Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

dokumen-dokumen yang mirip
Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

TANYA-JAWAB LAPORAN AR-5 WORKING GROUP I PRESS RELEASE CHANGE (IPCC)

Emisi global per sektornya

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Pro-Poor Intended Nationally Determined Contribution Sebuah Pendekatan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon Indonesia

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Garis-Besar NAP. Latar Belakang. Tujuan dan Strategi Pembangunan Nasional Dalam Rangka Antisipasi Perubahan Iklim. Rencana Aksi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

KETAHANAN PANGAN DAN PERUBAHAN IKLIM ENDAH MURNNINGTYAS DEPUTI SDA DAN LH KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

SURAT UNTUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENUNTUT KEADILAN IKLIM BERKEADILAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan

Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global

Permasalahan Adaptasi dan Kebutuhan Pendanaan Adaptasi di Indonesia. Dewan Nasional Perubahan Iklim

bajo dan perubahan iklim/ dan mereka memanen rumput/

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

Mendorong Implementasi Efisiensi Energi di Hotel-Hotel Kecil: Pengalaman STREAM

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

Sambutan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas selaku Ketua Majelis Wali Amanat ICCTF dalam

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

National Planning Workshop

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu

Deklarasi Changwon untuk Kesejahteraan Manusia dan Lahan Basah

Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, Selasa, 09 November 2010

Versi 27 Februari 2017

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

VI. SIMPULAN DAN SARAN

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN. juga mencuat dalam pertemuan umum pemimpin APEC di Sydney dan. Berbagai fakta mudah sekali ditemukan bahwa pemanasan global telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

2012, No BAB I PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

Versi 27 Februari 2017

ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN

BAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

ANCAMAN GLOBALISASI. Ali Hanapiah Muhi Juli, komunikasi. Revolusi informasi mengarahkan kita ke dalam milenium ketiga

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA

BAB I PENDAHULUAN. 1

Transkripsi:

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas perihal perubahan iklim, serta memberikan pengumuman mengenai aksi-aksi iklim yang akan dilakukan serta ambisi yang akan dicapai oleh masing-masing negara. Berikut ini adalah pandangan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia, sebagai hal-hal yang harus dilakukan dengan segera dan terealisasikan secara konkrit dari para pemimpin global: 1. Negara-negara maju wajib menepati komitmen mereka kepada negara berkembang dalam hal penyediaan pendanaan, transfer teknologi, dan juga peningkatan kapasitas bagi negara berkembang, sebagaimana yang dinyatakan dalam Konvensi Perubahan Iklim. 2. Negara-negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca domestik secara drastis melalui peningkatan efisiensi energi, dan pemanfaatan energi terbarukan dengan lebih masif. 3. Transfer teknologi yang diberikan kepada negara-negara berkembang seharusnya bukan teknologi-teknologi generasi lampau, namun teknologi generasi-generasi baru. 4. Ketersediaan serta akses data dan informasi yang berhubungan dengan perubahan iklim, serta peningkatan kualitas data-data iklim, bagi negara-negara berkembang. 1

