BAB I PENDAHULUAN I.1
|
|
- Erlin Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabupaten Lamadau di Provinsi Kalimantan Tengah dibentuk pada tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten Lamandau merupakan pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat. Di dalam Pasal 12 ayat 4 UU No. 5 tahun 2002 cakupan batas wilayah Kabupaten Lamandau ditetapkan sebagai berikut: a) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat dan Kecamatan Seruyan Hulu Kabupaten Seruyan; b) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kotawaringin Barat; c) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Arut Selatan Kabupaten Kotawaringin Barat, dan Kecamatan Balairiam Kabupaten Sukamara; d) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat. Letak Kabupaten Lamandau di Provinsi Kalimantan Tengah disajikan dalam Gambar I.1 : 1
2 2 Gambar I.1 Kedudukan Kabupaten Lamandau di Provinsi Kalimantan Tengah Di dalam Pasal 12 ayat 9 disebutkan bahwa penetapan batas wilayah tersebut digambarkan dalam peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undangundang pembentukan daerah Kabupaten Lamandau. Selanjutnya di dalam ayat 10 disebutkan bahwa penetuan secara pasti atau penegasan batas wilayah di lapangan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Dengan demikian setelah cakupan dan batas daerah ditetapkan di dalam Undang-Undang Pembentukan Daerah (UUPD), tahap selanjutnya adalah melakukan penegasan batas daerah di lapangan. UUPD mengamanatkan bahwa penegasan batas Daerah Otonomi Baru (DOB) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri paling lama 5 (lima) tahun sejak diresmikannya suatu DOB. Dalam kenyataannya sudah lebih dari 5 tahun sejak Kabupaten Lamandau dibentuk tahun 2002, batas wilayah daerah Kabupaten Lamandau belum dilaksanakan penegasan batas di lapangan dengan berbagai alasan, antara lain karena keterbatasan anggaran dan keterbatasan SDM survei pemetaan (Kemendagri, 2012). Untuk pedoman dalam melaksanakan penegasan batas daerah, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.126/2742/SJ tanggal 27 November 2002, yang kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.1 tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.
3 3 Dalam Permendagri No.1 tahun 2006, penegasan batas daerah dititikberatkan pada upaya mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti baik dari aspek yuridis maupun fisik di lapangan. Ketentuan ini selalu dimaknai bahwa penentuan koordinat titiktitik batas harus dilakukan dengan metode survei lapangan. Beberapa faktor seperti kondisi jumlah segmen batas daerah yang mencapai hampir 1000 segmen batas dan terus bertambah, kondisi medan yang sulit dijangkau serta keterbatasan anggaran dan SDM survei pemetaan, maka penegasan batas daerah dengan menggunakan Permendagri No.1 tahun 2006 akan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak. Oleh sebab itu Permendagri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kurang mendukung dalam proses percepatan penegasan batas daerah, sehingga kemudian pada bulan Desember 2012 Menteri Dalam Negeri mengeluarkan kebijakan mengganti Permendari No.1 tahun 2006 dengan Permendagri yang baru yaitu Permendagri No.76 tahun Dalam Permendagri No. 76 tahun 2012, disebutkan bahwa penegasan batas daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas daerah yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan atau survei di lapangan, yang dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik koordinat batas daerah. Pengertian metode kartometrik adalah penelusuran atau penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap. Metode kartometrik ini diharapakan dapat mengurangi kegiatan survei lapangan yang biasanya memerlukan dana yang besar dan waktu yang relatif lama pada kondisi medan yang sulit dijangkau. Sehubungan terbitnya Permendagri No. 76 tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, maka terdapat peluang untuk melakukan penegasan batas daerah Kabupaten Lamandau dengan metode kartometrik. Pada tahun anggaran 2013, Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG melakukan pilot project kegiatan penegasan batas daerah secara kartometrik khususnya dalam tahap menyiapkan peta kerja untuk dasar pelacakan titik-titik dan garis batas. Lokasi pilot proyek adalah batas daerah antar kabupaten atau kota Provinsi Kalimantan Tengah yang meliputi 23 segmen batas termasuk Kabupaten Lamandau, dengan
