5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Diagram TS

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

PEMETAAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN UTARA NANGGROE ACEH DARUSSALAM

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

KAJIAN HUBUNGAN HASIL TANGKAPAN IKAN CAKALANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN POTENSIAL IKAN TUNA MATA BESAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN LHOKSEUMAWE

PENDAHULUAN. Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN JAYAPURA SELATAN KOTA JAYAPURA

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

PENDAHULUAN Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Perairan Mentawai

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

Universitas Sumatera Utara, ( 2) Staff Pengajar Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

BAB III BAHAN DAN METODE

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total

Sebaran suhu permukaan laut dan tracking daerah penangkapan Ikan Cakalang di Perairan Barat Laut Banda

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Domu Simbolon. Staf pengajar pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatn Institut Pertanian Bogor

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

IDENTIFIKASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR PADA MUSIM TIMUR BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN BARAT ACEH ABSTRACT

KETERKAITAN VARIBILITAS ANGIN TERHADAP PERUBAHAN KESUBURAN DAN POTENSI DAERAH PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN JEPARA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

Musim Ikan Di Perairan Laut Jawa Kabupaten Jepara dan Prediksi Lokasi Fishing ground-nya

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DATA INDERAJA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL

J. Sains & Teknologi, Agustus 2008, Vol. 8 No. 2: ISSN

Abstract. SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra )

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

Daerah Penangkapan Ikan (fishing ground) Oleh: Ririn Irnawati

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

2) The Lecturer at Department of Fisheries Resource Utilization Faculty of Fisheries and Marine Resources,University of Riau.

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENELITIAN PERIKANAN DAN KELAUTAN 1) oleh Dr. Ir. Mukti Zainuddin, MSc. 2)

Transkripsi:

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei 2007. Rendahnya SPL pada bulan September diduga karena masih adanya pengaruh musim muson timur (Juni-Agustus), sedangkan pada bulan Mei merupakan musim peralihan dimana intensitas penyinaran pada permukaan perairan berlangsung sangat kuat. Sebaran SPL pada musim barat (Desember, Januari dan Februari) secara visual menunjukkan SPL hangat terlihat dominan pada sisi timur Sabang dan suhu dingin terlihat pada sisi barat Sabang dan sisi utara Pulo Aceh. hal ini disebabkan karena masih berpengaruhnya SPL pada musim peralihan timurbarat yang cenderung lebih dingin. Sebaran SPL secara spasial, massa air dingin cenderung bergerak dari arah barat daya Pulo Aceh menyusup dari sisi kiri dan sisi kanan sampai ke teluk Benggala bahkan sampai ke Selat Malaka (Citra bulan Desember-Januari 2007). SPL pada bulan Desember 2006, Januari dan Februari 2007 menunjukkan massa air bersuhu hangat yang menjadi karakter musim peralihan timur-barat terdorong oleh massa air dingin ke arah tenggara sampai ke Selat Malaka seiring datangnya angin muson barat (West Munsoon). SPL pada bulan Januari tahun 2006 dan 2007 di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam didominasi oleh suhu hangat dengan kisaran 25,00-29,00 o C. Hal ini terjadi karena adanya dinamika perubahan lingkungan walaupun pada daerah yang sama. Secara spasial juga terlihat bahwa SPL hangat terkonsentrasi di daerah Sabang dan Pulo Aceh dan semakin menurun ke arah perairan Teluk Krueng Raya (Gambar 9). Sebaran SPL pada musim peralihan barat-timur terlihat perbedaan pergerakannya dengan musim barat. Pada musim ini sebaran SPL menunjukkan telah bercampur antara massa air hangat dan massa air dingin, diduga disebabkan terjadi perubahan pola pergerakan angin musim yang mendorong massa air permukaan. Sesuai dengan pendapat Nontji (1993) yang menyatakan bahwa pada musim peralihan barat-timur sekitar bulan April, arus ke timur ini mulai melemah bahkan mulai berbalik arah hingga di beberapa tempat terjadi olakan-olakan (Eddies). Birowo (1983) juga menyatakan bahwa pada musim

