BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak kita jumpai konflik yang terjadi di dalam dunia industri dan organisasi. Konflik sendiri diartikan sebagai reaksi psikologis dan perilaku (behavioral) terhadap suatu persepsi bahwa orang lain menghalangi Anda dalam mencapai suatu tujuan, mengambil hak Anda untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu, atau merusak pengharapan-pengharapan dari suatu hubungan (dalam Aamodt, 2007). Pendapat lain mengatakan bahwa konflik adalah suatu proses yang dimulai saat satu pihak memandang bahwa pihak lainnya frustrasi, atau akan mengalami frustrasi oleh kepentingan pihak mereka (dalam Dunnette, 1988). Di dalam penelitian ini, konflik dibatasi kepada dyadic conflict, yaitu konflik yang muncul di antara dua unit sosial yang dapat berupa individu, kelompok, atau organisasi. Konflik ini melibatkan persepsi, emosi, perilaku, dan hasil yang diperoleh dari kedua kelompok. Jenis-jenis konflik yang termasuk di dalam dyadic conflict ini yaitu: (1) Konflik Interpersonal (Interpersonal Conflict); (2) Konflik Individual-Kelompok (Individual-Group Conflict); dan (3) Konflik Kelompok-Kelompok (Group-Group Conflict) (dalam Dunnette, 1988). Aamodt (2007) mengatakan bahwa konflik interpersonal di lingkungan kerja bisa muncul antara rekan kerja, antara supervisor dan bawahan, antara karyawan dan kustomer, atau antara karyawan dengan pemasok (vendor). Universitas Sumatera Utara 8
Sementara itu, Luthans (2005) mengatakan terdapat lima hal penyebab dari timbulnya konflik interpersonal ini, yaitu: (1) Kompetisi terhadap sumber daya; (2) Saling ketergantungan tugas; (3) Ketidakjelasan peraturan; (4) Penghalang-penghalang komunikasi; dan (5) Kepribadian. Dalam organisasi, interaksi antar karyawan akan berpeluang menimbulkan konflik interpersonal, karena menurut Thibaut & Kelley (1959) interaksi merupakan elemen yang menjadi bagian dari saling ketergantungan seorang individu dengan individu lainnya. Interaksi ini merupakan keterikatan individu yang mempengaruhi well-being individu itu sendiri dan well-being individu lainnya (dalam Fletcher & Clark, 2001). Sesuai dengan pendapat Luthans (2005) sebelumnya, Ia mengatakan bahwa penyebab konflik interpersonal bisa disebabkan karena adanya saling ketergantungan tugas. Dengan demikian interaksi karyawan akan berpeluang dalam menimbulkan konflik interpersonal. Sementara itu, bidang pekerjaan sales asuransi merupakan jenis salesmanship yang termasuk ke dalam consumer salesmanship jenis speciality sales executivies. Consumer salesmanship yaitu jenis sales sales yang memperdagangkan barang atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, dimana motivasi pembeliannya merupakan kombinasi antara motivasi emosional dan rasional. Disebut speciality sales executives karena tugasnya menjual barang atau jasa tertentu pada satu kelompok konsumen akhir di rumah atau di kantor mereka. Tipe sales ini harus mampu bekerja esktra keras, energik, ambisius dan ramah, karena mereka harus bepergian terus menerus dari satu Universitas Sumatera Utara 9
tempat ke tempat lain menemui beraneka ragam calon pembeli (dalam Sutojo, 2003). Penyebab konflik interpersonal lainnya di lingkungan kerja juga bisa terjadi dari rekan kerja yang memiliki kepribadian yang senang mengkritik, mencuri ide, menyalahkan, meremehkan pekerjaan orang lain, ataupun ingin menang sendiri. Ketidaknyamanan yang disebabkan oleh orang-orang ini sering kali berdampak negatif terhadap individu lain, pekerjaan, dan kegiatan lainnya di perusahaan tempat mereka bekerja, sehingga penyelesaian pekerjaan menjadi terhambat, bahkan tidak terselesaikan sama sekali. Hal ini disampaikan oleh Roy Sembel (Direktur Program MM Keuangan Universitas Bina Nusantara) dan Sandra Sembel (Dirut EdPro - sebuah lembaga pembelajaran untuk para eksekutif dan profesional) dalam situs surat kabar Sinar Harapan:... Kita menjadi malas bekerja sama dengan orang-orang ini, sehingga penyelesaian pekerjaan terhambat, bahkan bisa menyebabkan pekerjaan terbengkalai atau sama sekali tidak terselesaikan. Jika semua ini terjadi, konsumen akan lari, dan lambat laun bisnis kita pun akan hancur (www.sinarharapan.co.id). Karyawan dengan karakter seperti ini mereka sebut sebagai karyawan yang berkarakter miskin. Mereka juga sering berdalih saat dituntut untuk mencapai target penjualan oleh atasan. Berikut ini pendapat dari Cahyo Pramono, SE, MBA mengenai karyawan sales yang sering berdalih:... Pada tahap ini biasanya mereka dengan cerdas mencari kambing hitam dan seribu satu alasan sebagai upaya pembenaran bahwa mereka sudah mencoba yang terbaik (www.waspada.co.id). Universitas Sumatera Utara 10
Sementara itu, Gottman (1994) mengatakan bahwa individu yang sering berdalih ini adalah individu yang sedang mengalami konflik interpersonal, yaitu saat anggota suatu kelompok (tim) dikritik oleh anggota lainnya, yaitu kepribadian / karakternya diserang, maka mereka akan merespon secara defensif dan bertahan. Saat bersikap defensif, mereka akan terlibat dalam perilaku yang akan meningkatkan konflik, salah satu tindakan defensif ini yaitu dengan membuat alasan-alasan, dimana kekuatan di luar kendali seseorang menjadi sesuatu yang dipersalahkan (dalam Burn, 2004). Ketika menghadapi konflik, kebanyakan orang memiliki gaya tertentu yang mereka gunakan saat menghadapinya (Wilmot & Hocker, dalam Aamodt, 2007). Blake, dkk. (1964) menyebutkan lima orientasi yang bisa ditempuh individu untuk mengatasi konflik interpersonal ini, yaitu: (1) Bersaing (Competitive); (2) Bekerja sama (Collaborative); (3) Menghindari (Avoidant); (4) Memberikan (Accomodative); dan (5) Berbagi (Sharing) (dalam Dunnette, 1988). Adapun dimensi yang menjadi dasar dalam cara penanganan konflik interpersonal ini adalah: (1) Usaha dalam memenuhi kepentingan diri sendiri; dan (2) Usaha dalam memenuhi kepentingan orang lain (Rahim & Magner, dalam Weiten dkk., 2006). Winardi (2004) berpendapat bahwa dari kelima cara / perilaku mengatasi konflik interpersonal di atas, perilaku kolaboratif, akomodatif, dan berkompromi (berbagi) merupakan perilaku yang dinilai positif atau disenangi oleh pihak lain. Winardi (2004) juga mengatakan bahwa salah satu sifat dari konflik interpersonal yaitu perlu diperhatikannya hasil-hasil bersama / kepentingan kedua Universitas Sumatera Utara 11
belah pihak, maupun hasil-hasil individual / kepentingan masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik yang bersangkutan. Sedangkan Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel mengatakan bahwa dalam memenuhi kepentingan individu di tempat kerja, maka individu tersebut akan melibatkan individu lainnya untuk memiliki atau menguasai sesuatu yang Ia inginkan. Dimana menurut mereka hal ini bisa dilakukan dengan jalan negosiasi (www.sinarharapan.co.id). Sementara itu, menurut Cahyo Pramono, SE, MBA, ketika karyawan seperti sales ditantang untuk target tertentu, umumnya mereka akan merespon dengan nilai yang tinggi dan membanggakan, tetapi pada tahap pelaksanaannya banyak yang tidak menunjukkan kinerja positif sesuai harapan target tersebut. Pada akhir pelaksanaannya juga tidak memuaskan, terlebih lagi jika sedang melakukan proses negosiasi. Berikut ini adalah pernyataannya:... Saya yakin Anda setuju jika saya katakan inilah situasi yang sangat tidak nyaman. Lebih parah lagi jika kita berada pada posisi harus bernegosiasi dengan tim penjualan kita sendiri. Bukankah harusnya merekalah yang mesti bernegosiasi dengan pembeli di luar sana, bukan dengan kita (www.waspada.co.id). Menurut Phil Baguley, negosiasi merupakan cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh kedua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Namun negosiasi ini memiliki potensi konflik di dalam prosesnya, sehingga sangat penting untuk memahami cara mengatasi konflik interpersonal ini (www.sinarharapan.co.id). Universitas Sumatera Utara 12
Selanjutnya Aamodt (2007) berpendapat bahwa negosiasi dan tawarmenawar (bargaining) ini akan terjadi ketika individu memakai orientasi berkompromi dalam mengatasi konflik interpersonal. Aamodt (2007) menerangkan bahwa proses negosiasi ini dimulai saat kedua pihak membuat suatu penawaran yang meminta suatu hal lebih banyak daripada yang diinginkan sebenarnya. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Henri Barki dan Jon Hartwick (2001), ditemukan bahwa konflik interpersonal memiliki korelasi negatif dengan orientasi perilaku kolaboratif (problem-solving), serta memiliki korelasi positif dengan orientasi perilaku kompetitif (asserting) dan menghindar (avoiding). Selain itu, orientasi perilaku kolaboratif dikatakan memiliki efek positif, sedangkan orientasi perilaku kompetitif dan menghindar akan menghasilkan efek negatif pada kepuasan resolusi konflik (www.bebas.vlsm.org). Dengan demikian, orientasi perilaku kompetitif dan menghindar dalam menangani konflik interpersonal menyebabkan timbulnya konflik interpersonal, serta menghasilkan ketidakpuasan dalam resolusi konflik. Sedangkan orientasi perilaku kolaboratif tidak menyebabkan konflik interpersonal dan menghasilkan kepuasan dalam resolusi konflik bagi pihak lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Donnelly (1971) yang mengatakan bahwa hubungan-hubungan yang didasari dengan perilaku kompetitif merupakan suatu hubungan konflik (dalam Dunnette, 1978). Apa yang dimaksud dengan tidak menyebabkan konflik interpersonal di atas dapat dijelaskan melalui Model Proses Konflik Dyadic (Process Model of Universitas Sumatera Utara 13
