Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

6/2/2013. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed DISOLUSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN AVAILABILITAS IN VITRO TABLET METRONIDAZOL PRODUK GENERIK DAN PRODUK DAGANG SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA OCH2CHCH2 OCH3. 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [ ] : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam

MAKALAH DISOLUSI TABLET LEPAS LAMBAT

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

PERBANDINGAN MUTU FISIK DAN PROFIL DISOLUSI TABLET IBUPROFEN MERK DAGANG DAN GENERIK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju disolusi obat merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi,

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI TABLET PIROKSIKAM MENGGUNAKAN POLISORBAT 80

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB IV PROSEDUR KERJA

PERBANDINGAN MUTU TABLET IBUPROFEN GENERIK DAN MEREK DAGANG

PENUNTUN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

UJI PRESISI DAN PROFIL DISOLUSI TABLET LOSARTAN INOVATOR DAN COPY PRODUCT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

UJI BIOEKIVALENSI IN VITRO PRODUK OBAT BERMEREK DAN GENERIK BERLOGO YANG MEGANDUNG FUROSEMID

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

LAPORAN PRATIKUM PENGUJIAN MUTU FISIK TABLET UJI DISOLUSI TABLET

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Difusi dan disolusi. Arif budiman

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya matriks hidrofilik

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke Tujuan Pemberian Obat Dalam Bentuk Kapsul

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

INDAH USWATUN HASANAH UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI PROGRAM EKSTENSI DEPOK 2008

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

PEMBAHASAN. I. Definisi

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

Suspensi. ALUMiNII HYDROXYDUM COLLOIDALE. Aluminium Hidroksida Koloidal. Alukol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di

Bab III Metodologi Penelitian

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membran biologis, proses ini di sebut disolusi. Jadi, disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul zat dari dalam bentuk padat ke dalam bentuk cairan (proses melarutnya suatu obat) (Shargel, 1998). Disolusi berguna sebagai prediksi awal untuk mengetahui absorpsi suatu obat dan tahap penentu bagi zat aktif yang sukar larut. Disolusi dapat mengakibatkan perbedaan aktivitas biologi dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh laju dimana obat menjadi tersedia untuk diserap tubuh.sedangkan laju disolusi adalah jumlah zat aktif yang dapat larut dalam waktu tertentu pada kondsisi antar permukaan cairpadat, suhu dan komposisi media yang dibakukan. Tetapan laju disolusi merupakan suatu besaran yang menunjukkan jumlah bagian senyawa obat yang larut dalam media per satuan waktu (Shargel, 1998). Bila suatu obat di minum, disolusi (melarut) merupakan fase pertama dari kerja suatu obat. Dalam saluran GI, obat perlu dilarutkan agar dapat diabsorpsi. Obat dalam bentuk padat harus disintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut dalam cairan. Jadi disintegrasi adalah pemecahan sediaan obat padat menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, disolusi melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan GI untuk diabsorpsi, dan deagregasi adalah pemecahan agregat menjadi partikel-partikel halus (Ansel, 1989). Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

disintegra si Disolus Disolus Absorp si deagreg Disolus Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dinyatakan dalam masing-masing monografi obat. Pengujian merupakan alat yang objekif dalam menetapkan sifat disolusi suatu obat yang berada dalam tubuh sangat besar tergantung pada adanya obat dalam keadaan melarut. Karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk obat yang memuaskan. Setiap tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat di dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Anonim, 2002). Pada pengujian disolusi dan penentuan bioavailabilitas dari obat dengan bentuk sediaan padat menuju pada pendahuluan dari sistem yang sempurna bagi analisa dan pengujian disolusi tablet. Uji disolusi memperhatikan fasilitas modern untuk mengontrol kualitas, digunakan untuk menjaga terjaminnya standar dalam produksi tablet. Uji disolusi untuk mengetahui terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu menggunakan alat disolution tester (Ansel, 1989). Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi. Uji disolusi yaitu uji pelarutan invitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media aqueous dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik. Uji disolusi ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul,

kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masingmasing monografi (Shargel, 1998). Alat uji disolusi menurut Farmakope Indonesia edisi IV: - Alat uji tipe keranjan (basket) - Alat uji disolusi tipe dayung (paddle) Sedangkan alat untuk uji pelepasan obat menurut USP 25, NF 24: 1. Alat uji pelepasan obat tipe keranjang (basket) 2. Alat uji pelepasan obat tipe dayung (paddle) 3. Alat uji pelepasan obat tipereciprocating cylinder 4. Alat uji pelepasan obat tipe flow through cell 5. Alat uji pelepasan obat tipe paddle over disk 6. Alat uji pelepasan obat tipe silinder 7. Alat uji pelepasan obat tipe reciprocating holder (Anonim,2002). Kedua alat disolusi diatas hampir sama kecuali bahwa pada gambar (b) luas permukaan tablet atau bahan kompak (bahan yang dipadatkan ) tersebut tetap konstan ketika melarut. Desain ini menguntungkan dalam penelitian dan formulasi produk. Selain itu keadaan termodinamik yang tepat dijaga oleh posisi pengaduk yang tetap dan pemegang sampel (sample holder). Alat paddle pada gambar (a) dikenal sebagai alat disolusi 2 dari USP dan alat keranjang putar dikenal sebagai alat disolusi 1 dari USP (Agoes, 2008).