52 pancaroba yaitu dalam bulan April arus sangat berubah-ubah dan sangat sukar ditentukan. Percampuran massa air hangat dan dingin pada citra bulan Maret, April dan Mei 2007 terlihat pada bagian selatan Sabang namun suhu hangat cenderung mendominasi pada bagian Selat Malaka. Dari kondisi ini memberikan informasi besarnya pengaruh pergerakan arus permukaan terhadap sebaran SPL di wilayah penelitian. Sebaran SPL secara spasial ditunjukkan pada Gambar 10 pada musim peralihan barat-timur (Maret, April dan Mei) terlihat pola pergerakan SPL yang hangat cenderung terkonsentrasi pada bagian timur Sabang, Hal ini diduga disebabkan mulai berpengaruhnya sistem arus musim timur yang cenderung membawa massa air bersuhu hangat dari Selat Malaka. Pada musim timur terlihat perbedaan sebaran SPL dengan musim peralihan barat-timur. Pada musim timur percampuran massa air hangat dan massa air dingin tidak terlihat lagi berganti dengan massa air hangat yang mulai mendominasi pada hampir seluruh daerah penelitian. Hal ini diduga disebabkan pada daerah perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam terjadi pengangkatan massa air dari lapisan yang dalam bersuhu rendah sampai dipermukaan. Kondisi diatas didukung pendapat Boely et al, 1990 diacu dalam Tadjuddah, 2005 yang menyatakan bahwa temperatur terendah ditemui antara bulan Juni sampai September. Massa air bersuhu dingin ditemui pada sisi utara Sabang dan utara Pulo Aceh. Pada citra bulan Juni, Juli dan Agustus 2007 khususnya di daerah penelitian hanya bulan Agustus yang sebagian kecil memiliki massa air dingin. Dari keseluruhan sebaran SPL secara spasial pada musim timur terlihat pola pergerakan SPL di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam bergerak dari barat daya ke Selat Malaka dengan membawa massa air yang bersuhu hangat. (Gambar 11). Pada musim peralihan timur-barat terlihat sebaran SPL di sebagian besar perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam memiliki SPL yang lebih dingin. Hal ini disebabkan pada musim peralihan timur-barat kemungkinan disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, sehingga pemanasan matahari tidak efektif untuk meningkatkan SPL. Pada musim peralihan timur-barat September, Oktober dan Nopember 2007 ditemukan fluktuasi suhu yang drastis seperti dari bulan September ke Oktober. Menurut pendapat Hutagalung, 1988 diacu dalam

