PERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM

PERFORMANS PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

KINERJA PRODUKSI DAN UMUR PUBERTAS PEDET HASIL KAWIN SILANG SAPI PO, SIMMENTAL DAN LIMOUSIN DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT

NILAI EKONOMIS PEMBIBITAN SAPI PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT

RESPONS PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SILANGAN PADA KONDISI PAKAN BERBASIS LOW EXTERNAL INPUT

Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya

KINERJA REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN

PEMBIBITAN SAPI LOKAL (PO) DI PETERNAKAN RAKYAT (DESA BODANG KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG)

TEKNOLOGI PAKAN MURAH UNTUK SAPI POTONG : OPTIMALISASI PEMANFAATAN TUMPI JAGUNG

POLA PEMBIBITAN SAPI POTONG LOKAL PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

EVALUASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PERSILANGAN DUA DAN TIGA BANGSA PADA PETERNAKAN RAKYAT

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

PERFORMANS SAPI BALI INDUK SEBAGAI PENYEDIA BIBIT/BAKALAN DI WILAYAH BREEDING STOCK BPTU SAPI BALI

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO DENGAN SKOR KONDISI TUBUH YANG BERBEDA PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN MALANG

Perbaikan Performans Produksi dan Reproduksi Sapi Jabres

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING

PENGARUH SUBSTITUSI KONSENTRAT KOMERSIAL DENGAN TUMPI JAGUNG TERHADAP PERFORMANS SAPI PO BUNTING MUDA

PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI PO MELALUI PENYEBARAN PEJANTAN UNGGUL HASIL UNIT PENGELOLA BIBIT UNGGUL (UPBU)

KORELASI BOBOT SAPIH TERHADAP BOBOT LAHIR DAN BOBOT HIDUP 365 HARI PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

Muchamad Luthfi, Tri Agus Sulistya dan Mariyono Loka Penelitian Sapi Potong Jl. Pahlawan 02 Grati Pasuruan

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA PASCASCREENING

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

RESPONS PERBAIKAN PAKAN TERHADAP RODUKTIVITAS SAPI POTONG INDUK PERIODE POST PARTUM DI KABUPATEN PROBOLINGGO

POTENSI SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) KEBUMEN SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI LOKAL DI INDONESIA BERDASARKAN UKURAN TUBUHNYA (STUDI PENDAHULUAN)

PENGGUNAAN BAHAN PAKAN LOKAL SEBAGAI UPAYA EFISIENSI PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG KOMERSIAL: Studi Kasus di CV Bukit Indah Lumajang

PERFORMANS SAPI SILANGAN PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PEMELIHARAAN DI KELOMPOK PETERNAK RAKYAT

PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DENGAN METODA FLUSHINGTERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK SAPI PODI KABUPATEN BANDUNG

STRATEGI PEMENUHAN GIZI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PEMBESARAN SAPI POTONG CALON INDUK

PERFORMANS PRODUKTIVITAS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BERANAK KEMBAR DAN TURUNANNYA DI KANDANG PERCOBAAN LOLIT SAPI POTONG, PASURUAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Penampilan Produksi Sapi PO dan PFH Jantan yang Mendapat Pakan Konsentrat dan Hay Rumput Gajah

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

TATA LAKSANA PAKAN, KAITANNYA DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN PANGAN: STUDI KASUS PADA USAHA SAPI POTONG RAKYAT DI KABUPATEN BANTUL DI YOGYAKARTA

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

SeminarNosional Peternakan dan Feienner 1997

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

HASIL-HASIL PENELITIAN SAPI POTONG UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS PETERNAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

RESPONS REPRODUKSI SAPI POTONG INDUK PADA UMUR PENYAPIHAN PEDET BERBEDA DI KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI LAHAN KERING

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI DAN KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN

PENGGEMUKAN SAPI POTONG POLA LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE AGRICULTURE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci : Sapi Peranakan Ongole, Bobot Badan, Ukuran-ukuran Tubuh Keterangan : 1). Pembimbing Utama 2). Pembimbing Pendamping

