BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya jaman kebutuhan hidup manusia. semakin meningkat, manusia tidak akan pernah lepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbesar penyebab kematian antara lain kanker paru, payudara, kolorektal, prostat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum disebabkan peningkatan enzim liver. Penyebab yang mendasari fatty liver

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah 4-8 %, nodul yang ditemukan pada saat palpasi adalah %,

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Osteoarthritis (OA), atau yang biasa dikenal. dengan penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. tiroid ditemukan pada 4-8% dari populasi umum dengan pemeriksaan palpasi, 10-

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK (CSL) FOTO X RAY SKULL & LUMBOSACRAL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling sering terjadi pada

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

INTERVENSI ULTRA SOUND THERAPY LEBIH BAIK DARIPADA MICRO WAVE DIATHERMY TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA KASUS SINUSITIS FRONTALIS BAGI AWAK KABIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kebutuhan akan pelayanan radiologi yang berkualitas dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

SAKIT PERUT PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran pernafasan atas. Hampir semua gejala dan tanda-tanda yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya berasal dari kurangnya penentuan yang tepat untuk konsep sinusitis yang membutuhkan terapi. Jika setiap perubahan mukosa sinus paranasal pada suatu inflamasi menjadi penentu diagnosis, frekuensi sinusitis akan sangat meningkat dan akan mengakibatkan terapi yang berlebihan (Shopfner & Rossi, 1973, Uhari et al., 1977). Terminologi sinusitis telah digunakan untuk menerangkan suatu kondisi infeksi bakterial pada sinus. Namun, karena gangguan pada sinus hampir menyerupai pada common cold maka istilah rhinosinusitis lebih tepat digunakan untuk menerangkan sinusitis tersebut. Meskipun, tidak terdapat klasifikasi rhinosinusistis yang dapat diterima secara universal namun gambaran patofisiologis dan durasi infeksi sinus harus dipertimbangkan. Kemungkinan inflamasi sinus paranasal dapat sembuh secara spontan telah mengajak para penulis untuk menekankan tentang kerusakan fungsional pada sinusitis paranasal (Desrosiers et al., 2002). Dari sudut pandang klinis kerusakan transportasi dan retensi sekresi tampaknya berkorelasi dengan kebutuhan akan terapi. Dengan demikian, hal yang berhubungan dengan sekret di sinus tetap dipertahankan sebagai kriteria diagnostik 1

2 terutama dalam mendiagnosis sinusitis dan frontalis (Kortekangas, 1968; Axelsson et al., 1970). Sinusitis dianggap akut bila durasi gejalanya kurang dari 4 minggu dan bila tanda-tanda peradangannya menghilang baik secara spontan maupun dengan penanganan medis. Subakut sinusitis adalah bila gejala berlangsung antara 4-12 minggu dan diperkirakan merupakan perkembangan alamiah dari sinusitis akut. Istilah sinusitis akut berulang digunakan bila gejala sinusitis terjadi 3 atau 4 kali pertahun dengan resolusi lengkap diantara periode sakit tersebut. Diterima secara umum bahwa untuk dapat didiagnosis sinusitis akut berulang harus terdapat periode bebas penyakit sedikitnya 8 minggu (Desrosiers et al., 2002). Sinusitis kronis didefenisikan sebagai sinusitis yang berlangsung > 12 minggu disertai perubahan inflamatori yang terdokumentasi melalui pencitraan sedikitnya 4 minggu setelah dimulainya terapi medis yang sesuai. Sinusitis akut juga dapat terjadi pada kondisi yang kronis (sinusitis kronis eksaserbasi akut). Beberapa komplikasi yang sering ditemukan adalah osteomyelitis, abses intrakranial dan selulitis orbita (Desrosiers et al., 2002). Sinusitis dan sinusitis frontalis merupakan masalah yang paling banyak di antara inflamasi sinus paranasal (Revonta, 1980). Sinusitis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang mengenai lebih dari 31 juta pasien di Amerika Serikat dengan perkiraan biaya lebih dari 100 juta per tahunnya (Zinreich, 1990). Untuk Indonesia sendiri, khususnya Yogyakarta, peneliti tidak menemukan adanya referensi yang membahas tentang angka kejadian sinusitis.