Menurut Farmakope Indonesia alat yang digunakan untuk uji disolusi ada 2, yaitu pengaduk bentuk keranjang (alat 1) dan pengaduk bentuk dayung (alat 2). Alat 1 terdiri dari dari sebuah wadah bertutup yang terbentuk dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 o ±0,5 o C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan yang dikehendaki. Alat yang digunakan pada percobaan kami yaitu alat uji disolusi tipe 2. Pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertical wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata (Agoes, 2008). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi, yaitu : 1.) Temperatur Naiknya temperatur umumnya memperbesar kelarutan (Cs) zat yang endotermis, serta memperbesar harga koefisiensi difusi zat. Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: Keterangan: = koefisien difusi = konstanta Boltzman

= temperatur absolut = viskositas pelarut = jari-jari molekul 2.) Viskositas Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Naiknya temperatur juga akan menurunkan viskositas sehingga memperbesar kecepatan disolusi. 3.) ph pelarut ph pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam lemah atau basa lemah. Untuk asam lemah: Kalau (H + ) kecil atau ph besar maka akan meningkatkan kelarutan zat, sehingga kecepatan disolusi besar. Untuk basa lemah: Kalau (H + ) besar atau ph kecil maka akan menurunkan kelarutan suatu zat sehingga kecepatan disolusi kecil. 4.) Pengadukan Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi ini. Bila pengadukan cepat maka tebal lapisan difusi berkurang sehingga menaikkan kecepatan disolusi. 5.) Ukuran Partikel

Bila partikel zat terlalu kecil maka luas permukaan efektif besar sehingga menaikkan kecepatan disolusi suatu zat. 6.) Polimorfisma Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh adanya polimorfisma karena bentuk kristal yang berbeda akan mempunyai kelarutan yang berbeda pula. Kelarutan bentuk kristal metastabil akan lebih besar daripada yang bentuk stabil sehingga kecepatan disolusi besar. 7.) Sifat Permukaan Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut akan menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat dengan pelarut sehingga zat mudah terbasahi dengan kecepatan disolusi bertambah (Alache, 1993). Dalam praktikum ini, bahan obat yang digunakan adalah Metformin HCl dengan medium disolusi larutan dapar posfat yang terbuat dari NaH 2 PO 4 dan K 2 HPO 4 900 ml dan volume sampel 5 ml, digunakan operating time yaitu 15 dan 30 menit dan persamaan kurva baku Y = 8,2.10-3 + 0,3106 X pada panjang gelombang 233 nm. Dalam proses disolusi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu luas permukaan padatan (obatnya), dimana massa yang sama ukuran lebih kecil, maka luas permukaan lebih besar, dispersibilitas (keterbagian) serbuk padatan dalam medium, porositas porinya banyak. Maka, apabila semakin luas permukaannya, pada proses ini ukuran partikel selalu berubah, semakin lama semakin kecil. Faktor kedua yang mempengaruhi adalah kelarutan, dimana konsentrasi jenuh (besaran yang statis dengan kenaikan waktu akan tetap, tetapi termodinamik yang dipengaruhi oleh ph dan suhu). Konsentrasi ditentukan apabila volume rendah, kadar obat akan tinggi. Kelarutan tidak dipengaruhi oleh proses pengadukan, karena pengadukan hanya mempengaruhi proses melarutnya zat itu. Obat atau bahan obat yang memerlukan solven banyak untuk larut, berarti kelarutannya kecil, begitu juga sebaliknya. Dapat dinyatakan bahwa ph mempengaruhi kelarutan, asam-asam dengan kelarutan rendah akan mengendap (dalam ukuran kecil) tetapi akan terjadi redisolusi yang cepat terlarut (Alache, 1993).

Uji disolusi pada praktikum ini menggunakan alat disolusi dengan menggunakan 900 ml, medium disolusi ph 6,8 pada suhu 37 0 C ± 0,5 0 C dengan kecepatan putar 100 putaran permenit. Grafik hubungan W/A (massa terlarut persatuan luas) versus t (waktu) akan menghasilkan kurva yang mendekati gradient nol pada waktu ke- yaitu. menit, sebagai pendekatan Cs dan Ct. Cs merupakan kadar jenuh atau maksimal solute pada temperatur. Dari pengeplotan hasil praktikum, maka diperoleh sebuah garis lurus dari regresi linier t vs W/A yang merupakan slope, dan inilah yang dinamakan laju disolusi intrinsik. Persamaan kurva baku yang didapat yaitu sehingga didapatkan harga slope yang merupakan kecepatan disolusi intrinsik sebesar.. mg/menit/cm 2. Kecepatan disolusi intrinsik lebih dari 0,1 mg/menit/cm 2 menunjukkan tidak ada masalah serius pada absorbansinya. Dari model fisikanya, merupakan model lapisan difusi karena terlihat bahwa kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas permukaan bahan obat dan kelarutannya. Dari hasil praktikum ini, didapatkan bahwa metformin HCl terdisolusi dengan baik dalam medium dapar basa, menunjukkan metformin HCl dapat diabsorpsi dengan baik dalam lambung. Sedangkan menurut literatur, hal ini sudah sesuai karena metformin HCl terdisolusi dengan baik pada suasana basa, yaitu dalam medium dapar fosfat, yang menunjukkan metformin HCl diabsorpsi dengan baik dalam usus kecil.

DAFTAR PUSTAKA Agoes. 2008. Seri Farmasi Industri Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkendali. ITB. Bandung Alache. 1993. Farmasetika 2 Biofarmasetika, Edisi kedua. Airlangga University Press. Surabaya. Anonymous. 2002. United State Pharmacopeia 25. Volume 2. Washington DC : USP Convention, Inc. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ansel. 2008. Pengantar Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. Shargel. 1998. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya