I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 3

dokumen-dokumen yang mirip
I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 4. A. TUJUAN AJAR: Dapat Menjelaskan Relevansi Teori Boundary Making untuk abad 21

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 12

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 2. A. TUJUAN AJAR: Dapat Menjelaskan Teori Boundary Making tahap Alokasi dan Delimitasi

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN

Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 13

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 7

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PRT/M/2014

Misi BAKOSURTANAL 6. Kebijakan 7. Program

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang optimal government terutama dibidang kerja sama dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 1

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

POTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

ANALISIS RUANG DAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. Potensi Konflik Laut Tiongkok Selatan

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN TENTANG SATU DATA INDONESIA (VERSI 9)

BAB I KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS RPJMD KABUPATEN BANYUASIN

Pengertian Sistem Informasi Geografis

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017

Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG SINGLE DATA SYSTEM UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH DI JAWA TENGAH

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

Buku 2 : RKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan ke 4

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Utara Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan mengorganisasi informasi

Abstrak PENDAHULUAN.

SILABUS SMA. Sumber Belajar

7. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. atau merevisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

KEPASTIAN RUANG YANG PARTISIPATIF SEBAGAI KUNCI KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA DAN DUKUNGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANSELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

I. RENCN KEGITN PEMELJRN MINGGUN (RKPM) MINGGU 3. TUJUN JR: Dapat Menjelaskan Teori oundary Making untuk tahap Demarkasi dan dminstrasi/manajemen batas wilayah..pokok HSN/SU POKOK HSN: Teori oundary Making : 1. Demarkasi (Penegasan) dan 2. dministrasi/ manajemen atas Wilayah (lebih ditekankan ke batas wilayah darat) C. MEDI JR : Handout D. METODE EVLUSI DN PENILIN a. Kuis E. METODE JR: STR : SCL (Student Centered Learning) + TCL (Teacher Centered Learning) F. KTIVITS MHSISW a. Memperhatikan, mencatat, membaca modul b.erdiskusi c. Mengerjakan soal kuis G. KTIVITS DOSEN DN NM DOSEN a. Menjelaskan materi pokok bahasan b. Membuat soal kuis c. Memandu diskusi d. Nama Dosen : Sumaryo a) Demarkasi II. HN JR Setelah penentuan titik dan garis batas di peta dalam tahap delimitasi, selanjutnya diperlukan proses demarkasi. Demarkasi adalah proses penegasan batas, yaitu menentukan posisi titik dan garis yang sesungguhnya di lapangan. Titik-titik batas yang sudah disepakati dalam proses delimitasi ditransformasi ke lapangan dan secara fisik ditandai dengan pembangunan tugu atau pilar batas, pos jaga, tembok atau fasilitas lainnya. Demarkasi ini dilakukan untuk menentukan koordinat titik batas melalui aktivitas survey pengukuran dan pemetaan menggunakan teknologi, peralatan dan metode yang memadai. Untuk survey lapangan, peran surveyor geodesi sangatlah vital agar dihasilkan titik-titik dengan koordinat yang akurat. Selain itu, penggunaan teknologi serta pendekatan ilmiah yang memadai adalah hal yang wajib untuk memperoleh posisi titik-titik batas yang akurat dan atau presisi. Pada tahap ini, kolaborasi antara pihak-pihak yang terlihat sangat diperlukan dan tidak bisa dihindari untuk menghasilkan titik-titik batas yang dapat diterima dan mengikat oleh para pihak. 1

