ANALISIS SEBARAN GENETIK HASIL PERSILANGAN TANAMAN KARET RRIM 600 DAN PN 1546 MENGGUNAKAN TEKNIK RAPD NIHAYATUS SA ADAH

dokumen-dokumen yang mirip
FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

BAB III METODE PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

Pengujian DNA, Prinsip Umum

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

II. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH

BAB III BAHAN DAN METODE

III. Bahan dan Metode

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK TANAMAN KARET HASIL PERSILANGAN ANTARA RRIM 600 DAN PN 1546 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK RAPD IMAM YOGI WIBOWO

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

BAB III METODE PENELITIAN

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik)

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

BAB 4. METODE PENELITIAN

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE. Materi

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

3. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1950), klasifikasi tanaman aren sebagai berikut ini:

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

Transkripsi:

1 ANALISIS SEBARAN GENETIK HASIL PERSILANGAN TANAMAN KARET RRIM 600 DAN PN 1546 MENGGUNAKAN TEKNIK RAPD NIHAYATUS SA ADAH DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

ABSTRAK NIHAYATUS SA ADAH. Analisis Sebaran Genetik Hasil Persilangan Tanaman Karet RRIM 600 dan PN 1546 Menggunakan Teknik RAPD. Dibimbing oleh EDY DJAUHARI PK. dan TETTY CHAIDAMSARI. Siklus pemuliaan tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) yang membutuhkan waktu 25-30 tahun merupakan permasalahan dalam perakitan klon unggul karet. Deteksi dini klon unggulan karet dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan ini, salah satunya dapat diatasi dengan memanfaatkan teknik random amplified polymorphic DNA (RAPD) yang merupakan salah satu jenis penanda molekuler DNA. Teknik RAPD dapat digunakan untuk melihat keragaman genetik melalui deteksi pola polimorfisme ruas nukleotida. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keragaman genetik tanaman karet hasil persilangan jauh antara klon karet RRIM 600 dengan PN 1546 menggunakan teknik RAPD. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan 16 primer kombinasi dan 40 primer RAPD. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program NTSYS 2.02. Amplifikasi DNA dengan 16 primer kombinasi menghasilkan lima kandidat primer penanda molekuler, primer D spesifik untuk RRIM 600, primer C dan M spesifik untuk PN 1546, sedangkan primer N dan I spesifik untuk perpaduan kedua sifat tetua. Hasil amplifikasi DNA dengan 40 primer OPH-OPJ (1-20) menggunakan metode RAPD memperlihatkan keragaman genetik yang tinggi dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0.89-0.98. Terbentuk dua kelompok besar pada koefisien 0.89 untuk 27 tanaman karet. Dendogram hasil analisis juga memperlihatkan dua tetua terpisah pada percabangan yang berbeda yang menunjukkan bahwa kedua tetua memiliki hubungan kekerabatan yang jauh.

ABSTRACT NIHAYATUS SA ADAH. Analysis Cross Seedlings Genetic Distribution of Rubber Plants RRIM 600 and PN 1546 using RAPD Technique. Under the direction of EDY DJAUHARI PK. and TETTY CHAIDAMSARI. The main problem in providing recommended rubber clones for rejuvenating process is breeding cycle length that took 25-30 years. Therefore, before rejuvenated an early detection and selection for superior clones is needed. RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) molecular marker is one of alternative method that can be used for the selection. This research focusing on genetic diversity observation of cross hybrid rubber plant between RRIM 600 and PN 1546. This research used 56 primers that consist of 16 combination primers (named with alphabet from letter A to letter P) and 40 RAPD primers (named OPH-OPJ (1-20)). Version 2.02 of NTSys program was used as tabulation method. DNA amplification of 16 combination primer produced 5 primary candidates for molecular marker, including primer C, primer D, primer N, primer M, and primer I. Each primer has their own specification. Primer D used for RRIM 600 only. Both primer C and M used for PN 1564 only. Primer N and I used for intermediate only. DNA amplification result of 40 RAPD primers has coefficient value range between 0.89 until 0.98. At 0.89 coefficient, 27 rubber plants separated in two major groups. Dendogram analysis also showed that the elders were distantly related.

ANALISIS SEBARAN GENETIK HASIL PERSILANGAN TANAMAN KARET RRIM 600 DAN PN 1546 MENGGUNAKAN TEKNIK RAPD NIHAYATUS SA ADAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia IPB DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Judul Skripsi : Analisis Sebaran Genetik Hasil Persilangan Tanaman Karet RRIM 600 dan PN 1546 Menggunakan Teknik RAPD Nama : Nihayatus Sa adah NIM : G84061043 Disetujui, Komisi Pembimbing Drs. Edy Djauhari PK, M.Si Ketua Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si Anggota Diketahui, Dr. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen Biokimia Tanggal Lulus:

PRAKATA Alhamdulillahi Rabbil aalamiin, segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT, karena atas karunia dan kasih sayang-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Analisis Sebaran Genetik Hasil Persilangan Tanaman Karet RRIM 600 dan PN 1546 Menggunakan Teknik RAPD dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Mei 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jl. Taman Kencana 1, Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Edy Djauhari PK dan ibu Tetty Chaidamsari atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen-dosen biokimia, staf biokimia dan teknisi laboratorium BPBPI atas semua bantuan dan bimbingannya. Terima kasih teman-teman seperjuangan di laboratorium Dyah Lingga, Imam Yogi, Sapto Guntoro, dan Bayu Sasmito, teman-teman TPB 1920, penghuni kosan Pondok Nuansa Sakinah 1 Sabti Wahyuningsih, Nia Ertin, Dianita Laila, Bintang Endah, Sri Nuramalia, Vivit Riyacumala, Sanaiskara, Melly Amalia, Raisa Meenazir, Noriza dan mbak Vica Trias, teman-teman biokimia angkatan 43, serta semua sahabat-sahabat semasa SD, SMP dan SMA, terima kasih atas dukungan, do a dan kebersamaannya. Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta, kakakku Kharis dan adikku Uur tersayang yang senantiasa mendidik, mendukung, dan mendoakan penulis. Penulis dedikasikan karya ilmiah ini untuk kalian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam bidang ilmu pengetahuan. Bogor, Agustus 2010 Nihayatus Sa adah

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 28 Juni 1988. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari bapak M. Thoha dan ibu Nikmah. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri Blawi Lamongan, kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMP Muhammadiyah 14 Lamongan. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 2 Surabaya. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya, tahun 2007 penulis memilih Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai program mayor, dan memilih Manajemen Fungsional, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai program minor. Selama masa perkuliahan, penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Uni Konservasi Fauna periode (2006-2007), LISIS Gentra Kaheman (2006-2007), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA periode (2007-2008), serta Himpunan Profesi (Himpro) CREBs Biokimia FMIPA periode (2008-2009). Penulis pernah mengikuti Praktik Lapangan (PL) di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jl. Taman Kencana 1 Bogor selama dua bulan, yaitu dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2009. Penulis telah menulis laporan ilmiah yang berjudul Transformasi Gen Kitinase ke dalam Kalus Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) melalui Agrobacterium tumefaciens.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN...1 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Karet.... 2 Penanda DNA...3 Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)... 4 Polymerase Chain Reaction (PCR)... 5 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat...6 Metode...6 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Daun Karet....8 Analisis DNA dengan Primer Kombinasi... 9 Analisis DNA dengan Metode RAPD... 10 SIMPULAN DAN SARAN...13 DAFTAR PUSTAKA...13 LAMPIRAN...15

i DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman karet... 2 2 Tahapan proses PCR... 5 3 Cara penilaian pita dengan sistem skoring... 8 4 Elektroforegram beberapa DNA hasil isolasi dari daun tanaman karet... 8 5 Elektroforegram DNA menggunakan primer kombinasi pada dua tetua DNA (PN 1546, RRIM 600)... 9 6 Elektroforegram genotipe tanaman karet hasil persilangan PN 1546 dengan RRIM 600 menggunakan primer OPJ 01 OPJ 20... 10 7 Dendogram 27 genotipe tanaman karet berdasarkan nilai jarak genetik hasil kalkulasi dari data untuk 40 primer... 11

1 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahapan penelitian... 16 2 Tahapan isolasi DNA tanaman karet (Metode Khanuja 1999)... 17 3 Tahapan amplifikasi DNA dengan penanda RAPD... 18 4 Tahapan amplifikasi DNA dengan primer kombinasi....... 19 5 Tabel matriks kemiripan genetik antara 27 tanaman karet berdasarkan proporsi fragmen yang dimiliki secara bersama... 20 6 Daftar sekuens 16 pasang primer kombinasi... 21 7 Daftar sekuens primer yang digunakan untuk analisis RAPD... 22 8 Hasil uji kualitas dan kuantitas DNA... 23 9 Elektroforegram 25 DNA anakan dengan primer kombinasi terpilih... 25 10 Elektroforegram DNA dengan metode RAPD... 26

