Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

dokumen-dokumen yang mirip
2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Sosis ikan SNI 7755:2013

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Siomay ikan SNI 7756:2013

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

BAB III BAHAN DAN METODE

Bakso ikan SNI 7266:2014

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Analisa Mikroorganisme

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEMPELAJARI PENERAPAN SANITASI DAN MUTU KEAMANAN PENGOLAHAN PINDANG IKAN TONGKOL

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM

III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MI INSTAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

HASIL DAN PEMBAHASAN

KUALITAS PENGOLAHAN IKAN KAYU DI KABUPATEN SIKKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

BBP4BKP. Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

Ikan beku SNI 4110:2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CABE GILING DALAM KEMASAN

Mutu karkas dan daging ayam

Terasi udang SNI 2716:2016

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

PRAKTIKUM LAPANGAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP)

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

Transkripsi:

4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat, termasuk laut kepulauan dan laut nusantara. Klasifikasi Ikan Tongkol Menurut Saanin (1986), adalah sebagai berikut: Phylum : Animalia Sub Phylum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Perchomorphi Sub Ordo : Scombrina Famili : Scombridae Genus : Euthynnus Spesies : Euthynnus affinis Ciri-ciri ikan tongkol (Euthynnus affinis), badan berukuran sedang, memanjang seperti torpedo, mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh celah sempit, sirip punggung pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung kedua diikuti oleh 8-10 sirip tambahan, tidak memiliki gelembung renang, warna tubuh pada bagian punggung gelap kebiruan dan terdapat tanda garis-garis miring terpecah dan tersusun rapi (Collete dan Nauen 1983). Bentuk ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) Ikan tongkol memiliki sifat cenderung membentuk kelompok (school) multi spesies berdasarkan ukuran. Satu kelompok umumnya terdiri dari

5 100-5000 individu. Habitat ikan ini berada di perairan epipelagik, merupakan spesies neuritik yang mendiami perairan dengan kisaran suhu antara 18-29 C. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan predator yang rakus memakan berbagai ikan kecil, udang, dan cepalopoda, sebaliknya juga merupakan mangsa dari hiu dan marlin. Panjang baku maksimum 100 cm dengan berat 13,6 kg, umumnya 60 cm, di Samudera Hindia usia 3 tahun panjang bakunya mencapai 50-65 cm (Collete dan Nauen 1983). 2.2 Ikan Pindang Pemindangan merupakan pengolahan sekaligus pengawetan ikan yang menggunakan metode penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah (Adawyah 2007). Jenis pindang di Indonesia ada beberapa macam. Pengelompokan pindang tergantung proses pembuatan, wadah yang digunakan, jenis ikan, bumbu, dan asal daerah ikan pindang tersebut. Beberapa istilah ikan pindang telah dikenal di masyarakat, dan digolongkan berdasarkan jenis ikan serta daerah asal pengolahannya. Istilah pindang berdasarkan jenis ikannya, misalnya pindang tongkol, pindang bandeng, pindang kembung, pindang cue, pindang presto, pindang naya, dan pindang besek. Sedangkan istilah pindang sesuai dengan daerah asal pengolahannya, misalnya pindang Muncar, pindang Bawean, pindang Pekalongan, dan pindang Tuban (Adawyah 2007). Persyaratan baku mutu untuk bahan baku ikan pindang tercantum dalam Tabel 1, dan untuk persyaratan mutu pindang menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.