dministrasi dan manajemen batas wilayah Menurut Jones (1945), demarkasi garis batas wilayah negara bukan akhir dari proses panjang boundary making, tetapi merupakan awal untuk memasuki tahap selanjutnya berupa tahap administrasi. Sebagai bagian dari tahap akhir dari proses boundary making tahap administrasi dalam perkembangannya tidak sekedar hanya mencatat dan mendokumentasikan batas tapi telah bergeser kearah managemen kawasan wilayah perbatasan (Pratt, 2006). Dalam pengelolaan batas dan wilayah perbatasan yang baik menurut theory of boundary making, kegiatan dministration/management pembangunan wilayah perbatasan dapat dilaksanakan secara overlapping dengan demarkasi. Hal ini atas dasar pertimbangan dalam kenyataannya seringkali dihadapi kendala dan dinamika yang terjadi di lapangan menyangkut aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sehingga seringkali dilakukan secara segmentasi, dan kegiatan administrasi/management berjalan beriringan dengan pelaksanaan penegasan batas di lapangan (Sutisna, 2008). Tujuan akhir dari manajemen garis batas dan kawasan perbatasan negara seharusnya berakhir dengan transisi menuju hidup berdampingan secara damai dan sejahtera terutama bagi masyarakat yang hidup di kawasan perbatasan wilayah negara. Tahap terakhir menurut Jones (1945), adalah administrasi atau pengelolaan batas wilayah. dministrasi dan pengelolaan ini melibatkan aktivitas pemeliharaan titik-titik batas oleh negara-negara bertetangga yang dipisahkan oleh titik-titik batas tersebut. Tidak hanya terkait dengan pemeliharaan titik batas, administrasi sesungguhnya lebih penting dalam hal menciptakan situasi yang kondusif di perbatasan. Hal ini tentu saja terkait dengan keamanan, aktivitas sosial budaya, dan terutama ekonomi. Menurut Jones (1945), empat tahapan penentuan batas wilayah seperti telah diuraikan di atas, tidak selalu dilakukan dengan kronologi dan urutan yang sama yaitu alokasi yang dilanjutkan delimitasi lalu diteruskan dengan demarkasi dan diakhiri dengan administrasi. Keempat tahap ini bisa saja tumpang tindih atau bertampalan satu sama lain, bisa berubah urutannya, atau bisa dilakukan dalam periode waktu yang terpisah sangat jauh (tahunan). Sebagai contoh, tahap alokasi dan delimitasi mungkin bisa diselesaikan sekaligus dalam satu kali pertemuan atau konferensi. Sementara itu, ada kalanya proses alokasi sudah rampung sementara proses delimitasinya baru dimulai bertahun-tahun kemudian. Masih menurut Jones (1945), ada juga kasus yang dalam hal ini batas wilayah sudah didelimitasi bertahun-tahun sebelumnya tetapi belum didemarkasi di lapangan karena suatu hal. Selain itu, beberapa kasus batas wilayah dan perbatasan masih tetap terlantar tidak dikelola dengan baik, padahal demarkasi sudah selesai bertahun-tahun, sementara ada kasus sebaliknya yang dalam hal ini pengelolaan dan pemanfaatan kawasan perbatasan sudah dilakukan secara de facto meskipun kenyataannya belum ada proses delimitasi atau demarkasi, bahkan kadang sebelum proses untuk pengalokasian wilayah dirampungkan. Kutipan pernyataan dari Jones yang sangat perlu diperhatikan adalah karena penentuan batas pada prinsipnya merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari tahap alokasi sampai tahap administrasi, maka kesalahan pada satu tahap akan memiliki akibat pada tahap berikutnya. Oleh sebab itu tersedianya data dan informasi yang tepat tentang perbatasan harus disiapkan sedini mungkin. Data dan informasi yang terbaik adalah yang diperoleh secara langsung di lapangan (Jones,1945). 2

