VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

dokumen-dokumen yang mirip
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah,

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bentuk skala numerik (Kuncoro, 2005:124) dan merupakan data sekunder

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan manufaktur sektor

BAB IV HASIL PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berada di wilayah

III. METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian sebaiknya dilakukan pengujian terlebih dahulu

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN MURABAHAH

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam

BAB III METODE PENELITIAN Data ini dipilih karena seperti pada data yang telah dikutip dari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Bank Indonesia pada tahun yaitu Bank Mandiri syariah,bni, BRI,

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

BAB III METODE PENELITIAN. logika matematika dan membuat generalisasi atas rata-rata.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang valid, penelitian ini menggunakan survey dengan format deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bursa Efek Indonesia periode penelitian yang digunakan yaitu jenis data sekunder.

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. analisis statistik yang menggunakan persamaan regresi berganda. Analisis data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu Pengaruh Likuiditas dan Cost

METODA PENELITIAN. tersebut dapat berupa dokumen, laporan keuangan tahunan, atau laporan tahunan

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif Variabel dan Definisi Operasional Variabel

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. jenis data yang berbentuk angka (metric) yang terdiri dari:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. alat ukur yang digunakan dalam penelitian. Tabel 5.1 Hasil Uji Validitas. Variable Corrcted item total R tabel Keterangan

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian merupakan cara peneliti yang digunakan dalam mendapatkan data untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. uji instrumen penelitian, analisis data dan pembahasan. Statistik deskriptif data,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum. Berdasarkan penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang. Penelitian ini dilakukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Pajak Reklame, dan Pajak Parkir dari tahun 2010 sampai dengan 2014.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Cabang Majapahit Semarang)

BAB IV METODE PENELITIAN. karena menggunakan data kuantitatif dengan pendekatan statistik

5.1. Analisis Dayasaing Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur. Competitiveness Monitor bisa dilihat pada tabel 5.1 berikut ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITAN. Penelitian dilakukan di objek wisata Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras

BAB III METODE PENELITIAN. yang sudah jadi dari tempat penelitian. Data jumlah deposito mudharabah

BAB III METODELOGI PENELITIAN. juga terdapat data-data yang berasal dari pihak Solo Grand Mall dan

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada website Bank Indonesia ( Bank

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

besar dari r tabel maka dinyatakan valid. Secara manual rumus uji tersebut adalah: n xy - xy r xy = n x 2- ( x)2 n y 2 - ( y)2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kualiitatif yang merujuk pada data deskriptif ( deskriptif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan menghasilkan kesimpulan yang dapat digeneralisasikan. 1 Penelitian ini

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, DISIPLIN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PT. GOLD COIN INDONESIA

sebuah penelitian tentang: pengaruh laba akuntansi, arus kas opera- sional, ukuran perusahaan, tingkat pertum- buhan perusahaan terhadap harga saham

BAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Dalam penelitian ini penentuan tempat penelitian secara purpose

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada BPR yang ada di Propinsi Riau, baik yang berbentuk

Transkripsi:

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra BPRS Amanah Ummah. Keseluruhan responden tersebut memiliki usaha di sektor agribisnis baik itu on-farm maupun off-farm (Tabel 23). Tabel 23. Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah Sektor Agribisnis Pada BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Pendidikan, Jenis Kelamin dan Wilayah Usaha Tahun 2009 Pendidikan Jenis Kelamin Wilayah Usaha Karakteristik Pertanian N=1 Peternakan N=3 Perikanan N=4 Perdagangan N=30 Jumlah N=38 Total Komposisi % SD (orang) 0 1 1 9 11 28.95 SMP (orang) 0 0 0 5 5 13.16 SMA (orang) 0 1 2 14 17 44.74 D3 (orang) 0 0 0 1 1 2.63 S1 (orang) 1 1 1 1 4 10.53 Laki-Laki (orang) 0 2 2 27 31 81.58 Perempuan (orang 1 1 2 3 7 18.42 Leuwiliang (orang) 0 0 0 20 20 52.63 Cibungbulang (orang) 1 1 0 0 2 5.26 Pamijahan (orang) 0 0 1 0 1 2.63 Ciampea (orang) 0 0 1 0 1 2.63 Dramaga (orang) 0 0 0 7 7 18.42 Tenjolaya (orang) 0 1 0 0 1 2.63 Parung (orang) 0 1 0 0 1 2.63 Gn. Sindur (orang) 0 0 2 0 2 5.26 Bogor Tengah (orang) 0 0 0 3 3 7.89 Berdasarkan Tabel karakteristik di atas dapat ditunjukkan bahwa pada bidang pertanian nasabah yang ada memiliki tingkat pendidikan S1. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada usaha pertanian tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah sangat tinggi. Pada usaha peternakan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah cenderung lebih merata. Hal ini disebabkan jumlah nasabah yang memiliki tingkat pendidikan SD, SMA dan S1 sama-sama berjumlah satu orang. Pada usaha perikanan, karakteristik pendidikan yang dimiliki oleh nasabah didominasi oleh nasabah yang memiliki tingkat pendidikan hingga SMA. Hal ini terlihat dari jumlah nasabah yang memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak satu orang, tingkat pendidikan SMA sebanyak dua orang, dan tingkat pendidikan S1 sebanyak satu orang. Pada sektor off-farm atau perdagangan, tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah cenderung lebih bervariatif. Hal ini terlihat dari jumlah nasabah 122

yang memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak sembilan orang, tingkat pendidikan SMP sebanyak lima orang, tingkat pendidikan SMA sebanyak 14 orang, tingkat pendidikan D3 sebanyak satu orang, dan tingkat pendidikan S1 sebanyak satu orang. Namun, pada sektor perdagangan terlihat nasabah yang memiliki tingkat pendidikan SMA lebih mendominasi. Berdasarkan jenis kelamin, sektor pertanian didominasi oleh perempuan yang memang hanya terdapat satu nasabah yang memanfaatkan pembiayaan syariah ini untuk berusaha di sektor pertanian. Pada sektor pertenakan terdapat dua responden berjenis kelamin laki-laki dan satu responden berjenis kelamin perempuan. Pada sektor perikanan dapat dikatakan berimbang karena terdapat dua responden laki-laki dan dua responden perempuan yang memanfaatkan pembiayaan syariah untuk berusaha di sektor perikanan. Pada sektor perdagangan terdapat 27 responden laki-laki dan tiga responden perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan didominasi oleh responden berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan jenis kelamin terdapat 31 responden berjenis kelamin laki-laki dan tujuh responden perempuan. Sehingga, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pembiayaan syariah yang ada di BPRS Amanah Ummah lebih banyak disalurkan responden dengan jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan untuk memanfaatkan pembiayaan syariah tersebut pada sektor agribisnis. Berdasarkan wilayah usaha dapat dilihat sebaran wilayah usaha dari tipa nasabah yang ada pada BPRS Amanah Ummah, pada sektor pertanian terdapat sebaran sebanyak satu orang untuk wilayah Cibungbulang. Pada sektor peternakan terdapat sebaran wilayah sebanyak satu orang di wilayah Cibungbulang, satu orang yang memiliki wilayah usaha di Tenjolaya, dan satu orang yang memiliki wilayah usaha di Parung. Untuk sektor perikanan terdapat sebaran wilayah sebanyak satu orang yang memiliki wilayah usaha di Pamijahan, satu orang yang memiliki wilayah usaha di Ciampea, dan dua orang yang memiliki wilayah usaha di Gunung Sindur. Sedangkan, untuk sektor perdagangan sebaran wilayah usaha terdapat pada daerah Leuwiliang sebanyak 20 orang, tujuh orang yang memiliki wilayah usaha di Dramaga, dan tiga orang yang memiliki wilayah usaha di Bogor Tengah. 123