53 Tadjuddah, 2005 bahwa suhu air laut terutama di lapisan permukaan sangat tergantung pada jumlah bahang yang diterima dari sinar matahari. Hal ini terkait dengan munculnya musim peralihan pada bulan September dan Oktober tersebut (Gambar 12). Penentuan kisaran SPL pada daerah penelitian dengan menggunakan hasil citra satelit Aqua MODIS level 3 masih memiliki kelemahan. Luasan sapuan sensor MODIS yang besar mangakibatkan kisaran SPL yang didapat masih dalam daerah yang luas (resolusi rendah) sehingga masih banyak terdapat flag yang harus dihilangkan. Disamping itu, satelit Aqua MODIS mengelilingi bumi pada sore hari sehingga data SPL pada saat untuk menentukan suatu daerah penangkapan ikan masih kurang akurat karena kegiatan penangkapan ikan tidak hanya dilakukan pada sore hari. Namun demikian, perubahan suhu mingguan di perairan tropis tidak terlalu signifikan. 5.2 Sebaran Klorofil-a Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra klorofil-a ditemukan bahwa secara umum rata-rata klorofil-a terendah terjadi pada bulan Mei 2007 dan tertinggi pada bulan Maret 2007. Rendahnya klorofil-a pada bulan Mei diduga adanya pengaruh musim peralihan barat-timur menuju ke musim timur (Mei-Juni), sedangkan pada bulan Mei merupakan akhir musim peralihan barat-timur dimana intensitas penyinaran pada permukaan perairan berlangsung sangat kuat. Menurut Nontji (1993) menyatakan bahwa pada musim peralihan barat-timur arus dan angin pada musim sebelumnya masih cukup kuat. Sebaran klorofil-a pada musim barat (Desember, Januari dan Februari) secara visual terlihat lebih tinggi dan lebih dominan berada pada daerah Selat Benggala dan Laot Aceh, dan klorofil-a terendah terlihat pada daerah Selat Malaka. Hal ini disebabkan karena masih berpengaruhnya klorofil-a pada musim peralihan timur-barat yang cenderung lebih rendah. Sebaran klorofil-a secara spasial cenderung bergerak dari pesisir Kota Banda Aceh menyusup ke Selat Benggala bahkan sampai ke Selat Malaka (Citra bulan Desember-Januari 2007) Gambar 13 A dan B. Tingginya klorofil-a pada bulan Maret 2007 dibanding bulan-bulan yang lain diduga disebabkan oleh faktor musim dimana pada bulan ini sudah memasuki muson barat-timur. Mulai menguatnya tiupan angin pada saat tersebut memungkinkan terjadinya turbulensi dari bawah lapisan permukaan dimana konsentrasi klorofil-a lebih tinggi karena proses sinking (penenggelaman) sampai

54 ke lapisan termoklin. Parson et al. (1984) yang diacu dalam Syahdan (2005) menyatakan bahwa distribusi vertikal klorofil-a di laut pada umumnya berbeda menurut waktu, dimana suatu saat ditemukan maksimum di dekat permukaan, namun di lain waktu mungkin lebih terkosentrasi di bagian bawah eufotik. Hal ini didukung oleh kenyataan yang didapatkan oleh Setiapermana et al (1992) di Lautan Hindia bagian timur dan Arinardi (1995) di Teluk Jakarta yang menunjukkan adanya perbedaan distribusi klorofil-a pada musim yang berbeda. Dari pengamatan sebaran klorofil-a di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam diperoleh bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada musim muson timur barat tahun 2006 dan muson barat-timur tahun 2007, sedangkan rata-rata konsentrasi klorofil-a terendah dijumpai pada musim muson barat-timur tahun 2006 dan muson timur barat tahun 2007 (Tabel 4). Rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan musim tahun 2006 dan 2007 adalah pada musim barat 0,29 mg/m 3 dan 0,37 mg/m 3, musim barat-timur 0,25 mg/m 3 dan 0,41 mg/m 3, musim timur 0,27 mg/m 3 dan 0,36 mg/m 3 dan musim timur barat 0,32 mg/m 3 dan 0,26 mg/m 3 (Tabel 4). Gabric dan Parslow (1989) yang diacu dalam Syahdan (2005) mengemukakan bahwa laju produktifitas primer di lingkungan ditentukan oleh faktor fisik. Faktor fisik utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya di dalam kolom air dan laju tenggelam sel fitoplankton. Percampuran vertikal massa air sangat berperan dalam menyuburkan kolom perairan yaitu dengan mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Dengan meningkatnya nutrien pada lapisan permukaan dan dibantu dengan penetrasi cahaya matahari yang cukup di dalam kolom perairan dapat meningkatkan laju produktifitas primer melalui aktifitas fotosintesis fitoplankton. 5.3 Variabilitas CPUE Ikan Cakalang dan Tongkol Rata-rata CPUE ikan cakalang dan tongkol mingguan selama 2 tahun (2006-2007) untuk perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam sangat fluktuasi (Gambar 19 dan Lampiran 3). CPUE yang berfluktuasi ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah perbedaan upaya penangkapan yang dilakukan, keadaan cuaca yang berbeda setiap bulannya, ada tidaknya sumber makanan, faktor oseanografi yang mempengaruhi kehidupan ikan cakalang dan tongkol, serta keberadaan ikan cakalang dan tongkol pada daerah penangkapan