4 4 kondisi medan yang sebagian besar sulit dijangkau, dana yang banyak dan waktu yang relatif lama, maka proses penegasan batas daerah Kabupaten Lamandau dapat dilakukan secara kartometrik. Pelaksana kegiatan adalah PT Indah Unggul Bersama (PT IUB). Skripsi ini merupakan laporan kegiatan penegasan batas daerah Kabapaten Lamandau dengan metode kartometrik yang telah dilakukan. I.2. Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan dalam laporan ini ditetapkan sebagai berikut: 1. Penegasan dilakukan untuk batas daerah antara Kabupaten Lamandau dengan tiga kabupaten yang lain yaitu, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Seruyan, dan Kabupaten Kotawaringin Barat. 2. Penarikan atau deliniasi garis batas daerah dilakukan langsung di atas peta kerja secara kartometris. 3. Output yang dihasilkan berupa peta batas daerah Kabupaten Lamandau. I.3. Tujuan Menghasilkan peta batas daerah Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah dengan metode kartometrik. I.4. Manfaat Manfaat dari proyek ini adalah : 1. Mempercepat upaya penegasan batas daerah Kabupaten Lamadau. 2. Kabupaten Lamadau memiliki peta batas daerah terkini. I.5. Landasan Teori I.5.1. Teori Boundary making Stephen B. Jones (1945), didalam bukunya A Handbook for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners, merumuskan sebuah teori tentang sejarah adanya batas suatu negara. Didalam teori tersebut, Jones mengemukakan ada empat tahap utama proses sejarah adanya batas wilayah, yaitu
5 5 allocation, delimitation, demarcation, dan administration. Teori Boundary making yang dikemukakan oleh Stephen B. Jones (1945) adalah teori untuk penentuan batas wilayah antar negara. Alokasi teritorial suatu wilayah ditentukan berdasarkan keputusan atau pernyataan politik, selanjutnya delimitasi batas ditentukan sesuai dengan perjanjian (treaty) yang telah mengikatnya. Untuk menegaskan batas di lapangan, maka dilakukan penegasan batas (demarkasi) dan akhirnya dilakukan pengadministrasian batas. Dalam bentuk diagram, teori boundary makimg diilustrasikan pada gambar I.2 berikut. Alocation Delimitation Demarcation Adminitration Gambar I.2 Proses teori boundary making, Jones (1945) Di dalam tahapan boundary making diperlukan suatu peta. Peran peta didalam boundary making, antara lain : 1. Sebagai alat dalam negoisasi dalam rangka penetapan batas wilayah (tahap delimitasi) 2. Sebagai alat (instrument) dan pedoman dalam proses transformasi batas wilayah dari tahap delimitasi ke tahap demarkasi dilapangan 3. Untuk menggambarkan dan menyajikan batas wilayah yang telah dibuat pada tahap delimitasi dan demarkasi. Jika dalam tahap demarkasi belum juga dilakaukan, peta hasil delimitasi tetap dapat digunakan untuk menunjukan letak batas wilayah yang disepakati Theory boundary making yang dikemukakan oleh Stephen B. Jones (1945) adalah teori untuk penentuan batas wilayah antar negara. Dalam konteks batas daerah di Indonesia keempat tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (Sutisna, 2008). Alokasi. Alokasi adalah proses keputusan politik untuk menentukan batas wilayah. Untuk keperluan pengelolaan negara, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas daerah-
6 6 daerah kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah dan diberi kewenangan mengelola daerah msing-masing. Dalam UU pembentukan daerah selalu ditentukan cakupan dan batas wilayah daerah. Alokasi sebagai keputusan politik keberadaan daerah-daerah di Indonesia baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota antara lain dicantumkan dalam UU Dasar 1945 Pasal 18, 25 A, Pasal 4 UU No.32/2004 dan Pasal-pasal UU tentang pembentukan masing masing daerah. Delimitasi. Delimitasi atau penetapan merupakan tahap selanjutnya setelah alokasi. Pada tahap ini delimitasi dilakukan penentuan batas wilayah sesuai kesepakatan antar daerah yang biasanya dilakukan secara kartometrik di atas peta. Ada tiga konsekuensi politik terhadap delimitasi batas daerah di Indonesia yang harus diperhatikan yaitu : pertama, delimitasi batas diderah bukan berarti membuat wilayah NKRI menjadi terkotak-kotak dan terpisah satu sama lain, tetapi sifatnya lebih