1 PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan salah satu komoditas penting bagi negara Indonesia maupun lingkup internasional. Hal ini dikarenakan, tanaman karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara. Hasil devisa yang diperoleh negara Indonesia dari karet cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan mengungguli hasil negara-negara lain, termasuk negara asal tanaman karet sendiri, yaitu di daratan Amerika Selatan. Selain itu, pengembangan perkebunan karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan (Boerhendhy & Agustina 2006) salah satunya adalah pemanfaatan kayu karet sebagai bahan industri mebel pengganti kayu alam. Kayu karet memiliki potensi yang cukup besar untuk diolah sebagai bahan baku industri. Boerhendhy (2003) menjelaskan bahwa ditinjau dari sifat fisis dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat yang setara dengan kayu hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh, sedangkan untuk kelas awetnya, kayu karet tergolong setara dengan kayu ramin. Ditinjau dari sifat-sifat tersebut sangat memungkinkan kayu karet dapat dimanfaatkan sebagai substitusi kayu alam, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan. Adanya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet menjadikan kebutuhan bahan baku kayu karet semakin meningkat. Akan tetapi terdapat permasalahan dalam pemanfaatan kayu karet, yaitu rendemen kayu yang dihasilkan cukup rendah yang disebabkan oleh diameter kayu yang relatif kecil (Boerhendhy & Agustina 2006), padahal kayu karet yang dibutuhkan dalam industri perkayuan adalah kayu karet yang memiliki kualitas yang bagus. Selain itu, lamanya siklus pemuliaan karet yang mencapai 25 30 tahun merupakan suatu kendala yang secara terus-menerus dihadapi (Chaidamsari et al 1993). Oleh karena itu dibutuhkan deteksi dini pemilihan klon unggul yang akan diremajakan. Tanaman karet yang dibudidayakan saat ini merupakan klon yang berasal dari persilangan berbagai tetua terpilih yang selanjutnya diperbanyak dengan cara okulasi. Klon merupakan tanaman yang diperoleh dari hasil perbanyakan vegetatif, bukan tanaman yang dihasilkan dari biji. Melalui beberapa lembaga penelitian yang didirikan, serangkaian klon-klon baru yang memiliki sifat yang unggul telah banyak dihasilkan. Masing-masing klon memiliki karakter agronomi yang berbeda seperti produksi latek, ketebalan kulit, serta ketahanan terhadap penyakit. Salah satunya adalah klon tipe Rubber Research Institute of Malaysia (RRIM) 600 yang memiliki karakteristik produkstivitas latek yang tinggi. Selain klon, terdapat juga koleksi plasma nutfah karet yang terdapat di Balai Penelitian Perkebunan (BPP) Sungei Putih (Sumatera Utara) dan BPP Sembawa (Sumatera Selatan). Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk memperbesar keragaman genetik tanaman karet di Indonesia yaitu dengan memanfaatkan plasma nutfah yang telah dikonservasi sejak tahun 1984 1989. Plasma nutfah tanaman karet merupakan hasil ekspedisi International Rubber Research and Development Board (IRRDB) pada tahun 1981 di lembah Amazone, Brazil. Peluang untuk mendapatkan genotipe unggul baru akan lebih besar apabila dilakukan penggabungan genetik antara klon dengan plasma nutfah. Contoh plasma nutfah yang memiliki karakteristik produktivitas kayu yang bagus adalah plasma nutfah (PN) 1645. Pengkajian keragaman genetik merupakan aspek yang sangat penting dalam pelestarian tanaman. Pengetahuan tentang keragaman genetik menjadi modal dasar bagi pakar pemuliaan tanaman dan genetik populasi dalam perbaikan genetik, pengembangan kualitas tanaman (Robiah 2004) serta identifikasi gen-gen yang berpotensi membawa sifat unggul. Pemanfaatan penanda molekular merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik dan telah banyak diaplikasikan secara luas dalam program pemuliaan tanaman (Karsinah et al. 2002). Salah satu jenis penanda molekuler yang sering digunakan adalah random amplified polymorphic DNA (RAPD) yang dapat digunakan untuk mempelajari keragaman genetik tanaman tahunan (Kaidah 1999). Tujuan penelitian ini untuk melihat keragaman genetik tanaman karet hasil persilangan jauh antara klon karet RRIM 600 dengan PN 1546 dengan menggunakan teknik RAPD. Disebut sebagai persilangan jauh karena persilangan dilakukan antara klon dengan plasma nutfah. Hipotesis penelitian ini adalah keragaman genetik hasil persilangan jauh antara klon karet RRIM 600 dan PN

2 1546 dapat diketahui dengan menggunakan teknik RAPD. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat keragaman genetik hasil persilangan jauh tanaman karet antara klon karet RRIM 600 dan PN 1546 sehingga dapat dimanfaatkan dalam menunjang program pemuliaan tanaman karet. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Karet Karet merupakan tanaman perkebunan tahunan. Sesuai dengan nama latin yang disandangnya, tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman yang berasal dari negara Brasil (Tim Penulis PS 2005). Tanaman karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan. Namun, setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, tanaman ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Tahun 1876, tanaman karet mulai dibudidayakan di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Tanaman karet pertama kali di Indonesia ditanaman di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, akan tetapi saat ini posisi tersebut didesak oleh dua negara tetangga, yaitu Malaysia dan Thailand. Tanaman karet dalam dunia tumbuhan diklasifikasikan ke dalam divisi Spematophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Euphorbiales, keluarga Euphorbiaceae, genus Hevea, spesiess : Hevea brasiliensis. Tanamann karet merupakan tanaman yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar (Gambar 1). Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman karet biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Batang dari tanaman karet mengandung getah yang umumnya dikenal dengan nama latek. Daun dari tanaman ini berwarna hijau. Apabila musim gugur tiba, daun tanamann karet berubah menjadi warna merah atau kuning. Daun tanaman karet terdiri atas tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm sedangkan panjang tangkai anak daun antara 3-10 cm. Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Bunga betina berambut vilt dengan ukuran yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan bunga jantan dan mengandung bakal buah yang memiliki tiga ruang. Anwar (2006) mengungkapkan pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada daerah antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.5000 mm sampai 4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 250C sampai 350C. Tanaman karet dapat tumbuh pada tanah yang memiliki derajat keasaman (ph) mendekati normal. ph tanah yang paling cocok adalah 5-6, sedangkan batas toleransi ph tanah bagi tanaman karet adalah 4-8. Selain itu, topografi tanah juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Akan lebih baik jika tanaman karet ditanam pada lahan yang datar dan tidak berbukit-bukit. Karet atau latek merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman karet. Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5 dan memiliki usia produktif 25 sampai 30 tahun. Produk dari penggumpalan latek selanjutnya diolah untuk menghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi didalam upaya peningkatan devisa Indonesia (Anwar 2006). Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku industri dan produk turunannya. Karet merupakan bahan penting beberapa industri termasuk otomotif dan militer. Lebih dari setengah karet yang digunakan saat ini adalah karet sintetik. Walaupun beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahunnya. Gambar 1 Tanaman karet.

