BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

2016, No Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentan

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini penting untuk diteliti, berbagai permasalahan penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. runtuhnya rezim orde baru yang sentralistik dan otoriter. Rakyat bertransformasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era revormasi yang sedang berlangsung dewasa ini, pelaksana

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

L A P O R A N K I N E R J A

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

I K U D P R K P P. I K U Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman & Pertanahan DPR K P P K a b u p a t e n L a h a t 1-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka merespon tuntutan masyarakat menuju good governance,

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. siklus hidup dan mengurangi dampak kegagalan dari suatu kondisi yang buruk.

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan, perubahan dan ketidakpastian akan semakin meramaikan

IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI DI DAERAH

STRATEGI PEMBANGUNAN AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH KOTA BANDUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

JAMHARI KASA TARUNA NRP DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr.Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.SC

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi menjadi tonggak sejarah perubahan dari tatanan kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Regulasi adalah salah satu norma atau aturan hukum yang harus dipatuhi.

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

Penataan Tatalaksana Dalam Kerangka Reformasi Birokrasi

Arsip Nasional Republik Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN INDIKATOR KINERJA UTAMA ( IKU ) DI LINGKUNGAN DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN BADUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

INFORMASI FAKTOR JABATAN STRUKTURAL

2016, No Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Keuangan, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.01/2012 ten

2 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

Strategi Pemecahan Masalah pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut :

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. Analisis pengukuran..., Gita Dinarsanti, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. hasil pengujian penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

LAPORAN KINERJA (LKj) KECAMATAN SEDAYU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Dalam Modul Pembentukan Auditor Ahli yang berjudul Akuntabilitas

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi di beberapa daerah kota/kabupaten di Indonesia diharapkan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KECAMATAN KUBUTAMBAHAN

BAB I PENDAHULUAN. peneliti harapkan dengan dilakukannya penelitian ini. Bab ini juga menjelaskan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kementerian Agama, sebagai salah satu satuan kerja pemerintah memiliki tugas

Penyelarasan Arsitektur Informasi Kinerja dan Pengintegrasian Data Pelaporan

BUPATI SOPPENG BUPATI SOPPENG,

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN I N S P E K T O R A T

IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LAPORAN HASIL EVALUASI LAKIP DEPUTI BIDANG KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL TAHUN ANGGARAN 2015 BAB I SIMPULAN DAN REKOMENDASI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2014 TENTANG

PENGUATAN PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

Transkripsi:

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kewajiban implementasi SAKIP melalui Inpres No. 7 Tahun 1999 tidak lepas dari tuntutan terselenggaranya good government governance pada awal bergulirnya era reformasi. Selain sebagai alat mewujudkan akuntabilitas kepada pihak eksternal, SAKIP diharapkan lebih berfungsi sebagai alat manajemen kinerja untuk menghadirkan perbaikan kinerja secara berkelanjutan. 2. Selama lebih dari satu dekade, konstruksi SAKIP mengalami perkembangan. Berdasarkan periodisasi perkembangannya, SAKIP dibedakan menjadi dua macam yaitu SAKIP lama dan SAKIP baru. Komponen SAKIP lama meliputi: perencanaan (rencana strategik), pengukuran dan evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja. Sementara itu, komponen pembentuk SAKIP baru lebih lengkap yang terdiri dari: perencanaan (rencana strategik, rencana kinerja tahunan, dan penetapan kinerja), pengukuran dan evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja. Selain komponen, perubahan dari SAKIP lama ke SAKIP baru ditunjukkan pada perbaikan prosedur dan penyederhanaan terhadap alat bantu pembentuk komponen. Perubahan yang cukup progresif terjadi pada penyusunan dokumen perencanaan. Pada SAKIP baru, perencanaan strategik 142