pada penataan batas wilayah kerja pengelolaan administrasi pemerintahan, yang pada giliranya mempermudah koordinasi pelaksanaan pembangunan maupun pembinaan kehidupan dan pelayanan masyarakat di daerah; kedua, bangun semangat persaudaraan, kebersamaan sebagai bangsa dan kedepankan musyawarah; ketiga, seleseikan delimitasi cakupan wilyah administrasi dengan sikap kenegarawanan dan tetap menjunjung tinggi supremasi hukum. Dalam tahap delimitasi ini, hal yang sangat penting adalah terkait peta batas hasil dari kesepakatan yang nantinya akan dilampirkan untuk tahap demarkasi selanjutnya. Sehingga peta harus memiliki aspek yang baik dari aspek geometris dan kartografis. Aspek geometris peta meliputi skala peta, datum, sistem koordinat dan sistem proyeksi peta. Aspek kartografis meliputi penyajian peta, sistem simbolisasi/legenda, isi peta dan tema, ukuran peta (muka peta), dan bentuk penyajian/penyimpanan data. Demarkasi. Demarkasi atau penegasan batas adalah kegiatan pemasangan tanda batas daerah secara pasti dilapangan atas dasar hasil kesepakatan pada proses delimitasi. Penegasan batas daerah dititik beratkan pada upaya mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti baik dari aspek yuridis maupun fisik di lapangan. Penegasan batas dilakukan dalam rangka menentukan letak dan posisi batas daerah
7 7 secara pasti di lapangan sampai dengan penentuan koordinat titik-titik batas dan pembuatan peta batas. Administrasi. Administrasi merupakan tahap akhir dari proses penentuan batas wilayah yaitu dengan mencatat dan mendokumentasikan batas. Dalam perkembanganya administrasi tidak sekedar hanya mencatat dan mendokumentasikan batas tapi telah bergeser kearah pengelolaan atau managemen wilayah perbatasan (Pratt, 2006 dalam Sutisna, 2008). Dalam pengelolaan batas dan wilayah perbatasan yang baik menurut Theory Boundary Making kegiatan administrasi/ managemen pembangunan wilayah perbatasan dapat dilaksanakan secara overlapping dengan demarkasi. Hal ini atas dasar pertimbangan dalam kenyataanya seringkali dihadapi kendala dan dinamika yang terjadi dilapangan menyangkut aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Sehingga seringkali dilakukan secara segmentasi, dan kegiatan administrasi/managemen berjalan beriringan dengan pelaksanaan penegasan batas dilapangan Pengertian Batas Daerah Batas daerah di darat adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar daerah yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam seperti punggung bukit (watershed), median sungai dan/atau unsur buatan di lapangan yang dituangkan dalam bentuk peta. Dalam Permendagri No. 76 tahun 2012, disebutkan bahwa penegasan batas daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas daerah yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan atau survei di lapangan, yang dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik koordinat batas daerah. Metode kartometrik ini diharapakan dapat mengurangi kegiatan survei lapangan yang biasanya memerlukan dana yang besar dan waktu yang relatif lama pada kondisi medan yang sulit dijangkau. I.5.3. Metode Kartometrik Mengacu kepada Permendagri No. 76 tahun 2012, metode kartometrik adalah penelusuran atau penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran atau penghitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan
8 8 peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap. Dari pengertian ini, untuk penelusuran dan penarikan garis batas serta pengukuran dan perhitungan posisi (koordinat), jarak serta luas cakupan wilayah, terlebih dahulu harus disiapkan peta kerja. Peta kerja ini dibuat menggunakan peta dasar (peta RBI) sebagai acuan dan peta-peta atau informasi geospasial lain seperti citra satelit sebagai pendukung. Tahapan penegasan batas daerah secara kartometrik dapat digambarkan dalam bentuk diagram alir seperti pada Gambar I.3 : PENYIAPAN DOKUMEN DOKUMEN YURIDIS 1. UUPD YANG BERSANGKUTAN 2. DOKUMEN HUKUM LAIN DOKUMEN TEKNIS 1. PETA DASAR (RBI) 2. CITRA SATELIT PEMBUATAN PETA KERJA PELACAKAN BATAS DI ATAS PETA PENGUKURAN & PENENTUAN POSISI TITIK BATAS DI PETA KERJA PEMBUATAN PETA BATAS PERMENDAGRI PENETAPAN BATAS DAERAH SOSIALISASI/DESIMINASI Gambar I.3 Diagram alir penegasan batas daerah secara kartometrik (Sumber : Sumaryo, 2013) Penyiapan dokumen terdiri atas dokumen yang bersifat yuridis dan dokumen teknis. Dokumen yuridis meliputi peraturan perundang-undangan tentang pembentukan daerah yang bersangkutan dan dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para pihak. Dokumen teknis meliputi peta dasar (peta RBI) dan informasi geospasial lainnya (citra satelit, peta tematik)