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil 1 Dampak Perubahan Iklim telah terjadi dan dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Panel Ahli perubahan Iklim (IPCC) melaporkan kenaikan temperatur global sebesar 1 C dan diperkirakan akan naik menjadi 4 C sebelum akhir abad ini, jika tidak ada tindakan-tindakan global yang drastis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pada tingkat negosiasi perubahan iklim global, aksi-aksi nyata dan ambisius yang dilakukan negara-negara UNFCCC untuk mencegah kenaikan temperatur rata-rata bumi agar tidak melebihi 2 o C belum signifikan, Negara-negara maju bahkan mengambil langkah mundur dari komitmen mereka sebelumnya untuk mengurangi tingkat laju emisi gas rumah kaca (GRK) dengan menarik diri dari Protokol Kyoto. Setelah kesepakatan iklim global terancam di COP-15 Copenhagen, harapan terhadap rejim perubahan iklim global mendapatkan momentumnya kembali di COP 17 Durban di tahun 2011. Disepakati di sana bahwa pada tahun 2015 akan ada kesepakatan global baru yang akan mulai diimplementasikan di tahun 2020. Kesepakatan COP 18 Warsawa tahun 2013 menyatakan bahwa masing-masing negara harus melakukan upaya mitigasi dan adaptasi sebagai interpretasi dari prinsip "Applicable to all Parties". Untuk meningkatkan dukungan politik dari berbagai negara terhadap kesepakatan global perubahan iklim, Sekretaris Jenderal PBB mengundang pemimpin tertinggi dari negaranegara anggota PBB untuk membahas sejumlah isu perubahan iklim di Climate Summit 2014 pada tanggal 23 September 2014 mendatang. Walaupun pembahasan ini bukan merupakan bagian dari negosiasi perubahan iklim di bawah UNFCCC, namun harapan terbesar adalah forum ini dapat menjadi katalis untuk pencapaian tujuan tertinggi dari Konvensi Perubahan Iklim. Untuk pencapaiannya, upaya-upaya domestik perlu ditingkatkan dan secara berkesinambungan perlu dikaitkan dengan kerangka internasional melalui penyediaan insentif. Kombinasi ini diharapkan akan mempercepat pencapaian tujuan tertinggi Konvensi Perubahan Iklim. Beberapa kelompok masyarakat sipil Indonesia memandang penting untuk memberikan gambaran mengenai hal-hal penting yang terjadi di Indonesia terkait dengan isu perubahan iklim, dan selayaknya dibawa ke Climate Summit 2014 mendatang. 1. ENERGI. Indonesia merupakan salah satu dari 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, namun pada saat yang bersamaan Indonesia masih mengalami kemiskinan energi. Sekitar 20% rumah tangga di Indonesia (12 juta rumah tangga atau sekitar 55 juta orang) belum memperoleh akses listrik. Adapun konsumsi listrik per kapita Indonesia, sebesar 700 kwh/kapita, merupakan salah satu yang terendah di kawasan Asia Tenggara, jika dibandingkan dengan negara lain yang setara. Untuk menunjang pertumbahan ekonomi diatas 7%, maka Indonesia harus mampu mengamankan pasokan energi yang cukup. Pengembangan energi terbarukan serta konservasi energi di Indonesia merupakan strategi untuk mengatasi gap demand-supply energy saat ini, sekaligus antisipasi di masa depan saat sumber-sumber energi konvensional semakin berkurang sumber daya dan kemampuan pasokannya untuk sistem energi kita. Pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi memerlukan kerangka regulasi yang stabil dan kokoh, dan dukungan pendanaan publik, serta insentif untuk investasi swasta. 2

2. PERKOTAAN. Dampak perubahan iklim bagi wilayah perkotaan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Ancaman-ancaman seperti kenaikan temperatur, heat stress, keadaan cuaca ekstrim, dan lain-lain, semakin meningkatkan kerentanan kota yang memiliki dinamika populasi yang cukup tinggi. Pada saat yang bersamaan, perkotaan juga memiliki potensi mitigasi emisi gas rumah kaca yang tinggi, apalagi di negara-negara berkembang yang memiliki pertumbuhan pesat serta negara-negara industri. Sebuah studi 2 menyatakan bahwa tanpa adanya aksi mitigasi, maka climate departure kota Jakarta akan berlangsung pada tahun 2029, dan Manokwari di tahun 2020. Namun, apabila terdapat aksi mitigasi yang dilakukan secara global, maka climate departure Jakarta akan mundur di tahun 2042, sedangkan Manokwari di tahun 2025. Itu sebabnya, penting untuk aksi mitigasi dilakukan secara global. Bukan hanya itu, namun perubahan iklim dalam konteks perkotaan dapat memberikan kesempatan untuk kelangsungan transformasi ekonomi. 3. ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM. Adaptasi perubahan iklim seringkali menjadi isu yang termarjinalkan di dunia negosiasi perubahan iklim. Padahal, Stern Review di tahun 2006 dengan jelas menyatakan bahwa adanya penundaan langkah adaptasi dapat mengakibatkan pembengkakan biaya penanggulangan dampak perubahan iklim hingga 5-20% dari GDP global, sedangkan laporan ADB di tahun 2013 telah memperkirakan akan adanya penurunan GDP sebesar 6,7% di tahun 2100. Bappenas mencatat bahwa kerugian banjir di Jakarta pada tahun 2002 mencapai 1,5 triliun rupiah, sedangkan banjir di tahun 2007 mencapai 2 triliun rupiah. Di kurun waktu 1981-1990 produksi padi telah hilang sebesar 100.000 ton/tahun/kabupaten, dan di tahun 2050 telah diperkirakan akan terjadi defisit gabah kering sebesar 60 juta ton. Permasalahan adaptasi juga bukan hanya terletak pada dampak yang akan terjadi, namun juga dalam perencanaan pembangunan. Data-data yang diperlukan untuk membuat vulnerability assessment yang akurat masih belum memungkinkan, lantaran data-data yang diperlukan sulit untuk diakses dan juga rentang waktu pengambilan data yang lebihpanjang, ketimbang yang seharusnya (tiap 1 tahunsekali). Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa hal berikut ini harus dilakukan dengan segera dan mendapatkan bukti konkrit dari para pemimpin global: 1. Negara maju wajib menepati komitmen mereka kepada negara berkembang dalam hal penyediaan pendanaan, transfer teknologi, dan juga peningkatan kapasitas bagi negara berkembang, sebagaimana yang dinyatakan dalam Konvensi Perubahan Iklim. Kesepakatan pendanaan yang dihasilkan di Copenhagen sebesar US$ 100 milyar seharusnya bukan hanya sebuah pernyataan politik, namun merupakan sebuah komitmen yang terealisasi dengan memadai dan tepat waktu, transparan dan melebihi komitmen ODA yang seharusnya (sebesar 0,7% dari GNP), sebagaimana telah disepakati di KTT Bumi. Tolak ukur atas konsistensi pelaksanaan komitmen ini dapat diukur pada operasionalisasi Green Climate Fund (GCF) dan mekanisme pendanaan lain di bawah UNFCCC serta arus bantuan bilateral dari negara maju ke negara berkembang paska UN Summit. 2. Negara-negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca domestik secara drastis melalui peningkatan aksi efisiensi energi, dan pemanfaatan energi terbarukan dengan lebih masif. Sebagai negara-negara yang telah memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut, baik secara pendanaan, kapasitas, dan teknologi, negaranegara maju harus memimpin dalam aksi pengurangan emisi gas rumah kaca. Pengurangan ini harus dilakukan sebelum 2020 dan setelah 2020. Penggunaan bahan bakar fosil dalam sistem energi di negara-negara maju sudah seharusnya dibatasi dan dihindari. Pengurangan 3

