BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Lanny Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (tahan karat) (Agoes, 2008; Ditjen POM, 1995). Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat secara kompa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan yang berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, dan zat pembasah (Ditjen POM, 1979). Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan farmasetika yang sesuai (Ansel, 1989). Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisika dan kimia, secara ekonomi dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat dalam jumlah yang benar dalam penerimaan kepada pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna), dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian obat (Agoes, 2008).
2 2.1.1 Jenis-Jenis Tablet Menurut Ansel (1989), ada 13 jenis tablet, yaitu: 1. Tablet Kompresi Yaitu tablet kompresi dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya kedalam bahan obatnya diberi tambahan sejumlah bahan pembantu. Bahan tambahan pembantu pada tablet kompresi antara lain: (a) Pengencer atau pengisi, yang ditambahkan jika perlu kedalam formulasi supaya membentuk ukuran tablet yang diinginkan. (b) Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam formulasi. (c) Penghancur, membantu menghancurkan tablet setelah pemberian sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. (d) Antirekat pelincir atau zat pelincir, yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet. (e) Bahan tambahan lain, seperti zat warna dan zat pemberi rasa. 2. Tablet Kompresi Ganda Yaitu tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan. Hasilnya menjadi tablet dengan beberapa lapisan atau tablet didalam tablet. 3. Tablet Salut Gula Tablet kompresi ini mungkin diberi lapisan gula berwarna dan mungkin juga tidak, lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan. Gunanya
3 melindungi obat dari udara dan kelembaban atau untuk menghindari gangguan dalam pemakaiannya akibat rasa dan bau dari bahan obat. Kerugian dari lapisan gula ini adalah pengolahannya membutuhkan waktu dan keahlian serta menambah berat serta ukuran tablet. 4. Tablet Diwarnai Coklat Yaitu lapisan coklat merupakan hal yang penting dalam sejarah karena diwaktu itu hanya coklat yang dipakai untuk menyalut dan mewarnai tablet. 5. Tablet Salut Selaput Tablet kompresi ini disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet. Kelebihannya ialah lebih tahan lama, bahan yang digunakan lebih sedikit, dan waktu yang lebih sedikit untuk penggunaannya. 6. Tablet Salut Enterik Tablet salut enterik adalah tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak melarut dan tidak hancur di lambung tetapi di usus. Gunanya menghindari terjadinya iritasi pada lambung. 7. Tablet Sublingual Atau Bukal Yaitu tablet yang disisipkan di pipi dan di bawah lidah biasanya berbentuk datar, agar di absorbsi melalui mukosa secara oral. Cara ini berguna untuk penyerapan obat yang dirusak oleh cairan lambung atau sedikit sekali diabsorbsi oleh saluran pencernaan.
4 8. Tablet Kunyah Tablet dikunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau dibiarkan melarut dalam mulut, menghasilkan dasar seperti krim dari mannitol yang berasa dan berwarna khusus. 9. Tablet Effervescent Yaitu tablet berbuih dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung garam effervescent atau bahan lain yang mampu melepaskan gas ketika bercampur dengan air. 10. Tablet Triturat Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder, dibuat dengan cetakan atau dibuat dengan kompresi dan biasanya mengandung sejumlah kecil obat keras. Tablet triturat harus mudah larut seluruhnya dalam air. 11. Tablet Hipodermik Yaitu tablet yang dimasukkan di bawah kulit untuk digunakan oleh dokter dalam membuat larutan parenteral secara mendadak. 12. Tablet Pembagi Yaitu tablet untuk membuat resep lebih tepat, guna untuk pencampuran, dan tidak pernah diberikan kepada pasien sebagai tablet itu sendiri. Tablet ini relatif mengandung sejumlah besar bahan obat keras. 13. Tablet Dengan Penglepasan Terkendali Yaitu tablet dan kapsul yang penglepasan obatnya secara terkendali.
