Klaten yang dibutuhkan untuk input Climex, menggunakan data ratarata seluruh stasiun CH di Kabupaten Klaten. Data CH dari banyak stasiun di Kabupaten Klaten, dirata-ratakan kembali menggunakan metode aritmatik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai CH wilayah di Kabupaten Klaten. Data iklim dari stasiun meteorologi Adisucipto dapat mewakili data unsur-unsur iklim di Kabupaten Klaten, kecuali data CH. Salah satu cara dibuktikan dengan melihat pola CH dari kedua tempat, yang ditampilkan pada Gambar 4. Pola CH setiap bulannya dari kedua tempat tersebut, secara umum sama. Hal ini memungkinkan untuk mengambil data unsur-unsur iklim dari stasiun meteorologi Adisucipto sebagai pewakil untuk data iklim Kabupaten Klaten. Selain dengan melihat pola CH-nya secara visual, juga dilakukan pengujian secara statistik, dengan uji-t. Hasil dapat dilihat pada Tabel 5.

7 Gambar 3. Hasil pengelompokkan stasiun-stasiun CH Kabupaten Klaten dengan menggunakan fuzzy clustering Keterangan : Kelompok st 1 : St. CH Jombor, Kalijaran, Kemudo Kelompok st 2 : St. CH Demangan, Gantiwarno Kelompok st 3 : St. CH Gondang, Manisrenggo Kelompok st 4 : St. CH Ceper, Delanggu Kelompok st 5 : St. CH Candisewu, Tegalduwur Kelompok st 6 : St. CH Polanharjo, Pundung (Masing-masing kelompok merupakan kumpulan stasiun yang telah bersatu pada nilai ekivalensi 1.)

8 9 8 CH Rata2 Klaten CH Adisucipto 7 6 C H ( m m ) 5 4 3 2 1 Jan-89 Jan-9 Jan-91 Jan-92 Jan-93 Jan-94 Jan-95 Jan-96 Jan-97 Jan-98 Jan-99 Jan- Jan-1 Jan-2 Jan-3 Jan-4 Jan-5 Jan-6 Jan-7 Jan-8 B u l a n Gambar 4. Hasil perbandingan pola CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto Tabel 5. Hasil Uji t s dari data rata-rata CH di Kabupaten Klaten dan stasiun meteorologi Adisucipto Bulan n - t.25<t<t.25 Hasil s ts - t.25 t.25 Januari 2-2.93 2.93 1,859 1,974 Terima Februari 2-2.93 2.93 94,218,894 Terima Maret 2-2.93 2.93 12,444 1,499 Terima April 2-2.93 2.93 8,85 2,61 Terima Mei 2-2.93 2.93 82,133-1,814 Terima Juni 2-2.93 2.93 41,713,586 Terima Juli 2-2.93 2.93 45,821,59 Terima Agustus 2-2.93 2.93 39,873-1,473 Terima September 2-2.93 2.93 14,871,18 Terima Okt 2-2.93 2.93 47,299 2,552 Tolak Nov 2-2.93 2.93 73,728 4,44 Tolak Des 2-2.93 2.93 14,481 1,717 Terima Dari Tabel 3, walaupun ada 2 bulan ditolak untuk uji ini, namun secara umum CH di stasiun meteorologi Adisucipto masih dalam rentang yang sesuai dengan CH di Kabupaten Klaten. Hal ini menandakan bahwa data iklim di stasiun meteorologi Adisucipto mampu mewakili data iklim Kabupaten Klaten. Oleh sebab itu, data iklim Kabupaten Klaten untuk suhu dan kelembaban diwakili oleh data dari st. meteorologi adisucipto. 4.2 Iklim Kabupaten Klaten Curah hujan di Kabupaten Klaten bersifat monsoonal. Nilai CH tinggi pada bulan Desember hingga Maret. Curah hujan rendah jatuh pada bulan Juni hingga September. Nilai CH berkisar 17 mm per tahunnya. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, tipe iklim di wilayah ini adalah D3 (4 bulan basah dan 6 bulan kering). Tipe iklim ini memiliki peluang dalam melakukan penanaman padi hanya satu kali dalam setahun.