3 Hasil lain dari tanaman karet selain latek adalah kayu atau batang dari pohon karet (Tim Penulis PS 2005). Disaat industri mengalami kekurangan bahan baku dari hutan alam, kayu karet merupakan salah satu jenis alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Sebagai tanaman hutan, karet juga dapat menjadi tanaman alternatif bagi hutan tanaman industri (HTI). Selama ini hanya satu persen dari konsesi HTI yang dimanfaatkan untuk karet. Padahal, nilai ekonomis karet sangat tinggi, bukan saja lateknya, tetapi juga kayunya ketika tanaman sudah tidak produktif lagi. Tanaman karet yang sudah tua perlu diremajakan dan diganti dengan tanaman muda yang masih segar dan berasal dari klon yang lebih produktif dari yang sebelumnya. Masa produktif tanaman karet biasanya berkurang sesudah berumur 25 tahun dan pada masa inilah karet dapat ditebang dan diremajakan. Banyaknya tanaman karet yang sudah tua di Indonesia menyebabkan jumlah kayu yang dihasilkan tidak sedikit. Bahkan pada tahun 1985/1986 bisnis kayu karet Indonesia pernah berjaya (Tim penulis PS 2005). Kayu karet memiliki tekstur yang cukup bagus. Kayu karet berwarna putih kekuningan, sedikit berwarna krem ketika kayu baru di belah. Ketika sudah mulai mengering, kayu karet akan berubah sedikit kecoklatan. Kayu karet tergolong kayu lunakkeras. Kayu karet memiliki densitas antara 435-625 kg/m 3 dalam level kekeringan kayu 12%. Kayu karet berserat lurus dengan tekstur beragam. Pada bagian yang berdekatan dengan mata kayu, serat kayu sering berpadu (interloked grain) sehingga dalam pengolahan diperlukan ketelitian dan peralatan yang sangat tajam agar tidak cacat berupa serat berbulu dan serat patah. Lingkaran tumbuh tampak jelas, karena warna kayu awal yang lebih terang dari kayu akhir. Pori nampak dengan mata biasa atau kelompok dalam deretan radial 2-4, tersebar rata (1-2 per mm). Jari-jari kayu halus atau kadang-kadang agak lebar, kelihatan dibawah lup sebagai garis radial berwarna lebih terang dari kayu sekelilingnya dalam jumlah yang cukup banyak (8-10 permm). Penggunaan bahan baku kayu karet atau kayu lainnya dari lahan masyarakat merupakan solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Masyarakat akan terbantu karena terbukanya lapangan kerja baru di samping terbantu juga dalam meremajakan tanaman karet serta mengurangi resiko pembakaran lahan/kebun. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai penghasil latek dan penghasil kayu (Anwar 2006). Klon RRIM 600 merupakan salah satu klo unggul hasil persilangan yang dihasilkan pada periode tahun 1983-1992. Klon RRIM 600 memiliki karakteristik sifat produktivitas lateks yang tinggi. Salah satu upaya yang saat ini mulai dikembangkan adalah pemanfaatan plasma nutfah karet. Indonesia merupakan negara yang memiliki koleksi plasma nutfah yang cukup banyak yang terletak di Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih, Sumatera Utara yang telah dikonservasi sejak tahun 1984-1989. Plasma nuftah tanaman karet diperoleh dari hasil ekspedisi International Rubber Research and Development Board (IRRDB) pada tahun 1981 di lembah Amazone, Brazil. Salah satu contoh plasma nutfah yang mulai dimanfaatkan adala plasma nutfah (PN) 1546 yang memiliki karakteristik produktivitas kayu yang bagus. Penanda DNA Pemecahan kendala dalam pemuliaan konvensional mulai mendapat titik terang dengan ditemukannya penanda molekuler. Penanda molekuler yang pertama kali dikenal adalah penanda protein yang secara genetik dikenal sebagai penanda isozim. Meskipun penanda ini telah banyak digunakan dalam analisis genetik tanaman, namun dalam perkembangannya, penanda isozim masih sangat terbatas jumlahnya. Selain itu, beberapa sistem enzim tertentu dipengaruhi oleh regulasi perkembangan jaringan, yaitu hanya mengekspresikan suatu sifat pada jaringan tertentu. Kedua faktor tersebut merupakan kendala utama penggunaan penanda isozim dalam mengeksploitasi potensi genetik tanaman (Azrai 2005). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, maka pada awal tahun 1980-an ditemukan teknologi molekuler yang berbasis pada DNA. Penanda molekuler tersebut dapat menutupi kekurangan dari penanda isozim, karena jumlah yang tidak terbatas dan dapat melingkupi seluruh genom tanaman. Penanda DNA merupakan penanda yang polimorfismenya berdasarkan pada protein atau DNA. Keuntungan utama penanda DNA adalah sifat alaminya. Penanda DNA menunjukkan jarak genetik yang sesungguhnya antara individu secara lebih akurat. Hal ini disebabkan penanda DNA mencerminkan perubahan pada tingkat DNA

4 suatu organisme (Zulkifli 2001). Penanda DNA mengungkap perbedaan tingkat molekul DNA baik pada daerah penyandi maupun bukan penyandi. Penanda DNA sering dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman. Beberapa kegunaannya meliputi analisis pautan dan pemetaan genetik, identifikasi genotipe, estimasi keragaman dan kekerabatan inter dan antar spesies serta menjelaskan filogenetik dari suatu spesies. Lebih jauh lagi, Ribaut & Hoisington (1998) menguraikan bahwa berdasarkan keragaman genetik yang dihasilkan dari data sidik jari, bahan tanaman dapat dikelompokkan ke dalam genetik pool tertentu. Informasi tersebut membantu dalam hal identifikasi tetua yang paling sesuai untuk disilangkan. Penanda molekuler dapat membantu pemuliaan tanaman melalui berbagai macam cara. Adapun penanda DNA yang telah dikenal antara lain (1) penanda yang berdasarkan pada hibridisasi DNA seperti Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP); (2) penanda yang berdasarkan pada reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) dengan menggunakan sekuensekuen nukleotida sebagai primer, seperti Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD), dan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP); dan (3) penanda yang berdasarkan pada PCR dengan menggunakan primer yang menggabungkan sekuen komplementer spesifik dalam DNA sasaran, seperti Sequence Tagged Sites (STS), Sequence Characterized Amplified Regions. Pertimbangan utama memilih penanda yang akan digunakan dalam kegiatan analisis genetik adalah materi genetik yang akan digunakan, jenis studi genetik, tujuan yang ingin dicapai, ketersediaan dana yang cukup, dan sarana dan prasarana yang diperlukan di laboratorium(azrai 2005). Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Random amplified polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah satu penanda molekul berbasis PCR yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi keragaman pada tingkat intraspesies maupun antarspesies. Terdapat dua tahapan yang harus dikerjakan dalam melaksanakan teknik RAPD, yaitu isolasi DNA dan menjalankan mesin PCR untuk proses amplifikasi DNA. DNA yang memiliki tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi merupakan syarat penting dalam analisis. Keberhasilan isolasi DNA dapat dilihat dari jumlah DNA yang dihasilkan, berat molekul, warna serta kemampuannya untuk dipotong dengan enzim dan berligasi. DNA hasil isolasi selanjutnya diamplifikasi dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Penanda RAPD mulai dikembangkan pada tahun 1990 ketika William et al menunjukkan bahwa DNA genom dari bermacam-macam kelompok organisme dapat diamplifikasi menggunakan primer pendek tunggal yang disusun oleh sekuen oligonukleotida yang berbeda-beda. Penanda RAPD dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA seperti halnya dalam melakukan PCR. Perbedaanya terdapat pada penggunaan primer yang oligonukleotida yang sekuennya dibuat secara random. Teknik RAPD mendeteksi polimorfisme ruas nukleotida pada DNA dengan menggunakan sebuah primer tunggal yang memiliki rangkaian nukleotida acak (Pharmawati 2009). Azrai (2005) menjelaskan bahwa primer RAPD bersifat random dengan ukuran panjang biasanya 10 nukleotida. Jumlah produk amplifikasi PCR berhubungan langsung dengan jumlah dan orientasi sekuen yang komplementer terhadap primer di dalam genom tanaman. Penanda RAPD dapat diperoleh berdasarkan kemungkinan adanya suatu sekuen DNA yang homolog dengan suatu sekuen primer oligonukleotida, sekuen tersebut akan terdapat pada situs yang berbeda pada dua utas DNA cetakan dalam jarak yang memungkinkan terjadinya amplifikasi oleh PCR. Penanda RAPD bersifat lebih sederhana dibandingkan penanda lainnya seperti mikrosatelit atau simple sequence repeat (SRR), restriction fragment length polymorphic (RFLP) ataupun amplified length polymorphism (AFLP) (Bardakci 2001). Hal ini dikarenakan teknik RAPD tidak memerlukan informasi awal mengenai urutan DNA genom organisme yang diuji maupun probe DNA yang spesifik. Keunggulan dari teknik analisis menggunakan penanda RAPD di antaranya adalah (1) kuantitas DNA yang dibutuhkan sedikit, (2) hemat biaya, (3) mudah dipelajari, dan (4) primer yang diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan sehingga mudah diperoleh. Kelemahan teknik ini antara lain (1) tingkat reproduksibilitas pola penanda kurang konsisten, (2) sangat sensitif terhadap variasi dalam konsentrasi DNA, dan (3) memerlukan konsentrasi primer dan kondisi siklus suhu yang optimal pada saat pengujian. Selain itu, penanda RAPD dominan dan tidak

