BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut
|
|
- Ade Hendra Kurnia
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut Ada dua peraturan yang dijadikan rujukan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu UU No.32 Tahun 2004 yang menerangkan tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri No.1 tahun 2006 yang menjelaskan tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Dalam UU tersebut dijelaskan tentang kewenangan daerah di wilayah laut yang terdapat dalam pasal 18. Pasal 18 terdiri atas 7 ayat yaitu: 1. Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. 2. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b. pengaturan administratif; c. pengaturan tata ruang d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan Negara 4. Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota; 5
2 5. Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. 6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. 7. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. II.2. Pedoman Penegasan Batas Daerah Pedoman penetapan batas di daerah mengacu kepada Permendagri No.1/2006. Permendagri ini merupakan tindak lanjut dari UU No tentang Pemerintahan Daerah. Pada Permendagri 1/2006 yang menjelaskan tentang penegasan batas di laut memiliki sepuluh pasal. Pasal 1: 6) Batas daerah di laut adalah pemisah antara daerah yang berbatasan berupa garis khayal (imajiner) di laut dan daftar koordinat di peta yang dalam implementasinya merupakan batas kewenangan pengelolaan sumber daya di wilayah laut. 7) Peta Dasar adalah peta yang memuat unsur topografi/rupabumi atau batimetri dan digunakan sebagai dasar pembuatan peta turunan/tematik. 8) Peta batas daerah adalah peta tematik yang menyajikan unsur-unsur batas dan unsur-unsur topografi/rupabumi atau batimetri yang terkait. 9) Pelacakan batas daerah di laut adalah kegiatan untuk menentukan letak batas di laut berdasarkan kesepakatan dan penentuan lokasi titik acuan. 11) Titik acuan adalah titik yang digunakan sebagai referensi untuk menentukan posisi titik awal. 12) Titik awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai dan ditetapkan sebagai titik untuk menentukan garis dasar. 6
3 13) Garis pantai adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan. Pasal 2: 1) Penegasan batas daerah dititikberatkan pada upaya mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti, baik dari aspek yuridis maupun fisik di lapangan; 2) Penegasan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menentukan letak dan posisi batas secara pasti di lapangan sampai dengan penentuan titik koordinat batas di atas peta. Pasal 10: 1. Penegasan batas daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 diwujudkan melalui tahapan : a. penelitian dokumen; b. pelacakan batas; c. pemasangan pilar di titik acuan; d. penentuan titik awal dan garis dasar; e. pengukuran dan penentuan batas; dan f. pembuatan peta batas. 2. Tahapan penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dilakukan dengan prinsip geodesi dan hidrografi. 3. Setiap tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dituangkan dalam berita acara kesepakatan. Pasal 11: Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf a meliputi : a. Peraturan Perundang-undangan tentang Pembentukan Daerah. b. Dokumen lainnya yang disepakati oleh daerah yang bersangkutan. 7
4 Pasal 12: 1) Pelacakan batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf b dilakukan untuk menentukan titik acuan di lapangan 2) Penentuan titik acuan di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) didasarkan pada peta dasar. Pasal 13: Pemasangan pilar titik acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf c dijadikan acuan dalam penentuan titik awal dan titik batas. Pasal 14: 1) Penentuan titik awal dan garis dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf d diperoleh dari hasil survei hidrografi atau peta laut skala terbesar yang tersedia. 2) Penentuan garis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat 1) diperoleh dari dua titik awal yang berdekatan. 3) Garis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat 2) terdiri dari garis dasar lurus dengan jarak tidak lebih dari 12 mil laut dan garis dasar normal yang mengikuti bentuk garis pantai. Pasal 15: 1) Pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e menggunakan garis dasar. 2) Pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 1) meliputi : a. Batas antara dua daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berdampingan, diukur mulai dari titik batas sekutu pada garis pantai antara kedua daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota kearah laut yang ditetapkan berdasarkan prinsip sama jarak b. Batas antara dua daerah provinsi yang saling berhadapan dengan jarak kurang dari 24 mil laut diukur berdasarkan prinsip garis tengah; 8
5 c. Batas antara dua daerah kabupaten dan daerah kota dalam satu daerah provinsi yang saling berhadapan dengan jarak kurang dari 8 mil laut, diukur berdasarkan prinsip garis tengah; d. Batas wilayah laut pulau kecil yang berada dalam satu daerah provinsi dan jaraknya lebih dari dua kali 12 mil laut, diukur secara melingkar dengan lebar 12 mil laut; Hasil pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 2) dilengkapi dengan daftar koordinat titik batas daerah di wilayah laut. Pasal 16: Pembuatan peta batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1) huruf f, dilakukan berdasarkan metode: a. kompilasi dan atau penurunan dari peta laut yang telah tersedia; b. pemetaan terestris, atau; c. pemetaan fotogrametris. Pasal 17: a. Peta batas daerah mencakup batas daerah di darat dan di laut. b. Peta batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan skala minimal 1. Provinsi 1 : ; 2. Kabupaten 1 : ; 3. Kota 1 : II.3. Generalisasi Generalisasi merupakan salah satu proses abstraksi dalam kartografi. Generalisasi melakukan operasi pada komponen-komponen geografi agar sesuai dengan skala peta dan kebutuhan komunikasi yang efektif. Tujuan utama pada generalisasi adalah untuk meningkatkan fungsi komunikasi pada peta. Tiap-tiap komponen dan atributnya berkontribusi terhadap komunikasi informasi yang efektif, dan tiap komponen harus terlihat pada tempat yang seharusnya dalam desain hierarki visual. 9