55 dan lain-lain. CPUE cakalang dan tongkol tertinggi dan terendah telah di jelaskan pada sub-bab sebelumnya pada hasil penelitian. Rata-rata CPUE ikan cakalang dan tongkol terbesar musiman selama 2 tahun (2006-2007), untuk cakalang terjadi pada musim timur (Juni Agustus) tahun 2006 sebesar 5.804 kg/trip dan musim timur tahun 2007 sebesar 4.648 kg/trip dan terendah terjadi pada musim barat tahun 2006 sebesar 3.024 kg/trip dan musim barat tahun 2007 sebesar 3.792 kg/trip (Tabel 5). CPUE ikan tongkol terbesar terjadi pada musim peralihan barat-timur tahun 2006 sebesar 5.531 kg/trip dan musim peralihan barat-timur tahun 2007 sebesar 6.078 kg/trip. Sedangkan CPUE ikan tongkol terendah terdapat pada musim timur tahun 2006 sebesar 4.530 kg/trip dan 4.361 kg/trip tahun 2007 (Tabel 6). Tingginya CPUE ikan cakalang pada musim timur dan ikan dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang kondusif, sehingga tidak mengganggu aktifitas penangkapan ikan. Rendahnya CPUE cakalang pada musim barat dan disebabkan oleh keadaan yang tidak kondusif, sehingga nelayan yang melakukan operasi penangkapan menjadi berkurang. Tingginya CPUE ikan tongkol pada saat musim barat-timur diduga karena pada musim peralihan barattimur terdapat curah hujan yang cukup tinggi sehingga kaya akan nutrien yang keluar dari Sungai Krueng Aceh yang mengakibatkan ikan tongkol akan membentuk schooling untuk mencari makanan. Sesuai dengan pendapat Halim (2005) menyatakan bahwa ikan cakalang lebih banyak tertangkap pada musim timur dibandingkan dengan musim barat. Tingginya hasil tangkapan pada musim timur disebabkan nelayan lebih banyak turun kelaut karena kondisi cuaca yang kondusif. 5.4 Hubungan SPL dan Klorofil-a terhadap CPUE Ikan Cakalang dan Tongkol di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam SPL dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengetahui keberadaan suatu spesies ikan pada suatu perairan. Setiap spesies ikan mempunyai toleransi nilai suhu tertentu yang disenangi untuk melangsungkan hidupnya sehingga mempengaruhi keberadaan dan penyebaran ikan di perairan. Untuk melihat keterkaitan atau hubungan antara SPL dengan keberadaan ikan cakalang dan tongkol, maka data CPUE cakalang dan tongkol di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam dioverlay dengan data SPL pada posisi dan waktu yang bersamaan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa fluktuasi SPL tidak begitu signifikan