9 Suhu bulanan di Kabupaten Klaten tidak bervariasi jika dibandingkan dengan CH, karena wilayah ini termasuk dalam daerah tropis. Suhu maksimum rata-rata berkisar 3 C hingga 33 C. Suhu minimum rata-rata berkisar 21 C hingga 25 C. Suhu rata-rata untuk wilayah ini secara umum berkisar antara 25 C hingga 28 C. Nilai RH tertinggi ketika pada pagi hari, yaitu pukul 7., dengan nilai di atas 85%. Nilai RH terendah pada siang hari, yaitu pukul 13. dengan kisaran 55% hingga 7%. Nilai RH rata-rata berkisar secara umumnya berkisar pada 75% hingga 87%. Nilai RH tinggi terjadi pada bulan Desember hingga Maret, karena saat-saat tersebut merupakan masa musim hujan. Musim kemarau, nilai RH rendah, berkisar pada bulan Agustus hingga Oktober. 4.3 Hasil Keluaran Compare Location dan Compare Years 4.3.1 Penggerek Batang Padi (PBP) Hasil Compare Location menunjukkan bahwa indek ekoklimatik (EI) Kabupaten Klaten, untuk hama penggerek adalah 63. Jika dibandingkan dengan nilai kisaran EI D adamo, iklim dari Kabupaten Klaten secara umum memiliki potensi penyebaran hama PBP. Nilai EI ini termasuk dalam kisaran cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan hama PBP. Hal ini diperkuat dengan batasan nilai EI yang digunakan menurut Sutherst (1999), bahwa suatu wilayah dikatakan berpotensi jika EI diatas 3. Hasil EI setiap tahun dari keluaran Compare years untuk hama PBP disajikan dalam gambar 5a. Setiap tahunnya, nilai EI bervariasi pada kisaran cocok hingga kurang cocok iklimnya (berdasarkan D Adamo), untuk perkembangan dan pertumbuhan hama PBP. Nilai-nilai tersebut setiap tahun masih dalam kisaran memiliki potensi sebaran untuk hama PBP. Hal ini menandakan bahwa iklim di Kabupaten Klaten mendukung keberadaan hama PBP setiap tahunnya. Hasil EI bulanan dihitung untuk menyesuaikan dengan data luas serangan hama, sebagai pembanding kondisi di lapangan. Hasil EI bulanan hama PBP disajikan dalam Gambar 6a. Berdasarkan grafik tersebut, EI memiliki suatu pola tertentu setiap bulannya. Potensi sebaran hama PBP cenderung tidak berpotensi ketika masuk dalam musim kemarau. Ketika musim hujan, potensi sebaran hama PBP sangat cocok sekali. Hal ini memberikan peluang yang tinggi untuk pertumbuhan PBP pada musim hujan, jika dilihat dari perhitungan model Climex. Jika dibandingkan nilai EI tahunan dan bulanan, maka nilai EI tahunan kurang berfluktuasi dibandingkan dengan nilai EI bulanan. Hal ini, karena nilai EI tahunan merupakan hasil rata-rata setiap indek mingguannya. 4.3.2 Wereng Batang Coklat (WBC) Hasil keluaran EI dari Compare location untuk hama WBC, Kabupaten Klaten memiliki nilai 58. Hal ini menandakan bahwa iklim di Kabupaten Klaten memiliki potensi sebaran hama WBC, dimana iklimnya masih sesuai dengan pertumbuhannya. Hasil EI keluaran Compare years ditampilkan pada Gambar 5b. Kabupaten Klaten cocok untuk sebaran hama WBC jika dilihat dari tahunan, yaitu tahun 2, 21, 23, dan 24. Tahun yang lain berada pada kondisi kurang cocok, tapi masih memiliki potensi terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama WBC. Nilai EI bulanan untuk WBC, yang ditunjukkan pada Gambar 6b, polanya cenderung sama dengan PBP. Kesamaan ini ditujukan dengan kecenderungan nilai EI yang tinggi pada bulan-bulan basah. Nilai EI akan berkurang hingga, pada bulan-bulan kering. Hal ini juga menandakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki potensi besar terhadap sebaran WBC pada musim hujan. Perbedaan hama WBC dengan PBP, yaitu ketika BB nilai EI cenderung lebih tinggi untuk hama PBP. Nilai EI untuk hama PBP cenderung mencapai nilai 1, sedangkan WBC jarang mencapai nilai 1. Nilai EI yang rendah pada hama WBC dikarenakan nilai indek temperatur (TI) tidak maksimum (nilai indek maksimum = 1). Pola nilai EI setiap tahunnya (2-27) baik hama PBP maupun WBC juga sama.