5 mampu menampilkan perbedaan sekuen DNA yang homolog, di antara fragmen-fragmen yang ukurannya hampir sama (Azrai 2005). Polymerase Chain Reaction (PCR) Penggunaan PCR (Polymerase Chain Reaction) diawali dengan ditemukannya DNA polimerase dari Eschercia coli. Enzim yang dihasilkan oleh bakteri ini bersifat sensitif terhadap panas dan akan mudah rusak atau tidak aktif pada suhu yang diperlukan untuk memisahkan DNA pita ganda. Oleh karena itu dibutuhkan suatu enzim tertentu yang tahan terhadap panas pada suhu 94 o C agar kedua rantai DNA cetakan terpisah. Teknik PCR didasarkan pada amplifikasi fragmen DNA spesifik dimana terjadi penggandaan jumlah molekul DNA pada setiap siklusnya secara eksponensial dalam waktu yang relatif singkat (Abdullah & Retroningrum 2003). Secara sederhana PCR merupakan reaksi penggandaan daerah tertentu dari DNA cetakan dengan batuan enzim DNA polimerase. PCR terdiri atas beberapa siklus, biasanya 20 sampai 40 siklus. Setiap siklus DNA polimerase akan menggandakan DNA sebanyak 2 kali. Selain DNA cetakan yang akan digandakan dan enzim DNA polimerase, pada proses PCR juga dibutuhkan beberapa komponen lain, yaitu primer, dntp (deoxynucleoside triphosphate), buffer, dan ion logam. Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA cetakan yang dirancang agar menempel dan mengapit daerah tertentu yang kita inginkan (Kaidah 1999). Reaksi PCR terdiri atas tiga tahapan yang berulang, yaitu tahap denaturasi, tahap penempelan, dan tahap pemanjangan (Gambar 2). Tahap denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 94 o C selama 30 detik atau 97 o C selama 15 detik. Tahapan ini menyebabkan utas ganda DNA akan terpisah sempurna dan menghasilkan pita tunggal yang merupakan cetakan bagi primer. Denaturasi yang kurang sempurna menyebabkan benang DNA menempel kembali dan akan mengurangi hasil dari produk. Apabila denaturasi dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dan terlalu lama maka akan menyebabkan hilangnya aktivitas enzim. 30 40 siklus dari 3 tahapan: 1. Denaturasi 1 menit, 94 o C 2. Penempelan 45 detik, 54 o C 3. Pemanjangan 2 menit, 72 o C Gambar 2 Tahapan proses PCR.

6 Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturunkan ke kisaran 40-60 o C untuk memberikan kesempatan bagi primer menempel pada DNA cetakan. Akan tetapi, umumnya suhu dan lamanya waktu yang dibutuhkan pada tahap penempelan bergantung pada komposisi, panjang, dan konsentrasi primer. Tahap pemanjangan dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polimerase, biasanya 70-72 o C. DNA polimerase pada tahap ini akan memasangkan dntp yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada cetakan adalah A, maka akan dipasang dttp, begitu seterusnya. Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu pemanjangan bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp. Selain ketiga proses tersebut, biasanya dalam PCR didahului dengan proses pra-denaturasi dan diakhiri dengan pemanjangan akhir. Proses pradenaturasi dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA polimerase, sedangkan proses pemanjangan akhir biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72 o C) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. PCR banyak diaplikasikan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya adalah isolasi gen, DNA sekuensing, forensik, dan diagnosik (Weissensteiner 2003). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian adalah daun tanaman karet, bufer isolasi, buffer Tris-EDTA, primer OPJ (1-20), primer OPH (1-20), buffer complete PCR, Taq DNA polimerase, larutan dntps, dan molecular water (MW). Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis gel meliputi larutan TBE 0.5x (Tris-base, g boric-acid, EDTA 0.5 M ph 8.0), bubuk agarosa, larutan EtBr, penanda 1 kb DNA Ladder plus, dan bufer loading dye. Alat-alat yang digunakan adalah mortar, neraca analitik, pipet Mohr, pipet mikro, tabung sentrifus, tabung mikro, penangas air, mesin sentrifus, mesin DNA speed vac, bulp, mesin inkubator, gelas piala, gelas ukur, mesin autoklaf dan tabung erlenmeyer. Selain itu juga digunakan alat pemanas, mesin PCR, mesin elektroforesis, spektrofotometer, dan perangkat lampu UV transluminator. Metode Isolasi DNA daun karet Isolasi DNA dari daun tanaman karet dilakukan dengan menggunakan metode Khanuja (1999). Sebanyak 1 gram sampel daun tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) yang sudah di cuci dimasukkan ke dalam mortar. Selanjutnya ditambahkan sekitar 0.1 gram PVP (polivinilpirillidon) dan N 2 cair, kemudian digerus sampai halus. Serbuk halus yang dihasilkan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 5 ml buffer ekstraksi (BE) yang telah dipanaskan dan diberi β-merkaptoetanol 1 %. Campuran selanjutnya divortex dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60 o C dengan pengocokan secara perlahan setiap 15 menit sekali. Larutan ekstrak buffer selanjutnya dibiarkan dingin pada suhu ruang (25 o C), kemudian ditambahkan 3 ml larutan kloroform : isoamilalkohol (24:1) (CI) dan divortex. Campuran selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 25 o C. Supernatan yang dihasilkan kemudian dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung baru. Selanjutnya ditambahkan 0.5 volume NaCl 5 M ke dalam supernatan tersebut dan dikocok. Setelah dikocok, ke dalam campuran ditambahkan larutan isopropanol sebanyak 0.6 volume dan diinkubasi pada suhu 25 o C selama 1 jam. Sampel yang sudah diinkubasi kemudian disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 25 o C. Pelet selanjutnya dicuci dengan menggunakan larutan etanol 80% dan disentrifus pada kecepatan dan waktu yang sama dengan sebelumnya. Selanjutnya larutan etanol dibuang dan pelet yang terbentuk dikeringanginkan. Sebanyak 0.5 ml larutan buffer TE ditambahkan ke dalam pelet kemudian dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam tabung mikro. Sampel kemudian diekstrak dengan menggunakan larutan kloroforn:isoamilalkohol (24:1) sebanyak 1 volume dan disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit dengan suhu 25 o C. Sebanyak 2 volume larutan etanol absolut dingin ditambahkan pada supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifus dan disentrifus kembali pada kecepatan, suhu, dan waktu yang sama dengan sebelumnya. Pelet yang

7 terbentuk dicuci dengan menggunakan larutan etanol 80% dan disentrifus pada kecepatan dan suhu yang sama selama 5 menit. Etanol selanjutnya dibuang, sedangkan pelet yang terbentuk dikering anginkan. Setelah itu, pelet dilarutkan dengan menambahkan ddh 2 O atau molecular water (MW) sebanyak 30 µl. Selanjutnya dilakukan uji kualitas dan kuantitas DNA (Sambrook et al. 1989). Pengujian integritas DNA secara kualitatif dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa 1%. Sebanyak 0.6 gram bubuk agarosa ditimbang dan dilarutkan ke dalam 60 ml bufer TBE 0.5x dengan menggunakan pemanas listrik (microwave), kemudian dituang ke dalam cetakan bersisir dan didinginkan hingga beku. Gel agarosa beku dimasukkan ke dalam bak elektroforesis berisi bufer TBE 0.5x, selanjutnya sebanyak 1 µl loading dye dan 5 µl sampel DNA diinjeksikan ke dalam sumur. Perangkat elektroforesis dihubungkan pada arus listrik dan dijalankan pada tegangan 75 volt selama kurang lebih 55 menit. Pengukuran kuantitas DNA dilakukan dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrofotometer UV Beckman DU series. Sampel DNA diencerkan sebanyak 100x dengan menambahkan 198 µl ke dalam 2 µl sampel DNA, selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Tingkat kemurnian sampel diperkirakan berdasarkan nilai rasio serapan pada panjang gelombang 260 dan 280 nm, sedangkan konsentrasi sampel diperoleh dari hasil perkalian nilai serapan pada panjang gelombang 260 nm dengan faktor koreksi dan faktor pengenceran. Amplifikasi DNA Menggunakan 16 Primer Kombinasi (Tautz 1989) Larutan campuran untuk PCR dibuat dengan mencampurkan beberapa larutan ke dalam tabung mikro. Komposisi larutan yang menyusun campuran adalah 1 µl sampel DNA (30 ng), 1 µl primer forward mtccir, 1 µl primer reverse mtccir, 2.5 µl buffer complete, 0.5 µl Taq DNA polimerase, dan 18 µl molecular water (MW) sehingga volume total yang diperoleh dari campuran tersebut adalah 25 µl. Campuran tersebut selanjutnya dihomogenisasikan dengan menggunakan speed vac selama ± 1 menit. Setelah dihomogenisasikan, campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin PCR. Proses PCR terdiri atas tiga tahapan yang diulang pada beberapa siklus, yaitu denaturasi DNA selama 3 menit 30 detik pada suhu 94 o C, penempelan primer selama 1 menit suhu 35 o C, dan tahapan perpanjangan rantai selama 2 menit pada suhu 72 o C. Program suhu yang digunakan pada 35 siklus selanjutnya adalah 94 o C untuk denaturasi DNA selama 1 menit, 45 o C untuk penempelan primer selama 1 menit, dan 72 o C untuk tahapan perpanjangan rantai selama 2 menit serta 72 o C selama 4 menit terakhir untuk memastikan bahwa seluruh DNA yang diamplifikasi telah terdenaturasi. Hasil PCR yang diperoleh selanjutnya divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. RAPD DNA Tanaman Karet (Wiliam et al. 1990) Pertama yang dilakukan adalah membuat larutan campuran yang berisi 2.5 µl buffer complete PCR, 1 µl dntps, 19 µl molecular water (MW), dan 0.5 µl Taq DNA polimerase. Selanjutnya ke dalam tabung mikro dimasukkan secara berurutan 3 µl molecular water (MW), 1 µl (30 ng) DNA tanaman karet, dan 1 µl primer OPJ/OPH (1-20). Kemudian ditambahkan 20 µl larutan mix. Campuran tersebut selanjutnya dihomogenisasikan dengan menggunakan speed vac selama 1 menit kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan program suhu yang sama dengan PCR DNA karet dengan primer kombinasi. Akan tetapi ada sedikit perbedaan program suhu untuk penempelan primer, yaitu 35 o C serta jumlah siklus selama PCR, yaitu sebanyak 44 siklus. Hasil PCR selanjutnya divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Hasil foto PCR yang telah dielektroforesis berupa pita-pita selanjutnya dianalisis dengan melakukan skoring pita yang muncul. Pola pita yang muncul pada teknik RAPD diterjemahkan ke dalam data biner. Penerjemahan data biner didasarkan pada ada atau tidaknya pita yang terbentuk. Contoh proses skoring dapat dilihat pada Gambar 3. Pita-pita hasil visualisasi selanjutnya dirubah menjadi data biner. Setiap pita mewakili satu karakter dan diberi nilai berdasarkan ada tidaknya suatu pita. Angka satu 1 (untuk pita yang terbentuk) dan angka nol 0 (untuk pita yang tidak terbentuk). Selanjutnya kekerabatan genetik diantara sampel DNA tanaman karet satu dengan yang lainnya dilakukan dengan