Dyadic Conflict) dari Pondy (1967) dan Walton (1969). Dalam satu episode Model Proses Konflik Dyadic ini terdapat lima tahap yang dilalui, yaitu: (1) Frustrasi; (2) Konseptualisasi; (3) Reaksi Pihak Lain; (4) Perilaku; dan (5) Hasil. Di sini konflik muncul sebagai suatu episode, dimana setiap episode terbentuk secara terpisah oleh hasil-hasil dari episode sebelumnya, yang menjadi landasan kerja bagi episode-episode konflik selanjutnya (dalam Dunnette, 1978). Pada tahap Hasil, ketika interaksi di antara kedua pihak berakhir maka beberapa hasil akan muncul dalam bentuk suatu kesepakatan. Pada tahap ini kita juga memutuskan bagaimana kita akan memberi respon terhadap cara konflik yang telah diatasi hingga sampai pada tahap ini (Luthans, 2005). Dengan kata lain, jika tidak tercapai kesepakatan pada tahap Hasil (Outcome) melalui perilaku penanganan konflik pada tahap Perilaku (Behavior), maka konflik tersebut akan berlanjut ke episode konflik berikutnya (dalam Dunnette, 1978). Sebagai contoh, seorang konsumen mengalami konflik dengan seorang sales karena meminta ganti rugi atas produknya yang rusak. Namun sales tersebut memilih perilaku penanganan konflik interpersonal yang muncul secara kompetitif, yaitu dengan menolak memberikan ganti rugi kepada konsumen tersebut. Kepentingan konsumen yang tidak terpenuhi dan hanya memenuhi / menguntungkan kepentingan sales membuat konsumen meningkatkan konflik dengan sales tersebut. Tingkat episode konflik selanjutnya bisa menjadi lebih besar, yaitu konsumen kemungkinan akan mengajukan tuntutan terhadap perusahaan sales tersebut. Universitas Sumatera Utara 14
Dengan demikian, karyawan sales yang mengalami konflik interpersonal bisa mempengaruhi proses negosiasi oleh individu yang menggunakan orientasi berkompromi, dan dalam melakukan proses negosiasi ini akan berpeluang menimbulkan konflik interpersonal, hal ini sesuai dengan pendapat Winardi (2004):... Andaikata pihak-pihak yang berhadapan satu sama lain hanya melihat elemen-elemen distributif (menang-kalah), maka negosiasi membuka peluang untuk munculnya konflik konfrontatif. Winardi (2004) menjelaskan bahwa menang-kalah di sini merupakan suatu pendekatan yang merupakan cerminan dari perilaku yang bersifat asertif / kompetitif dan tidak bekerja sama terhadap konflik. Orang-orang yang menggunakan gaya demikian berupaya mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri tanpa menghiraukan kepentingan pihak lain (Winardi, 2004). Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan. I.B. Perumusan Masalah Peneliti di dalam penelitian ini berusaha untuk mengetahui bagaimana gambaran orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan. Universitas Sumatera Utara 15
I.C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan, menggambarkan atau mendeskripsikan komponen-komponen orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan. I.D. Manfaat Penelitian I.D.1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, seperti: a. Dapat mengenali sumber-sumber penyebab konflik interpersonal agar kepentingan kedua belah pihak yang mengalami konflik bisa diselesaikan. b. Dapat mengetahui efek positif dan negatif dari konflik interpersonal bagi organisasi. c. Dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai perilaku mengatasi konflik interpersonal di tempat kerja. I.D.2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, seperti: a. Dapat menyumbangkan karya ilmiah dan perluasan informasi teoritis di bidang Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi suatu penelitian yang dapat dikembangkan dan dijadikan referensi pada penelitian-penelitian berikutnya, khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan konflik interpersonal. Universitas Sumatera Utara 16
I.E Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut : Bab I Pendahuluan dalam Bab I ini akan menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian. Bab II Landasan Teori dalam Bab II ini akan dijelaskan mengenai pengertian konflik interpersonal, jenis-jenis konflik, model proses konflik, komponen-komponen serta aspek-aspek orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal, sumber-sumber penyebab konflik interpersonal, efek fungsional dan disfungsional dari konflik interpersonal, faktorfaktor yang mempengaruhi konflik interpersonal, jenis-jenis sales, dan gambaran orientasi perilaku mengatasi konflik interpersonal pada sales asuransi di kota Medan. Bab III Metodologi Penelitian berisi mengenai metode penelitian yang digunakan, identifikasi variabel penelitian, defenisi variabel operasional penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item, dan reliabilitas serta metode analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Analisis Hasil Penelitian, yang berisikan uraian hasil penelitian dan analisis data. Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran. Universitas Sumatera Utara 17