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

PENGARUH STRATIFIKASI FENOTIPE TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI POTONG PADA KONDISI FOUNDATION STOCK

RESPON JERAMI PADI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN PADA USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGEMUKAN SAPI LOKAL HASIL INSEMINASI BUATAN DAN SAPI BAKALAN IMPOR DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PAKAN LOKAL

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO INDUK PADA POLA PERKAWINAN BERBEDA DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT: STUDI KASUS DI KABUPATEN BLORA DAN PASURUAN

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Silangan Simmental Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole Periode Postpartum

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN SKOR KONDISI TUBUH PEDET SILANGAN PRA SAPIH DENGAN TEKNOLOGI CREEP FEEDING DI PETERNAKAN RAKYAT

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

EVALUASI PENGGUNAAN KULIT SINGKONG PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT: STUDI BANDING DI KECAMATAN MERGOYOSO, KABUPATEN PATI

RESPON PRODUKSI SAPI MADURA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN

IDENTIFIKASI POLA PERKAWINAN SAPI POTONG DI WILAYAH SENTRA PERBIBITAN DAN PENGEMBANGAN

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PERFORMANS DAN PROFIL PRODUKTIVITAS CALON BIBIT SUMBER SAPI PERANAKAN ONGOLE

Pengaruh Pembedaan Kualitas Konsentrat pada Tampilan Ukuran-Ukuran Tubuh dan Kosumsi Pakan Pedet FH Betina Lepas Sapih

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE TERHADAP SERVICE PER CONCEPTION DAN CALVING INTERVAL SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

Tabel 1. Komponen teknologi introduksi pengkajian No. Jenis kegiatan Teknologi Ukuran/dosis penggunaan 1. Perbibitan sapi Kandang : Ukuran sesuai juml

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.) DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

Transkripsi:

PERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT (The Improvement of Rearing Technology of PO Cowa as the Efforts to Increase Productivity of Cow and its Calf at Smallholder Farm) MARIYONO, DIDI BUDI WIJONO dan HARTATI Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan ABSTRACT The improvement of rearing technology of cow at small holder farm which was directed to improve of cow performance and to increase milk production; suppose to increase cow productivity and its calf along with increase farmer income. Since October 2003 Maret, 2005 the on farm research at Loka Penelitian Sapi Potong station had been conducted by periodically observed 30 cows and its cows. The animal used were 1 head of PO cows, 2,5 year of age; which with the improvement of rearing patterns. As control, 16 head of PO cow owned by Dinas Peternakan dan Kehewanan Kabupaten Pasuruan were reared without improvement. The improvement was concentrate introduction of 2,5 kg/days on pregnant cow. 7 month to lactating periode and given of worm medicine at 6 month. The parameter recorded were productive performance, reproduction and economic analysis. The feed consumption and variation were observed every 2 month. Data were analyzed of using t-test. The result that body weight of cow at early observation, the dayly gain of calf until 5 month of age (ka/day/head), service per conseption and production cost of calf (Rp/calving interval) were 268,8 vs 327,67; 0,6 vs o,8; 1,71 vs 1,52 and 2.517,66 vs 2,386,263 respectively for improvement vs non improvement treatment. The improvement of cow rearing with supplementation of concentrate as of 2,5 kg for 7 month pregnant cow until 5 month of lactating periode and the worming at 6 month can improve calf performans at the weaning, however, in economic analysis the improvement can not increase income yet. Key Words: Po Cattle, Improved Technology, Small Holder Farm ABSTRAK Perbaikan teknologi pemeliharaan sapi induk pada usaha peternakan rakyat antara lain ditujukan untuk memperbaiki kondisi sapi induk dan memperbanyak produksi susu; diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sapi induk dan turunannya serta mampu meningkatkan pendapatan peternak. Penelitian dilakukan secara on farm reseach, sejak Oktober 2003-Maret 2005 dengan pengamatan data secara berkala terhadap 30 ekor sapi induk dan anaknya. Sebanyak 1 ekor sapi PO induk umur lebih 2,5 tahun digaduhkan kepada peternak dan dipelihara dengan perbaikan manajemen pemeliharaan. Sebagai kontrol dilakukan pengamatan terhadap 16 ekor sapi induk milik Dinas Peternakan dan Kehewanan Kabupaten Pasuruan yang dipelihara tanpa perbaikan manajemen pemeliharaan. Perbaikan manajemen pemeliharaan meliputi introduksi pakan konsentrat sebanyak 2,5 kg/hari pada sapi bunting 7 bulan sampai dengan menyusui dan pemberian obat cacing setiap 6 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap performans produksi, reproduksi serta parameter ekonomi. Pengamatan tentang konsumsi dan ragam pakan dilakukan setiap dua bulan. Analisis data hasil penelitian menggunakan uji-t. Hasil pengamatan rataan bobot hidup sapi induk pada awal penelitian adalah 268,87 +21,11 (perbaikan) vs. 327,88+7,7 (tanpa perbaikan), pertambahan bobot hidup harian (PBHH) anak sampai dengan umur 5 bulan (kg/hari/ekor) adalah 0,6 ± 0,11 vs. 0,8 ± 0,27. Service per conception (kali) 1,71 ± 0,71 vs. 1,52 ± 0,35. Biaya untuk menghasilkan seekor pedet lepas sapih (Rp/Calving Interval) adalah Rp 2.517.166 vs. Rp 2.386.263. Perbaikan manajemen pemeliharaan sapi induk berupa penambahan 2,5 kg konsentrat sapi potong pada sapi induk bunting 7 bulan hingga 5 bulan menyusui dan pemberian obat cacing setiap enam bulan dapat memperbaiki performans anak pada periode pra-sapih namun secara ekonomis perbaikan tersebut belum dapat meningkatkan pendapatan usaha. Kata Kunci: Sapi PO, Perbaikan Teknologi, Usaha Peternakan Rakyat 91