6 Terdapat empat elemen utama dalam generalisasi. Keempat elemen tersebut memiliki fungsi masing-masing. Akan tetapi keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.elemen-elemen yang dimaksud adalah: 1. Klasifikasi: merupakan pengurutan, penyekalaan, dan pengelompokan komponenkomponen oleh atribut dan nilai atributnya. 2. Simplifikasi: menentukan komponen-komponen atribut yang penting dan membuang detail yang tidak diinginkan. 3. Pembesaran (exaggeration): memperbesar atau mengubah komponen geografis untuk mendapatkan intisarinya pada dunia-nyata. 4. Simbolisasi: proses penerjemahan komponen geografis menjadi tanda grafis pada peta. II.3.1 Generalisasi Berdasarkan Permendagri 1/2006 Konsep generalisasi pada Permendagri 1/2006 adalah penggunaan garis dasar lurus. Dari beberapa titik awal yang ada ditentukan garis dasar yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak lebih dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berimpit dengan garis kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan dapat dilihat pada gambar
7 Laut Darat Keterangan: Gambar 2.1 Penerapan Garis Dasar Lurus = Garis pantai = Garis dasar lurus III.3.1 Generalisasi Berdasarkan Algoritma Douglas-Peucker Proses generalisasi yang akan dilakukan adalah garis pantai sehingga tidak semua elemen generalisasi digunakan. Untuk garis, elemen generalisasi yang digunakan adalah simplifikasi dengan kategori eliminasi titik. Ada dua alasan mengapa eliminasi digunakan: - Untuk mengiringi peta yang skalanya direduksi. - Untuk memberikan penekanan terhadap perubahan-perubahan yang sedikit terhadap skala yang tetap. Metode ini melakukan pendekatan terhadap simplifikasi garis dengan cara melihat seluruh garis pada satu waktu sebelum dilakukan generalisasi. Manipulasi yang digunakan untuk melakukan eliminasi adalah algoritma Douglas-Peucker. 11
8 Algoritma Douglas-Peucker dimulai dengan mendefinisikan toleransi maksimum dalam bentuk segmen garis: 1. Definisikan titik awal dan titik akhir dari suatu garis lurus yang dinamakan garis basis. Garis ini (AB) mengindikasikan perubahan dari garis asli. Garis Deviasi maksimum yaitu jarak antara garis basis dengan garis asli akan dihitung ( lihat gambar 2.2). Setiap deviasi maksimum akan dibandingkan dengan toleransi yang ditentukan. Gambar 2.2 Tahap 1 Algoritma Douglas-Peucker Keterangan: Batas toleransi ditentukan dari ketelitian pengeplotan (standar IHO) sebesar 0.4 mm. 2. Karena deviasi maksimum (FG) lebih besar daripada toleransi, maka dibuat dua garis basis baru (AG dan GB).Deviasi maksimum (HI dan JK) pada garis basis baru dihitung dan dibandingkan dengan toleransi (lihat gambar 2.3). Gambar 2.3 Tahap 2 Algoritma Douglas-Peucker 12
9 3. Pada contoh ini deviasi maksimum (HI) lebih kecil daripada toleransi, sehingga garis AG menggantikan garis asli dan deviasi maksimum (JK) dihitung (lihat gambar 2.4). Gambar 2.4 Tahap 3 Algoritma Douglas-Peucker 4. Panjang JK lebih besar daripada toleransi sehingga digambar dua garis basis baru (GJ dan JB) dan deviasi maksimumnya (CD dan MN) dihitung (lihat gambar 2.5). Gambar 2.5 Tahap 4 Algoritma Douglas-Peucker 5. Deviasi maksimum keduanya lebih kecil daripada toleransi, sehingga garis basis menggantikan garis aslinya. Gambar di bawah ini menunjukkan hasil dari algoritma Douglas-Peucker (lihat gambar 2.6). 13
10 Gambar 2.6 Tahap 5 Algoritma Douglas-Peucker II.4 Perhitungan Luas Wilayah Laut Wilayah laut suatu daerah akan dhitung luasnya. Persamaan yang digunakan untuk menghitung luas (L) suatu area adalah: L= YiXj- XiYj / 2 atau L= XiYj - YiXj /2 dimana: i = titik batas j = titik batas setelah titik i (berikutnya) Cara penerapan dalam hitungan: Susun koordinat titik batas dengan titik akhir harus sama dengan titik awal. Susunan titik batas dapat searah jarum jam ataupun berlawanan. Bila searah jarum jam, gunakan rumus kedua. 14
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah
Lebih terperinciBAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH
BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan
Lebih terperinciBAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER
BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER III.1 Peta Dasar Peta yang digunakan untuk menentukan garis batas adalah peta
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. IV.1.1 Perbandingan Antara Peta Garis Dasar Normal dengan Peta Generalisasi Pemendagri 1/2006
BAB IV ANALISIS IV.1 Perbandingan Peta IV.1.1 Perbandingan Antara Peta Garis Dasar Normal dengan Peta Generalisasi Pemendagri 1/2006 Berikut ini ditampilkan perbandingan antara peta garis dasar normal
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Wilayah Batas Daerah. Penegasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA
BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA A. Dasar Hukum Pembagian Wilayah 1. UUD 1945 Hasil Amandemen Kerangka Yuridis mengenai pembagian wilayah dapat dilihat pada
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH
BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH Dalam kegiatan penetapan dan penegasan batas (delimitasi) terdapat tiga mendasar, yaitu: pendefinisian, delineasi, dan demarkasi batas. Hubungan ketiganya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 17 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PENETAPAN BATAS WILAYAH NEGERI DI KOTA AMBON
PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 17 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PENETAPAN BATAS WILAYAH NEGERI DI KOTA AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa Negeri sebagai
Lebih terperinciBAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH
BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH Dalam kajian penentuan batas kewenangan wilayah laut Provinsi Nusa Tenggara Barat menggunakan dua prinsip yaitu, pertama mengacu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kebijakan penetapan batas desa sebagai
Lebih terperinciBab III KAJIAN TEKNIS
Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciURGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)
URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif
Lebih terperinciPengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara
A393 Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara, dan Melisa Ayuningtyas, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999
ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 Danar Guruh Pratomo Program Studi Teknik Geodesi, FTSP-ITS guruh@geodesy.its.ac.id Abstrak Lahirnya UU No.22/1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciPEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH
LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 1 Tahun 2006 TANGGAL : 12 Januari 2006 PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH I. Batas Daerah di Darat A. Definisi teknis 1. Koordinat adalah suatu besaran untuk
Lebih terperinciNOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
Lebih terperinciBab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:
Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola daerahnya masing masing setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena laut merupakan perekat persatuan dari ribuan kepulauan nusantara yang
Lebih terperinciBAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut
BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciKebijakan Pemprov Banten Mengenai Penegasan Batas Daerah
Kebijakan Pemprov Banten Mengenai Penegasan Batas Daerah Pemerintah Provinsi Banten hingga pertengahan tahun 2015 ini telah menyelesaikan penegasan atas 20 segmen batas daerah di delapan kabupaten/kota
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. 4.1Analisis Peta Dasar yang Digunakan
BAB IV ANALISIS Setelah dilakukan penarikan garis batas ZEE Indonesia - Filipina di Laut Sulawesi berdasarkan prinsip ekuidistan dan prinsip proporsionalitas, maka dapat dilakukan proses analisis sebagai
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah merupakan awal pelaksanaan konsep otonomi daerah, sebagai wujud proses desentralisasi dalam
Lebih terperinci2012, No Batas Daerah di Darat
2012, No.1252 16 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH A. TEKNIS PENEGASAN BATAS DAERAH 1. Batas Daerah di Darat a. Definisi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka membangun infratsruktur data spasial, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, setidaknya ada 5 (lima) komponen utama yang dibutuhkan, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik (2014), Indonesia memiliki 17.504 pulau dan luas daratan mencapai 1.910.931,32 km 2. Karena kondisi geografisnya yang
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinci2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN
Lebih terperinciKAJIAN KEPEMILIKAN SUMBER DAYA ALAM NON HAYATI DALAM WILAYAH 12 MIL LAUT (STUDI KASUS : Pulau Pagerungan Besar dan Kecil, Kabupaten Sumenep) Abstrak
KAJIAN KEPEMILIKAN SUMBER DAYA ALAM NON HAYATI DALAM WILAYAH MIL LAUT (STUDI KASUS : Pulau Pagerungan Besar dan Kecil, Kabupaten Sumenep) Resdian Prima Noviawan, M Taufik Program Studi Teknik Geomatika,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.8, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393) PERATURAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang
Lebih terperinci2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Lebih terperinciANALISIS PERATURAN DAERAH
ANALISIS PERATURAN DAERAH Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor : 6 Tahun 2005 Judul : Usaha Perikanan dan Usaha Kelautan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Surat Menteri Dalam
Lebih terperinciBAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR
BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR Pada dasarnya pekerjaan penetapan batas wilayah di laut akan mencakup dua kegiatan utama, yaitu penetapan batas wilayah laut secara kartometrik
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciDraft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN
Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan bagi hasil sumber daya alam
Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era otonomi daerah, setiap daerah mengeluarkan kebijakan serta langkah-langkah dalam mengembangkan wilayahnya. salah satu kewenangan yang diberikan adalah daerah
Lebih terperinciSTATUS BATAS WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN KLATEN. Klaten, 21 Oktober 2015
STATUS BATAS WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN KLATEN Klaten, 21 Oktober 2015 Kabupaten Klaten merupakan bagian dari Kawasan Andalan Subosukawonosraten dgn arahan pengembangan kawasan andalan pertanian,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1242, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Pengukuhan. Standar. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA
BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA 3.1 Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Penyeleksian data untuk pemetaan Laut Teritorial dilakukan berdasarkan implementasi UNCLOS
Lebih terperinci2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam
Lebih terperinciDasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta
SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Kuliah Minggu ke 2 Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta Sudarto Lab Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan OUTLINE 1 Pengertian Peta 2 Pemahaman dan Fungsi Peta
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERAN KADASTER LAUT DALAM PEMECAHAN KONFLIK DI PERAIRAN STUDI KASUS: KABUPATEN REMBANG, Arief widiansyah
PERAN KADASTER LAUT DALAM PEMECAHAN KONFLIK DI PERAIRAN STUDI KASUS: KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH Arief widiansyah 3506 100 013 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kesatuan yaitu negara yang tiap daerahnya masuk dalam sistem tata negara yang terintegrasi. Dalam segala hal pimpinan tingkat daerah bertanggung
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial
BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA Kementerian Kelautan dan Perikanan 2017 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
Lebih terperinciBAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pekerjaan penetapan dan penegasan batas daerah di laut akan mencakup dua kegiatan
Lebih terperinciNOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG D E N G A N R A H M A T T U H A N Y A N G M A H A E S A
B U P A T I B E R A U PROVINSI K A L I M A N T A N T I M U R P E R A T U R A N B U P A T I B E R A U NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG P E N E T A P A N D A N P E N E G A S A N B A T A S K A M P U N G D E N
Lebih terperinci2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K
No.31, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Geospasial. Informasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2008 TENTANG
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2008 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DI PERAIRAN KALIMANTAN TIMUR BAGIAN UTARA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT
BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT Dalam penentuan batas laut, setiap negara pantai diberikan wewenang oleh PBB untuk menentukan batas lautnya masing-masing dengan menjalankan pedoman yang terkandung
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 61-1998 diubah: PP 37-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT PADA KEGIATAN USAHA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 96 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR LEGALISASI BATAS DESA
S A L I N A N PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 96 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR LEGALISASI BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TANAH LAUT,
Lebih terperinciPENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com
PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciHome : tedyagungc.wordpress.com
Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik
Lebih terperinciBAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT
BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT 2.1 Peta Laut Peta laut adalah representasi grafis dari permukaan bumi yang menggunakan simbol, skala, dan sistem proyeksi tertentu yang mengandung informasi serta menampilkan
Lebih terperinci2011, No Mengingat Pengukuran dan Penataan Batas Areal Kerja Hak Pengusahaan di Bidang Kehutanan perlu disesuaikan dengan ketentuan perundang-un
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.192. 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Batas Areal Kerja. Izin Pemanfaatan Hutan. Penataan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 19/Menhut-II/2011 TENTANG
Lebih terperinciPETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2)
Mata Kuliah : PEMETAAN DAN TATA RUANG LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT Kode MK : M10B.113 SKS : 3 (2-1) PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2) OLEH SYAWALUDIN A. HRP, S.Pi., MSc. FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1982 TENTANG MENGESAHKAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH PAPUA NUGINI TENTANG BATAS-BATAS MARITIM ANTARA REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciPenentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
G199 Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Rainhard S Simatupang 1), Khomsin 2) Jurusan
Lebih terperinciDesentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut
Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut Suatu pemikiran dikaitkan dengan pembangunan daerah di Kepulauan Spermonde Makassar, 30 Agustus 2006 MATSUI Kazuhisa Institute of Developing Economies, JETRO
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG
PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI EMPAT LAWANG, Menimbang
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L
No.1163, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPP. PTR. Pengelolaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PILAR TITIK REFERENSI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciGubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT
+ GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinci4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?
LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan
Lebih terperinci