8 mengggunakann analisis gerombol (cluster analysis) dalam bentuk dendogram yang pengelompokannya berdasarkan metode pemasangan kelompok aritmatika tidak berbobot (Unweighted Pair-Grouping Method with Aritmatic Averaging, UPGMA) dengan perangkat lunak NTSYSpc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analisys System) versi 2.02 (Rohlf 1998). Lokus Individu 1 2 3 4 L-1 L-2 L-3 L-4 Lokus 1 L-1 1 L-2 1 L-3 0 L-4 0 Individu 2 0 1 0 0 3 1 0 1 1 4 0 0 1 0 Gambar 3 Cara penilaian pita dengan sistem skoring. Keterangan: 1 = ada pita, 0 = tidak ada pita. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi DNA Daun Karet Isolasi DNA tanaman karet telah dilakukan padaa 27 sampel daun tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.). Dua sampel merupakan tetua, yaitu klon RRIM 600 (produktivitas latek tinggi) dan PN 1546 (produktivitas kayu bagus) sedangkan 25 sampel yang lain adalah anakan (progeni) hasil persilangan jauh antar tetua RRIM 600 dan PN 1546 yang selanjutnya disebut sebagai genotipe 02, 05, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 36, 37, 39, dan 40). Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Khanuja (1999). Isolasi DNA pada dasarnya dilakukan berdasarkan teknik pemisahan (sentrifugasi) dan pengendapan (presipitasi). Isolasi DNA dari tanaman karet menunjukkan hasil yang baik, hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji kualitatif dan kuantitatif yang telah dilakukan. Hasil pengujian kuantitas dan kualitas DNA dari 27 sampel daun tanaman karet disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dengann menggunakan spektrofotometer, konsentrasi DNA yang paling tinggi diperlihatkan pada genotipe nomor 13, yaitu 3035 ng/µl, sedangkan konsentrasi paling rendah diperlihatkan pada genotipe nomor 23, yaitu 715 ng/µl. Selain konsentrasi DNA, diperoleh juga kemurnian DNA. Kemurnian DNA ditentukan dari nilai perbandingan A 260 dengan A 280. Kemurnian DNA (A 260 /A 280 ) yang diperoleh dari hasil isolasi tidak mencapai 100%, yaitu berkisar 1.3 sampai 2.1 sedangkan menurut Sambrook et al.. (1989) DNA yang murni memiliki rasio A 260 /A 280 sebesar 1.8-2.0. Tingkat kemurnian yang rendah sebenarnya dapat ditingkatkan dengan melakukan pencucian kembali DNA dengan menggunakan kloroform : isoamilalkohol (24:1) atau alkohol 70 %. Namun, hal tersebut dapat memperbesar hilangnya DNA (Toruan et al.. (1996) dan Kaidah (1999)). Visualisasi elektroforesis pada tingkat konsentrasi dapat dilihat dari tebal tidaknya pita yang terbentuk. Hasil visualisasi elektroforesis pada gel agarose memperlihatkan pita DNA berukuran 12.000 bp (Gambar 4). Smear atau bayangan samar yang terlihat pada hasil visualisasi dikarenakan DNA dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Gambar 4 Elektroforegram beberapa DNA hasil isolasi dari daun tanaman karet. Hasil Analisis DNA dengan Primer Kombinasi 12000bp Analisis DNA dengan primer kombinasi dilakukan dengan mengembangkan sistem penanda molekuler semi-mikrosatelit. Disebut sebagai metode semi-mikrosatelit karena didasarkan pada desain primer DNA yang digunakan untuk mengamplifikasi lokus DNA melalui teknik PCR, sama seperti penanda molekuler mikrosatelit. Mistiyatin (2007) menjelaskan bahwa mikrosatelitt merupakan

9 penanda molekuler yang melibatkan sepasang primer spesifik yang digunakan untuk mengamplifikasi fragmen DNA. Mikrosatelit dapat digunakan untuk membandingkan genotip dari individu yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat (Aryantha et al. 2008). Hasil desain primer menghasilkan 16 pasang kombinasi primer yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA. Seleksi primer kombinasi dilakukan pada 16 pasang primer, yaitu primer A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, dan P (Lampiran 6). Primer-primer tersebut digunakan untuk mengamplifikasi dua sampel DNA tetua (RRIM 600 dan PN 1546). Hasil amplifikasi selanjutnya divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1..0%. Primer yang menghasilkan jumlah dan ukuran pita yang berbeda padaa dua tetua dipilih sebagai pasangan primer untuk analisis pada genotipe hasil persilangan. Hasil visualisasi pada dua tetua dengan menggunakan 16 primer kombinasi memperlihatkan bahwa terdapat lima pasang primer yang menunjukkan perbedaan jumlah pita yang terbentuk yang cukup jelas yang dapat membedakan antara tetua PN 1546 dan RRIM 600 tanaman karet, yaitu kombinasi pasangan primer C, D, I, M, dan N (Gambar 5). Lima pasang primer terpilih tersebut selanjutnya digunakan untuk melihat keragaman genetik pada 25 genotipe hasil persilangan jauh RRIM 600 x PN 1546. Primer-primer kombinasi yang terpilih diamplifikasikan pada DNA 25 genotipe hasil persilangan jauh. Hasil amplifikasi yang diperoleh selanjutnya divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1.0 %. Pita-pita hasil visualisasi 25 genotipe tanaman karet selanjutnya dianalisis dengan membandingkannyaa dengan pola pita yang terbentuk pada tetua RRIM 600 dan PN 1546. Visualisasi hasil amplifikasi padaa gel agarosa (Lampiran 9) memperlihatkan bahwa pola pita yang terbentuk pada 25 genotipe hasil persilangan jauh RRIM 600 dengan PN 1546 menunjukkan beberapa pola pita, yaitu pola kecenderungan mendekati pola tetua PN 1546, pola kecenderungan mendekati pola tetua RRIM 600, serta pola pita lain yang merupakan perpaduan antara tetua PN 1546 dan RRIM 600 (intermediet). Berdasarkan hasil analisis perbandingan pola pita yang terbentuk antara tetua dengan 25 genotipe hasil persilangan jauh, maka kombinasi pasangan primer D merupakan primer kombinasii yang dapat dijadikan sebagai kandidat penanda molekuler yang spesifik untuk melihat keragaman genetik hasil persilangan tanaman karet yang memiliki kecenderungan sifat mendekati RRIM 600, primer C dan M spesifik terhadap PN 1546, sedangkan primer N dan I spesifik pada hasil persilangan yang bersifat intermediet (perpaduan dua pola tetua). 12000bp 1000bp a. 12000bp 1000bp b. Gambar 5 Elektroforegram DNA menggunakan primer kombinasi. Keterangan: a) PN 1546, b) RRIM 600. P = primer, M = marker 1 kb plus DNA ladder.