Tabel 24. Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah Sektor Agribisnis Pada BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Realisasi Pembiayaan, Jumlah Tanggungan Keluarga, Keuntungan Usaha, Frekuensi Pembiayaan, Nisbah Bagi Hasil/Margin, Tahun Pendidikan, dan Komposisi Modal Usaha Tahun 2009 Keterangan Pertanian Perikanan Peternakan Perdagangan Realisasi Pembiayaan (Rp) Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) Keuntungan Usaha (Rp/Tahun) Frekuensi Pembiayaan (Kali) Nisbah Bagi Hasil/Margin (Rp/Tahun) Komposisi Modal Usaha (%) Rata-rata Total 80.000.000,00 313.750.000,00 48.333.333,00 34.433.333,33 119.129.166,58 4,00 5,00 4,00 3,77 4,19 16.604.333,20 453.626.456,10 116.438.000,00 143.505.995,00 182.543.696,08 10,00 2,50 5,00 2,57 5,02 8.800.000,00 47.625.000,00 5.913.333,00 5.818.000,00 17.039.083,25 35,31 53,47 67,41 64,05 55,06 Berdasarkan Tabel 24 terdapat beberapa karakteristik rata-rata yang dapat dideskripsikan berdasarkan realisasi pembiayaan, jumlah tanggungan keluarga, keuntungan usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil/margin, tahun pendidikan, dan komposisi modal usaha. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat karakteristik serta kecenderungan dari setiap subsistem yang ada pada sistem agribisnis. Sehingga, karakteristik usaha dapat ditunjukkan bersama dengan karakteristik pembiayaan itu sendiri. Pada realisasi pembiayaan oleh BPRS Amanah Ummah dapat diketahui karakteristik rata-rata sektor mana pada sistem agribisnis yang paling besar realisasi pembiayaannya. Pada sektor pertanian rata-rata realisasi pembiayaan sebesar Rp. 80.000.000. Pada sektor perikanan memiliki rata-rata realisasi pembiayaan sebesar Rp. 313.750.000. Pada sektor peternakan memiliki rata-rata realisasi pembiayaan sebesar Rp. 48.333.333. Pada sektor perdagangan memiliki rata-rata realisasi pembiayaan sebesar Rp. 34.433.333,33. Sedangkan, secara keseluruhan didapatkan rata-rata total realisasi pembiayaan dari setiap sektor usaha sebesar Rp. 119.129.166,58. Pada realisasi pembiayaan ini dapat dilihat bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis paling besar dialokasikan untuk usaha sektor perikanan. 124

Karakteristik responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dapat dilihat dari jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki oleh nasabah BPRS Amanah Ummah. Jumlah tanggungan keluarga untuk sektor pertanian memiliki nilai rata-rata sebanyak empat orang. Jumlah tanggungan keluarga untuk sektor perikanan memiliki nilai rata-rata sebanyak lima orang. Jumlah tanggungan keluarga untuk sektor peternakan memiliki nilai rata-rata sebanyak empat orang. Sedangkan, jumlah tanggungan keluarga untuk sektor perdagangan memiliki nilai rata-rata sebanyak empat orang (dengan pembulatan). Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat ternyata jumlah tanggungan keluarga besar adalah pada sektor perikanan. Sedangkan untuk sektor lainnya masing-masing memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak empat orang. Hal tersebut menjadi acuan bahwa jumlah tanggungan keluarga yang lebih besar akan berdampak pada realisasi pembiayaan yang lebih besar dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Pada sektor pertanian keuntungan usaha rata-rata yang dimiliki oleh responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis sebesar Rp. 16.604.333,20 pertahun, untuk sektor perikanan keuntungan usaha rata-rata yang dimiliki sebesar Rp. 453.626.456,10 pertahun, untuk sektor peternakan keuntungan usaha rata-rata yang dimiliki sebesar Rp. 116.438.000 pertahun, sedangkan untuk sektor perdagangan keuntungan usaha rata-rata yang dimiliki sebesar Rp. 143.505.995,00 pertahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa keuntungan usaha terbesar ada pada sektor perikanan dan keuntungan usaha terkecil ada pada sektor pertanian. Keuntungan usaha yang besar pada sektor perikanan menunjukkan bahwa usaha perikanan sangat menguntungkan dan memiliki prospek usaha yang sangat tinggi. Karakteristik nasabah BPRS Amanah Ummah yang memanfaatkan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dapat dilihat melalui frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan oleh pihak nasabah. Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa rata-rata nasabah yang berada pada sektor pertanian memiliki rata-rata pemanfaatan pembiayaan sebanyak 10 kali. Pada sektor perikanan nasabah pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis memiliki rata-rata pemanfaatan pembiayaan sebanyak tiga kali sebagai pembulatan. Pada sektor peternakan nasabah/ mitra pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis memiliki 125