Manajemen kawasan perbatasan erikut akan diuraikan secara singkat pola manajemen perbatasan, karakteristik perbatasan, tujuan manajemen perbatasan dan manajemen kawasan perbatasan. a. Pola manajemen perbatasan. Menurut Oscar Martinez, 1994 (lake, 1998: 57), ada 4 pola manajemen kawasan perbatasan antar negara. Pola tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan hubungan antar negara yang berbatasan. Empat pola tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram yang disajikan pada Gambar 1. POL MNJEMEN PERTSN (Oscar Martinez,1994) lienated orderlands order Lines Co-Existent orderlands Interdependent orderlands Integrated orderlands Gambar 1: Pola manajemen kawasan perbatasan menurut Oscar Martinez (1994) dalam lake, (1998: 57). Perkembangan model tata kelola dimulai dari model lienated (saling menjauhkan diri) kemudian Co-Existent (hidup berdampingan secara damai), selanjutnya Interdependent (saling tergantung) dan akhirnya ke model Integrated. Dalam hal connectivity, intensitas dan kuantitasnya pada model llenated boleh dikatakan tidak ada, kemudian terus meningkat mulai dari model Co-Existent, Interdependent sampai model Integrated. Dalam hal prosperity, terus akan meningkat mulai dari model Co-Existent, Interdependent dan baru akan tercapai secara baik dan seimbang (equal) pada model Integrated. b. Karakteristik Perbatasan Tata kelola kawasan perbatasan memerlukan informasi geospasial tentang karaketristik perbatasan. Karakteristik perbatasan wilayah negara dapat dikelompokan menjadi 6 kelompok (lake, 1998: 55-57) yaitu: Sejarah perbatasan (oundary history), Legal status, tipe garis dan kawasan perbatasan, kondisi Geografi Fisis (Physical geography), kondisi Sosial-Ekonomi, dan kondisi aksesibilitas/infrastruktur. c. Tujuan manajemen perbatasan 3

Tujuan manajemen perbatasan negara pada awalnya akan ditentukan oleh masing-masing negara sesuai kebijakan politik luar negerinya. Tetapi prinsip dasar tujuan manajemen perbatasan negara secara umum dapat dirumuskan untuk mencapai: perdamaian antar negara, keamanan nasional, kesejahteraan di kawasan perbatasan (borderland prosperity) dan efektifitas pemerintah dalam mengelola masing-masing wilayah untuk melayani masyarakat/pelayanan publik (antara lain connectivity orang dan barang). Tujuan manajemen perbatasan dapat terwujud bila ada goodwill dari Pemerintah kedua negara serta pengaturan yang baik pada kerjasama di tataran praktis. Selain itu manajemen perbatasan perlu dikelola secara moderen. Manajemen kawasan perbatasan secara moderen memerlukan informasi yang bersifat keruangan (geospasial) (lake, 1998: 57). d. Manajemen perbatasan (lake, 1998: 57-59) 1. Manajemen boundary line dan kawasan perbatasan Manajemen perbatasan wilayah negara yang baik harus didasarkan atas dokumen perjanjian (treaty) dan dokumen lainnya yang terkait garis batas wilayah negara yang sudah jelas status hukumnya (legal). da dua jenis manajemen boundary line, pertama manajemen data & informasi data fisik titik-titik batas: data koordinat titik-titik batas, deskripsi garis batas, peta batas dan data yuridis: treaty, peraturan perundangan masing-masing negara terkait batas wilayah negara, semua dokumen terkait proses keberadaan garis batas (kesepakatan penegasan, proses surat menyurat, dll). Semua data tersebut harus diadministrasikan/diarsipkan secara baik oleh suatu badan resmi, misalnya NPP (adan Nasional Pengelola Perbatasan). Fakta yang ada menunjukan bahwa data dan informasi tersebut tidak diarsipkan secara baik (sistematis) dan terserak di berbagai instansi sehingga saat diperlukan sulit mencarinya. Kedua, manajemen lapangan yaitu perlu dimonitor kemungkinan titikk/pilar batas rusak atau bergeser posisinya atau ada perubahan secara alami/ bencana alam. ila terjadi pergeseran pilar batas maka data koordinat yang telah disepakati menjadi penting untuk merekonstruksi kembali posisi batas. Manajemen kawasan perbatasan negara harus menjadi bagian dari RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) mulai dari tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota, karena kawasan perbatasan negara menurut UU No. 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional. Dalam penataan ruang wilayah, teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis/Geospasial) sebaiknya digunakan sebagai sistem pendukung keputusan. 2. Manajemen kses (ccess Management) Manajemen akses sangat erat kaitannya dengan manajemen keamanan (security management) namun sering bersifat paradoks. ila akses perbatasan dibuka seluas-luasnya, maka dari aspek keamanan harus dikelola dengan sangat baik. Dalam hal connectivity, idealnya para pelintas batas harus dapat melintas garis batas dengan mudah, cepat dan aman. Pegawai pemerintah kedua negara seperti: bea cukai, polisi, imigrasi, jasa transportasi, pelayanan kesehatan perlu disiapkan secara baik. Tingkat keterbukaan akses sangat tergantung pada kebijakan pemerintah kedua negara. 3. Manajemen Keamanan (Security management) 4

ktivitas keamanan di perbatasan akan sangat tergantung pada politik hubungan luar negeri kedua negara, aspek geografis dan peluang ekonomi. Masyarakat kedua negara khususnya di perbatasan harus diberi pemahaman dan kesadaran keamanan perbatasan dari hal-hal berikut: a) Pendatang haram: migran gelap, penyelundup, orang yang akan melakukan sabotase, teroris, pengungsi dan penjahat. b) arang haram: narkotik, senjata, barang-barang selundupan, barang pornografi dan barang/makanan yang terkontaminasi. c) ahaya kesehatan: pelintas batas yang terinfeksi penyakit berbahaya dan menular, pencemaran lingkungan, penyakit-penyakit berbahaya lainnya. d) Serangan militer. Dalam sistem pertahanan moderen kawasan perbatasan ditempatkan sebagai daerah pertahanan terhadap pasukan invasi lawan. 4. Manajemen pelintas batas Ketika jumlah penduduk meningkat dan sumberdaya serta lapangan kerja di suatu negara terbatas maka pelintas batas akan meningkat. Manajemen pelintas batas adalah termasuk menyiapkan sumberdaya yang diperlukan bagi pelintas batas, meliputi misalnya: cadangan minyak dan gas, air bersih, cadangan bahan pokok, fasilitas kesehatan dan obat-obatan. Untuk itu antara kedua negara perlu bekerjasama dengan tepat dalam hal berbagi tentang sumberdaya tersebut, ada perjanjian formal untuk eksploitasi sumberdaya dan ada komite yang bertugas untuk malaksanakan perjanjian. Kerjasama dalam penanganan pelintas batas sangat penting dan menjadi suatu potensi untuk membangun kerjasma kedua negara yang lebih luas. 5. Manajemen Lingkungan Manajemen lingkungan yang baik di dalam dunia yang bersifat global tidak akan bisa tercapai tanpa kerjasama antar negera khususnya kerjasama pelintas batas. Kerjasama yang sangat penting perlu dilakukan dalam hal: proteksi species berbahaya, penelitian di bidang lingkungan, kontrol polusi, perlindungan hewan yang dilindungi dan ekoturisme. 6. Managemen Krisis Manajemen krisis bila terjadi sesuatu di perbatasan harus ada di setiap level pemerintahan, tingkat pusat (nasional) maupun pemerintah lokal. Di tingkat nasional kebijakan ditempuh agar bila terjadi insiden di perbatasan sebaiknya dicegah agar tidak terjadi eskalasi secara politis. Mekanisme penanganan insiden dilakukan melalui komisi perbatasan bersama (Joint oundary Commission) yang telah dibentuk. Sedangkan di tingkat lokal, penyelesian persoalan harian ditangani oleh petugas-petugas perbatasan (imigrasi, polisi, dll) untuk mencegah eskalasi masalah. Pertemuan rutin dari petugas perbatasan kedua negara perlu selalu dilakukan untuk saling tukar informasi dan merencanakan kerjasama penanganan masalah lokal. Data dan Informasi perbatasan Untuk proses manajemen perbatasan antar negara, diperlukan berbagai informasi baik informasi geospasial maupun non spasial. Informasi geospasial adalah data tentang lokasi geografis yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan 5

kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian. erbagai data dan informasi yang diperlukan untuk manajemen perbatasan : 1. Data garis batas : a. Spasial: Koordinat titik-titik batas, peta batas sepanjang garsis batas, deskripsi pilar batas. b. Non spasial: Perjanjian, Peraturan perundang-undangan terkait batas wilayah negara dari negara yang bersangkutan 2. Kawasan perbatasan (wilayah kecamatan sepanjang garis batas): berbagai peta tematik, data penduduk, data ekonomi, pendidikan, infrastruktu, dll. Data dan informasi tersebut disusun dalam basis data dijital perbatasan, selanjutnya diolah, dianalisis, ditampilkan, disimpan menggunakan Sistem Informasi Geografis/Geospasial (SIG). SIG adalah integrasi sistematis dari perangkat keras dan perangkat lunak komputer, data geografis dan personalia yang dirancang untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, memutakhirkan dan menyajikan segala bentuk informasi yang bergeorefensi (ESRI, http://www.esri.com/). Fungsi SIG adalah mengorganisir data spasial. Dasar pemikirannya sedarhana, bahwa semua kejadian baik alam maupun oleh aktivitas manusia dapat dihubungkan dengan lokasinya. Lokasi bisa berarti nama tempat atau koordinat di bumi (posisi), sehingga semua kejadian pada dasarnya dapat diikatkkan kepada nama tempat atau koordinatnya di bumi (georeferenced). Hasil pengamatan semua kejadian yang direferensikan dengan lokasi dapat disusun menjadi layer-layer yang selanjutnya dapat digunakan untuk studi pola-pola kegiatan manusia seperti batas wilayah dengan segala konsekuensinya (Wood, 2000: 75). III. EVLUSI a) Dalam penegasan batas daerah Provinsi atau kabupaten/kota, sebutkan tahapantahapan yang harus dilakukan. Sebutkan sumber- sumber hukum yang dapat digunakan untuk penegasan batas daerah kabupaten/kota, jelaskan b) Untuk penentuan posisi pilar batas daerah kabupaten/kota, pengukuran dilakukan dengan metode GPS. Tipe alat GPS apa yang harus dipakai dan metode apa yang dilakukan untuk pengukuran posisi tersebut. erapa ketelitian koordinat yang disaratkan, jelaskan. c) Jelsakan konsep manajemen perbatasan menurut Oscar Martin. d) Karakteristik kawasan perbatasan perlu diketahui untuk manajemen perbatasan, jelaskan e) Dalam manajemen perbatasan, dikenal ada manajemen border line dan boundary, jelaskan f) Kebutuhan data dan informasi apa saja yang diperlukan dalam manajemen perbatasan g) Jelaskan tentang manajemen lingkungan perbatasan h) Jelaskan tentang manajemen boundary line dan kawasan perbatasan i) Jelaskan tentang Manajemen kses (ccess Management) j) Jelaskan tentang manajemen pelintas batas k) Jelaskan tenatng manajemen Manajemen Keamanan (Security management) l) Jelaskan tentang manajemen krisis perbatasan 6

Jawaban soal evaluasi akan didiskusikan di kelas. DFTR CN (REFERENSI): 1. nonim, 1982, United Nations Convention on the Law of the Sea, United Nations Organisation, New York. 2. nonim, 2000, Handbook on the Delimitation of Maritime oundaries, United Nations Organisation, New York. 3. nonim, 2007, Permendagri No. 1 tahun 2006 Tentang Pedoman Penegasan atas Daerah. 4. Donaldson, J.W & Williams,.J., 2008, Delimitation and Demarcation: nalysing the Legacy of Stephen. Jones's : oundary-making, Geopolitics, 13:4, 676-700, Publisher: Routledge, To link to this article:http://dx.doi.org/10.1080/14650040802275503 5. Jones,.,S., 2000, oundary Making, Handbooks for Statesmen, Treaty Editors and oundary Commissioners, William S. Hein & Co.Inc., uffalo, New York. 6. Sutisna, S., 2004, Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia, Pusat Pemetaan atas Wilayah, akosurtanal 7