BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c

EMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR

Gambar tahap perkembangan embrio ikan lele

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sub Bab Gastrulasi mengatur kembali blastula untuk membentuk sebuah embrio berlapis tiga dengan perut primitif

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

4/18/2015 MORFOGENESIS BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM MEKANISME MORFOGENE SIS TOPIK GASTRULASI ORGANOGEN ESIS

THE EMBRYONIC OF PAWAS (Osteochilus hasselti C.V) WITH DIFFERENT TEMPERATURE ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI. Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si

Pengaruh Suhu dan Oksigen Terhadap Penetasan Telur dan Kelulushidupan Awal Larva Ikan Pawas (Osteochilus hasselti C.V.)

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLATIHAN SOAL. Pernyataan yang merupakan ciri dari pertumbuhan ditunjukkan oleh nomor...

PERTUMBUHAN adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif/ terukur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Embriogenesis. Titta Novianti

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

BAB III BAHAN DAN METODE

PERKEMBANGAN EMBRIOGENESIS IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

PENGARUH SUHU YANG BERBEDA TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BIAWAN (Helostoma temmincki)


EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

I. PENDAHULUAN. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) adalah salah satu jenis ikan air tawar

Sistem Otot (Urat Daging)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

4.3 Penetasan telur. Pemijahan Dilakukan Di Hapa, Penetasan Telur Dilakukan Pada Corong Tetas

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

2. Perbedaan hewan dan tumbuhan dalam memperoleh makan yang tepat adalah...

II. TINJAUAN PUSTAKA

N E M A T H E L M I N T H E S

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

ORGANOGENESIS DAN PERKEMBANGAN AWAL IKAN Corydoras panda. Organogenesis and Development of Corydoras panda in Early Stage

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

URAIAN MATERI A. Fertilisasi dan Perkembangan Embrio Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel ovum (ovum) dengan inti sel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Lampiran 1. Fase Perkembangan Embrio Telur Ikan Nilem

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

ASPEK MOLEKULER PERKEMBANGAN

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

Karakteristik Organisme Hidup. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Tema-tema dalam Mempelajari Kehidupan. Organisasi Biologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik Indonesia yang hidup di sungai-sungai, danau dan rawa-rawa, tersebar di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Klasifikasi ikan nilem menurut Saanin (1984) dan Weber dan de Beaufort (1916) adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Cyprinoidea Familia : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus hasselti (C.V.) Gambar 1. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Menurut Kottelat (1993) Osteochilus hasselti CV mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : SL. 32, LL. 30-33, terdapat sisik 51/2 antara awal sirip punggung dan gurat sisi, tidak ada tubus keras pada moncong, terdapat bintik bulat besar pada batang ekor, batang ekor dikelilingi 16 sisik dan bagian depan sirip punggung dikelilingi 26 sisik. Ikan nilem hidup di lingkungan air tawar dengan kisaran ph antara 6,0-7,0 dan kandungan oksigen terlarut yang cukup (Cholik et al. 2005). Ikan ini merupakan jenis ikan pemakan dentritus dan jasad penempel yang disebut epifiton dan perifiton, pada stadia larva dan benih ikan ini pemakan fitoplankton dan 6

7 zooplankton atau jenis alga bersel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk ke dalam kelas Cyanophyceae dan Chlorophyceae (Syandri 2004; Cholik et al. 2005). Ikan nilem mampu hidup dan berkembang biak pada perairan jernih, berpasir serta berada pada kawasan berelevasi tinggi. Ikan nilem memiliki potensi reproduksi yang cukup tinggi. Pemijahan ikan nilem secara alami di mulai pada awal musim penghujan dan bersifat ovipar (pembuahan terjadi di luar tubuhnya). Seekor nilem betina mulai memijah pada umur 1 tahun dengan berat di atas 120 g serta dapat menghasilkan telur sebanyak 8.000 11.000 butir telur dan memijah sepanjang tahun. Induk ikan jantan nilem mulai memijah pada umur sekitar satu tahun dengan panjang 20 cm dan berat antara 80-100 g (Cholik et al. 2005). 2.2 Perkembangan Embrio Embrio adalah mahluk yang sedang berkembang sebelum makhluk tersebut mencapai bentuk definitif seperti bentuk makhluk dewasa. Selanjutnya dikatakan perkembangan makhluk hidup dalam embriologi dibedakan dalam tiga tahap perkembangan yaitu: 1) Progenase, dimulai dari perkembangan sel kelamin sampai menjadi zygot; 2) Embriogenesis, merupakan proses perkembangan zygot, pembelahan zygot, blastulasi, serta gastrulasi; 3) Organogenesis merupakan proses perkembangan alat-alat tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak dan sebagainya (Tang dan Ridwan 2004). Embriogenesis dibagi menjadi tiga stadium yaitu pembelahan, embrionik dan eleutheroembrionik (stadium ikan menetas sampai ikan dapat mencari makanan sendiri dari luar). Embrionik adalah periode perkembangan mulai dari pembuahan sampai ikan mendapat makanan dari luar (Tang dan Ridwan 2004). 2.2.1 Stadium Cleavage Stadium Cleavage adalah fase pembelahan pertama setelah pencampuran sperma dan telur. Akibat dari pembuahan tersebut, ruang perivitelin antara korion dan kuning telur di lubang anima pada telur terlihat membesar dan masuknya protoplasma. Dalam area sub-mycropylar ini kuning telur mengikut, protoplasma