56 dalam menentukan banyak atau tidaknya hasil tangkapan. Hal ini dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya SPL dengan kelimpahan dan distribusi ikan tidak mutlak sebagai suatu hubungan linear, akan tetapi setiap ikan mempunyai batas toleransi atau kondisi optimun tehadap lingkungan yang ditempatinya. Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan bahwa perubahan suhu perairan menjadi di bawah suhu normal/suhu optimun menyebabkan penurunan aktifitas gerakan dan aktifitas makan serta menghambat berlangsungnya proses pemijahan. Ikan tongkol tergolong epipelagik dengan kisaran suhu yang disenangi antara 18,00-29,00 o C (FAO, 1983). Kondisi ini menunjukkan bahwa ikan tongkol masih dapat mentolelir suhu hingga sekitar 31,00ºC. Umumnya tongkol menyenangi perairan panas dan terdapat di lapisan permukaan. Blackburn (1965) mengemukakan bahwa tongkol mempunyai daerah penyebaran yang luas. Pada umumnya ikan tongkol menyenangi perairan panas dan hidup di lapisan permukaan sampai kedalaman 40 meter dengan kisaran suhu optimum antara 20,00-28,00ºC (Williamson diacu dalam Burhanuddin et al, 1984). Selanjutnya hubungan konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan cakalang dan tongkol terlihat bahwa meningkatnya konsentrasi klorofil-a terdapat hasil tangkapan yang meningkat, begitu juga sebaliknya penurunan konsentrasi klorofil-a terdapat hasil tangkapan ikan yang menurun. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan hasil tangkapan ikan cakalang dan tongkol secara tidak langsung. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan tingkat kesuburan perairan yang sangat menunjang proses kehidupan di perairan. Hasil estimasi data citra SPL selama penelitian di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berkisar antara 27,00 30,10 o C. Kebanyakan upaya penangkapan purse seine dilakukan pada kisaran SPL berkisar antara 28,00 30,00 o C. Dari upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan purse seine terlihat bahwa CPUE cakalang tertinggi terjadi pada kisaran SPL rata-rata sebesar 28,94 o C dan terendah pada kisaran rata-rata SPL 27,35 o C, sedangkan CPUE tongkol tertinggi terjadi pada kisaran SPL rata-rata sebesar 29,46 o C dan terendah pada kisaran SPL 28,15 o C. Berdasarkan hasil estimasi data citra klorofil-a selama penelitian didapatkan nilai konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,26 0,33 mg/m 3. kebanyakan upaya penangkapan dilakukan pada kisaran konsentrasi klorofil-a

57 berkisar antara 0,29 0,31 mg/m 3. Dari upaya penangkapan ikan cakalang dan tongkol yang dilakukan terlihat bahwa CPUE cakalang tertinggi berada pada kisaran rata-rata konsentrasi klorofil-a sebesar 0,31 mg/m 3 dan terendah pada kisaran konsentrasi klorofil-a 0,27 mg/m 3. Sedangkan CPUE tongkol tertinggi berada pada kisaran konsentrasi klorofil-a 0,31 mg/m 3 dan terendah pada kisaran konsentrasi klorofil-a 0,26 mg/m 3. Hal ini berarti bahwa variabel SPL dan klorofil-a memegang peran penting dalam memprediksi hasil tangkapan ikan cakalang dan tongkol. Berdasarkan uraian diatas bahwa peningkatan klorofil-a terdapat hasil tangkapan yang meningkat. Menurut Nontji (2002) bahwa perairan yang produktivitas primer fitoplankton tinggi akan mempunyai sumberdaya hayati yang besar pula. Dalam rantai makanan, fitoplankton (primary producer) akan dimakan oleh hewan herbivora (secondary producer) yang kemudian dimangsa oleh hewan karnivora (ikan kecil) yang selanjutnya dimangsa oleh karnivora lebih besar. Demikian seterusnya rentetan hewan karnivora memangsa karnivora lain hingga produsen tingkat keempat, kelima dan seterusnya. Jelaslah bahwa fitoplankton, sebagai produsen primer, merupakan pangkal rantai makanan dan merupakan fondamen yang mendukung kehidupan biota laut lainnya. Sehingga peningkatan klorofil-a yang merupakan kandungan pigmen dari fitoplankton, terdapat hasil tangkapan yang meningkat. Hubungan SPL dan klorofil-a dengan CPUE ikan cakalang dan tongkol sangat bervariasi menurut musim dan lokasi penangkapan, karena setiap peningkatan atau penurunan SPL dan klorofil-a sangat mempengaruhi terhadap CPUE ikan cakalang dan tongkol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara CPUE dengan faktor oseanografi yaitu SPL dan klorofil-a. Ini artinya dengan kedua faktor oseanografi tersebut, pada tingkat akurasi tertentu hasil tangkapan ikan cakalang dan tongkol dapat diprediksi dengan persamaan diatas. 5.5 Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Potensial Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan yang melakukan pendaratan ikan di PPP Lampulo, daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol tersebar di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam yang meliputi tiga Kabupaten/Kota yaitu perairan Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh dan Kota Sabang. Nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP Lampulo pada umumnya terdiri dari nelayan ketiga Kabupaten/Kota tersebut. Pada bulan April