6 Tabel 1 Persyaratan mutu dan keamanan pangan bahan baku ikan (SNI 01-4110.1-2006) Jenis uji Satuan Persyaratan angka (1-9) minimal 7 a. Organoleptik b. Cemaran mikroba - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholerae c. Cemaran kimia* - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Histamin - Cadmium (Cd) d. Fisika - Suhu pusat e. Parasit *) Bila diperlukan koloni/g APM/g per 25 g per 25 g o C Ekor maksimal 5,0 x 10 5 maksimal < 2 negatif negatif maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,1 maksimal -18 maksimal 0 Tabel 2 Persyaratan mutu ikan pindang (SNI 01-2717-1992 Ikan pindang) J e n i s u j i a. Organoleptik - Nilai minimum - K a p a n g b. Mikrobiologi - TPC per gram, maks - Escherecia coli MPN per gram, maks - Salmonella - Vibrio cholera - Staphylococcus aureus c. Kimia - Air, % bobot/bobot, maks - Garam, % bobot/bobot, maks Persyaratan Mutu Pindang air garam Pindang garam 7 Negatif 1 x 10 5 3 1 x 10 3 70 10 6 Negatif 1 x 10 5 3 1 x 10 3 70 10 Menurut Adawyah (2007), proses pembuatan ikan pindang cue dengan bahan baku ikan tongkol (Euthynnus affinis) adalah sebagai berikut: mula mula pemilihan bahan baku dengan kondisi yang masih bagus, kondisi baik, segar dan tidak ada bagian tubuh yang terluka. Selanjutnya ikan tongkol disiangi, dibuang bagian insang dan isi perut, kemudian dicuci bersih dan ditiriskan. Setelah ditiriskan, ikan direndam dalam larutan garam 3% selama 15 menit untuk membersihkan sisa-sisa darah dan kotoran yang ada. Ikan disusun di atas naya

7 atau besek. Naya atau besek yang berisi ikan disusun dalam langseng kemudian dicelupkan ke dalam dandangan atau drum berisi larutan garam jenuh yang mendidih selama 30-60 menit. Setelah perebusan selesai naya atau besek diangkat, disiram dengan air panas untuk menghilangkan kotoran yang dibawa dari air perebus. Naya atau besek diletakkan di atas rak-rak untuk didinginkan. Diagram alir pengolahan ikan pindang cue dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan tongkol Disiangi Disangi dan dicuci Ditiriskan Disusun di wadah naya atau besek Direbus Diangkat dari perebusan Disiram dengan air panas Didinginkan Pindang ikan tongkol Gambar 2. Diagram alir pengolahan pindang ikan tongkol (Adawyah 2007) 2.3 Kelayakan Dasar (Pre Requisite Programe) Kelayakan dasar (Pre Requisite Programe) merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan perikanan sebelum menerapkan program Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), sehingga penerapan HACCP dapat berjalan dengan efektif. Langkah-langkah dalam persyaratan

8 kelayakan dasar antara lain, Good Manufacturing Practices (GMP), Prosedur operasi standar tentang sanitasi (Sanitatios Standard Operation Procedure/SSOP) dan identifikasi, penelusuran serta penarikan kembali produk (Gasperz 2002 diacu dalam Erungan et.al. 2008). Menurut Direktorat Jenderal PPHP (2007) adanya kendala teknis dalam penerapan program kelayakan dasar, mengakibatkan ketidaksesuaian dengan peraturan yang ada atau penyimpangan. Oleh karena itu disusun klasifikasi penyimpangan sebagai berikut: (a) Penyimpangan minor (minor deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempengaruhi mutu pangan (b) Penyimpangan mayor (mayor deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan koreksi akan mempunyai potensi mempengaruhi keamanan pangan. (c) Penyimpangan serius (serious deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan koreksi akan mempengaruhi keamanan pangan. (d) Penyimpangan kritis (critical deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan. Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu prosedur yang mengatur cara berproduksi yang baik dan benar yang merupakan penilaian dari status kelayakan dasar (pre-requisite), dimana semua proses produksi harus memenuhi persyaratan standar mutu (Winarno dan Surono 2004). Menurut Thaheer (2005) tujuan spesifik dari penerapan GMP dalam industri pangan adalah memberikan prinsip-prinsip dasar makanan yang diterapkan dalam memproduksi makanan sepanjang rantai dan jalur makanan (dimulai dari produk primer hingga produk siap konsumsi). Selain itu mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi, persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi dan karyawan. Sanitasi dalam bidang industri pangan merupakan dasar pengetahuan dalam memelihara kondisi yang higiene dan sehat untuk menciptakan makanan yang aman. Secara umum sanitasi dan higiene mencakup kegiatan secara aseptik dalam persiapan pengolahan dan pengemasan produk pangan, pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Sanitasi pangan