5 2.1.2 Komponen Tablet Komponen-komponen dalam formulasi tablet kempa terdiri atas zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, dan bahan pelicin. Selain itu, tablet dapat juga mengandung bahan pewarna yang diizinkan, bahan pengaroma, dan bahan pemanis. 1. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa. Berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak. Contohnya: laktosa, selulosa mikrokristal, dan pati. 2. Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu digranulasikan serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi. Misalnya: gelatin, sukrosa, metil selulosa, dan gelatin. 3. Bahan penghancur membantu tablet agar hancur setelah ditelan. Contohnya: pati, pati dan selulosa yang dimodifikasi secara kimia, asam alginat, dan selulosa mikrokristal. 4. Bahan pelicin berfungsi mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Misalnya: asam stearat, dan minyak nabati terhidrogenasi. 5. Bahan pewarna ditambahkan untuk meningkatkan nilai estetika atau untuk memberikan identitas produk. 6. Bahan pengaroma berfungsi untuk menutupi rasa dan bau zat khasiat yang tidak enak, biasanya digunakan untuk tablet yang penggunaannya lama di mulut. Misalnya: macam-macam minyak atsiri (Syamsuni, 2006; Syamsuni, 2007).
6 2.2 Antihistamin Histamin (suatu autacoid atau hormon lokal) adalah suatu amin nabati yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histisin melalui dekarboksilasi enzimatis. Asam amino ini masuk kedalam tubuh terutama dalam daging (protein) yang kemudian diubah secara enzimatis menjadi histamin (Tan, 2007). Antihistamin digunakan dalam pengobatan penyakit alergi tertentu. Kerjanya, menekan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh histamin, suatu zat kimia yang dilepas selama proses reaksi antibodi dari respon alergi (Ansel, 1989). Histamin bekerja dengan menduduki reseptor tertentu pada sel yang terdapat pada permukaan membran. Saat ini didapatkan 3 jenis reseptor histamin H 1, H 2, H 3, reseptor tersebut termasuk golongan reseptor yang berpasangan dengan protein (Setiabudy, 2008). Obat antihistamin yang hingga kini dikenal dapat dibedakan menjadi dua. Yang satu dirancang untuk antagonistik terhadap histamin yang berinteraksi dengan reseptor H 1, yang biasanya digunakan untuk mengurangi reaksi alergi karena disebabkan oleh terlepasnya histamin dalam tubuh. Sedangkan yang lain adalah antagonis terhadap histamina yang berinteraksi dengan reseptor H 2 (Sardjoko, 1993).
7 Obat ini menghambat secara selektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamin, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-h 2 di lambung. Efeknya adalah menurunkan tekanan darah. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambung atau usus, gunanya sebagai zat pelindung tambahan pada terapi. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah: simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin, dan roksatidi yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin (Tan, 2007). 2.3 Ranitidin HCl Gambar 1. Struktur Ranitidin Hidroklorida Menurut Ditjen POM (1995), ranitidin hidroklorida memiliki informasi yaitu: Rumus Molekul Nama Umum Pemerian : C 13 H 22 N 4 O 3 S.HCl : Ranitidin : Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, praktis tidak berbau, peka terhadap cahaya dan kelembaban. Melebur pada suhu lebih kurang 140ºC, dan disertai peruraian. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, cukup larut dalam etanol, dan sukar larut dalam kloroform. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, dan tidak tembus cahaya. Indikasi : Sebagai antagonis reseptor-h 2
8 Ranitidin HCl (ranin, rantin, renatac, zantac, zantadin) merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H 2 sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume sekresi lambung. Ranitidin digunakan untuk tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi yang bersifat patologis. Efek samping dari ranitidin antara lain adalah nyeri kepala, pusing, mual, dan diare. Setelah pemberian oral, ranitidin diserap 39-87%. Ranitidin mempunyai masa kerja cukup panjang, pemberian dosis 150 mg, efektif menekan sekresi asam lambung selama 8-12 jam. Dosis: 150 mg 2 dd atau 300 mg sebelum tidur (Siswandono, 1995). Ranitidin menghambat reseptor H 2 secara selektif. Perangsangan reseptor H 2 akan merangsang sekresi asam lambung sehingga pada pemberian ranitidin sekresi asam lambung akan dihambat (Setiabudy, 2008; Tan, 2007). Daya menghambat senyawa ini terhadap sekresi asam lebih kuat. Tidak merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan. Resorpsinya pesat dan baik (Tan, 2007). Semua antagonis reseptor H 2 mengatasi tukak lambung dengan cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai akibat penghambat reseptor histamin H 2. Terapi antagonis reseptor H 2 dapat membantu proses penyembuhan tukak lambung. Efek samping antagonis reseptor H 2 adalah diare, gangguan saluran pencernaan, sakit kepala, pusing, dan rasa letih (Depkes RI, 2009).
9 Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin diekskresi terutama melalui ginjal. Karena ekskresi antagonis reseptor H 2 terutama melalui ginjal maka pada pasien gangguan fungsi ginjal dosis perlu dikurangi (Setiabudy, 2008). 2.4 Disolusi Disolusi adalah persyaratan utama untuk dapat melewati dinding usus pada tahap pertama. Pengujian disolusi digunakan untuk membuktikan kesesuaian spesifikasi, dan dapat merupakan persyaratan dalam registrasi obat (Agoes, 2008). Laju disolusi merupakan tahap yang menentukan laju, akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas, dan lama respons. Cara pengujian disolusi tablet dinyatakan dalam masing-masing monografi obat. Pengujian merupakan alat yang objektif dalam menetapkan sifat disolusi suatu obat yang berada dalam sediaan padat. Tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel, 1989). Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah (Ditjen POM, 1995). Pengujian kehancuran yang dicantumkan dalam seluruh farmakope menggambarkan kriteria kualitas yang penting untuk peroralia (tablet, tablet salut, granulat, dan kapsul), meskipun demikian pernyataannya dalam pandangan terhadap ketersediaan terbatas. Suatu kehancuran total menawarkan persyaratan
10 yang lebih baik untuk pelepasan, meskipun bahan pembantu dapat membungkus bahan obat sedemikian rupa, sehingga melarutnya keluar dari produk hancur sangat terhambat. Oleh karena itu, kecepatan pelarutan dari bahan aktif sering kali menggambarkan langkah penentu kecepatan (Voigt, 1994) Alat Uji Disolusi Menurut Ditjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi, yaitu: a. Alat 1 (metode basket) Alat terdiri atas wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam tangas air sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah 37 C ± 0,5 selama pengujian berlangsung. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 nm hingga 106 mm, dan kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan
11 mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%. b. Alat 2 (metode dayung) Sama seperti alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas daun dan batang sebagai pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Dayung memenuhi spesifikasi pada jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dengan bagian dalam dasar wadah, dan mempertahankan suhu dalam wadah 37 C ± 0,5 selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar Faktor Pengujian Disolusi Menurut Agoes (2008), faktor yang mempengaruhi pengujian disolusi suatu obat dari sediaan dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok: 1. Faktor terkait pada sifat fisiko kimia obat. 2. Faktor terkait pada formulasi obat. 3. Faktor terkait dengan bentuk sediaan. 4. Faktor terkait pada alat uji disolusi. 5. Faktor terkait pada parameter pengujian disolusi.
12 2.4.3 Kegunaan Uji Disolusi 1. Uji disolusi digunakan untuk memenuhi persyaratan resmi sediaan yang tertera dalam Farmakope Indonesia. 2. Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam praktik manufaktur obat yang baik. 3. Data disolusi berguna dalam tahap awal pengembangan zat formulasi. 4. Memberikan sarana untuk mengevaluasi parameter penting seperti ketersediaan hayati yang memadai, dan memberikan informasi yang penting untuk formulator dalam pengembangan bentuk sediaan yang mempunyai daya terapi yang lebih optimal. 5. Berhubungan dengan ketersediaan hayati suatu produk sehingga uji disolusi dapat memastikan ketersediaan hayati produk antar bets yang memenuhi kriteria disolusi (Siregar, 2010) Media Disolusi Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, media disolusi yang digunakan adalah media yang tertera pada masing-masing monografi. Bila media disolusi berupa larutan dapar. ph larutan harus diatur sehingga berada dalam batas 0,05 satuan ph yang tertera pada masing-masing monografi. Pada umumnya, media disolusi adalah air atau dapar yang sesuai, dan jumlah media disolusi sebanyak 900 ml dalam tiap wadah disolusi (Ditjen POM, 1995; Siregar, 2010).