rata-rata pemanfaatan pembiayaan sebanyak lima kali. Sedangkan, pada sektor perdagangan nasabah/ mitra pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis memiliki rata-rata pemanfaatan pembiayaan sebanyak tiga kali sebagai pembulatan. Pada rata-rata total sektor usaha dapat diketahui frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan oleh nasabah BPRS Amanah Ummah sebanyak lima kali sebagai pembulatan. Apabila dilihat ternyata sektor pertanian paling banyak memanfaatkan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Nisbah bagi hasil/margin yang dimiliki oleh nasabah BPRS Amanah Ummah untuk setiap sektor akan menunjukkan seberapa besar nilai nisbah bagi hasil/margin yang diberikan untuk pihak BPRS Amanah Ummah. Pada sektor pertanian didapatkan nisbah bagi hasil/margin sebesar Rp. 8.800.000 pertahun, untuk sektor perikanan memiliki nisbah bagi hasil/margin sebesar Rp. 47.625.000 pertahun, untuk sektor peternakan memiliki nisbah bagi hasil/margin sebesar Rp. 5.913.333 pertahun, dan untuk sektor perdagangan memiliki nisbah bagi hasil/margin sebesar Rp. 5.818.000,00 pertahun. Sedangkan, untuk rata-rata total dari seluruh sektor usaha memiliki nisbah bagi hasil/margin sebesar Rp. 17.039.083,25 pertahun. Tetapi ada kecenderungan bahwa sektor perikanan memiliki nisbah bagi hasil/margin yang jauh lebih besar dibandingkan sektor usaha lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa nasabah pada sektor perikanan melakukan pembiayaan yang jauh lebih besar dibandingkan sektor lainnya, walaupun secara jumlah nasabah pada sektor perikanan hanya ada empat responden yang menjalankan usaha tersebut. Apabila melihat komposisi modal usaha yang dimiliki oleh nasabah maka akan terlihat bahwa pada sektor pertanian rata-rata petani memiliki komposisi modal pribadi yang digunakan pada usahanya sebesar 35,31 persen, sektor perikanan sebesar 53,47 persen, sektor peternakan sebesar 67,41 persen, dan sektor perdagangan sebesar 64,05 persen. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui ternyata secara keseluruhan nasabah pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis memiliki rata-rata komposisi modal pribadi sebesar 55,06 persen dari total modal yang diperlukan. 126

7.2. Asumsi BLUE Analisis Faktor-Faktor Realisasi Pembiayaan Syariah Analisis linear berganda pada pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis mencari faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis disusun dalam penelitian ini, setelah dianalisis diharapkan mampu memenuhi beberapa asumsi yang disyaratkan yaitu asumsi normalitas, heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Dengan terpenuhinya asumsi-asumsi tersebut maka akan menghasilkan variabel penduga terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Sebaliknya, jika ada (paling tidak satu) asumsi dalam model regresi yang tidak dapat dipebuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model itu atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan menjadi diragukan. Secara umum, analisis linear berganda realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang disusun dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi multikolinearitas. Untuk mengetahui tidak adanya multikolinearitas yang sempurna antar variabel independen pada model dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) yang dihasilkan oleh masing-masing variabel independen pada model yang dibangun. Jika variabel independen pada model memiliki nilai VIF lebih dari 10, dapat disimpulkan bahwa model dugaan menunjukkan gejala multikolinearitas. Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai VIF (Lampiran 1) untuk masing-masing variabel adalah di bawah 10 (berkisar antara 1,150-3,447) yang berarti asumsi multikolinearitas terpenuhi. Sedangkan untuk mendeteksi apakah model yang dibangun bebas dari masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson (Lampiran 1). Setelah diuji dengan menggunakan uji statistic Durbin-Watson diperoleh nilai 1,67148. Dengan demikian diperoleh kesimpulan tidak ada masalah autokorelasi pada model karena nilai yang didapat semakin mendekati angka 2. Model tersebut juga telah memenuhi asumsi normalitas, hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian Kolmogorov Smirnov (Lampiran 2). Pada taraf nyata lima persen diperoleh nilai P-value sebesar 0,069 artinya nilai tersebut lebih besar dari lima persen atau 0,05. Dengan demikian disimpulkan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi. 127

Asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi masalah ini dapat dilihat melalui gambar plot residual (Lampiran 3). Dari grafik plot tersebut diketahui bahwa data tersebar ada yang di bawah nol dan ada yang di atas nol. Selain itu, data juga tidak menggambarkan pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Dapat dilihat pada Lampiran 3, dimana hasil uji Bartlett didapatkan P-value yang lebih besar dari α sebesar lima persen yaitu sebesar 0,552. Berdasarkan hasil pengujian tersebut asumsi heteroskedastisitas sudah terpenuhi. 7.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis Analisis regresi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Faktor-faktor tersebut, yaitu jumlah tanggungan keluarga (X 1 ), keuntungan usaha (X 2 ), frekuensi pembiayaan (X 3 ), nisbah bagi hasil/margin (X 4 ), tahun pendidikan (X 5 ), komposisi modal usaha (X 6 ), pengetahuan mengenai akad (D 1 ) dan sektor usaha (D 2 ). Ketepatan model yang diuji dengan menggunakan uji statistic, yaitu uji t- hitung, uji f-hitung, dan koefisien determinasi yang disesuaikan dengan R-sq(adj). Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah diperoleh persamaan: Y = - 1511189 + 1914407 X 1 + 0,00339 X 2-973237 X 3 + 6,2107 X 4 + 478686 X 5-204597 X 6 + 7403672 D 1 + 14833425 D 2 Persamaan tersebut dihasilkan dari pengolahan 38 responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis ditahun 2009, dengan berbagai macam wilayah usaha. 128

Tabel 25. Hasil Regresi Linear Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis di BPRS Amanah Ummah pada Tahun 2009 No Variabel Koefisien T-hitung P-value/2 VIF Elastisitas 1 Konstanta -1511189-0,11 0,458 2 Jumlah Tanggungan Keluarga 1914407 1,17 0,126 1,510 0,1130 3 Keuntungan Usaha 0,00339 0,21 0,416 3,093 0,0087 4 Frekuensi Pembiayaan -973237-1,17 0,125 1,449-0,0438 5 Nisbah Bagi Hasil/Margin 6,2107 36,79 0,000 3,447 0,9678 6 Tahun Pendidikan 478686 0,71 0,240 1,512 0,0752 7 Komposisi Modal Usaha -204597-2,08 0,024 1,150-0,1931 8 Dummy Pengetahuan Mengenai Akad 7403672 1,72 0,048 1,402 0,0444 9 Dummy Sektor Usaha 14833425 2,62 0,007 1,650 0,0445 R 2 = 99,4% R 2 (adj) = 99,3% F-hitung = 630,87 P-value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1,67148 Tabel 25 merangkum hasil regresi model faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hasil regresi yang diperoleh menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 (adj) sebesar 99,3 persen yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen dalam model yang dibangun mampu menjelaskan sebanyak 99,3 persen perubahan yang terjadi pada realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah. Sedangkan, sisanya sebesar 0,7 persen diterangkan oleh faktor lain diluar model. Nilai F-hitung yang dihasilkan dari hasil analisis model regresi tersebut adalah 630,87 dengan nilai P-value-nya sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa model menunjukkan keragaan terhadap seluruh faktor-faktor yang mempegaruhi realisasi pembiayaan syariah. Kesimpulan yang dapat diambil adalah secara bersama-sama semua variabel dependen dalam model realisasi pembiayaan syariah yang dibangun dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada tingkat realisasi pembiayaan syariah yang akan disalurkan. Karena software Minitab menggunakan uji dua arah, maka sebelumnya nilai P-value yang dihasilkan harus dibagi dua terlebih dahulu. Berdasarkan uji statistik-t, variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada BPRS Amanah Ummah adalah variabel nisbah bagi hasil/margin, komposisi modal usaha, pengetahuan mengenai akad pembiayaan, dan sektor usaha yang dimiliki nasabah. Sedangkan untuk faktor-faktor lain seperti jumlah tanggungan keluarga, keuntungan usaha, frekuensi pembiayaan, dan tahun pendidikan tidak 129

berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. 7.3.1. Jumlah Tanggungan Keluarga (X 1 ) Variabel jumlah tanggungan keluarga menjadi faktor penduga untuk mengetahui pengaruh realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Berdasarkan dugaan jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk jumlah tanggungan keluarga (X 1 ) sebesar 0,126 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka P- value > α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel jumlah tanggungan keluarga bernilai positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah tanggungan keluarga akan berpengaruh pada penambahan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Semakin bertambahnya jumlah tanggungan akan berimplikasi kepada besarnya biaya kebutuhan keluarga. Hal ini akan menjadi pertimbangan pihak BPRS dalam pemberian pembiayaan untuk melihat kemampuan dalam mengangsur pembiayaan. Elastisitas jumlah tanggungan keluarga terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,1130. Artinya jika jumlah tanggungan bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,1130 persen, ceteris paribus. Jumlah tanggungan keluarga yang seharusnya menjadi tolok ukur ternyata tidak dapat berpengaruh signifikan dalam realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Pihak BPRS memberikan pembiayaan terhadap nasabah bukan berdasarkan pada jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki. Tetapi, sejauh mana nasabah mampu mengembalikan pembiayaan syariah yang diberikan terlepas dari besarnya biaya kebutuhan keluarga yang ada. Jumlah tanggungan keluarga nasabah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 130

Tabel 26. Jumlah Tanggungan Keluarga dari Responden BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Jumlah Tanggungan Keluarga 1-3 Orang 4-5 Orang 6Orang Jumlah Total Jumlah Nasabah (orang) 17 15 6 38 Persentase (%) 44,74 39,47 15,79 100 Berdasarkan tabel tersebut ditunjukkan bahwa hampir sebesar 45 persen atau sebesar 17 orang nasabah yang memiliki jumlah tanggungan keluarga antara 1-3 orang, untuk jumlah tanggungan keluarga antara 4-5 orang sebesar 15 orang atau sekitar 39 persen, dan untuk nasabah yang memiliki tanggungan keluarga lebih dari 6 orang hanya sebesar 6 nasabah atau sekitar 16 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan syariah tidak melihat jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki nasabah. Karena pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah nominal yang sangat besar pun banyak digulirkan kepada nasabah yang memiliki tanggungan keluarga antara 4-5 orang. Hal ini yang menyebabkan faktor jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh secara signifikan dalam realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Berdasarkan karakteristik usaha responden pun diketahui bahwa rata-rata total dari setiap usaha, nasabah memiliki jumlah tanggungan keluarga sebesar 4,19 orang. Apabila dilihat dari jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki nasabah ternyata tidak menjadi hal yang signifikan dalam merealisasikan pembiayaan syariah untuk nasabah yang memanfaatkan pembiayaan tersebut pada sektor agribisnis. 7.3.2. Keuntungan Usaha (X 2 ) Keuntungan usaha merupakan bagian yang muncul atas biaya dan pendapatan usaha. Pada realisasi pembiayaan diduga menjadi faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan yang diambil, semakin tinggi keuntungan usaha seorang nasabah maka akan semakin tinggi pihak BPRS memberikan dana pembiayaan pada usahanya. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk keuntungan usaha (X 2 ) sebesar 0,416 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi keuntungan usaha tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. 131

Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel keuntungan usaha bernilai positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya keuntungan usaha akan berpengaruh pada penambahan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Keuntungan usaha merupakan salah satu indikator kemampuan dalam membayar angsuran pembiayaan. Semakin besar keuntungan usaha yang diperoleh semakin besar kemampuan membayar angsuran dari bagian keuntungan yang didapat. Sehingga peluang pembiayaan yang diambil akan lebih besar, dikarenakan mampu membayar angsuran. Elastisitas keuntungan usaha terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0438. Artinya jika keuntungan usaha bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,0438 persen, ceteris paribus. Keuntungan usaha yang besar tidak langsung mempengaruhi BPRS dalam merealisasikan pembiayaan syariah yang besar untuk dimanfaatkan oleh nasabah. BPRS lebih memilih berhati-hati dalam menyalurkan dana yang ada kepada nasabah. Hal ini disebabkan besarnya keuntungan usaha yang dimiliki nasabah belum tentu dapat menggambarkan kemampuan seorang nasabah untuk membayar angsuran pembiayaan yang diberikan. Pembiayaan yang diberikan dilihat dari tujuan pemanfaatan yang direalisasikan dan berdasarkan barang yang riil yang dibantukan dengan adanya pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Oleh karena itu, BPRS memberikan bantuan pembiayaan bukan hanya melihat dari keuntungan usaha yang dimiliki oleh nasabah. Namun, BPRS memberikan bantuan kepada nasabah yang mampu menjalankan usahanya dengan stabil dan memiliki kontinuitas yang baik. Sehingga, BPRS tidak sekedar melihat keadaan keuntungan usaha saja, namun keragaan usaha yang mampu menopang ekonomi keluarga dan mampu menyisihkan untuk melakukan pengangsuran pembiayaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPRS Amanah Ummah memiliki komitmen untuk tetap melakukan pembiayaan pada sektor UMKM. Sektor yang keberadaan keuntungan usahanya tidak besar seperti keuntungan usaha pada sektor industri. Walaupun tidak terlalu besar namun BPRS tetap memberikan pembiayaan kepada nasabah. 132