9 adalah suatu kondisi yang bebas dari zat-zat yang menjadi penyebab penyakit dan juga harus bebas dari bahan asing yang tidak bisa diterima. Tujuan penerapan sanitasi ini adalah untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme penyebab penyakit dan meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan (Marriott dan Robert 2006 diacu dalam Darmo 2008). Sanitasi dan higiene dari suatu pabrik pengolahan hasil perikanan mempunyai hubungan erat dengan mutu hasil produk akhir. Sanitasi yang buruk, yang tidak mampu menghindari terjadinya kontak makanan dengan serangga atau mikroorganisme lain umumnya akan berujung pada suatu masalah mikrobiologis. Hal tersebut memberikan peluang mikroba yang masuk ke dalam makanan semakin banyak. Sistem pengendalian sanitasi dan higiene sangat dibutuhkan agar keamanan pangan dapat terjamin baik. Sanitasi sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan perusahaan tempat proses pengolahan dilakukan. Higiene berkaitan dengan kondisi para pekerja dalam melakukan proses pengolahan. Sanitasi dan higiene ini akan berhubungan atau erat kaitannya dengan keamanan pangan dan kesehatan masyarakat (Jenie 1988). Operasional sanitasi meliputi semua aspek yang berhubungan dengan kegiatan dan kondisi lingkungan yang dilaksanakan dalam SSOP, sedangkan higiene berhubungan dengan kondisi pekerja dalam melakukan proses pengolahan (Thaheer 2005). Menurut FDA (1995) diacu dalam Thaheer (2005) SSOP terdiri dari delapan aspek kunci: (a) Keamanan air dan es yang digunakan dalam proses produksi. Air yang digunakan untuk seluruh proses produksi, baik yang digunakan untuk pengolahan maupun untuk para pekerja harus air yang bersih dan aman atau mengalami proses perlakuan (treatment), sehingga memenuhi standar baku mutu (b) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan termasuk peralatan, sarung tangan dan seragam produksi. Kebersihan berhubungan dengan kegiatan sanitasi, sanitasi dalam proses pengolahan pangan bertujuan: - Menghilangkan sisa bahan baku atau produk pangan yang banyak mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme.

10 - Desinfeksi yang bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba sehingga menekan kontaminasi pada produk yang menyentuh permukaan secara langsung. (c) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter misalnya makanan, material kemasan dari permukaan yang kontak dengan bahan pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan kontaminasi silang bahan baku. (d) Pengelolaan fasilitas untuk kebersihan pekerja. - Meliputi fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan dan toilet yang digunakan. - Kebersihan pekerja harus selalu diperhatikan, fasilitas cuci pakaian sebaiknya disediakan. Terutama untuk pekerja yang kontak langsung dengan produk akhir. - Perilaku yang bersih dan sehat dari pekerja sangat menunjang kebersihan produk yang dihasilkan. (e) Pencegahan adulterasi Bahan pangan atau produk akhir atau bahan yang kontak dengan bahan pangan harus terhindar dari bahan nonpangan dan cemaran kimia, fisik serta biologis. Bahan- bahan nonpangan tersebut antara lain pelumas, bahan bakar, senyawa pembersih, dan sanitizer (f) Penggunaan labeling dan penyimpanan yang tepat Pelabelan dan penyimpanan bahan pangan dan nonpangan, yaitu bahanbahan kimia yang tepat dapat meminimalisir kontaminasi silang. Komponen yang toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan terpisah penempatannya. (g) Mengontrol kesehatan pekerja. Pengendalian kesehatan pekerja supaya tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap produk, kemasan atau permukaan yang kontak langsung dengan makanan. (h) Pencegahan hama pabrik. Ruang produksi, gudang dan ruangan lainnya dalam pabrik pabrik harus bebas hama. Hama tersebut misal tikus, serangga dan lainnya.