10 Hasil Analisis DNA dengann metode RAPD Sebanyak 40 primer yang diproduksi oleh Operon Technology digunakan untuk mengamplifikasi 27 tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.), yaitu tetua (PN 1546 dan RRIM 600) dan anakan hasil persilangan jauh antara PN 1546 dan RRIM 600. Urutan basa yang digunakan untuk amplifikasi dengan menggunakan metode RAPD dapat dilihat pada Lampiran 7. Penggunaan random primer untuk menunjukkan adanya polimorfisme pada klon tanaman karet dilakukan karena DNA tanaman karet bersifat poligenik. Hal ini menyebabkan amplifikasi dilakukan dengan menggunakan banyak primer untuk mendapatkan pola pita DNA yang berbeda sehingga mewakili bagian-bagian dari genom tanaman karet. Mistiyatin (2007) mengungkapkan bahwa analisis polimorfisme RAPD antar individu tanaman dihasilkan dari perbedaan sekuen pada satu atau kedua sisi situs penempelan primer. Berbeda dengan program PCR pada umumnya yang hanya 35 siklus, program PCR-RAPD dilakukan sebanyak 45 siklus (William et al.. 1990). Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penempelan primer pada DNA cetakan. Selain itu primer RAPD didesain berupa primer tunggal pendek agar dapat menempel secara acak pada DNA genom mikroorganisme. Sebanyak 1690 pita DNA diperoleh dari hasil amplifikasi 27 tanaman karet dengan menggunakan 40 primer Operon menggunakan program RAPD pada gel agarosa 1% (Lampiran 10). Ukuran primer yang dihasilkan dari hasil amplifikasi bervariasi, yaitu antara 250-50000 bp (Gambar 6), hal ini disebabkan primer RAPD yang menempel secara acak. Analisis hubungan kekerabatan genetik antar tanaman dapat ditentukan berdasarkan kemiripan genetik antar individu. Kekerabatan genetik diantara genotipe tanaman karet satu dengan yang lainnya dilakukan dengan mengggunakan analisis gerombol (cluster analysis) dalam bentuk dendogram yang pengelompokannyaa berdasarkan metode pemasangan kelompok aritmatika tidak berbobot (Unweighted Pair-Grouping Method with Aritmatic Averaging, UPGMA) dengan perangkat lunak NTSYSpc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analisys System) versi 2.02. Analisis kekerabatan genetik tanaman karet dilakukan dengan merubah pita-pita hasil visualisasi dibawah sinar UV pada gel agarosa menjadi data biner. Setiap pita mewakili satu karakter dan diberi nilai berdasarkan ada tidaknya suatu pita. Angka satu 1 (pita yang terbentuk) dan angka nol 0 (pita yang tidak terbentuk) ). Pita yang dibaca dari hasil visualisasi adalah pita yang tergolong tajam (Mathius 2001). Hasil analisis UPGMA dapat dilihat pada Gambar 7. 12000bp 1000bp 500 bp a. 12000bp 1000bp 500 bp b. Gambar 6 Elektroforegram genotipe tanaman karet hasil persilangan PN 1546 dengan RRIM 600 menggunakan primer OPJ 01 OPJ 20. Ket: a = genotipe no 12, b = genotipe no 17.

11 RRIM 600 G 12 B PN 1546 G 02 G 05 G 13 G 15 G 16 G 37 G 39 A1 G 40 G 27 G 29 G 14 G 18 A G 17 G 23 G 28 G 20 A2 A3 G 19 G 36 A4 G 24 G 25 A5 G 30 G 33 G 31 G 11 A6 A7 A8 0.89 0.92 0.94 0.96 0.98 koefisien Gambar 7 Dendogram 27 tanaman karet berdasarkan nilai jarak genetik hasil kalkulasi dari data. Skala menunjukkan nilai kemiripan genetik UPGMA. G = genotipe.

12 Nilai koefisien pada Gambar 7 menunjukkan angka kedekatan antar 27 tanaman karet (Hevea brasiliensis) secara genetik yang dianalisis dengan program UPGMA. Berdasarkan analisis kemiripan genetik dengan metode UPGMA, pada 1690 pita hasil amplifikasi diperoleh dendogram kemiripan genetik pada 27 tanaman karet (Gambar 7). Tanaman karet terpisah menjadi dua kelompok besar (dua kluster utama) pada koefisien 0.89, yaitu kelompok A dan B. Kelompok A terbagi lagi atas delapan sub kelompok pada koefisien 0.91. Sub kelompok A1 terdiri atas PN 1546, genotipe no. 02, 05, 13, 15, 16, 37, 39, 40, 27, 29, 14, 18, 17, dan 23. Sub kelompok A2 terdiri atas genotipe no. 28, sub kelompok A3 terdiri atas genotipe no. 20, sub kelompok A4 terdiri atas genotipe no. 19, 36, dan 24, sub kelompok A5 terdiri atas genotipe no. 25, dan 30. Secara berurutan, sub kelompok A6, A7, dan A8 terdiri atas genotipe no. 33, 31, dan 11, sedangkan kelompok B terdiri atas tetua RRIM 600 dan genotipe nomor 12. Koefisien kemiripan genetik dari seluruh tanaman karet yang dianalisis relatif tinggi, yaitu berkisar antara 0.89-0.98. Koefisien ini relatif tinggi dibandingkan nilai koefisien yang diperoleh dari hasil analisis 79 klon karet yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu sekitar 0.70 (Nurhaimi et al. 1998). Selain itu koefisien tersebut sesuai dengan laporan Kumar et al. (2001) bahwa koefisien kemiripan genetik dari hasil analisis RAPD berkisar antara 0.61-0.95. Berdasarkan analisis penanda molekuler RAPD, kemiripan genetik tertinggi terjadi pada kelompok genotipe no. 37 dan 39, yaitu dengan koefisien kemiripan genetik sebesar 0.98. Selain memiliki koefisien kemiripan genetik yang cukup besar, kelompok genotipe no. 37 dan 39, sedangkan koefisien kemiripan genetik terendah, yaitu antara genotipe no. 31 dengan genotipe no. 11, yaitu 0.87 (Lampiran 5). Dendogram pada Gambar 7 memperlihatkan bahwa genotipe no. 12 berada dalam satu percabangan dengan tetua RRIM 600 sehingga diperkirakan memiliki kecenderungan sifat yang mendekati tetua RRIM 600, sedangkan genotipe lain selain genotipe no. 12 berada dalam satu percabangan dengan tetua PN 1546. Diperkirakan genotipe-genotipe tersebut memiliki kecenderungan sifat yang mendekati tetua PN 1546. Tampaknya pengaruh tetua PN 1546 terhadap tingkat kemiripan genetik genotipe turunannya lebih besar dibandingkan pengaruh tetua RRIM 600. Hal tersebut terlihat dari hubungan kemiripan genetik pada Gambar 7 yang memperlihatkan hanya sebagian kecil saja genotipe yang memiliki kecenderungan sifat mendekati sifat tetua RRIM 600, sedangkan genotipe-genotipe lain cenderung memiliki kedekatan sifat genetik dari tetua PN 1546. Gambar 7 juga memperlihatkan bahwa persilangan jauh antara klon RRIM 600 x PN 1546 menghasilkan keragaman yang cukup tinggi. Selain itu dapat dilihat bahwa kedua tetua (PN 1546 dan RRIM 600) tidak berada pada kelompok yang sama, yaitu terpisah pada percabangan yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan kedua tetua memiliki hubungan kekerabatan yang jauh yang berasal dari latar belakang populasi yang berbeda. Klon RRIM 600 merupakan hasil seleksi di Malaysia dan termasuk ke dalam klon Wikcham 1876 sedangkan PN 1546 merupakan plasma nutfah hasil ekspedisi IRRDB 1981 di Brazilia (Aidi- Daslin et al. 2000). Persilangan antar dua tetua dengan perbedaan jarak genetik yang jauh diharapkan akan menghasilkan klon unggul baru yang lebih baik. Tenda et al. (2009) menjelaskan bahwa semakin jauh jarak genetik antar tetua, maka peluang diperolehnya kultivar baru dengan keragaman genetik yang luas cukup tinggi. Hal ini juga dikemukan oleh Chaidamsari et al. (1993) dan Nurhaimi et al., (1998), yaitu bahwa persilangan lebih baik bila menggunakan tetua yang mempunyai tingkat kemiripannya sangat rendah. Sayurandi & Woelan (2008) menuturkan bahwa pengelompokan genetik berdasarkan penanda molekuler dapat memberikan gambaran hubungan antara tetua dengan genotipe hasil persilangan. Kedekatan genetik antara genotipe hasil persilangan dengan kedua tetua masing-masing individu dapat memberikan gambaran terhadap karakter yang dimilikinya. Penggunaan penanda molekular berbasis DNA memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam mengidentifikasi keragaman karakter yang dimiliki oleh suatu individu. Dengan demikian identifikasi dapat dilakukan lebih dini, karena penggunaan penanda molekular yang didasarkan pada sifat genetik tanaman tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hasil analisis dengan menggunakan penanda molekuler RAPD pada sampel tanaman karet Hevea brasiliensis Muell Arg. ini dapat digunakan sebagai dasar perbaikan sifat dari tanaman karet yang dilihat dari kekerabatan genetiknya. Namun, diperlukan analisis lebih sekunder seperti data morfologis dan fisiologis dari tanaman karet.