58 sampai Agustus 2007, operasi penangkapan ikan cakalang dan tongkol yang dilakukan oleh nelayan purse seine tersebar di berbagai lokasi yaitu Selat Malaka, Laot Aceh, Sabang, Pulo Aceh dan Lhoknga (Tabel 7 ). Dari lokasi yang disebutkan oleh nelayan (Tabel 7) berdasarkan data lapangan periode April-Agustus 2007, ikan cakalang dan tongkol hanya terdapat pada tiga lokasi yaitu Selat Malaka, Sabang dan Pulo Aceh. Dari ketiga lokasi tersebut terdapat hasil tangkapan cakalang tertinggi berada pada lokasi Sabang dengan CPUE sebesar 2.270 kg/trip dan tongkol pada lokasi Pulo Aceh dengan CPUE sebesar 1.856 kg/trip. Hasil tangkapan ikan cakalang dan tongkol yang diperoleh di lapangan diatas dianalisis lebih lanjut untuk memprediksi hubungan parameter oseanografi seperti SPL dan klorofil-a dengan CPUE. Adapun peta daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol berdasarkan hasil tangkapan periode April-Agustus 2007 di atas dapat di overlay dengan SPL dan klorofil-a untuk memprediksi daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol untuk bulan berikutnya selama satu tahun. 6 o 00 5 o 45 SEBARAN DPI DI PERAIRAN UTARA NAD Keteranga 5 o 30 Cakalang Tongkol 5 o 15 94 o 52 95 o 07 05 95 o 22 05 95 o 37 05 95 o 52 0 Dibuat Oleh : MUKLIS (C451060211) Teknologi Kelautan Gambar 25 Peta daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol berdasarkan data lapangan periode April Agustus 2007 di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan penyebaran SPL dan klorofil-a diduga daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol berasosiasi dengan SPL dan klorofil-a optimum, untuk ikan cakalang dan tongkol berada pada kisaran SPL antara 28,00-30,00 o C dan klorofil-a 0,31 0,33 mg/m 3. Hal ini tidak jauh bedanya dengan pendapat Gunarso (1985) yang menyatakan bahwa SPL optimum untuk penangkapan cakalang di perairan Indonesia adalah 28,00-29,00 o C.

59 Dinamika zona produktif tersebut tampaknya dipengaruhi oleh pola arus yang bekerja dan distribusi SPL di perairan tersebut (Zainuddin et al. 2006). dengan demikian arah pergerakan atau pola migrasi ikan sangat mungkin mengikuti dinamika tersebut, sehingga nelayan dapat menempatkan operasi penangkapannya pada posisi yang lebih tepat. Adapun peta daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol berdasarkan prediksi untuk bulan Januari sampai Nopember tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 26. Memperhatikan kondisi oseanografi yang meliputi SPL dan klorofil-a serta kaitanya dengan CPUE ikan cakalang dan tongkol maka dapat diestimasi bahwa lokasi potensial penangkapan ikan bulanan di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam dapat dipetakan untuk setahun. Lokasi penangkapan ikan cakalang dan tongkol bulanan potensial (Gambar 26) dengan lokasi daerah penangkapan ikan oleh nelayan tradisional di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam (Gambar 21) sebagian sudah sesuai, namun sebagian lainnya belum. Pada bulan Januari dan Agustus lokasi penangkapan ikan cakalang sudah sesuai dan dapat diperluas ke lokasi Selat Malaka, sedangkan untuk lokasi yang disampaikan pada saat wawancara dengan nelayan belum menunjukkan hasil yang akurat sepenuhnya, karena lokasi penangkapan selalu berubah-ubah sesuai dengan parameter oseanografi diantaranya SPL dan klorofil-a. Hasil analisis citra sebaran SPL dan klorofil-a dari bulan Desember 2006 sampai Nopember 2007 berdasarkan hasil overlay antara SPL dan klorofil-a dapat diestimasikan bahwa lokasi penangkapan ikan tongkol untuk bulan Desember 2006 berada di sisi barat daya Pulo Aceh. Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan Januari 2007 berada di Selat Malaka, sedangkan lokasi penangkapan ikan tongkol berada di daerah Lhoknga. Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan Februari 2007 berada di Laot Aceh, sedangkan lokasi penangkapan ikan tongkol berada di sisi barat Pulo Aceh. Lokasi penangkapan ikan tongkol untuk bulan Maret 2007 berada di sisi utara Pulo Aceh atau sisi barat Sabang. Lokasi penangkapan ikan tongkol untuk bulan April 2007 berada di sisi barat Pulo Aceh. Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan Mei 2007 berada di Laot Aceh, sedangkan lokasi penangkapan ikan tongkol berada di sisi barat Sabang dan Pulo Aceh. Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan Juni 2007 berada di Sabang, sedangkan lokasi penangkapan ikan tongkol berada di sisi barat Pulo Aceh. Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan Juli 2007