9 9 yang digunakan sebagai dasar pembuatan peta kerja yang akan digunakan untuk pelacakan batas. Pekerjaan awal yang sangat penting dalam penegasan batas daerah secara kartometrik adalah menyiapkan dan membuat peta kerja yang akan digunakan dalam pelacakan untuk mencapai kesepakatan batas antara daerah yang berbatasan dan digunakan untuk menentukan koordinat titik-titik batas. Dalam hal peta dasar maka perlu tersedia peta dasar yang memadai baik dari aspek skala maupun ketelitian dan kebenaran informasi yang terkandung di dalam peta dasar tersebut. Pekerjaan pelacakan meliputi memilih letak dan mendefinisikan titil-titik dan garis batas. Memilih letak titik dan garis batas biasanya merupakan kompromi antara pertimbangan geografis dengan kepentingan politik. Tahap memilih letak ini biasanya merupakan fase yang sangat kritis untuk mencapai kesepakatan letak titik dan garis batas. Sedangkan mendefinisikan garis batas merupakan suatu proses yang sebagian besar bersifat teknis (kartometrik). I.5.4. Citra SPOT 5 Satelit SPOT 5 diluncurkan pada bulan Mei tahun 2002, yang menyediakan citra multispektral (MS) dan pankromatik (PAN) sejak pertengahan bulan Juli tahun Dibandingkan dengan satelit obeservasi sebelumnya, SPOT 5 memberikan perubahan kemajuan yang besar yang memberikan solusi citra dengan biaya yang efektif. Resolusi pada sistem satelit obeservasi ini meningkat hingga 5 meter dan 2,5 meter dan sudut pandang yang lebar (wide imagin swath), yang mencakup 60 x 60 km atau 60 x 120 km dalam insturmen mode kembar. SPOT 5 memberikan perpaduan yang ideal antara resolusi yang tinggi dan juga jarak pandang yang luas. I.5.5. Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) 30 SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) merupakan citra yang saat ini banyak digunakan untuk melihat secara cepat bentuk permukaan. SRTM 30 adalah data elevasi resolusi tinggi merepresentasikan topografi bumi dengan cakupan global diseluruh permukaan bumi. Data SRTM adalah data elevasi muka bumi yang dihasilkan dari satelit yang diluncurkan NASA (National Aeronautics and Space Administration). Data ini dapat digunakan untuk melengkapi informasi ketinggian
10 10 dari produk peta 2D, seperti kontur,profil. Ketelitian bisa mencapai 15 m dan berguna untuk pemetaan skala menengah sampai dengan skala tinggi. Data DEM yang cakupan wilayah 30 meter. Gambar I.4 Persebaran data DEM resolusi 30 meter Sumber (Latief, 2009) SRTM memiliki struktur data yang sama seperti format grid lainya, yaitu terdiri dari sel-sel yang setiap sel memiliki wakil nilai ketinggian. Nilai ketinggian pada SRTM adalah nilai ketinggian dari datum WGS 1984, bukan dari permukaan laut, tetapi karena datum WGS 1984 hampir berhimpit dengan permukaan laut maka untuk skala tinjau dapat diabaikan perbedaan diantara keduanya. I.5.6. Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik terdiri dari dua langkah yaitu: georeferensi dan rektifikasi. Georeferensi adalah suatu proses pemberian koordinat peta pada citra yang sebenarnya telah planimetris. Dalam arti pemberian sistem koordinat suatu peta hasil pada hasil digitasi peta atau hasil scaning citra. Hasil dari digitasi citra sebenarnya sudah datar tetapi area yang direkam masih memiliki kesalahan (distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan sensor itu sendiri. Koreksi geometrik sesungguhnya melibatkan proses georeferensi karena semua sistem proyeksi sangat terkait dengan koordinat peta. Registrasi citra ke citra melibatkan
11 11 proses georeferensi apabila citra acuannya sudah digeoreferensi. Georeferensi hanya merubah sistem koordinat peta dalam file citra, sedangkan grid citra tidak berubah. Rektifikasi adalah proses melakukan transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Karena posisi piksel pada citra output (hasil) tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus dilakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel citra aslinya.