emisi secara drastis akan memberikan waktu yang cukup bagi negara-negara berkembang untuk melakukan transformasi sistem energi menuju low carbon energy system dengan batasan carbon budget yang ada hingga tahun 2050. 3. Transfer teknologi yang diberikan kepada negara-negara berkembang seharusnya bukan teknologi-teknologi generasi lampau, namun teknologi generasigenerasi baru yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk berkontribusi dalam upaya-upaya mengatasi perubahan iklim, baik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan peningkatan ketahanan (resilience) untuk mengantisipasi terjadinya dampak perubahan iklim. 4. Ketersediaan serta akses data dan informasi yang berhubungan dengan iklim. Hal ini tidak terbatas hanya pada akses data dan informasi, namun juga pada peningkatan kualitas data iklim yang memiliki peran penting bagi negara-negara berkembang, dalam penyusunan strategi adaptasi secara berkala. Kemampuan pengolahan data juga perlu ditingkatkan di negara-negara berkembang, dimana diperlukan komitmen dari negaranegara maju, baik untuk pengadaan dampingan teknis (technical assistance) maupun peningkatan kapasitas serta teknologi yang diperlukan untuk mendapatkan data-data yang akurat. Catatan kaki: 1. Organisasi masyarakat sipil yang memberikan masukan untuk perumusan naskah ini adalah : Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia Climate Change Center, Mercy Corps Indonesia, KEHATI, Dompet Dhuafa, World Vision Indonesia, WWF Indonesia 2. Hasil temuan studi ini dipublikasikan di The Washington Post tanggal 9 Oktober 2013 4

Naskah ini diproduksi oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) melalui dialog publik yang dilaksanakan pada tanggal 11 September 2014 bertempat di Hotel Grand Cemara. Dialog publik tersebut dihadiri oleh organisasi-organisasi sebagai berikut : Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia Climate Change Center, Mercy Corps Indonesia, Yayasan KEHATI, Dompet Dhuafa, World Vision Indonesia, WWF Indonesia Naskah ini dikompilasi oleh Institute of Essential Services Reform (IESR) sebagai masukan dari kelompok masyarakat sipil untuk Climate Summit 2014. INSTITUTE FOR ESSENTIAL SERVICES REFORM IESR Jl. Mampang Prapatan VIII No. R-13 Jakarta 12790 Tel./Fax. : +62-(0)21-7992945 / +62-(0)21-7996160 E-mail : iesr@iesr.or.id website : www.iesr.or.id (Indonesia) www.iesr.or.id/english/ (English) Facebook/Twitter : IESR Indonesia/@IESR Produksi IESR, 2014 5