1 EI 7 6 5 4 3 2 1 2 21 22 23 24 25 26 27 T a h u n E I 7 6 5 4 3 2 1 2 21 22 23 24 25 26 27 T a h u n ( a ) ( b ) Gambar 5. Nilai EI setiap tahunnya untuk (a) hama PBP (b) hama WBC 12 1 8 6 4 2 Jan- May- Sep- Jan-1 May-1 Sep-1 Jan-2 May-2 Sep-2 Jan-3 May-3 Sep-3 Jan-4 May-4 Sep-4 Jan-5 May-5 Sep-5 Jan-6 May-6 Sep-6 Jan-7 May-7 E I Sep-7 B U L A N ( a ) 12 1 8 E I 6 4 2 Jan- May- Sep- ( b ) Jan-1 May-1 Sep-1 Jan-2 May-2 Sep-2 Jan-3 May-3 Sep-3 Jan-4 May-4 Sep-4 Jan-5 May-5 Sep-5 Jan-6 May-6 Sep-6 Jan-7 May-7 Sep-7 B U L A N Gambar 6. Nilai EI bulanan untuk (a) hama PBP (b) hama WBC

11 4.4 Perbandingan Keberadaan Serangan Hama dengan Besarnya Nilai Ekoklimatik indek (EI) 4.4.1 Penggerek Batang Padi (PBP) Setiap bulan serangan hama terjadi di Kabupaten Klaten. Hal ini dikarenakan keberadaan tanaman padi baik pada saat BK maupun BB selalu ada. Keberadaan luas tambah tanam setiap bulannya di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Lampiran 14. Keberadaan tanaman padi pada BK karena tersedianya sistem irigasi di Kabupaten Klaten. Setiap tahun, hama PBP, yang merupakan hama utama di Kabupaten Klaten, selalu ada. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan serangan hama PBP, yang digambarkan sebagai berikut : L u a s ( H a ) 3 25 2 15 1 5 2 21 22 23 24 25 26 27 Tahun Gambar 7. Luas serangan hama PBP per tahun (2-27) Luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 24, sebesar 2624 Ha. Luas serangan terendah terjadi tahun 21, sebesar 1354 Ha. Keadaan di Kabupaten Klaten menyebutkan bahwa serangan hama selalu terjadi setiap bulan. Pada tahun 2-22, serangan hama tertinggi jatuh pada bulan September, walaupun perbedaan luas serangannya tidak begitu ekstrim jika dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan mulai tahun 23-27, serangan hama cenderung tinggi pada bulan Maret hingga April. Serangan terluas, dimana luas serangan 2 kali dari biasanya, terjadi pada bulan Maret 23. Hasil regresi sederhana untuk melihat korelasi luas serangan hama PBP dan EI bulanan, adalah sebagai berikut : L u a s ( H a ) 8 6 4 2 2 4 6 8 1 12 y =,3693x + 145,14 R 2 =,26 Gambar 8. Hasil regresi antara nilai EI bulanan dan luas serangan hama PBP Hasil regresi dari grafik di atas menghasilkan nilai R 2 yang sangat kecil. Jika dilihat dari segi statistik, nilai EI masih belum dapat menggambarkan luas serangan hama di Kabupaten Klaten. Pada dasarnya, model Climex melihat suatu potensi sebaran suatu organisme, yang berhubungan dengan populasi. Karena ketersediaan data populasi hama tidak ada, maka sebagai penggantinya adalah data luas serangan hama, yang mengindikasikan populasi hama. Secara kuantitatif, dari segi statistik regresi sederhana tidak terlihat dengan jelas hubungan antara nilai EI dan luas serangan hama PBP. Oleh sebab itu, penelitian ini menganalisis secara kualitatif, berdasarkan keberadaan serangan setiap bulannya, melalui klasifikasi BB dan BK dari Oldeman. Pola serangan hama PBP setiap tahun berbeda dengan pola EI tahunannya. Pada saat luas serangan tertinggi terjadi tahun 24, hal ini diikuti juga dengan nilai EI tertinggi tahun 24, yaitu 64. Pada saat luas serangan hama PBP terendah terjadi tahun 21, nilai EI tahun 21 tidak menunjukkan nilai paling rendah dibanding tahun-tahun yang lain. Keadaan ini menjelaskan bahwa EI tahunan, dapat melihat potensi sebaran hama PBP, sebagai indikasi adanya serangan hama tersebut di Kabupaten Klaten. Walaupun begitu, nilai EI masih belum mampu secara detail menjelaskan secara kuantitatif mengenai besarnya luas serangan hama tahunan PBP. Setiap tahun, urutan BB dan BK akan berbeda waktunya, ditunjukkan dengan Tabel 6. Setiap tahun pada saat BB, nilai EI cenderung menunjukkan suatu potensi sebaran hama PBP di Kabupaten Klaten. Nilai EI ini sesuai dengan keadaan di lapangan, dimana pada BB selalu ada serangan. Walaupun begitu, terdapat 2 BB, dimana nilai EI yang menyatakan tidak ada potensi sebaran, tetapi dilapangan terdapat serangan hama. Jika E I