13 2.4.5 Kecepatan Pengadukan Untuk tiap uji disolusi dalam Farmakope Indonesia edisi IV, kecepatan pengadukan ditetapkan dengan satuan rpm. Jika ditetapkan, kecepatan 100 rpm untuk Alat 1 (metode basket), dan 50 rpm untuk Alat 2 (metode dayung). Kecepatan pengadukan harus seragam selama pengujian. Kadang kadang motor pemutar pengaduk dapat secara berkala lambat atau cepat. Oleh karena itu, harus dicek pada awal dan akhir tiap pengujian (Siregar, 2010). Menentukan kecepatan disolusi obat pada rentang ph larutan sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui berapa persentase zat aktif dalam obat yang dapat terlarut dan terabsorbsi masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi pada tubuh (Kurniawan, 2009) Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap, kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S 1 atau S 2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q (Ditjen POM, 1995). Pada tahap 1 (S 1 ), 6 tablet diuji dengan kriteria tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S 2 ). Pada tahap ini 6 tablet
14 tambahan diuji lagi, dengan kriteria rata-rata dari 12 unit tablet (S 1 + S 2 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15%. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S 3 ). Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi, dengan kriteria ratarata dari 24 unit tablet (S 1 + S 2 + S 3 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15% dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q 25% (Ditjen POM, 1995). ini. Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah Tabel 1. Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan S 1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5% S 2 6 Rata-rata dari 12 unit (S 1 + S 2 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15% S 3 12 Rata-rata dari 24 unit (S 1 + S 2 + S 3 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q 15% dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q 25% Keterangan: S1 : Tahap pertama S2 : Tahap kedua S3 : Tahap ketiga Q : Jumlah zat aktif yang terlarut yang tertera dalam masing-masing monografi.
15 2.4.7 Alat Penetapan Laju Disolusi 1. Alat pendisolusi zat aktif, adalah alat untuk melepaskan dan melarutkan zat aktif dalam media. Alat ini disebut alat uji disolusi. 2. Alat untuk menganalisis konsentrasi zat aktif dalam sampel media disolusi yang diambil sampelnya pada beberapa titik waktu yang telah ditetapkan atau pada satu titik waktu seperti uji disolusi pada umumnya di Farmakope Indonesia edisi IV. Metode ini disebut metode disolusi satu titik, dimana alat analisis yang digunakan adalah spektrofotometer, spektrofluorometer atau kromatografi cair kinerja tinggi (Siregar, 2010). 2.5 Spektrofotometri UV Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang diabsorbsi. Spektrofotometer yaitu suatu alat yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan cara mengukur absorbansi dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi (Khopkar, 2008). Spektrofotometri UV adalah pengukuran panjang gelombang, intensitas sinar ultraviolet, dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang nm (Dachriyanus, 2004).
16 Prosedur dasar dalam analisa kuantitatif secara spektroskopi adalah membandingkan absorbsi energi radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu oleh suatu larutan contoh terhadap suatu larutan standar. Pada daerah spektrum ultraviolet banyak senyawa yang mampu menyerap radiasi, sehingga perlakuan pendahuluan yang diperlukan melibatkan pemisahan dari zat pengganggu (Sudarmadji, 1989). Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat, dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993). Spektrum UV merupakan korelasi antara absorbansi dengan panjang gelombang. Penyerapan sinar UV pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi elektron-elekron ikatan, akibatnya panjang gelombang yang mengabsorbsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu molekul (Rohman, 2007). Spektrofotometri UV dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Pada aspek kualitatif, data spektrofotometri UV secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat. Sedangkan pada aspek kuantitatif, radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap (Rohman, 2007).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (profilaksis),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA OCH2CHCH2 OCH3. 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [ ] : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Gliseril Guaiakolat Rumus Bangun : OH OCH2CHCH2 OCH3 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [93-14-1] Nama Kimia : Guaifenesin Rumus Molekul : Berat Molekul : 198,22
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet 2.1.1 Pengertian Tablet Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Obat Obat adalah zat aktif berasal dari tumbuhan, hewan, maupun sintetis yang dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Parasetamol Sinonim : Paracetamolum Asetaminofen. Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida. Rumus molekul : C 8 H 9 NO 2 Rumus bangun :
Lebih terperinciTahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.