13 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis memperlihatkan keragaman genetik yang cukup tinggi dari persilangan RRIM 600 dan PN 1546 dengan nilai koefisien kemiripan genetik sebesar 0.89-0.98. Selain itu terbentuk dua percabangan besar yang memperlihatkan dua tetua terletak pada percabangan yang berbeda yang menunjukkan bahwa dua tetua tanaman karet yang disilangkan memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dan berasal dari latar belakang populasi yang berbeda. Dengan demikian teknik random amplified DNA polymorphic (RAPD) dapat digunakan untuk melihat keragaman genetik hasil persilangan jauh pada tanaman karet. Saran Untuk mendukung hasil yang diperoleh, perlu dilakukan analisis data sekunder seperti data fisiologis, dan data morfologis dari tanaman karet. Analisis dengan menggunakan metode selain RAPD juga perlu dipertimbangkan untuk melihat kekerabatan hasil persilangan jauh tanaman karet. DAFTAR PUSTAKA Abdullah C, Retroningrum DS. 2003. Deteksi bakteri patogen Streptococcus pyogenes dengan teknik polymerase chain reaction (PCR). Jurnal Natur Indonesia. 1:1-4. Aidi-Daslin I, Suhendry dan Azwar R. 2000. Growth characteristic and yield performance of recommended clones in commercial planting. Proc. Int. Rubb. Conf. and IRRDB Symposium 2000. p: 150-158. Anwar C. 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. http://books.google.co. id/books?id= tanamankaret. html. [15 Januari 2010]. Aryantha et al. 2008. Penanda molekul DNA mikrosatelit untuk karakteristik bibit jamur kuping (Auricularia polytricha [Mont.] Sacc.]. Jurnal Matematika dan Sains. 13: 7-15. Azrai M. 2005. Pemanfaatan penanda molekuler dalam proses seleksi pemuliaan tanaman. Jurnal AgroBiogen. 1:26-37. Bardakci F. 2001. Random amplified polymorphic DNA (RAPD) markers. Turk J Biol 25: 185-196. Boerhendhy I, Nancy C, Gunawan A. 2003. Prospek dan pemanfaatan kayu karet sebagai substitusi kayu alam. J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis. 1:1. Boerhendhy I, Agustina DS. 2006. Potensi pemanfaatan kayu karet untuk mendukung peremajaan perkebunan karet rakyat. Jurnal Litbang Pertanian. 25:2. Chaidamsari T, Darussamin A, Woelan S. 1993. Polimorfisme Isoenzym Beberapa Tetua dan Hasil Persilangan Hevea brasiliensis Muell. Arg. Menara Perkebunan, 61(2), 32-38. Haris N, Hutabarat T, Darussamin A. 1997. Optimasi suhu penempelan pada PCR dan kesesuaian random primer untuk analisis RAPD tanaman karet. Menara Perkebunan 2: 35-45. Kaidah S. 1999. Analisis keragaman genetik tanaman salak (Salacca sp.) Indonesia dengan teknik random amplified polymorphic DNA (RAPD) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Karsinah, Sudarsono, Setyobudi I, Aswidinnoor H.. 2002. Keragaman genetik plasma nutfah jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian. 7:8-16. Khanuja SPS, Shasany AK, Darokar MP, Kumar S. 1999. Rapid isolation of DNA from dry and fresh samples of plants producing large amounts of secondary metabolites and essential oils. Plants Molecular Biology Reporter 17:1-7. Kumar et al. 2001. Estimation of genetic diversity of commercial mango (Mangifera indica L.) cultivars using RAPD markers. J. Hortic. Sci. Biotechnol. 76: 529 533. Mathius et al. 2001. Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) hasil kultur jaringan dengan teknik Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD). Menara Perkebunan. 69: 58-70. Mistiyatin. 2007. Keanekaragaman Genetik Pisang Diploid AA Berdasarkan Penanda Mikrosatelit. [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

14 Nancy C. 2007. Klon karet unggul untuk 2006-2010. Sinar Tani Edisi 28 Maret-3 April 2007. Nurhaimi-Haris, S. Woelan and A. Darussamin. 1998. RAPD Genetics Variability in Plant Rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Clones. Menara Perkebunan,1998, 66 (1), 9-19. Pharmawati M. 2009. Optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada Grevillea spp. (proteaceae). Jurnal Biologi. 1:12-16. Ribaut JM, Hoisington D. 1998. Marker assisted selection: new tools and strategies. Trend in Plants Science. 3:236-239. Robiah HR. 2004. Analisis Keanekaragaman Genetik Pisang Introduksi (Musa spp.) berdasarkan penanda fenotipik dan RAPD [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. William et al. 1990. DNA Polymorphisms amplified by arbitratry primers are useful as genetic markers. Nucleic Acids Res. 18:6351-6535. Weissensteiner T, Griffin HG, Griffin A. 2003. PCR Technology Current Inovations. London: CRC Pr. Zulkifli L. 2001. Analisis pembeda klon karet tahan dan rentan penyakit gugur daun Corynespora serta analisis keragaman genetik dengan AFLP dan RAPD [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rohlf FJ. 1998. NTSYSpc: Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, User Guide. New York: Applied Biostatistics Inc. Sambrook J, Russel DW. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual, Third Edition. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr. Sayurandi, Woelan S. 2008. Kajian filogenetika molekuler sebagai informasi dasar untuk mengetahui hubungan kekerabatan genetik tanaman karet. Warta Perkaretan 27: 1-13. Suryadi et al. 2002. Hubungan kekerabatan genetik antar tanaman teh F1 dari persilangan TRI 2024 x PS 1 berdasarkan penanda RAPD. Zuriat. 13: 11-20. Tautz D. 1989. Hypervariability of simple sequences as a general source for polymorphic DNA marker. Nucl. Acids Res. 17: 6443-6471. Tenda E, Meity T, Miftahorrachman. 2009. Hubungan kekerabatan genetik antar sembilan aksesi kelapa asal provinsi sulawesi utara. Jurnal Litri 15: 139-144. Tim Penulis PS. 2005. Seri agribisnis karet. Jakarta: Penebar Swadaya. Toruan-Mathius N, Hutabarat T. 1996. Ekstraksi dan pemurnian DNA kakao (Theobroma cacao L.) untuk analisis RAPD. Menara Perkebunan 64: 22-33.

LAMPIRAN 15

16 Lampiran 1 Tahapan penelitian Isolasi DNA daun karet PCR DNA tetua dengan primer kombinasi Analisiss segregasi markah RAPD Amplifikasi DNA anakan dengan primer kombinasi terpilih Elektroforesis DNA pada Gel Agarosa RAPD DNA tetua RAPD 25 DNA hasil persilangan

17 Lampiran 2 Tahapan isolasi DNA tanaman karet (Metode Khanuja 1999) 1 gram daun tanaman karet Dinginkan dalam suhu ruang 25 o C Gerus dalam mortar dingin, tambahkan 0.1 PVPP dan N 2 cair Vortex dan panaskan selama 1 jam, 60 o C SERBUK HALUS 5 ml buffer ekstraksi hangat, 1 % β- merkaptoetanol Tambahkan 3 ml larutan klorofom : isoamilalkohol Larutkan dalam 30 µl ddh 2 O atau molecular water (MW) Uji kualitas dan kuantitas Sentrifugasii selama 10 menit,, 10000 rpm, suhu 25 o C PELET kering Ambil lapisan atas, pindahkan ke tabung baru Sentrifugasi kembali Ekstrak dengan 0.5 volume NaCl 5 M, kocok, tambahkan 0.6 volume isopropanol, inkubasi pada suhu 25 o C, 1 jam Cuci dengan etanol 80 %, sentrifus selama 5 menit Sentrifugasi kembali PELET Cuci pelet dengan etanol 80% Ditambahkan 2 volume larutan etanol absolut dingin Sentrifugasi kembali Sentrifugasi kembali Buang etanol,pelet dikeringanginkan Ditambahkan 1 volume kloroform : isoamilalkohol, sentrifugasi Tambahkan 0.5 ml larutan bufer TE