Nilai uji statistik menunjukkan bahwa ada karakteristik yang berbeda dari BPRS Amanah Ummah dalam menjalankan realisasi pembiayaan. Walaupun seorang nasabah memiliki keuntungan usaha yang kecil tetap bisa mendapatkan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Begitu pula halnya bagi nasabah yang memiliki jumlah keuntungan usaha yang sangat besar yang seharusnya mendapatkan pembiayaan syariah yang besar pula, namun pada kenyataannya hanya mendapat pembiayaan yang relatif sedikit. Pihak BPRS Amanah Ummah dalam mengukur keuntungan usaha bukan hanya melihat dari besarnya nilai nominal saja tetapi lebih kepada kondisi usaha yang stabil dan normal pada usaha yang dijalankan oleh nasabah BPRS Amanah Ummah. Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keuntungan Usaha Pada BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Keuntungan Usaha (Rupiah) 1-50 Juta 50-100 Juta >100 Juta Total Jumlah Nasabah (orang) 10 13 15 38 Persentase (%) 26,32 34,21 39,47 100 Faktor keuntungan usaha pada hipotesis awal diduga akan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah, semakin besar keuntungan usaha maka akan semakin besar pula pembiayaan syariah yang direalisasikan. Namun, ternyata faktor tersebut tidak signifikan mempengaruhi jumlah realisasi pembiayaan syariah yang ada pada BPRS Amanah Ummah. Berdasarkan Tabel 27 di atas menunjukkan bahwa sebesar 39,47 persen pembiayaan disalurkan kepada nasabah yang memiliki keuntungan usaha lebih dari 100 juta rupiah. Pemberian pada rentang keuntungan usaha tersebut pun sangat beragam ada yang sangat besar hingga mencapai Rp. 600.000.000,00 dengan keuntungan usaha sebesar Rp. 695.179.999,70 pertahun dan paling kecil mencapai Rp. 15.000.000,00 dengan keuntungan usaha pertahun sebesar Rp. 136.945.000,00. Hal tersebut sangat berbeda dengan pembiayaan pada rentang keuntungan usaha 1-50 juta rupiah dan 50-100 juta rupiah. Pada rentang tersebut terdapat nasabah yang diberikan pembiayaan syariah yang memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan usaha yang didapat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa keuntungan usaha yang besar belum pasti akan diimbangi dengan jumlah realisasi pembiayaan yang besar pula. 133

Tabel 28. Komposisi antara Realisasi Pembiayaan dan Keuntungan Usaha Responden BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Jenis Usaha Realisasi Keuntungan Pembiayaan (Rp) Usaha (Rp) Komposisi (%) Pertanian 80.000.000,00 16.604.333,20 481,80 Perikanan 313.750.000,00 453.626.456,10 69,16 Peternakan 48.333.333,00 116.438.000,00 41,51 Perdagangan 34.433.333,33 143.505.995,00 23,99 Rata-rata Total 119.129.166,58 182.543.696,08 65,26 Pada Tabel 28 dapat dilihat bahwa komposisi realisasi pembiayaan dan keuntungan usaha memiliki perbedaan yang sangat signifikan pada usaha pertanian yaitu memiliki komposisi sangat tinggi hingga mencapai 481,80 persen dan yang paling kecil pada sektor perdagangan yaitu sebesar 23,99 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa keuntungan usaha yang dimiliki nasabah memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan dengan realisasi pembiayaan syariah yang diberikan oleh BPRS Amanah Ummah. Sehingga dapat dikatakan tidak mempengaruhi secara signifikan realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Dalam hal ini, nilai keuntungan usaha yang besar dari pihak nasabah tidak diikuti oleh nilai realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. BPRS Amanah Ummah memberikan perhatian secara khusus pada sektor pertanian, hal tersebut terlihat dari jumlah realisasi pembiayaan pada sektor ini yang memiliki nilai realisasi yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan usaha pertahun yang diperoleh nasabah. Sedangkan, pada sektor perdagangan memiliki realisasi pembiayaan syariah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan usaha pertahun yang dimiliki nasabah. 7.3.3. Frekuensi Pembiayaan (X 3 ) Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan, semakin tinggi frekuensi pengambilan diduga akan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk frekuensi pembiayaan (X 3 ) sebesar 0,125 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. 134

Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel frekuensi pembiayaan bernilai negatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya frekuensi pembiayaan akan berpengaruh pada pengurangan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan pada BPRS Amanah Ummah. Semakin tinggi frekuensi pembiayaan akan menimbulkan kepercayaan antara BPRS dengan nasabah. Sehingga peluang nasabah untuk meningkatkan pembiayaan akan lebih besar dari pembiayaan sebelumnya. Elastisitas frekuensi pembiayaan terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0447. Artinya jika frekuensi pembiayaan bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan menurun sebesar 0,0447 persen, ceteris paribus. Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Hal tersebut jelas terjadi pada BPRS Amanah Ummah, karena nasabah yang telah berkali-kali melakukan pembiayaan pada BPRS tidak berarti langsung dapat dipercaya. Karena BPRS memiliki prosedur untuk selalu melakukan analisis kelayakan kembali walaupun nasabah tersebut sudah sering mendapatkan pembiayaan. Oleh karena itu, frekuensi pembiayaan bukan menjadi tolok ukur untuk dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah yang ada. Walaupun nasabah mampu melakukan pembayaran pembiayaan dengan lancar dan baik. BPRS tetap harus menjalankan aturan dengan konsisten dan selalu melakukan pengecekan sebelum menyalurkan pembiayaan kepada nasabah yang melakukan pembiayaan kembali. Frekuensi pembiayaan yang semakin sering dan pembayaran yang baik serta lancar belum tentu membuat pihak BPRS memberikan peningkatan jumlah pembiayaan yang diberikan untuk pembiayaan selanjutnya. Karena BPRS tetap melakukan pengukuran terhadap keinginan dan kemampuan nasabah tersebut. Apabila pengajuan pembiayaan dari nasabah dirasa tidak rasional maka pihak BPRS akan melakukan peninjauan ulang terhadap usaha yang dilakukan nasabah apakah sudah sesuai atau tidak dengan pengajuan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan akibat dana yang diberikan BPRS 135