BAB I PENDAHULUAN I.1.
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kabupaten Berau di Provinsi Kalimantan Timur dibentuk pada tahun 1959 melalui Undang-undang Nomor 27 tahun 1959. Sebelumnya Berau merupakan Daerah Istimewa berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola daerahnya masing masing setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Reformasi tahun 1998 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi daerah dalam mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Berbagai peraturan perundangundangan diterbitkan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MELAWI KALIMANTAN BARAT DENGAN KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN
Lebih terperinci2017, No Sintang Provinsi Kalimantan Barat dengan Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tah
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1297, 2017 KEMENDAGRI. Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat dengan Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah. Batas Daerah. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kebijakan penetapan batas desa sebagai
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU DENGAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinci2017, No Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat dengan Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2
No.1301, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Kabupaten Melawi Prov. Kalbar dengan Kabupaten Katingan Prov. Kalteng. Batas Daerah. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Wilayah Batas Daerah. Penegasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinci2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2009 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2009 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan
Lebih terperinciBab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:
Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:
Lebih terperinciArrafi Fahmi Fatkhawati Noorhadi Rahardjo
Penetapan Batas Daerah Secara Kartometrik Menggunakan Citra Spot Antara Kabupaten (Kalimantan Utara) Dengan Kabupaten Kutai Timur Dan Kabupaten Berau (Kalimantan Timur) Arrafi Fahmi Fatkhawati Arrafi.fahmi.f@mail.ugm.ac.id
Lebih terperinciPenentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
G199 Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Rainhard S Simatupang 1), Khomsin 2) Jurusan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa pelayanan
Lebih terperinciSUKAMARA SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG
SUKAMARA SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PERMATA KECUBUNG DAN KECAMATAN PANTAI LUNCI DI KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciAbstrak PENDAHULUAN.
PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH ANTARA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI BALI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH
Lebih terperinciBAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pekerjaan penetapan dan penegasan batas daerah di laut akan mencakup dua kegiatan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA
PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN / PEMEKARAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN KECAMATAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH
BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH Dalam kajian penentuan batas kewenangan wilayah laut Provinsi Nusa Tenggara Barat menggunakan dua prinsip yaitu, pertama mengacu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia lahir seiring bergulirnya era reformasi di penghujung era 90-an. Krisis ekonomi yang bermula dari tahun 1977 telah mengubah sistem pengelolaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KATINGAN, KABUPATEN SERUYAN, KABUPATEN SUKAMARA, KABUPATEN LAMANDAU, KABUPATEN GUNUNG MAS, KABUPATEN PULANG PISAU, KABUPATEN
Lebih terperinci2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPerselisihan Batas Derah, Konflik Setengah Hati
Perselisihan Batas Derah, Konflik Setengah Hati Perselisihan batas daerah telah menjadi persoalan besar dan menjadi salah satu keprihatinan Nasional. Rangkaian konflik ini telah banyak menghabiskan waktu,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KATINGAN, KABUPATEN SERUYAN, KABUPATEN SUKAMARA, KABUPATEN LAMANDAU, KABUPATEN GUNUNG MAS, KABUPATEN PULANG PISAU, KABUPATEN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN
SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA
PERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA Antara lain membahas: Peta dan Batas Wilayah Batas Wilayah Desa Karakteristik Peta Jenis-jenis Peta Batas Wilayah Peran Strategis Peta dan Batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik (2014), Indonesia memiliki 17.504 pulau dan luas daratan mencapai 1.910.931,32 km 2. Karena kondisi geografisnya yang
Lebih terperinciBab III KAJIAN TEKNIS
Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan
Lebih terperinciGrand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.
Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk
Lebih terperinciREGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO)
TUTORIAL I REGISTRASI PETA Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO) A. Dasar Teori Peta dasar yang digunakan sebagai sumber dalam pemetaan yang berupa gambar citra/peta hasil proses
Lebih terperinciKebijakan Pemprov Banten Mengenai Penegasan Batas Daerah
Kebijakan Pemprov Banten Mengenai Penegasan Batas Daerah Pemerintah Provinsi Banten hingga pertengahan tahun 2015 ini telah menyelesaikan penegasan atas 20 segmen batas daerah di delapan kabupaten/kota
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI
BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2011 T E N T A N G
BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM
Klasifikasi Dari hasil confusion matrix didapatkan ketelitian total hasil klasifikasi (KH) untuk citra Landsat 7 ETM akuisisi tahun 2009 sebesar 82,19%. Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan citra
Lebih terperinciSTATUS BATAS WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN KLATEN. Klaten, 21 Oktober 2015
STATUS BATAS WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN KLATEN Klaten, 21 Oktober 2015 Kabupaten Klaten merupakan bagian dari Kawasan Andalan Subosukawonosraten dgn arahan pengembangan kawasan andalan pertanian,
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI)
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
Lebih terperinciPengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara
A393 Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara, dan Melisa Ayuningtyas, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciMekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR. Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial
Mekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Dasar Hukum FUNGSI RDTR MENURUT PERMEN PU No 20/2011 RDTR dan peraturan
Lebih terperinciLandasan yuridis yang mendasari penyusunan rencana strategis Kecamatan Lamandau adalah :
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menyongsong Pemerintahan baru Bupati dan Wakil Bupati Lamandau dengan tetap mengacu pada Program pembangunan jangka panjang, maka Kecamatan Lamandau pada
Lebih terperinciARAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016
ARAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016 Disampaikan Oleh: Kepala Biro Keuangan SETDA Provinsi Kalimantan Tengah Pada MUSRENBANG Provinsi Kalimantan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciDINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
PEMERINTAH KABUPATEN LAMANDAU DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI Kompleks Perkantoran Bukit Hibul Telp.0532-2071042 Nanga Bulik Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah 74662 KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERTAMBANGAN
Lebih terperinciASPEK GEOSPASIAL DALAM DELINEASI BATAS WILAYAH KOTA GORONTALO: Studi Kasus dalam Pemutakhiran Data Batas Wilayah
ASPEK GEOSPASIAL DALAM DELINEASI BATAS WILAYAH KOTA GORONTALO: Studi Kasus dalam Pemutakhiran Data Batas Wilayah (Geospatial Aspects in the Borders Delineation of Gorontalo City: A Case Study on Updating
Lebih terperinciBab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah
Lebih terperinciBUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1. Latar belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa Bumi, Air dan Kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG
1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KATINGAN, KABUPATEN SERUYAN, KABUPATEN SUKAMARA, KABUPATEN LAMANDAU, KABUPATEN GUNUNG MAS, KABUPATEN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 25 TAHUN 2004 T E N T A N G PERATURAN DESA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 25 TAHUN 2004 T E N T A N G PERATURAN DESA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SERUYAN TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 07 TAHUN 2004
PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 07 TAHUN 2004 T E N T A N G LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BUPATI SUKAMARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
115 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi uraian tentang hasil penelitian yaitu: (1) hasil identifikasi kerangka kerja penetapan dan penegasan batas daerah, (2) hasil identifikasi kondisi IG yang ada
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Daerah. Aliran Sungai. Penetapan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENHUT-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KOTA PONTIANAK DENGAN KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH KEPADA PEMERINTAH DAERAH
BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH KEPADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan dan kemakmuran
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : bahwa sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia wilayahnya membentang dari 6⁰ Lintang Utara sampai 11⁰08 Lintang Selatan dan 95⁰ Bujur Timur sampai 141⁰45 Bujur Timur. Indonesia merupakan negara kepulauan yang
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.8, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393) PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 09 TAHUN 2004