12 dilihat dari nilai EI yang kecil dari kedua bulan tersebut, disebabkan karena indeks pertumbuhan (GI) yang kecil dan adanya cekaman kelembaban (WS). Pada saat BL, nilai EI juga hampir sama pada saat BB. Nilai EI cenderung mengarah pada kondisi sebaran hama PBP yang berpotensi. Kondisi yang berpotensi ini, diikuti juga dengan adanya luas serangan di Kabupaten Klaten. Pada saat BK nilai EI lebih bervariasi dari nilai 1 hingga. Pada saat memasuki awal BK, nilai EI masih tinggi. Nilai EI saat itu masih berada di kisaran yang berpotensi. Saat BK mulai terjadi secara berurutan, nilai EI akan cenderung turun dan mendekati nilai. Nilai EI yang kecil pada saat BK disebabkan karena kecilnya nilai indek pertumbuhan (GI) dan adanya cekaman kering (DS). Kecilnya nilai indek pertumbuhan karena kecilnya nilai indek kelembaban tanah (MI). Nilai EI merupakan suatu nilai yang menggambarkan potensi sebaran suatu organisme, dimana hal ini mengindikasikan keberadaan hama PBP di Kabupaten Klaten. Jika keberadaan hama PBP ada, maka kondisi ini berpeluang akan adanya potensi serangan di lapangan, dengan didukung keberadaan tanaman padi. Output dari model Climex masih dapat melihat potensi keberadaan serangan hama PBP pada bulan basah dan awal BK. Ketika pertengahan BK output Climex cenderung tidak sesuai dengan kondisi kenyataan di lapangan. Banyak faktor yang mempengaruhi serangan hama PBP terjadi setiap bulannya di Kabupaten Klaten. Pola tanam di Kabupaten Klaten, dimana penanaman padi yang dapat dilakukan 3 kali dalam setahun, dapat memberikan suatu peluang keberadaan PBP. Tanaman padi yang merupakan sumber makanan bagi PBP setiap bulannya selalu ada. Ketika nilai EI yang kecil karena adanya cekaman kering, keberadaan hama PBP masih ada. Keberadaan tanaman padi pada musim kemarau, karena adanya irigasi di Kabupaten Klaten, dapat memberikan peluang adanya kondisi iklim mikro yang kondusif bagi hama PBP, terutama di bawah tajuk tanaman padi. Hal ini sesuai dengan Kesmaryono (1991), bahwa iklim mikro dalam suatu pertanaman, yang merupakan rumah bagi serangga, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga. 4.4.2 Wereng Batang Coklat (WBC) Kondisi luas serangan WBC setiap tahunnya selalu ada di Kabupaten Klaten. Sebagai hama nomor dua, luas serangan tidak sebesar hama PBP. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 9. Gambar 9. Luas serangan hama WBC per tahun (2-27) Luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 22, dengan luas serangan 1545 Ha. Besarnya luas serangan ini tidak setinggi hama PBP. Pola luas serangan hama WBC berbeda dengan hama PBP (Lampiran 13), setiap bulannya. Serangan WBC tidak selalu ada disetiap bulan. Luas serangan hama WBC tertinggi setiap tahunnya terjadi baik pada saat BB maupun BK. Luas serangan tertinggi terjadi pada bulan Januari 22, 764 Ha, untuk BB. Luas serangan tertinggi pada BK terjadi bulan Juli 27, 551 Ha (Tabel 7). L u a s ( H a ) L u a s ( H a ) 8 6 4 2 3 25 2 15 1 5 2 4 6 8 1 12 y =,4656x + 22,49 R 2 =,189 2 