18 Lampiran 3 Tahap amplifikasi DNA dengan penanda RAPD DNA Tetua (PN 1546 dan RRIM 600) RAPD dengan Primer acak OPJ, OPH Elektroforesis gel agarosa analisis polimorfisme DNA 25 anakan hasil persilangan RAPD dengan Primer acak OPJ, OPH Elektroforesis gel agarosa analisis polimorfisme Analisis Filogenetik

19 Lampiran 4 Tahapan amplifikasi DNA dengan primer kombinasi 16 kombinasi primer mtccir (15, 26, 37, dan 29) DNA tetua (PN 1546 dan RRIM 600) amplifikasi dengan PCR elektroforesis gel agarosa analisis polimorfisme didapatkan primer kombinasi yang spesifik primerr kombinas i spesifik DNA 25 anakan Amplifikasi dengan PCR Elektroforesis gel agarosaa Analisis polimorfisme

Lampiran 5 Tabel matriks kemiripan genetik antara 27 tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) berdasarkan proporsi fragmen yang dimiliki secara bersama. 20

21 Lampiran 6 Daftar sekuens 16 pasang primer kombinasi. Nama Primer kombinasi Sekuens (5 ke 3 ) A B C D E F G H I J K L M N O P mtccir 15 Forward mtccir 15 Reverse mtccir 26 Forward mtccir 15 Reverse mtccir 37 Forward mtccir 15 Reverse mtccir 229 Forward mtccir 15 Reverse mtccir 15 Forward mtccir 26 Reverse mtccir 26 Forward mtccir 26 Reverse mtccir 37 Forward mtccir 26 Reverse mtccir 229 Forward mtccir 26 Reverse mtccir 15 Forward mtccir 37 Reverse mtccir 26 Forward mtccir 37 Reverse mtccir 37 Forward mtccir 37 Reverse mtccir 229 Forward mtccir 37 Reverse mtccir 15 Forward mtccir 229 Reverse mtccir 26 Forward mtccir 229 Reverse mtccir 37 Forward mtccir 229 Reverse mtccir 229 Forward mtccir 229 Reverse 5 CAGCCGCCTCTTGTTAG 3 5 TATTTGGGATTCTTGATG 3 5 GCATTCATCAATACATTC 3 5 TATTTGGGATTCTTGATG 3 5 CTGGGTGCTGATAGATAA 3 5 TATTTGGGATTCTTGATG 3 5 ATCTCGGTAATAGCACATAA 3 5 TATTTGGGATTCTTGATG 3 5 CAGCCGCCTCTTGTTAG 3 5 GCACTCAAAGTTCATACTAC 3 5 GCATTCATCAATACATTC 3 5 GCACTCAAAGTTCATACTAC 3 5 CTGGGTGCTGATAGATAA 3 5 GCACTCAAAGTTCATACTAC 3 5 ATCTCGGTAATAGCACATAA 3 5 GCACTCAAAGTTCATACTAC 3 5 CAGCCGCCTCTTGTTAG 3 5 AATACCCTCCACACAAAT 3 5 GCATTCATCAATACATTC 3 5 AATACCCTCCACACAAAT 3 5 CTGGGTGCTGATAGATAA 3 5 AATACCCTCCACACAAAT 3 5 ATCTCGGTAATAGCACATAA 3 5 AATACCCTCCACACAAAT 3 5 CAGCCGCCTCTTGTTAG 3 5 CGCAATCCTACAACACA 3 5 GCATTCATCAATACATTC 3 5 CGCAATCCTACAACACA 3 5 CTGGGTGCTGATAGATAA 3 5 CGCAATCCTACAACACA 3 5 ATCTCGGTAATAGCACATAA 3 5 CGCAATCCTACAACACA 3

22 Lampiran 7 Daftar sekuens primer yang digunakan untuk analisis RAPD Primer Susunan basa Primer Susunan Basa OPH-01 OPH-02 OPH-03 OPH-04 OPH-05 OPH-06 OPH-07 OPH-08 OPH-09 OPH-10 OPH-11 OPH-12 OPH-13 OPH-14 OPH-15 OPH-16 OPH-17 OPH-18 OPH-19 OPH-20 GGTCGGAGAA TCGGACGTGA AGACGTCCAC GGAAGTCCCC AGTCGTCCCC ACGCATCGCA CTGCATCGTG GAAACACCCC TGTAGCTGGG CCTACGTCAG CTTCCGCAGT ACGCGCATGT GACGCCACAC ACCAGGTTGG AATGGCGCAG TCTCAGCTGG CACTCTCCTC GAATCGGCCA CTGACCAGCC GGGAGACATC OPJ-01 OPJ-02 OPJ-03 OPJ-04 OPJ-05 OPJ-06 OPJ-07 OPJ-08 OPJ-09 OPJ-10 OPJ-11 OPJ-12 OPJ-13 OPJ-14 OPJ-15 OPJ-16 OPJ-17 OPJ-18 OPJ-19 OPJ-20 CCCGGCATAA CCCGTTGGGA TCTCCGCTTG CCGAACACGG CTCCATGGGG TCGTTCCGCA CCTCTCGACA CATACCGTGG TGAGCCTCAC AAGCCCGAGG ACTCCTGCGA GTCCCGTGGT CCACACTACC CACCCGCATG TGTAGCAGGG CTGCTTAGGG ACGCCAGTTC TGGTCGCAGA GGACACCACT AAGCGGCCTC

23 Lampiran 8 Hasil uji kualitas dan kuantitas DNA Tabel hasil pengukuran konsentrasi DNA tanaman karet (Hevea brasiliensis Muel Arg.) dengan spektofotometer. Sampel Nilai absorbansi (nm) Rasio [ DNA] λ 260 λ 280 λ 230 260/280 260/230 ng/µl PN 1645 RRIM 500 02 05 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 23 24 25 27 28 29 30 31 33 36 37 39 40 0.153 0.584 0.477 0.535 0.550 0.321 0.607 0.487 0.336 0.579 0.429 0.596 0.558 0.556 0.143 0.446 0.551 0.561 0.577 0.147 0.510 0.473 0.499 0.171 0.368 0.569 0.550 0.099 0.429 0.287 0.369 0.373 0.186 0.470 0.314 0.206 0.414 0.231 0.449 0.385 0.382 0.084 0.271 0.373 0.389 0.410 0.068 0.329 0.321 0.307 0.096 0.205 0.396 0.371 0.113 0.431 0.267 0.356 0.353 0.195 0.054 0.356 0.222 0.416 0.216 0.472 0.370 0.374 0.088 0.261 0.369 0.381 0.404 0.059 0.302 0.346 0.281 0.096 0.193 0.401 0.370 1.542 1.363 1.662 1.448 1.475 1.726 1.292 1.551 1.630 1.399 1.774 1.327 1.450 1.456 1.701 1.645 1.475 1.444 1.406 2.160 1.551 1.473 1.628 1.793 1.793 1.438 1.484 1.354 1.356 1.787 1.500 1.561 1.641 1.159 1.365 1.516 1.390 1.895 1.261 1.506 1.486 1.620 1.706 1.493 1.475 1.426 2.481 1.691 1.369 1.778 1.778 1.906 1.418 1.489 765 2920 2385 2675 2750 1605 3035 2435 1680 2895 2145 2980 2790 2780 715 2230 2755 2805 2885 735 2550 2365 2495 855 1840 2845 2750 Perhitungan konsentrasi DNA: [DNA] = A 260 x Faktor Pengenceran x Faktor Koreksi Contoh: [DNA] sampel 40 = 0.550 x 100 x 50 μg/ml = 2750 ng/μl

24 Lanjutan Lampiran 8 Elektroforegram uji kualitatif

25 Lampiran 9 Elektroforegram 25 DNA anakan dengan primer kombinasii terpilih Primer Kombinasi C Primer Kombinasi D Primer Kombinasi I Primer Kombinasi M Primer Kombinasi N

26 L Lampiran 10 0 Elektroforeegram DNA A dengan mettode RAPD Primer OPH P H 1 20 P 1546 PN R RRIM 600 N 02 N 05 N 11 N 12

27 Lanjutan Laampiran 10 L N 13 N 14 N 15 N 16 N 17 N 18

28 Lanjutan Laampiran 10 L N 19 N 20 N 23 N 24 N 25 N 27

29 Lanjutan Laampiran 10 L N 28 N 29 N 30 N 31 N 33 N 36

30 Lanjutan Laampiran 10 L N 37 N 39 N 40 Primer OPJJ 1 20 P P 1546 PN R RRIM 600

31 Lanjutan Laampiran 10 L N 02 N 05 N 11 N 12 N 13

32 Lanjutan Laampiran 10 L N 14 N 15 N 16 N 17 N 18

33 Lanjutan Laampiran 10 L N 19 N 20 N 23 N 24 N 25