I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul 2.1.1 Kapsul secara umum Kapsul merupakan suatu bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Famotidin 2.1.1 Sifat fisikokimia famotidin Rumus bangun : Nama kimia : 3-([2-(diaminomethyleneamino)thiazol-4-yl]methylthio-N- sulfamoylpropanimidamide Rumus molekul : C 8
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga
Lebih terperinciA. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%
A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat 2.1.1 Definisi Obat Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai
Lebih terperinciDesain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)
Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih dengan atau zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya berbentuk bulat, yang mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berikut gejalanya. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obat Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :
BAB II TIJAUA PUSTAKA 2.1 Uraian Umum 2.1.1 Simetidin 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : Rumus struktur H 3 C H CH 2 S H 2 C C H 2 H C C H CH
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohetivitas, kecepatan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet 2.1.1 Defenisi Tablet Tablet dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien (meningkatkan
Lebih terperincirelatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan
BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung
Lebih terperinciSedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi
BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
Lebih terperincikurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.
PEMBAHASAN TABLET Setelah dilakukan uji granul dan granul dinyatakan layak untuk dikempa, proses yang selanjutnya dilakukan adalah pencetakan tablet sublingual famotidin. Sebelum pencetakan, yang dilakukan
Lebih terperincibentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong Gambar 2.1 Tumbuhan singkong (Prastika, 2012) Singkong Manihot esculenta Crantz merupakan tanaman tipikal daerah tropis. Tanaman singkong tumbuh pada iklim yang panas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat sering disebut obat modern ialah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Farmakologi Dimenhidrinat (mabuk perjalanan) mabuk perjalanan dan muntah karena kehamilan. Berdasarkan mekanisme
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Farmakologi Dimenhidrinat (mabuk perjalanan) Dimenhidrinat (dramamine) adalah senyawa yang khusus digunakan untuk mabuk perjalanan dan muntah karena kehamilan. Berdasarkan
Lebih terperincimempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan
BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata. Karbonat dan zat lain yang cocok.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau zat tambahan.
Lebih terperinci2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur
PEMBUATAN GRANUL 1. Cara Basah Zat berkasiat,zat pengisi dan pengkancur dicampur baik bai,laludibasahi dengan larutan bahan pengikat,bila perlu ditambah bahan pewarna.setelah itu diayak menjadi granul,dan
Lebih terperincibebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua
BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tablet CTM digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam menekan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara internasional obat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti
Lebih terperinciatau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat
2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain
Lebih terperincibaik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.
BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang sangat digemari, karena bentuknya yang padat, mudah di bawa dan dapat menghasilkan efek yang cepat. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Piridoksin 2.1.1 Uraian Umum Piridoksin Rumus bangun : CH 2 OH OH CH 2 OH CH 3 N. HCl Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak kurang dari
Lebih terperinciBentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt
Bentuk-bentuk Sediaan Obat Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk sediaan obat 1. Sediaan Padat 2. Sediaan Setengah Padat 3. Sediaan Cair 4. Sediaan Gas Sediaan Padat Sediaan Padat 1. Pulvis/Pulveres/Serbuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bromazepam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus Struktur : Gambar 2.1.1 Rumus Struktur Bromazepam Rumus Molekul Nama Kimia : C 14 H 10 BrN 3 O : 7-bromo-5-(pyridin-2-yl)-1,3-dihydro-2H-1,4
Lebih terperinciFORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI
FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI Dwi Elfira Kurniati*, Mirhansyah Ardana, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam hutan tropis Indonesia menyimpan beribu-ribu tumbuhan yang berkhasiat obat. Penggunaan obat-obat tradisional memiliki banyak keuntungan yaitu
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008
OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan buku Martindale (Sweetman, 2009) sediaan tablet domperidone merupakan sediaan yang mengandung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degeneratif yang termasuk didalam sepuluh besar penyakit di Indonesia. Diabetes mellitus merupakan suatu jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang di maksudkan untuk di gunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi hiperlipidemia (Lacy dkk., 2008). Fenofibrat di dalam tubuh mengalami hidrolisis oleh enzim sitokrom
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Piroksikam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Gambar 2.1.1 : Struktur Kimia Piroksikam Piroksikam merupakan salah satu obat analgesik yang mempunyai waktu paruh yang panjang. Piroksikam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Puskesmas Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/II/2004 menyatakan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco
17 BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco chemical),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu contoh jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu daun pepaya (Carica papaya). Menurut penelitian Maniyar dan Bhixavatimath (2012), menunjukkan
Lebih terperinciTablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)
Tablet Khusus Tablet Khusus (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Disusun oleh : Dicky Wisnu Ariandi (21081012) Dwi Adiguna (21081014) Indri Nugraha (21081020) Irvan Akhmad Fauzi (21081022)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan jaman yang semakin modern menuntut semua hal yang serba cepat dan praktis, termasuk perkembangan sediaan obat. Bentuk sediaan obat padat berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan, karena memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara pemakaiannya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga
I. PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang
Lebih terperincibahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan
BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika
Lebih terperinciBeberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan
BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Tablet merupakan sediaan obat yang paling banyak digunakan di masyarakat. Sediaan Tablet merupakan bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif)
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI TABLET ZETASAL Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 9 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu
Lebih terperinciBAB I TINJAUAN PUSTAKA
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang
Lebih terperinciBAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Menurut Ditjen POM (1979) Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kompacetak, dalam tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannnya rata atau cembung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Maka diperlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi farmasi berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Maka diperlukan lebih banyak lagi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang
Lebih terperincikonvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,
35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet
Lebih terperinciTABLET/OT 2015 Sediaan tablet adalah Sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau serkuler, kedua permukaanya rata
TABLET/OT 2015 Sediaan tablet adalah Sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau serkuler, kedua permukaanya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Mefenamat 2.1.1 Tinjauan Umum Rumus bangun : Rumus molekul : C 15 H 15 NO Nama kimia : Asam N-2,3-xililantranilat [61-68-7] Berat molekul : 241,29 2 Pemerian : Serbuk hablur,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter.
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),
BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), pragelatinisasi pati singkong suksinat (Laboratorium Farmasetika, Departemen Farmasi FMIPA UI),
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.
28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Amilum Biji Nangka Pada penelitian ini didahulu dengan membuat pati dari biji nangka. Nangka dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir kemudian direndam larutan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM SITRAT-ASAM MALAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET EFFERVESCENT YANG MENGANDUNG Fe, Zn, DAN VITAMIN C SKRIPSI
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM SITRAT-ASAM MALAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET EFFERVESCENT YANG MENGANDUNG Fe, Zn, DAN VITAMIN C SKRIPSI Oleh : WADLICHAH SYARIFAH K 100 060 038 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperincimerupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan
BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini indutri farmasi berfokus pada pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang menawarkan kepatuhan pasien dan dosis yang efektif. Rute pemberian oral tidak diragukan lagi
Lebih terperinciefek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.
BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan
Lebih terperinciFaktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. VII/71 mendefinisikan bahwa obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 193/KabB/. VII/71 mendefinisikan bahwa obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional
xx BAB I PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional cenderung meningkat, terlebih disebabkan menurunnya daya beli masyarakat karena
Lebih terperinciFORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR
As-Syifaa Vol 08 (02) : Hal. 64-74, Desember 2016 ISSN : 2085-4714 FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet 2.1.1 Pengertian Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, industri farmasi di Indonesia terus mengalami perkembangan dalam setiap bidangnya, termasuk dalam bidang pengembangan formulasi dan teknologi
Lebih terperinci