yang dilakukan sudah dirumuskan indikator dan target kinerja untuk sasaran. Selain itu, konstruksi SAKIP baru diperkuat dalam fase adopsi ukuran kinerja yang ditunjukkan dengan kewajiban penggunaan indikator kinerja utama (IKU) mulai tahun 2007. 3. SAKIP memberikan rerangka pengukuran kinerja yang lebih baik daripada model pengukuran sebelumnya. Apabila alat ukur model pengukuran sebelumnya hanya berorientasi pada indikator input, yaitu berkenaan dengan tingkat penyerapan anggaran, maka dalam model SAKIP telah dimasukkan indikator kinerja yang lebih komprehensif, yaitu: input, ouput, outcome, benefit, dan impact. Pengukuran kinerja model SAKIP dilakukan secara periodik (periodic basis), bukan secara terus menerus (ongoing basis). Pada SAKIP lama, pengukuran dilakukan secara berjenjang dan dengan teknik pembobotan. Pengukuran ini diarahkan untuk menghitung nilai akhir capaian kinerja dan membuat kesimpulan akhir hasil evaluasi dari nilai capaian tersebut berdasarkan skala pengukuran ordinal. Sementara itu, teknik pengukuran kinerja model SAKIP baru dilakukan sesuai dengan jenjang organisasi dan tanpa pembobotan terhadap setiap kategori indikator kinerja. Untuk level organisasi yang memiliki basis kinerja yang strategis, makro, dan berhubungan dengan pembangunan, maka pengukuran dilakukan terhadap pencapaian sasaran. Sedangkan bagi level organisasi yang memiliki tugas pokok dan fungsi berkenaan dengan kegiatan teknis/operasional, maka pengukuran dilakukan terhadap kinerja kegiatan. 143

4. Desain pengukuran pada SAKIP lama yang dilakukan secara berjenjang dan dengan pembobotan membuat jalannya pengukuran menjadi rumit, tidak sistematis, dan tidak realistis. Pengukuran terhadap pencapaian sasaran terlalu dipaksakan untuk dilakukan, walaupun tidak dikembangkan indikator beserta target capaian kinerja sasaran yang dapat dijadikan acuan pengukuran. Hal ini ditambah kenyataan bahwa teknik pembobotan dilakukan secara subjektif berdasarkan kesepakatan internal organisasi sehinggga memicu terjadinya permainan aritmatika dalam menghitung nilai capaian kinerja. Sementara itu pada SAKIP baru desain pengukuran mencoba mengurangi kerumitan dalam hal scoring kinerja dengan cara menghilangkan pembobotan. Walaupun demikian, berjalannya SAKIP baru secara substansial tidak jauh beda dengan SAKIP lama. Pembandingan data kinerja masih dilakukan secara terbatas, yaitu antara kinerja aktual dengan target kinerja untuk kategori indikator kinerja yang sama. 5. Dari hasil evaluasi konstruksi, SAKIP memiliki kelemahan utama dalam komponen perencanaan dan pengukuran. Dalam kedua komponen ini tidak dikembangkan ukuran kinerja yang baik dan komprehensif. Sementara itu, teknologi pengukuran yang diadopsi pada komponen pengukuran, secara eksplisit belum menyentuh penilaian dengan 3 E/value for money. 144

5.2. Saran Beberapa saran untuk memperbaiki desain atau konstruksi SAKIP dan implementasi SAKIP sebagai sistem pengukuran kinerja dan alat manajemen kinerja ke depannya adalah sebagai berikut: 1. Agar tidak terjadi kerancuan dalam tahap adopsi ukuran kinerja, perlu dilakukan penajaman karakteristik untuk tiap kategori indikator, terutama antara output dan outcome (jangka pendek, menengah, panjang). 2. Selain menggolongkan target dan indikator kinerja dengan mengikuti elemen program (input, output, dan outcome), pada pengembangan alat ukur tersebut perlu dikombinasikan dengan jenis (perspektif) indikator lain agar tercipta sistem pengukuran kinerja secara komprehensif. Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa penentuan indikator kinerja perlu juga mempertimbangkan komponen biaya pelayanan, tingkat penggunaan, kualitas dan standar pelayanan, cakupan layanan, dan kepuasan pelanggan. 3. Agar diperoleh informasi kinerja yang lengkap, teknik pengukuran jangan hanya berfokus pada pembandingan antara kinerja aktual dengan target untuk kategori indikator yang sama. Pengembangan pembandingan kinerja perlu dilakukan, misalnya: antara kinerja aktual perioda sekarang dengan periodaperioda sebelumnya (standar historis), antara kinerja aktual instansi dengan instansi lain yang memiliki praktik terbaik pada lingkup lokal bahkan internasional (standar eksternal), dan antar kategori indikator kinerja. 4. Bagi instansi pemerintah yang menjalankan SAKIP, tidak perlu kaku dalam menerapkan SAKIP. Perlu dikombinasikan pengukuran kinerja model SAKIP 145