8 memadat dan mengembang dimana pada saat itu sudah mencapai fase pembelahan 1 sel. Pembelahan mitosis pertama terjadi pada blastodik menjadi dua bagian, dan seterusnya akan terjadi pembelahan menjadi 4 sel, 8 sel, 16 sel dan seterusnya (Blaxter 1996 dalam Olivia 2011) Cleavage adalah proses proliferasi zigot menjadi morula melalui pembelahan mitosis secara berangkai yang terjadi segera setelah pembuahan. Fase ini dimulai dari pembelahan menjadi dua sel yang disebut blastomer turunan pertama. Kemudian masing-masing blastomer tadi terus membelah menjadi blastomer 4 sel turun kedua sampai kelima. Ukuran blastomer akan semakin mengecil karena blastomer yang baru terbentuk akan terus membelah diri lagi, sehingga sampai pada fase berikutnya (Sukra 1989). 2.2.2 Stadium Morula Morula merupakan pembelahan sel yang terjadi setelah sel berjumlah 32 sel dan berakhir bila sel sudah menghasilkan sejumlah blastomer yang berukuran sama akan tetapi ukurannya lebih kecil. Sel tersebut memadat untuk menjadi blastodik kecil yang membentuk dua lapisan sel. Pada saat ini ukuran sel mulai beragam. Sel membelah secara melintang dan mulai membentuk formasi lapisan kedua secara samar pada kutub anima. Stadia morula berakhir apabila telah menghasilkan blastomer. Blastomer kemudian memadat menjadi blastodik kecil membentuk dua lapis sel. Pada akhir pembelahan akan dihasilkan dua kelompok sel. Pertama kelompok sel-sel utama (blastoderm) dan yang kedua adalah kelompok sel-sel pelengkap (Effendie 1997). 2.2.3 Stadium Blastula Blastulasi awal adalah proses perubahan sel yang menempel pada kuning telur dengan membentuk penjuluran plasma ke bagian dalam sehingga seperti lapisan di bawah mangkuk terbalik. Lapisan itu dinamakan periblast atau tropoblast yang erat hubungannya dengan kuning telur. Rongga di dalamnya yang terbentuk itu disebut blastocoels (gambar 2). Blastula tersusun atas campuran selsel blastomer dalam rongga yang penuh cairan (Effendi 1997).

9 Gambar 2. Stadia Blastula Awal Pada stadium blastula sel-sel terus mengadakan pembelahan dengan aktif sehingga ukuran sel-selnya semakin mengecil. Pada stadium blastula ini terdapat dua macam sel yaitu sel formatif dan sel nonformatif. Sel formatif masuk ke dalam komposisi tubuh embrionik sedangkan sel normatif sebagai tropoblast yang ada hubungannya dengan nutrisi embrio (Effendi 1997). 2.2.4 Stadium Gastrula Gastrula sebagai kelanjutan dari stadium blastula lapisannya berkembang dari satu menjadi dua lapis sel. Awal dari gastrula ini terjadi begitu stadium blastula selesai. Proses pembelahan sel dengan pergerakannya berjalan lebih cepat dari pada stadium blastula. Dalam garis besarnya proses pergerakan sel dalam stadium gastrula ada dua macam yaitu epiboly dan emboly. Epiboly ialah suatu pergerakan sel-sel yang dianggap akan menjadi epidermis dan daerah persyarafan, dimana pergerakannya itu ke depan, ke belakang dan juga ke samping dari sumbu yang akan menjadi embrio. Dalam proses epiboly akan terjadi penutupan kuning telur kecuali di tempat yang dinamakan blastopor. Sedangkan emboly adalah pergerakan sel yang arahnya menuju ke bagian dalam terutama di ujung sumbu bakal embrio. Akhir dari proses gastrula apabila kuning telur sudah tertutup oleh lapisan sel. Bersamaan dengan selesainya proses gastrula, sebenarnya dimulai awal pembentukan organ-organ (Effendie 1997). Menurut Sukra (1989) stadium gastrula pada ikan diawali dengan penebalan di tepi luar blastodisk, sehingga terbentuk suatu lingkaran berbentuk seperti cincin