3 Foto sinus paranasal terbukti tidak handal khususnya bila sinus mengalami opasifikasi secara keseluruhan. Sinusitis akut dapat memberikan gejala yang mirip dengan common cold dan tidak dianggap sebagai indikasi dilakukannya pemeriksaan foto sinus paranasal maupun CT Scan. Sering kali foto sinus paranasal tidak bermanfaat. Banyak dokter memilih terapi medikamentosa untuk kecurigaan sinusitis akut, dan bila terdapat infeksi berulang dilakukan operasi. Namun terapi medikamentosa memerlukan biaya yang besar dan komplikasi dari sinusitis akut dapat sangat berat. Oleh karena itu, penegakan diagnosis awal yang akurat merupakan hal yang sangat penting (Karantanas & Sandris, 1997). Ide untuk menggunakan energi pantulan gelombang ultrasonik dalam mendiagnosa sinusitis paranasal, pertama kali dikemukakan oleh Keidel (1947). Uji klinis pertama pada kehandalan USG dalam mendiagnosis sinusitis dibandingkan dengan pungsi dan irigasi telah dipublikasikan oleh Mann et al., (1977). Keunggulan terbesar USG adalah tidak adanya paparan radiasi dan ketersediaan alat luas. USG sinus merupakan pemeriksaan yang aman, cepat, bebas nyeri serta non invasif untuk mendeteksi sekret di sinus. Pemeriksaan ini berdasarkan sifat fisika gelombang ultrasound yang mudah menembus cairan namun susah menembus udara. Oleh karenanya cairan pada sinus memungkinkan gelombang ultrasound menembusnya sehingga menghasilkan ekho pada dinding posterior dan kembali ke transduser. Pada sinus yang berisi udara tidak terbentuk ekho pada dinding posterior (Karantanas, 1997).

4 CT Scan sinus paranasal merupakan pemeriksaan pilihan untuk menentukan derajat dan luasnya keterlibatan sinus paranasal dan CT Scan sinus paranasal juga dapat memberikan gambaran anatomi bagi para ahli bedah sebelum dilakukannya operasi (Chavda & Olliff, 2008). Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Sinusitis merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat yang dengan kecurigaan saja sudah langsung diterapi medikamentosa yang membutuhkan biaya cukup besar. Sinusitis merupakan masalah yang paling banyak di antara inflamasi sinus paranasal. 2. Komplikasi dari sinusitis sendiri dapat menjadi sangat besar. 3. Foto sinus paranasal kurang dalam memberikan informasi tentang sinusitis selain juga memberikan beban radiasi terhadap pasien. 4. USG sinus diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih terhadap penentuan sinusitis melalui pendeteksian cairan. Keunggulan terbesar USG adalah tidak adanya paparan radiasi dan ketersediaan alat luas, aman, cepat, bebas nyeri serta non invasif untuk mendeteksi sekret di sinus. 5. CT Scan sinus paranasal merupakan modalitas pemeriksaan referensi untuk menegakkan diagnosis sinusitis.

5 B. Pertanyaan Penelitian Seberapa besar akurasi, sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ultrasonografi untuk deteksi cairan pada penderita sinusitis? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi, sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ultrasonografi untuk deteksi cairan pada penderita sinusitis. D. Manfaat Penelitian 1. Bermanfaat secara teoritis untuk mengetahui akurasi, sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ultrasonografi untuk deteksi cairan pada penderita sinusitis. 2. Secara medis menunjukkan dengan pemeriksaan ultrasonografi sinus dapat mengurangi beban radiasi terhadap pasien dalam deteksi cairan pada penderita sinusitis dan evaluasi kemajuan terapi. 3. Bermanfaat bagi pendidikan, melatih cara berpikir dan melakukan penelitian, serta menambah khasanah ilmu pengetahuan. 4. Bermanfaat bagi penelitian selanjutnya, sebagai dasar teori atau sumber pustaka

6 E. Keaslian Penelitian Tabel.1. Penelitian ultrasound sinus, CT Scan SPN, foto polos SPN dan sinusitis. Tahun/ Peneliti Dobson et al., 1996 Karantanas et al., 1997 Laine et al., 1998 Hartog, al., 1996 et Teppo et al., 2011 Mann et al., 1977 Rencana penelitian Subyek Topik Hasil 62 sinus 55 pasien 39 pasien Retrospektif 100 sinus 59 pasien 406 pasien Prospekstif 48 sinus Perbandingan ultrasound dengan foto polos dalam mendiagnosis sinusitis Peradangan sinus : USG dibandingkan dengan CT Scan Diagnosis sinusitis akut di fasilitas kesehatan primer: Perbandingan antara USG, pemeriksaan klinis dan foto polos SPN Nilai foto polos sinus dalam mendiagnosis sinusitis : kesesuaian interobserver dalam menilai foto polos sinus antara otolaryngologist dengan ahli radiologi Bagaimana cara menyingkirkan adanya cairan dalam sinus pada rhinosinusitis akut menggunakan USG. Keandalan USG dalam mendiagnosis sinusitis Akurasi Pemeriksaan Utrasonografi Untuk Mendeteksi Cairan Pada Penderita Sinusitis Maksilaris USG menunjukkan 100% kesesuaian dengan foto polos SPN dalam menunjukkan opasitas antral sinus atau airfluid level. Sensitivitas USG 66,7% Spesifisitas USG 96,8 % Sensitivitas dan spesifitas USG yang dilakukan oleh dokter umum adalah 61 % dan 53 %. Tidak ada peningkatan akurasi pemeriksaan walaupun telah dikombinasikan dengan pemeriksaan klinis.sensitivitas dan spesifitas USG yang dilakukan oleh ahli radiologi adalah 61 % dan 98 %. Variabilitas interobserver berada dalam batas yang dapat diterima dan menyatakan bahwa penggunaan pemeriksaan foto polos sinus radiografi untuk konfirmasi penyakit sinus dapat terus dilakukan. Sensitivitas 87%, spesifisitas 72%, NPV 85 % dan PPV 75% USG adalah alat diagnostik yang cepat dan handal dalam mendiagnosis sinusitis dan frontalis. Keandalannya dalam mendiagnosis sinus normal, penebalan mukosa dan sekret berkisar 90%. USG mampu membedakan penebalan mukosa, tumor dan sekret. -Akurasi, sensitivitas dan spesifitas USG deteksi cairan pada penderita sinusitis. -Sensitivitas USG deteksi cairan yang volumenya 50 % dan > 50 %

7 Dari penelusuran kepustakaan yang peneliti lakukan, di Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito belum ditemukan penelitian yang sama dengan penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal Sinus paranasalis adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os maksila, os frontale, os sphenoidale dan os ethmoidale. Sinus-sinus ini dilapisi oleh mucoperiosteum dan berisi udara, berhubungan dengan cavum nasi melalui aperture yang relatif kecil. Nama sinus-sinus ini adalah sesuai dengan nama tulangtulang yang ditempatinya. Sinus dan sphenoidalis pada waktu lahir terdapat dalam bentuk yang rudimenter, setelah usia delapan tahun menjadi cukup besar, dan pada masa remaja telah terbentuk sempurna (Snell, 2006). Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal (http://www.aboutcancer.com/paranasal_sinus_cancer.htm) Sinus frontalis ada dua buah yang terdapat di dalam os frontale, dan dipisahkan antara satu dengan yang lainnya oleh septum tulang. Setiap sinus 8