dengan teknologi pengukuran kinerja model lain, seperti: BSC dan six sigma, mengingat teknologi pengukuran kinerja yang digunakan dalam SAKIP masih sangat sederhana. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan informasi kinerja yang valid dan reliable. Sehingga, stakeholder dapat memanfaatkan informasi kinerja tersebut untuk mengevaluasi kinerja yang telah dilakukan (fungsi retrospektif) dan yang lebih penting adalah untuk mengambil keputusan masa depan berkenaan dengan perbaikan kinerja (fungsi prospektif). 5. Dalam mengembangkan pengukuran kinerja, instansi pemerintah perlu mengkaitkan pengukuran kinerja dengan manajemen pemberian kompensasi. Dari sisi manfaat, pengukuran kinerja yang terintegrasi dengan manajemen kompensasi akan berpengaruh positif terhadap motivasi, moral, dan perilaku inovatif pegawai (Kaplan dan Norton, 1996). Selain itu, pengintegrasian digunakan untuk menindaklanjuti Permendagri 13 tahun 2006 pasal 39 yang mengatur mengenai tambahan penghasilan bagi pegawai berdasarkan prestasi kerja. 6. Perlu koordinasi antar pembuat regulasi jika membuat pedoman atau panduan mengenai SAKIP agar tidak tumpang tindih dan tidak menimbulkan kebingungan implementasi di lapangan. 5.3. Keterbatasan dan Penelitian Selanjutnya Penelitian dilakukan dalam basis studi literatur. Oleh karena itu, dalam penelitian tidak dikembangkan dan didesain variabel-variabel yang mempengaruhi pemanfaatan informasi kinerja. Hal ini mengakibatkan terbatasnya 146

kajian penggunaan sistem pengukuran kinerja instansi pemerintah di Indonesia. Hasil penelitian tidak memberikan bukti empiris berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan informasi kinerja dalam sistem pengukuran kinerja instansi pemerintah Indonesia pada dua tahap utama yaitu: pengembangan ukuran kinerja dan tahap penggunaan hasil informasi kinerja dari implementasi sistem pengukuran kinerja. Bahasan penelitian berfokus pada analisis konstruksi SAKIP dan berjalannya SAKIP sebagai sistem pengukuran kinerja. Secara lebih spesifik, kajian kritis diarahkan untuk menganalisis sistem pengukuran kinerja model SAKIP berdasarkan aspek apa yang diukur dan bagaimana cara mengukurnya (teknologi pengukuran) melalui pendekatan simulasi dan analisis konten terhadap modul SAKIP. Dengan demikian, penelitian tidak mampu menangkap potret secara utuh terjadinya gap antara konsep yang berlaku dengan praktik pengukuran kinerja sesungguhnya dalam pengembangan dan penerapan sistem pengukuran kinerja instansi pemerintah. Analisis penelitian ini ditujukan untuk pengukuran dan evaluasi kinerja model SAKIP yang dilakukan instansi secara internal atau self assessment. Untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan basis studi literatur, dapat menambahkan analisis terhadap metoda evaluasi akuntabilitas kinerja yang dilakukan oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). 147