21 22 23 24 25 26 27 T a h u n Gambar 1. Hasil regresi antara nilai EI bulanan dan luas serangan hama WBC Hasil regresi antara EI dan luas serangan hama WBC menyatakan, bahwa R 2 sangat kecil. Hal ini sama terjadi untuk hama PBP, dimana dalam bentuk regresi sederhana nilai EI belum dapat menggambarkan luas serangan hama. Jika dibandingkan antara grafik luas serangan hama WBC dan EI tahunannya, maka pola yang terlihat tidak sama. Ketika luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 22, nilai EI berada di kisaran nilai 45. Perubahan luas serangan yang signifikan pada tahun 21-23, ternyata tidak diikuti dengan pola perubahan yang sama dari nilai EI. Pengelompokkan nilai EI dan keberadaan serangan hama WBC, yang berdasarkan BB dan BK dari Oldeman ditunjukkan pada E I

13 Tabel 7. Ketika BB, keberadaan serangan hama WBC bervariasi, tidak seperti hama PBP. Sedangkan, nilai EI hama WBC cenderung berada pada kisaran yang menggambarkan bahwa Kabupaten Klaten memiliki potensi sebaran hama WBC, yang berarti terdapat keberadaan hama WBC. Hal ini menandakan bahwa iklim Kabupaten Klaten pada saat BB berpotensi terhadap serangan hama WBC, hal ini didukung oleh adanya keberadaan serangan hama dilapangan. Walaupun begitu, adakalanya nilai kisaran EI, tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Ketika EI dalam kisaran berpotensi, ternyata tidak ada serangan dilapangan. Gambaran ini menandakan, iklim yang sesuai untuk pertumbuhan hama, tidak selalu menunjukkan keberadaan organismenya. Ketika BB, EI berada kisaran tidak memiliki potensi sebaran, di lapangan terjadi serangan hama WBC, walaupun kurang dari 5 Ha. Nilai EI yang kecil ini disebabkan karena nilai GI yang kecil dan adanya cekaman kelembaban (WS). Nilai GI yang kecil disebabkan karena MI (Moisture Index) yang kecil. Walaupun nilai EI menunjukkan tidak berpotensi adanya sebaran hama, tetapi harus tetap diwaspadai akan keberadaannya pada saat BB. Pada saat BL, nilai EI bervariasi kesesuaiannya jika dibandingkan keberadaan serangan di Kabupaten Klaten. Ketika memasuki awal BK, nilai EI menggambarkan bahwa iklim Kabupaten Klaten masih mendukung potensi sebaran hama WBC. Pada masa pertengahan dibulanbulan kering, nilai EI semakin kecil hingga mendekati. Keadaan tersebut disebabkan karena nilai GI yang kecil dan adanya DS (Dry stress). Pada saat BK, nilai EI dapat menggambarkan potensi serangan hama WBC ketika awal memasuki BK. Keberadaan serangan hama WBC saat BK yang cenderung bervariasi, masih belum terbaca oleh nilai EI ini secara maksimal. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi keberadaan serangan hama WBC, tidak hanya dari faktor iklim. Menurut Mochida (1978), 3 faktor utama yang mempengaruhi adanya peledakkan hama WBC adalah penanaman tanaman padi yang rentan terhadap WBC, penanaman tanaman padi secara berlanjut karena adanya sistem irigasi, pemberian pupuk yang mengandung nitrogen secara berlebihan. Ketika BK, nilai EI baik itu untuk PBP maupun WBC cenderung dibawah 26. Nilai EI yang rendah karena adanya cekaman kering dan kelembaban tanah yang rendah. Jika dilihat dari analisis model Climex, kedua faktor tersebut muncul karena nilai CH yang rendah. Climex hanya memasukkan CH sebagai input kelembaban tanah. Sedangkan, dalam keadaan nyata dibidang pertanian, kelembaban tanah tidak hanya dipengaruhi oleh pasokkan air dari CH, tetapi juga irigasi. Faktor irigasi inilah yang belum dimasukkan sebagai penyokong kelembaban tanah dalam model Climex, hanya CH.