terlalu besar dan tidak sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pada usaha nasabah yang dapat merugikan BPRS serta nasabah lainnya. Karena dana yang disalurkan oleh pihak BPRS merupakan dana yang diamanahkan kepada pihak BPRS untuk disalurkan kembali kepada nasabah yang memerlukan pembiayaan. Tabel 29. Frekuensi Pembiayaan Responden BPRS Amanah Ummah Berdasarkan Jumlah Nasabah dan Persentase Tahun 2009 Frekuensi Pembiayaan (kali) 1-2 Kali 3-4 Kali 5 Kali Total Jumlah Nasabah (orang) 22 12 4 38 Persentase (%) 57,89 31,58 10,53 100 Pada contoh kasus ada nasabah yang telah sepuluh kali memanfaatkan pembiayaan syariah, namun nilai nominal pembiayaan yang direalisasikan hanya sebesar Rp. 40.000.000,00. Sebaliknya, ada nasabah yang baru pertama kali memanfaatkan pembiayaan syariah namun telah mendapat nilai nominal realisasi pembiayaan mencapai Rp. 150.000.000,00. Kasus seperti inilah yang menunjukkan bahwa realisasi pembiayaan syariah dinilai bukan pada jumlah frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan oleh nasabah, tetapi lebih kepada kebutuhan pembiayaan yang diperlukan nasabah dalam menjalankan usahanya serta kemampuan nasabah dalam mengembalikan pembiayaan tersebut. Selain itu, pada Tabel 29 ditunjukkan bahwa pembiayaan syariah yang disalurkan didominasi oleh responden yang memiliki rentang frekuensi pembiayaan antara 1-2 kali yaitu sebesar 57,89 persen dari keseluruhan responden yang ada. Sedangkan nasabah yang memiliki rentang frekuensi pembiayaan antara 3-4 kali dan lebih dari sama dengan lima kali secara berturut-turut berjumlah 31,58 persen dan 10,53 persen. Faktor frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah disebabkan adanya beberapa nasabah yang baru meminjam untuk yang kedua kalinya tetapi telah mendapatkan realisasi pembiayaan yang terbesar diantara nasabah lainnya yaitu sebesar Rp. 600.000.000,00. Sedangkan, disisi lain ada nasabah yang telah melakukan pembiayaan lebih dari lima kali tetapi memperoleh realisasi pembiayaan yang lebih kecil yaitu sebesar Rp. 40.000.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPRS tidak melihat jumlah realisasi pembiayaan yang diberikan berdasarkan frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan, melainkan dari kebutuhan pembiayaan yang diperlukan nasabah 136

dan kemampuan nasabah tersebut dalam mengembalikan pembiayaan yang diberikan. BPRS Amanah Ummah menerapkan prinsip kehati-hatian yang sangat tinggi karena pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS terhadap nasabah berasal dari dana titipan nasabah yang diamanahkan kepada BPRS untuk dapat dimanfaatkan secara produktif dan dana yang ada dapat semakin berkembang untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan karakteristik dari responden pun diketahui bahwa dari seluruh usaha baik sektor pertanian, perikanan, peternakan, maupun perdagangan dapat mencapai rata-rata frekuensi pembiayaan sebanyak empat kali. Namun, frekuensi yang semakin besar tersebut tidak secara langsung mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis itu sendiri. Sehingga wajar apabila dikatakan bahwa pembiayaan yang diberikan tidak pula melihat jumlah frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan oleh nasabah BPRS Amanah Ummah. 7.3.4. Nisbah Bagi Hasil/Margin (X 4 ) Bagi hasil diduga menjadi faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Karena, nasabah akan melihat berapa persen besarnya margin atau nilai bagi hasil pembiayaan yang akan dilakukan. Hal tersebut terbukti dari hasil analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk nisbah bagi hasil/margin (X 4 ) sebesar 0,000 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka P-value < α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi nisbah bagi hail/margin signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel nisbah bagi hasil/margin bernilai positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya nisbah bagi hasil/margin akan berpengaruh pada peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Elastisitas nisbah bagi hasil/margin terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,9678. Artinya jika nisbah bagi hasil/margin bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,9678 persen, ceteris paribus. Kejelasan akad yang dilakukan antara pihak nasabah dengan pihak BPRS Amanah Ummah akan membuat faktor nisbah bagi hasil/margin menjadi sangat 137

signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Karena BPRS maupun nasabah dapat mengukur kemampuan untuk memanfaatkan pembiayaan yang ada di BPRS dengan melihat nisbah bagi hasil/margin yang dibebankan oleh pihak BPRS. Sehingga nasabah pun tidak melakukan peminjaman dana yang melebihi kemampuan untuk membayar kembali ketika waktu angsuran tiba. Bagi hasil yang ditetapkan merupakan kesepakatan antara pihak nasabah dengan pihak BPRS Amanah Ummah sehingga akan ada keadilan dalam menentukan keuntungan. Semakin besar nisbah bagi hasil/margin yang disepakati maka akan meningkatkan jumlah realisasi pembiayaan syariah yang akan diberikan kepada nasabah. Berdasarkan bagi hasil/margin yang ditentukan maka pihak nasabah dan BPRS wajib menjaga kesepakatan yang dibuat dalam akad yang telah ditetapkan. Semakin tinggi keinginan nasabah memperoleh pembiayaan syariah dari BPRS maka nasabah tersebut harus berani mempertanggungjawabkan jumlah nisbah bagi hasil/margin yang akan dibebankan oleh BPRS Amanah Ummah. Hal inilah yang mengharuskan adanya rasa saling percaya dalam menjalankan pembiayaan syariah. Bagi hasil yang ada sesuai dengan jumlah realisasi pembiayaan yang diberikan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 30. Beradasarkan hal tersebut dapat ditunjukkan bahwa nisbah bagi hasil/margin pun ditetpkan jumlahnya sesuai dengan jangka waktu pembiayaan tersebut dilaksanakan. Sehingga akan mempengaruhi nisbah bagi hasil/margin yang diambil oleh pihak BPRS Amanah Ummah. Berdasarkan Tabel 30 dapat ditunjukkan bahwa pembiayaan yang ada memiliki kisaran nisbah bagi hasil/margin sebesar 11-22,8 persen. Nisbah bagi hasil/margin tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama sehingga tidak ada yang merasa dirugikan dan keberatan. Hal tersebut dapat terlihat pada nasabah ketiga dan keempat yang mendapat realisasi pembiayaan sebesar Rp. 80.000.000,00 dan Rp. 110.000.000,00 dengan nisbah bagi hasil/margin sebesar 11 persen atau senilai Rp. 8.800.000,00 dan Rp. 12.100.000,00. Hal ini berbeda dengan nasabah ke-29 yang mendapat realisasi pembiayaan sebesar Rp. 85.000.000,00 dengan nisbah bagi hasil/margin sebesar 22,8 persen atau senilai Rp. 19.380.000,00. Perbedaan ini selain ditentukan berdasarkan jangka waktu angsuran tetapi juga dari jumlah 138