10 yang di sebut cincin kecambah (germ ring). Cincin kecambah posterior yang lebih tebal disebut perisai cincin kecambah (embryonic shield). 2.2.5 Organogenesis Organogenesis adalah pembentukan organ. Sejalan dengan proses pembentukan embrio atau embriogenesis terjadi proses pembentukan alat tubuh embrio yang disebut organogenesis. Organogensis berlangsung setelah stadium gastrula. Dalam proses organogenesis terbentuk berturut-turut bakal organ antara lain syaraf, notochorda, mata, somit, rongga kuffer, kantung olfaktori, rongga ginjal, usus, tulang subnotchord, linea lateralis, jantung, aorta, insang, infudibulum dan lipatan-lipatan sirip (Tang dan Ridwan 2004). Organ-organ tersebut berasal dari ektoderm, endoderm dan mesoderm. Dari ektoderm akan terbentuk organ-organ susunan syaraf dan epidermis kulit. Endoderm akan terbentuk saluran pencernaan dan alat pernapasan, sedangkan mesoderm akan muncul rangka otot, alat-alat peredaran darah, ekskresi, reproduksi dan korum kulit. Ektoderm akan muncul lapisan luar gigi, epithelium olfaktoris, syaraf, lensa mata dan telinga dalam(tang dan Ridwan 2004). Mesoderm terbagi menjadi bagian dorsal, intermediet dan lateral. Mesoderm dorsal terbagi menjadi dua kelompok somit. Tiap somit terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu skelereton, miotom dan dermaton. Skeleroton membentuk rangka aksial. Miotom berkembang menjadi otot tubuh rangka apendiklar, sirip dan ototototnya. Dermaton berkembang menjadi jaringan-jaringan ikat dermis kulit dan derivate kulit termasuk kulit. Mesoderm lateral menjadi lapisan dalam dan luar yang membungkus ruang coelom. Pelapis ruang perikardium, peritoneum, jantung, saluran darah, tubuh dan usus. Endoderm memasuki sel-sel kelamin primer dan membentuk lapisan epithelium dalam dan saluran alat pencernaan (Tang dan Ridwan 2004). 2.2.6 Penetasan Embrio Ikan Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan, hal ini penting dalam perubahan-perubahan morfologi hewan.

11 Penetasan merupakan saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkang. Penetasan terjadi karena ada dua hal yaitu (Tang dan Ridwan 2004): 1. Kerja Mekanik Embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan ruang dalam cangkangnya, atau karena embrio telah lebih panjang dari lingkungannya dalam cangkang. Dengan pergerakan-pergerakan tersebut bagian cangkang telur yang lembek akan pecah sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya. 2. Kerja Enzimatik Enzim dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar endodermal di daerah pharynk embrio. Enzim ini disebut chorionase yang kerjanya bersifat mereduksi korion yang terdiri dari pseudokeratine menjadi lembek. Biasanya pada bagian cangkang yang pecah akibat gabungan kerja mekanik dan kerja enzimatik, ujung ekor embrio yang dikeluarkan terlebih dahulu kemudian menyusul kepalanya. Semakin aktif embrio bergerak, maka akan semakin cepat terjadinya penetasan. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase di pengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain hormon dan kuning telur. Faktor luar yang berpengaruh antara lain suhu, oksigen, ph, salinitas dan intensitas cahaya (Tang dan Ridwan 2004). 2.2.7 Perkembangan Larva Larva adalah organisme yang masih berbentuk primitif atau belum mempunyai organ tubuh yang lengkap seperti induknya, untuk menjadi bentuk definitif yaitu dengan cara metamorfosis. Stadia larva terdiri dari prolarva dan postlarva. Prolarva adalah larva yang mash mempunyai kuning telur, sedangkan postlarva adalah larva yang telah kehabisan kuning telur sampai terbentuk organ baru atau dapat disebut tahap penyempurnaan organ yang telah ada, sehingga pada masa akhir dari postlarva tersebut morfologisnya telah mempunyai bentuk yang sama dengan induknya yang biasanya disebut juvenil (Effendie 1997).

12 Organ tubuh yang dimiliki pada saat larva masih terbatas. Terdapat beberapa organ yang mulai berkembang antara lain sirip primordial berkembang pada bidang sagital, usus masih berbentuk tabung lurus serta ginjal dengan glomeruli sangat sedikit. Saat kuning telur yang diserap, mulut mulai berfungsi, usus dan mata berkembang lebih lanjut, dan larva tersebut menjadi layak untuk melakukan mencari makanan (Shukla, 2009). 2.3 Endogenous Feeding Kuning telur merupakan sumber energi yang penting untuk kebanyakan ikan selama fase pemanfaatan energi dari kuning telur (endogenous feeding), yang akan dimulai pada saat pembuahan dan berakhir dengan awal mulanya pemanfaatan energi dari luar (exogenous feeding) oleh larva yang akan menetas (Kamler 1992). Menurut Kamler (1992) faktor-faktor yang mempengaruhi laju perkembangan selama fase endogenous feeding yaitu: 1. Suhu Suhu dapat mempengaruhi perkembangan yang dinyatakan dengan perubahan waktu dari pembuahan sampai dengan munculnya materi pada setiap fase perkembangan. Laju perkembangan (V) merupakan kebalikan dari τ. Fraksi dari masa inkubasi terjadi setiap hari pada suhu tertentu kemudian ditabulasikan untuk memprediksi waktu penetasan. Durasi siklus mitotis tunggal dalam pembelahan awal diusulkan oleh Detlaf dan Detlaf (1960) dalam Kamler (1992) sebagai durasi unit perkembangan dalam transparan telur. Laju perkembangan berkaitan erat dengan suhu, dimana jika perkembangan lambat pada suhu rendah dan perkembangan akan meningkat dengan meningkatnya juga suhu. 2. Oksigen Kandungan oksigen menghambat perkembangan embrio. Efek sinergis dari kandungan oksigen rendah dan suhu tinggi dilaporkan oleh Garside (1966) dalam Kamler (1992). Kekurangan oksigen memulai penetasan oleh stimulasi pelepasan enzim chorionase.

13 3. ph ph dalam waktu penyerapan kuning telur di ikan betok (Anabas testudines), waktu menetas pada ph 4 lebih rendah sebesar 0,001121% dan pada ph 7 sebesar 0,0012708% (Sembirig 2011). ph rendah (4-5) menunda penetasan dari embrio setelah pada tahap mata. Penghambatan aktivitas reduksi chrorionase dipastikan oleh pergerakan embrio sebagai penyebab penetasan yang tertunda pada tingkat ph yang ekstrim. 4. Salinitas Salintas dalam kisaran 0-10 ppt tidak mengubah waktu penetasan pada ikan nila (Oreochromis niloticus) (Diana dkk. 2008). Daya tetas terendah adalah pada salinitas 20 ppt. Pada salinitas ini semua embrio rusak dan mati. Daya tetas yang rendah tersebut terjadi dikarenakan keadaan yang hipertonik, yaitu kepakatan media penetasan lebih tinggi daripada telur ikan nila. 5. Cahaya Perkembangan embrio pada percepatan cahaya intensitas cahaya yang tinggi ditemukan di Lepomis macrochirus oleh Toetz di Oncorhynchus mykiss oleh McCrimmon dan Kwan dalam Kamler (1992). Salmo ischchan, tingkat morfogenetik dipercepat oleh cahaya, terutama pada awal dan penutupan gastrula blastopor, sebelumnya penetasan terjadi dalam telur terkena cahaya 15-20 d yang diinkubasi dalam kegelapan. 2.3.1 Kuning Telur Kuning telur merupakan sumber energi utama dan materi untuk pengembangan embrio dari jenis ikan yang bertelur, walaupun beberapa makanan dari luar yang didapat dari air dapat menyuplai. Embrio dari ikan yang melahirkan menggunakan nutrisi yang disediakan oleh cairan telur (Kamler 1992). Pergerakan kuning telur yang diterima didalam embrio ikan telestoi terjadi di vitelline snyctum (periblast), jaringan tipis yang melingkupi seluruh beban kuning telur setelah penutupan blastopor. Penyerapan kuning telur (C y ) merupakan perkembangan atau makanan larva yang disediakan dari dalam yang akan di simpan kedalam pembentukan jaringan baru atau berkembang (P) dan menyuplai

14 energi untuk metabolisme (R). Tidak ada feses yang diproduksi oleh larva ikan sebelum memulai mecari makanan dari luar. Hanya metabolisme (U) yang tersekresi. Kamler (1992) merumuskan konsumsi energi dari kuning telur merupakan partisi sebagai berikut: C y = P + R + U = D Keterangan : C y P R U : Penyerapan kuning telur : Pembentukan jaringan baru : Metabolisme : Metabolisme yang tersekresi D : Energi yang terbuang (Brett and Groves 1979: Krasnoper 1985). Penyerapan kuning telur diperkirakan dari energi awal yang berada didalam kantung kuning telur dikurangi dengan energi yang tersisa didalam kuning telur. Penyerapan kuning telur dapat dirumuskan sebagai berikut (Kamler 1992): C y = Y o Y.r. Keterangan: C y Y o Y.r. : Penyerapan kuning telur : Energi awal : Energi yang tersisa 2.3.2 Pemanfaatan Kuning Telur Efisiensi kuning telur merupakan kuning telur yang ditransformasikan ke jaringan tubuh dan terdapat pengaruh lingkungan yang mempengaruhinya, sehingga pada pemanfaatannya untuk larva diharapkan larva yang lebih besar lebih kuat, perenang yang lebih baik, rentan terhadap kerusakan dan bertanggung jawab terhadap predasi (Shukla 2009). Efisiensi atas seluruh proses pemanfaatan kuning telur biasanya antara 40% dan 70%, walaupun efisiensi kumulatif harus jelas menurun sebagai persyaratan hasil peningkatan pertumbuhan dan pemeliharaan. Eksperimen dengan suhu menunjukkan optimasi tertentu untuk efisiensi maksimum. Kecermatan diperlukan di mana pemberian makan larva dapat terjadi baik sebelum akhir dari

15 penyerapan kuning telur. Efisiensi tinggi dapat dihasilkan dari rendahnya aktivitas, proporsi yang tinggi dari kuning telur yang digunakan untuk pertumbuhan; jika hal ini tercermin dalam aktivitas makan rendah itu bisa menjadi sifat yang sangat tidak diinginkan (Shukla 2009). 2.4 Hubungan Suhu dengan Kelangsungan Hidup Secara alami, masa inkubasi embrio tergantung pada suhu media, Chen et al. (1977) dalam Olivia (2011) menyatakan bahwa penggunaan suhu inkubasi 29 C- 30 C relatif mempercepat masa inkubasi embrio dan penyerapan kuning telur ikan kerapu lumpur. Selama proses penyerapan kuning telur juga terjadi perkembangan organogenesis dan pertumbuhan panjang. Laju penyerapan kuning telur yang cepat ini erat kaitannya dengan pertumbuhan larva, pemeliharaan kondisi tubuh dan pembentukan organ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuning telur larva ikan brek habis terserap pada umur 7 hari ( BdpUnsoed 2009 dalam Olivia 2011). Sebelum kuning telur habis terserap semua organ-organ seperti bintik mata, pigmentasi tubuh, anus, sirip dada, insang, ekor dan bukaan mulut terbentuk pada hari ke-3. Adanya perbedaan lama waktu yang mempengaruhi habisnya penyerapan kuning telur salah satunya disebabkan oleh suhu (Kamler 1989 dalam Olivia 2011). Perkembangan organogenesis ikan yang cepat dapat memberikan suatu tingkat kelangsungan hidup larva ikan yang lebih tinggi. Effendie (1997) menyatakan bahwa perkembangan larva setelah menetas umumnya bersifat penyempurnaan dari fase embrio menuju bentuk yang definitif. Penyempurnaan organ tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva itu sendiri.