60 berada di Laot Aceh, sedangkan lokasi penangkapan ikan tongkol berada di Sabang. A B C D E F G H Gambar 26 Peta daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol berdasarkan prediksi Tahun 2007 di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam

61 I J K L Keterangan : A : DPI bulan Desember 2006 B : DPI bulan Januari 2007 C : DPI bulan Februari 2007 D : DPI bulan Maret 2007 E : DPI bulan April 2007 F : DPI bulan Mei 2007 G : DPI bulan Juni 2007 H : DPI bulan Juli 2007 I : DPI bulan Agustus 2007 J : DPI bulan September 2007 K : DPI bulan Oktober 2007 L : DPI bulan Nopember 2007 DPI Cakalang DPI Tongkol Gambar 26 (lanjutan) Peta daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol berdasarkan prediksi Tahun 2007 di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan Agustus 2007 berada di Laot Aceh dan barat laut Pulo Aceh dan Sabang, sedangkan lokasi penangkapan ikan tongkol berada di Sabang. Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan September 2007 berada di Selat Malaka, sedangkan lokasi penangkapan ikan tongkol berada di Sabang dan Lhoknga. Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan Oktober 2007 berada di barat laut Pulo Aceh dan Sabang, sedangkan lokasi penangkapan ikan tongkol berada di barat laut Lhoknga. Lokasi penangkapan ikan cakalang untuk bulan Nopember 2007 berada di Laot Aceh dan utara Sabang (Gambar 26 Lampiran 8).

62 Berdasarkan Gambar 26 dapat dipetakan suatu daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol potensial dengan melihat daerah yang dominan tertangkap ikan cakalang dan tongkol selama setahun menurut musim. Pada musim barat (Desember-Februari) ikan cakalang dominan tertangkap di daerah Selat Malaka dan tongkol di daerah, musim peralihan barat-timur ikan cakalang dominan tertangkap di daerah Laot Aceh dan tongkol di daerah Pulo Aceh, musim timur ikan cakalang dominan tertangkap di Laot Aceh dan tongkol di daerah Sabang, dan musim peralihan timur-barat ikan cakalang dominan tertangkap di daerah Selat Malaka dan tongkol di daerah Sabang. Untuk lebih jelas daerah penangkapan berdasarkan musim dapat dilihat pada Gambar 27. A B C D Keterangan : A : Musim Barat B : Musim Peralihan B-T DPI Cakalang C : Musim Timur D : Musim Peralihan T-B DPI Tongkol Gambar 27 Peta daerah penangkapan ikan cakalang dan tongkol berdasarkan musim Tahun 2007 di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam D