IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

Pengaruh Lama Fermentasi Limbah Udang... Devi Nurdianti Sari

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

Muhammad Yunus*, Handi Burhanudin**, Abun** Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. enzim (Said, 1987). Fermentasi adalah suatu proses bioteknologi dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

Media Kultur. Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total penjualan protease di dunia mencapai 50-60%. Indonesia merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Purata Kadar Protein Tempe ( mg / ml ± SE) pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

39 Universitas Indonesia

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

I. PENDAHULUAN. dijumpai didaerah Indonesia terutama di daerah Sumatera Barat. Produksi kakao

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

I. PENDAHULUAN. Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae dicantumkan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-Rata Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5...... %... 1 37,96 40,02 41,68 46,03 48,49 2 37,51 40,09 41,77 46,41 47,03 3 37,32 40,18 41,60 46,20 46,44 4 38,43 39,63 41,49 46,36 47,06 Jumlah 151,22 159,92 166,54 185,00 189,02 Rata-rata 37,80 39,98 41,63 46,25 47,25 Keterangan : P 1 = Lama fermentasi B.licheniformis 1 hari dilanjut oleh S.cereviseae 5 hari P 2 = Lama fermentasi B.licheniformis 2 hari dilanjut oleh S.cereviseae 4 hari P 3 = Lama fermentasi B.licheniformis 3 hari dilanjut oleh S.cereviseae 3 hari P 4 = Lama fermentasi B.licheniformis 4 hari dilanjut oleh S.cereviseae 2 hari P 5 = Lama fermentasi B.licheniformis 5 hari dilanjut oleh S.cereviseae 1 hari Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan protein produk pada berbagai perlakuan mengalami peningkatan jika dibandingkan kandungan protein sebelum diberi perlakuan yaitu 27,41%. Kandungan protein tertinggi diperoleh dari perlakuan P5 yaitu lama fermentasi B.licheniformis lima hari dilanjutkan dengan S.cereviseae satu hari, sedangkan kandungan protein terendah diperoleh

26 dari perlakuan P1 yaitu lama fermentasi B.licheniformis satu hari yang dilanjutkan dengan S.cereviseae lima hari. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa fermentasi dengan menggunakan Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang nyata (P<0,05) meningkatkan kandungan protein produk fermentasi. Perbedaan antar perlakuan dianalisis menggunakan Uji Duncan yang hasilnya dicantumkan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Duncan Pengaruh Lama Fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada Limbah Udang terhadap Kandungan Protein Produk Perlakuan Rata-rata Kandungan Protein Signifikansi 0,05... %... P 1 37,805 a P 2 39,978 b P 3 41,635 c P 4 46,250 d P 5 47,255 e Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P < 0,05). Berdasarkan Tabel 3 hasil uji Duncan menunjukkan adanya perbedaan dari masing-masing perlakuan terhadap kandungan protein. P5 berbeda nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan P1, P2, P3, dan P4, dimana perlakuan yang diberikan yaitu lama fermentasi B.licheniformis lima hari yang dilanjutkan dengan S.cereviseae satu hari. Hal tersebut menggambarkan bahwa semakin lama waktu fermentasi oleh B.licheniformis pada fermentasi limbah udang menghasilkan rataan kandungan protein produk yang semakin tinggi yang disebabkan karena

27 kemampuannya dalam memproduksi enzim untuk mendegradasi limbah udang. Substrat limbah udang memiliki kandungan protein yang baik sehingga dapat memacu pertumbuhan Bacillus lichenoformis secara optimal karena Bacillus lichenoformis merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif tinggi. Sejalan dengan pendapat Soeka dan Sulistiani (2014) bahwa yang paling banyak dimanfaatkan sebagai sumber protease adalah mikroorganisme, terutama bakteri golongan Bacillus, kapang Rhizopus, Aspergillus, dan Mucor. Protease adalah enzim yang mengkatalisasi pemecahan ikatan peptida dalam peptida, polipeptida, dan protein menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana seperti peptida rantai pendek dan asam amino. Lama fermentasi berkaitan dengan fase pertumbuhan mikroba yang akan terus berubah dari waktu ke waktu selama proses fermentasi berlangsung. Semakin lama waktu yang digunakan pada proses fermentasi mampu memberikan kesempatan pada mikroba untuk merombak komponen yang ada didalam substrat menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Hal ini sejalan dengan pendapat Aisjah (1995) bahwa waktu inkubasi yang lebih lama berarti akan semakin banyak kesempatan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak sehingga konsentrasi metabolik semakin tinggi sampai akhirnya menjadi terbatas yang kemudian dapat menyebabkan laju pertumbuhan menurun, sebaliknya waktu inkubasi yang singkat mengakibatkan terbatasnya kesempatan mikroba untuk terus tumbuh dan berkembang biak sehingga jumlah komponen substrat yang dapat diubah menjadi massa sel juga sedikit. Bacillus licheniformis dapat meningkatkan produksi enzim protease kitinolitik. Enzim tersebut dapat memutuskan ikatan kovalen khitin-proteinmineral sehingga dapat meningkatkan kandungan protein hasil fermentasi.

28 Ditunjang oleh penelitian Soeka, dkk., (2011) bahwa aktivitas Bacillus licheniformis menghasilkan enzim protease adalah 66,79-150,52 U/mL dengan waktu inkubasi 1-6 hari, sedangkan aktivitas protease S.cereviseae yaitu 0,005 U/g (Ahmad, 2007). Perolehan protein yang semakin meningkat pada produk fermentasi limbah udang ini berasal dari 2 komponen protein. Menurut O Brient, dkk., (1993), komponen protein pada cangkang artropoda terbagi menjadi 2 bagian yaitu protein yang terikat secara kovalen dengan kitin dan protein yang terikat nonkovalen. Pada fermentasi limbah udang yang dilakukan, protein yang terikat secara non kovalen atau fisik dapat dirombak dengan perlakuan fisik seperti pengecilan ukuran sedangkan protein yang terikat secara kovalen dapat dirombak dengan perlakuan biologis sehingga dapat meningkatkan kandungan protein hasil fermentasi. P1 yaitu lama fermentasi B.licheniformis satu hari yang dilanjutkan dengan S.cereviseae lima hari memberikan hasil berupa nilai protein yang paling rendah, yang menunjukkan bahwa lama fermentasi satu hari oleh B.licheniformis belum optimal untuk memecah senyawa komplek pada limbah udang menjadi yang lebih sederhana walaupun dilanjutkan oleh S.cereviseae selama lima hari. Hal tersebut dapat diartikan bahwa fermentasi yang dilanjutkan oleh S.cereviseae selama lima hari tidak optimal dalam meningkatkan protein produk fermentasi limbah udang yang disebabkan karena S.cereviseae merupakan khamir yang dapat tumbuh dengan optimal pada substrat yang mengandung gula yang tinggi dan aktivitas primernya adalah merombak gula menjadi etanol sehingga substrat limbah udang kurang cocok untuk menunjang kemampuan khamir S.cereviseae

29 dalam memproduksi enzim yang dihasilkan untuk merombak senyawa kompleks pada limbah udang. Peningkatan kandungan protein selain karena aktvitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba juga disebabkan oleh penambahan protein sel tunggal (PST) yang berasal dari N substrat menjadi N mikroba (Bacillus licheniformis dan Saccharomyces cereviseae). Hal ini dapat dilihat dari banyaknya populasi mikroba (lampiran 8) pada perlakuan P5 yang lebih tinggi dari perlakuan yang lain yaitu 7,42 x 10 9 CFU/ml. Didukung oleh Kasmijo (1989) yang dikutip oleh Sjofjan, dkk., (2001) bahwa perkembangan biomasa inokulum menyebabkan peningkatan kandungan PK substrat. Bacillus licheniformis memiliki daya proteolitik yang cukup baik sehingga sifat proteolitik yang dimiliki mikroba tersebut mampu merombak protein substrat menjadi produk biomassa sel yang disebut protein sel tunggal (PST). S.cereviseae sendiri merupakan sel khamir yang berfungsi sebagai agensia protein sel tunggal (PST) karena komposisi kimia S.cerevisiae terdiri atas protein kasar 50-52%, karbohidrat 30-37%, lemak 4-5% dan mineral 7-8% (Reed dan Nagodhawithana, 1988). Peningkatan jumlah sel-sel mikrobial tersebut secara signifikan akan meningkatkan kandungan protein dari limbah udang produk fermentasi. P5 yaitu lama fermentasi B.licheniformis lima hari yang dilanjutkan dengan S.cereviseae satu hari merupakan perlakuan paling optimal menghasilkan kandungan protein produk tertinggi karena tersedianya waktu fermentasi oleh B.licheniformis yang lebih lama sehingga memberikan kesempatan mikroba untuk merombak protein pada limbah udang menjadi peptida rantai pendek ataupun asam amino serta adanya penambahan protein sel tunggal (PST) sehingga diperoleh kandungan protein produk yang tinggi.

4.2 Kandungan Glukosa Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 30 Rata-rata kandungan glukosa produk limbah udang hasil fermentasi Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae dicantumkan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata Kandungan Glukosa Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Ulangan Perlakuan P 1 P 2 P 3 P 4 P 5... %... 1 2,36 4,72 6,70 7,08 9,00 2 3,54 2,36 7,08 7,73 9,44 3 2,50 4,72 7,08 8,26 7,08 4 4,72 3,93 6,00 9,44 8,50 Jumlah 13,12 15,73 26,86 32,51 34,02 Rata-rata 3,28 3,93 6,71 8,13 8,50 Keterangan : P 1 = Lama fermentasi B.licheniformis 1 hari dilanjut oleh S.cereviseae 5 hari P 2 = Lama fermentasi B.licheniformis 2 hari dilanjut oleh S.cereviseae 4 hari P 3 = Lama fermentasi B.licheniformis 3 hari dilanjut oleh S.cereviseae 3 hari P 4 = Lama fermentasi B.licheniformis 4 hari dilanjut oleh S.cereviseae 2 hari P 5 = Lama fermentasi B.licheniformis 5 hari dilanjut oleh S.cereviseae 1 hari Tabel 4 menunjukan bahwa rata-rata kandungan glukosa produk pada berbagai perlakuan mengalami peningkatan. Sama halnya seperti protein, kandungan glukosa tertinggi diperoleh dari perlakuan P5 yaitu lama fermentasi B.licheniformis lima hari yang dilanjutkan dengan S.cereviseae satu hari sebesar 8,5%, sedangkan kandungan glukosa terendah diperoleh dari perlakuan P1 yaitu lama fermentasi B.licheniformis satu hari yang dilanjutkan dengan S.cereviseae lima hari sebesar 3,28%.

31 Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa fermentasi dengan menggunakan Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang nyata (P<0,05) meningkatkan kandungan glukosa produk fermentasi. Perbedaan antar perlakuan dianalisis menggunakan Uji Duncan yang hasilnya dicantumkan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Duncan Pengaruh Lama Fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada Limbah Udang terhadap Kandungan Glukosa Produk Perlakuan Rata-rata Kandungan Glukosa Signifikansi 0,05...%... P 1 3,280 a P 2 3,932 a P 3 6,715 b P 4 8,127 bc P 5 8,505 c Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P < 0,05). Berdasarkan Tabel 5 hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kandungan glukosa perlakuan P5 berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan P1, P2, dan P3 tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P4. Kandungan glukosa pada perlakuan P1 dan P2 satu sama lain tidak berbeda nyata (P>0,05). Demikian pula antara perlakuan P4 dan P5 satu sama lain berbeda tidak nyata (P>0,05). Hasil tersebut terlihat dari nilai persentase rataan kandungan glukosa antar perlakuan, dimana P1 dan P2 memiliki nilai yang tidak berbeda jauh yaitu 3,28% dan 3,92%, begitu pula P4 dan P5 yaitu 8,127% dan 8,505%. Sama halnya seperti pada protein bahwa semakin lama waktu fermentasi oleh B.licheniformis dilanjutkan dengan semakin

32 singkatnya lama fermentasi oleh S.cereviseae pada fermentasi limbah udang menghasilkan rataan kandungan glukosa yang semakin meningkat walaupun peningkatan P1 dan P2 serta P4 dan P5 tidak berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bacillus licheniformis mampu memproduksi enzim kitinase yang lebih optimal daripada Sacharomyces cereviseae untuk mendegradasi kitin menjadi glukosa yang ditunjukkan dengan hasil perolehan glukosa yang paling tinggi pada perlakuan P5. Peningkatan glukosa ini erat kaitannya dengan peranan mikroba yang mampu mendegradasi komponen karbohidrat dalam limbah udang menjadi glukosa melalui proses fermentasi. Enzim yang berperan dalam perombakan tersebut adalah enzim kitinase yang dapat dihasilkan oleh B.licheniformis maupun S.cereviseae akan tetapi produksi enzim kitinase dari bakteri lebih baik jika dibandingkan kitinase dari khamir karena kemudahannya berkembang biak dalam waktu yang relatif singkat sehingga produksi enzim yang dihasilkan untuk merombak substratpun akan semakin banyak, didukung oleh pendapat Pratiwi (2015) bahwa mikroorganisme pendegradasi kitin umumnya berasal dari kelompok bakteri. Kelompok mikroorganisme yang telah dilaporkan memiliki aktivitas kitinolitik adalah Aeromonas sp., Pseudomonas sp., Bacillus sp., Serratia sp., dan Vibrio sp. Mikroorganisme kitinolitik ini mampu menghasilkan enzim kitinase dan memanfaatkan kitinase untuk asimilasi kitin sebagai sumber karbon dan nitrogennya. Perolehan glukosa tertinggi dengan perlakuan lama fermentasi Bacillus licheniformis yang panjang dan dilanjutkan dengan semakin singkatnya lama fermentasi Sacharomyces cereviseae menggambarkan bahwa fermentasi yang diawali oleh B.licheniformis menggambarkan bahwa fermentasi yang diawali oleh

33 B.licheniformis dengan waktu fermentasi yang panjang memberi kesempatan besar bagi B.licheniformis untuk menghasilkan enzim kitinase yang dapat memutus ikatan kitin dan senyawa kitin menjadi glukosamin yang ditunjukkan dengan meningkatknya kandungan glukosa produk. Abun (2008) melaporkan bahwa berkembangnya Bacillus licheniformis dapat meningkatkan produksi enzim protease kitinolitik yang mampu menghidrolisis ikatan glikosidik dan melepaskan gugus asetil sehingga terbentuk 2-amino-2-deoksi-D-glukosida atau glukosamin. Mekanisme dihasilkannya enzim kitinase dipaparkan oleh Susi (2002) bahwa produksi enzim kitinase dari bakteri dapat mengkatalisis reaksi degradasi (pemecahan) kitin dengan memotong ikatan glikosidik antara N- asetilglukosamin (monomer penyusun kitin). Mekanisme degradasi kitin oleh mikroba kitinolitik ini diawali dengan terdeteksinya kitin. Setelah terdeteksi, maka mikroba akan melekat di permukaan polimer tersebut dengan mediasi chitin binding protein (CBP). Selanjutnya, kitin akan menginduksi sistem sensor dua komponen pada mikroba sehingga enzim kitinase dihasilkan. Fermentasi selanjutnya dilakukan oleh Saccharomyces cereviseae yang besar kemungkinan menggunakan karbohidrat (glukosamin) yang tersedia hasil perombakan kitin oleh B.licheniformis sebagai nutrisi bagi pertumbuhannya dan untuk pembentukan dinding sel khamir karena S.cereviseae ini memiliki karakteristik khas yaitu memfermentasi karbohidrat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dutta (1974) yang menyatakan bahwa Saccharomyces cereviseae termasuk dalam family Saccharomycetaceae yang tumbuh pada substrat organik kaya akan pati dan gula. Didukung oleh Pelczar dan Chan (2006) bahwa khamir tumbuh dalam suatu substrat atau medium berisikan konsentrasi gula yang dapat menghambat pertumbuhan kebanyakan bakteri sehingga pertumbuhan khamir

34 Saccharomyces cereviseae akan optimal apabila substratnya banyak mengandung gula. Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae yang optimal ditunjukkan dari perlakuan P4 dan P5 (semakin singkatnya lama fermentasi S.cereviseae). Hal tersebut menggambarkan tersedianya glukosa yang cukup hasil perombakan oleh Bacillus lcheniformis dalam limbah udang yang digunakan untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan dengan lama fermentasi yang singkat sanggup untuk menunjang kehidupan Saccharomyces cereviseae yang ditunjukkan dari banyaknya populasi Saccharomyces cereviseae (lampiran 8) pada perlakuan P4 dan P5 yang lebih tinggi dari perlakuan yang lain yaitu 5,25x10 7 CFU/ml dan 4,70x10 7 CFU/ml. Perlakuan P5 dengan lama fermentasi B.licheniformis lima hari yang dilanjutkan oleh S.cereviseae satu hari menghasilkan rataan kandungan glukosa tertinggi sebesar 8,50% yang menggambarkan keadaan optimal bagi B.licheniformis untuk mendegradasi kitin menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu glukosa kemudian dilanjutkan dengan fermentasi S.cereviseae yang singkat sehingga akan semakin sedikit glukosa yang digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan S.cereviseae tetapi sanggup untuk menunjang pertumbuhannya yang ditunjukkan dengan jumlah populasi mikroba yang tinggi pula. Perolehan glukosa yang tinggi pada P5 juga menggambarkan bahwa limbah udang produk fermentasi selain dapat menyediakan protein yang cukup dalam pakan juga dapat menyediakan glukosa yang merupakan senyawa dasar dan mempunyai nilai manfaat sebagai bahan dasar energi untuk ternak unggas.