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 09 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUKAMARA TAHUN ANGGARAN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
Menimbang : BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN UNTUK MEMBIAYAI PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN
Lebih terperinciBAB 3 PENGOLAHAN DATA
BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengumpulan Data Sebagaimana tercantum dalam diagram alir penelitian (Gambar 1.4), penelitian ini menggunakan data waveform Jason-2 sebagai data pokok dan citra Google Earth Pulau
Lebih terperinciAzzam Ghozi Ahmad Zuharnen INTISARI. Kata kunci: batas desa, citra penginderaan jauh, metode kartometris
PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN METODE KARTOMETRIS UNTUK ANALISIS PERUBAHAN BATAS DESA STUDI KASUS : DESA BATURETNO, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL Azzam Ghozi Ahmad zamghozy@hotmail.com
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PERMENDAGRI NOMOR 76 TAHUN 2012 DALAM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA SECARA KARTOMETRIS
Available online at SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/sosio-fitk SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 2 (1), 2015, 92-100 IMPLEMENTASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Rencana Strategis Kecamatan Sematu Jaya Tahun 2013-2018, merupakan bentuk pelaksanaan Undang-undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Lebih terperinciManuhing Kabupaten Gunung Mas;
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG BATAS DAERAH KOTA PALANGKARAYA DENGAN KABUPATEN GUNUNG MAS PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA
BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA A. Dasar Hukum Pembagian Wilayah 1. UUD 1945 Hasil Amandemen Kerangka Yuridis mengenai pembagian wilayah dapat dilihat pada
Lebih terperinciAPLIKASI DATA INDERAJA DAN SIG UNTUK PERCEPATAN PENETAPAN BATAS ADMINISTRASI: Studi Kasus Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia
APLIKASI DATA INDERAJA DAN SIG UNTUK PERCEPATAN PENETAPAN BATAS ADMINISTRASI: Studi Kasus Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia (Remote Sensing Data and GIS Application for Accelerating Administration
Lebih terperinciBUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
+ SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN SERUYAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciSPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR
SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR i Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 3 1 Ruang lingkup... 4 2 Istilah dan definisi... 4 2.1 Istilah Teknis Perpetaan... 4 2.2 Istilah Tata Ruang... 5 3 Penyajian Muka
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menyongsong Pemerintahan baru Bupati dan Wakil Bupati Lamandau dengan tetap mengacu pada Program pembangunan jangka panjang, maka Kecamatan Batang Kawa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG
PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI EMPAT LAWANG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PE NDAH ULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan Rencana Strategis Kecamatan Bulik Tahun 2013-2018, merupakan bentuk pelaksanaan Undang-undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.Undang-Undang
Lebih terperinciBUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI KANTOR PERPUSTAKAAN, ARSIP DAN DOKUMENTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN
BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN 2.1 Daerah Penelitian Daerah studi penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota Bogor (Gambar 2.1). Secara geografis Kabupaten Bogor terletak di Propinsi Jawa Barat bagian
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,
Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, : a. bahwa sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PETAK MALAI DAN KECAMATAN BUKIT RAYA DI KABUPATEN KATINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN Menimbang
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Juli 2017
ANALISIS PENGARUH PEMILIHAN PETA DASAR TERHADAP PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT SECARA KARTOMETRIS (Studi Kasus : Kabupaten Sumenep, Jawa Timur) Ajeng Kartika Nugraheni Syafitri, Moehammad Awaluddin,
Lebih terperinci2017, No Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah dengan Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo
No.581, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Batas Daerah. PERATURAN MENTERI DALAM
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PERGESERAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PERGESERAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PARTISIPASI PIHAK KETIGA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 27 TAHUN 2004 T E N T A N G
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 27 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PEMECAHAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN DESA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI II-1
BAB II DASAR TEORI 2.1 Batas Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan
Lebih terperinci