14 Tabel 6. Nilai perbandingan EI dan luas serangan hama PBP berdasarkan klasifikasi Oldeman Tahun Keterangan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec CH BB BL BK BL 2 EI 1 98 1 1 1 1 12 7 83 1 LS 284 53 161 47 1 86 64 9 31 92 14 238 CH BB BL BK BL BK 21 EI 1 1 1 1 1 92 7 34 81 22 LS 89 75 32 47 1 86 64 9 31 92 14 238 CH BB BL BK BL 22 EI 1 1 1 1 1 86 51 1 LS 89 75 32 164 72 12 12 22 316 83 163 314 23 24 25 26 27 Keterangan CH BB BL BK BL BK BL BB EI 1 95 1 1 97 5 3 55 1 LS 163 96 689 99 25 23 262 56 417 123 135 281 CH BB BK BL BB EI 1 1 1 1 1 1 58 5 11 91 25 LS 331 224 48 38 122 196 229 17 112 184 173 167 CH BB BK BB EI 1 1 1 1 84 4 48 1 LS 248 233 21 263 148 15 166 114 96 149 218 117 CH BB BL BB BK BB EI 74 1 1 1 1 96 2 1 LS 238 249 183 352 152 221 132 86 66 54 189 166 CH BK BB BK BL BB EI 1 1 1 69 85 1 35 63 LS 182 124 146 248 252 183 125 72 137 124 121 16 : Terjadi serangan : Terjadi / tidak terjadi serangan : Tidak terjadi serangan CH : Curah hujan EI : Indek ekoklimatik LS : Luas serangan hama BK : Bulan Kering BB : Bulan Basah

15 Tabel 7. Nilai perbandingan EI dan luas serangan hama WBC berdasarkan klasifikasi Oldeman Tahun Keterangan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec CH BB BL BK BL 2 EI 96 92 91 92 87 92 31 25 96 99 LS 47 1 86 64 9 31 1 CH BB BL BK BL BK 21 EI 97 99 94 85 8 86 32 53 92 6 LS 3 5 26 123 138 CH BB BL BK BL 22 EI 92 9 82 79 79 81 6 56 86 LS 764 89 689 3 CH BB BL BK BL BK BL BB 23 EI 1 95 1 1 97 5 3 55 1 LS 4 124 2 3 3 CH BB BK BL BB 24 EI 87 91 88 72 82 87 78 36 19 76 22 LS 38 151 265 1 2 3 CH BB BK BB 25 EI 88 8 78 74 64 12 2 6 98 LS 5 99 355 CH BB BL BB BK BB 26 EI 68 89 89 88 84 89 11 16 74 LS 2 11 1 19 132 87 25 3 CH BK BB BK BL BB 27 EI 83 82 86 56 64 83 42 3 68 LS 3 146 9 551 14 2 2 Keterangan : Terjadi serangan : Terjadi / tidak terjadi serangan : Tidak terjadi serangan CH : Curah hujan EI : Indek ekoklimatik LS : Luas serangan hama BK : Bulan Kering BB : Bulan Basah