realisasi pembiayaan yang diterima oleh nasabah. Selain itu, ada nasabah yang hanya mendapat realisasi pembiayaan sebesar Rp. 4.000.000,00 tetapi memperoleh nisbah bagi hasil/margin sebesar 22,8 persen atau senilai Rp. 864.000,00. Tabel 30. Persentase Bagi Hasil Pembiayaan Syariah pada BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 No. Realisasi Pembiayaan Nisbah Bagi Hasil/Margin Persentase (Rp) (Rp/Tahun) Pembiayaan (%) 1 150.000.000,00 18.000.000,00 12 2 5.000.000,00 900.000,00 18 3 80.000.000,00 8.800.000,00 11 4 110.000.000,00 12.100.000,00 11 5 20.000.000,00 3.840.000,00 19,2 6 15.000.000,00 1.800.000,00 12 7 600.000.000,00 93.600.000,00 15,6 8 500.000.000,00 78.000.000,00 15,6 9 18.000.000,00 3.240.000,00 18 10 7.000.000,00 1.428.000,00 20,4 11 10.000.000,00 1.800.000,00 18 12 250.000.000,00 39.000.000,00 15,6 13 5.000.000,00 1.020.000,00 20,4 14 18.000.000,00 3.672.000,00 20,4 15 15.000.000,00 2.700.000,00 18 16 100.000.000,00 12.000.000,00 12 17 5.000.000,00 1.020.000,00 20,4 18 15.000.000,00 2.340.000,00 15,6 19 40.000.000,00 5.280.000,00 13,2 20 5.000.000,00 840.000,00 16,8 21 15.000.000,00 3.060.000,00 20,4 22 8.000.000,00 1.536.000,00 19,2 23 9.000.000,00 1.944.000,00 21,6 24 200.000.000,00 28.800.000,00 14,4 25 7.000.000,00 1.020.000,00 14,6 26 5.000.000,00 1.080.000,00 21,6 27 4.000.000,00 864.000,00 21,6 28 4.000.000,00 912.000,00 22,8 29 85.000.000,00 19.380.000,00 22,8 30 40.000.000,00 9.120.000,00 22,8 31 7.000.000,00 1.596.000,00 22,8 32 5.000.000,00 1.140.000,00 22,8 33 5.000.000,00 900.000,00 18 34 100.000.000,00 18.000.000,00 18 35 10.000.000,00 2.160.000,00 21,6 36 5.000.000,00 900.000,00 18 37 6.000.000,00 1.008.000,00 16,8 38 30.000.000,00 6.780.000,00 22,6 139

Apabila dilihat pada karakteristiknya dapat ditunjukkan bahwa nisbah bagi hasil/margin sangat berhubungan erat dengan realisasi pembiayaan yang diterima nasabah. Semakin besar realisasi pembiayaan syariah yang diterima nasabah maka akan semakin besar pula nisbah bagi hasil/margin yang dibebankan kepada nasabah tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pula pada Tabel Karakteristik usaha responden pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah. Hal tersebut terbukti bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dipengaruhi oleh nisbah bagi hasil/margin yang disepakati bersama antara pihak BPRS dan nasabah. Nisbah bagi hasil/margin akan semakin besar seiring dengan nilai realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. 7.3.5. Tahun Pendidikan (X 5 ) Tahun pendidikan diduga menjadi faktor yang berimplikasi kepada pengetahuan mitra terhadap pembiayaan, karena semakin tinggi tahun pendidikan yang dimiliki maka peluang untuk mendapatkan pembiayaan lebih besar karena memiliki pengetahuan. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk tahun pendidikan (X 5 ) sebesar 0,240 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka P-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi tahun pendidikan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel tahun pendidikan bernilai positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya tahun pendidikan akan berpengaruh pada peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Elastisitas tahun pendidikan terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0752. Artinya jika tahun pendidikan bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan meningkat sebesar 0,0752 persen, ceteris paribus. Berdasarkan hasil tersebut terlihat jelas bahwa tahun pendidikan bukan menjadi faktor penentu bagi realisasi pembiayaan syariah pada sektor agribisnis. Karena, keberhasilan menjalankan suatu usaha tidak hanya disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki melainkan juga berasal dari pengalaman usaha, keterampilan, dan kegigihan dalam menjalankan usaha tersebut. Oleh karena itu, 140

tingkat pendidikan tidak menjadi panduan dasar bagi BPRS dalam menyalurkan pembiayaan. Hal tersebut dapat terlihat pada tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah, baik itu pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, program diploma, ataupun yang mencapai tingkat sarjana. Nasabah yang memiliki tingkat pendidikan pada jenjang apapun berkesempatan mendapatkan pembiayaan syariah pada tingkat tertentu. Tabel 31. Tingkat Pendidikan Responden BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Jumlah Nasabah (orang) Proporsi (%) 1 SD 11 28,95 2 SMP 5 13,16 3 SMA 17 44,74 4 D3 1 2,63 5 S1 4 10,52 Jumlah Total 38 100 Tabel 31 menunjukkan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis tidak terpengaruh dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nasabah, karena tingkat pendidikan yang paling mendominasi adalah nasabah yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan tamat SMA sebanyak 17 orang atau sebesar 44,74 persen dari responden yang ada. Berdasarkan hal tersebut ternyata tingkat pendidikan tidak mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Selain itu, data yang didapat menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ada pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah didominasi oleh masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal inilah yang menjadi penyebab sedikitnya inovasi dan penggunaan teknologi dalam usaha mereka karena kompetensi pendidikan nasabah masih belum cukup baik dari tingkat pendidikannya. Nasabah dalam menjalankan usahanya lebih didasari oleh pengalaman usaha pada sektor agribisnis yang telah mereka lakukan sebelumnya. Tingkat pendidikan tersebut dapat menjadi acuan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan ekonomi yang ada pada nasabah. Walaupun hal tersebut dapat dibantah dengan kesejahteraan nasabah yang memiliki tingkat pendidikan hanya 141

sampai tingkat SD, namun memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan tingkat pendidikan tersebut tidak membuat BPRS Amanah Ummah merasa pesimis dalam menyalurkan pembiayaannya. Karena tujuan awal yang dimiliki adalah membantu nasabah dalam menjalankan usaha dengan memberikan bantuan modal mikro syariah. Walaupun setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap realisasi pembiayaan syariah. Namun tingkat pendidikan ini menjadi acuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan nasabah dalam menyerap hal-hal yang harus dilakukan dalam menjalankan usaha mereka. 7.3.6. Komposisi Modal Usaha (X 6 ) Komposisi modal usaha merupakan bagian yang diduga menjadi faktor yang berpengaruh pada pengambilan keputusan BPRS untuk memberikan bantuan pembiayaan jika komposisi modal yang dimiliki secara pribadi lebih besar dibandingkan modal dari pihak lain. Berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk komposisi modal usaha (X 6 ) sebesar 0,024 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka P-value < α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi komposisi modal usaha signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel komposisi modal usaha bernilai negatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan bertambahnya komposisi modal usaha akan berpengaruh pada penurunan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Elastisitas komposisi modal usaha terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,1931. Artinya jika komposisi modal usaha bertambah sebesar satu persen maka jumlah realisasi pembiayaan yang diterima akan menurun sebesar 0,1931 persen, ceteris paribus. Walaupun berdasarkan hasil perhitungan mendapatkan koefisien bernilai negatif, komposisi modal usaha tidak mempengaruhi secara nyata terhadap realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hal tersebut disebabkan pihak BPRS tidak melihat jumlah atau komposisi modal usaha yang dimiliki nasabah sebagai acuan dalam menentukan jumlah realisasi pembiayaan yang akan diberikan. Hal ini disebabkan terdapat nasabah yang seluruh modal usaha berasal 142

dari modal pribadi dan ada pula nasabah yang hanya memiliki komposisi modal usaha yang kecil ketika melakukan pengajuan pembiayaan syariah kepada BPRS Amanah Ummah. Sehingga dapat dikatakan komposisi modal usaha tidak berpengaruh terhadap jumlah realisasi pembiayaan syariah yang disalurkan. Karena pembiayaan yang dilakukan hanya digunakan sebagai tambahan modal usaha. Tabel 32. Komposisi Modal Usaha Responden BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Komposisi Modal Usaha (%) 0-35% 35-70% >70% Total Jumlah Nasabah (orang) 2 26 10 38 Persentase (%) 5,26 68,42 26,32 100 Modal yang dimiliki oleh nasabah terkadang lebih besar jika dibandingkan dengan modal yang diterima oleh nasabah dari BPRS Amanah Ummah. Kebutuhan pembiayaan syariah pada beberapa nasabah yang berasal dari BPRS Amanah Ummah terkadang bukan menjadi modal utama yang dibutuhkan nasabah melainkan hanya menjadi modal pelengkap untuk menambah modal pribadi yang telah dimiliki, sehingga nasabah dapat menutupi kekurangan modal yang terjadi. Pada Tabel 32, pada kasus tertentu terdapat beberapa nasabah yang memiliki 100 persen modal sendiri tetapi hanya mendapatkan realisasi pembiayaan syariah yang relatif kecil. Namun, pada kasus lain juga terdapat beberapa nasabah yang hanya memiliki persentase komposisi modal yang kecil tetapi mendapatkan realisasi pembiayaan yang sangat besar. Komposisi modal usaha ini sebenarnya dilakukan untuk melihat seberapa besar pihak nasabah memiliki hutang dari pihak lain dalam modal yang dimilikinya. Karena hal tersebut menjadi pertimbangan pihak BPRS Amanah Ummah dalam menentukan realisasi pembiayaan syariah pada nasabah. Pembiayaan syariah juga terkadang tidak sebanding dengan komposisi modal awal yang dimiliki nasabah, sehingga menjadi wajar apabila komposisi modal usaha tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Usaha yang diberikan pembiayaan syariah oleh BPRS Amanah Ummah dapat berjalan dengan kontinuitas yang lebih 143

baik. Karena masalah seperti kekurangan modal usaha dapat ditutupi oleh pembiayaan syariah tersebut. BPRS tidak mengharuskan seoarang nasabah memiliki modal awal. BPRS Amanah Ummah lebih menekankan agar nasabah dapat menjalankan usahanya dengan baik sehingga pengembalian pembiayaan menjadi lancar dan tanpa adanya tunggakan yang dapat merugikan pihak BPRS maupun nasabah lain yang seharusnya mendapatkan kesempatan mendapatkan pembiayaan syariah. 7.3.7. Pengetahuan Mengenai Akad (D 1 ) Pengetahuan mengenai akad pembiayaan merupakan ukuran pengetahuan nasabah terhadap skim pembiayaan yang diambil. Hal ini diduga jika nasabah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai sistem pembiayaan, maka semakin mudah nasabah/mitra dalam perhitungan pembiayaan yang diduga akan mempengaruhi pengambilan pembiayaan secara positif. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk pengetahuan mengenai akad (D 1 ) sebesar 0,048 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka P-value < α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi pengetahuan mengenai akad signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel pengetahuan mengenai akad bernilai positif. Elastisitas pengetahuan mengenai akad terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0444. Artinya jika nasabah memiliki pengetahuan mengenai akad maka jumlah realisasi pembiayaan akan meningkat sebesar 0,0444 persen, ceteris paribus. Berdasarkan hasil tersebut terlihat jelas bahwa pengetahuan mengenai akad pembiayaan menjadi salah satu faktor penentu dalam menentukan jumlah realisasi pembiayaan syariah yang akan diberikan. Hal tersebut disebabkan pihak BPRS merasa lebih mudah memberikan pembiayaan syariah kepada nasabah yang paham mengenai akad pembiayaan yang akan digunakan. Selain itu, BPRS Amanah Ummah merasa lebih tenang menyalurkan pembiayaan yang lebih besar kepada nasabah yang mengerti akan akad pembiayaan, karena nasabah tersebut dianggap akan memahami prosedur pengembalian pembiayaan sehingga 144

mencegah terjadinya pengembalian pembiayaan yang macet dan atau pembiayaan kurang lancar serta diragukan. Tabel 33. Komposisi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Akad BPRS Amanah Ummah Tahun 2009 Pengetahuan Mengenai Akad Tahu Tidak Tahu Total Jumlah Nasabah (orang) 16 22 38 Persentase (%) 42,10 57,90 100 Berdasarkan Tabel 33, diketahui bahwa nasabah yang mengatakan tidak tahu mengenai akad yang digunakan mendominasi responden pembiayaan syariah pada BPRS Amanah Ummah. Sebesar 57,90 persen atau sebanyak 22 orang responden mengatakan mereka tidak tahu-menahu mengenai akad pembiayaan yang digunakan. Namun, walaupun sebagian nasabah mengatakan tidak memahami akad yang akan digunakan dalam pembiayaan, hal ini tetap menjadi faktor penentu yang dijadikan bahan acuan bagi BPRS Amanah Ummah dalam menentukan jumlah realisasi pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabah. BPRS Amanah Ummah akan menjelaskan terlebih dahulu akad yang akan digunakan dalam pembiayaan agar nasabah dapat memahami proedur yang harus diikuti. 7.3.8. Sektor Usaha (D 2 ) Sektor usaha merupakan ukuran apakah nasbah/mitra melakukan usaha agribisnis pada sistem on-farm atau off-farm (usaha perdagangan input ataupun hasil pertanian dan pengolahan produk pertanian). Hal ini diduga bahwa sektor usaha off-farm akan lebih besar mendapatkan pembiayaan karena risiko yang ada lebih sedikit serta siklus usaha yang lebih cepat daripada sektor usaha on-farm. Namun, berdasarkan analisis menggunakan Software Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai P-value untuk sektor usaha (D 2 ) sebesar 0,007 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka P-value < α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi sektor usaha signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Tanda estimasi yang dimiliki oleh variabel sektor usaha bernilai positif. Elastisitas sektor usaha terhadap jumlah realisasi pembiayaan dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,0445. Artinya jika sektor usaha nasabah adalah On- 145