PENDAHULUAN Usaha pembibitan sapi potong lokal saat ini kurang diminati oleh pengusaha swasta, karena usaha sapi ini secara ekonomis kurang menguntungkan, yaitu ditunjukkan dengan Net Present Value (NPV) negatif atau sangat kecil (PUSLITBANGNAK, 2003). Menurut BUCHANAN dan NORTHCUTT (1998) dan NGADIYONO (1996), persilangan sapi potong lokal dengan Bos Taurus merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keuntungan. Oleh karena itu, bangsa sapi PO telah banyak disilangkan dengan pejantan bibit unggul dari Balai Inseminasi Buatan (BIB), sehingga menghasilkan sapi silangan antara induk PO dengan pejantan Simmental, Limousin, Angus (SIREGAR et al., 1999). Kegiatan ini ternyata tidak mempunyai arah, tujuan dan sasaran yang jelas sehingga menjadi salah satu penyebab menurunnya populasi sapi Peranakan Ongole (PO) di Jawa Timur. Kebijakan yang perlu diprioritaskan untuk meningkatkan mutu genetik sapi potong lokal adalah melalui kebijakan pemuliaan yang tepat dan konsisten sesuai dengan daya dukung wilayah melalui program pelestarian plasma nutfah sapi lokal (DIWYANTO et al., 1998). Upaya pembibitan sapi potong lokal dimasa mendatang dapat dilakukan dengan memajukan usaha pembibitan rakyat melalui peningkatan kualitas dan kuantitas bibit penghasil bakalan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan usaha cow-calf operation; selain itu perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak diantaranya dinas peternakan daerah. Sapi lokal Indonesia yang telah dikenal dan mempunyai sebaran populasi cukup luas diantaranya adalah sapi PO, Bali, Madura dan Sumba Ongole (HARDJOSUBROTO, 1995). Sapi PO merupakan sapi lokal yang potensial untuk dikembangkan, jarak beranak selama <1 bulan (WIJONO et al., 2005) dan service/conception (S/C) adalah 1,7-2,1 kali (AFFANDHY et al., 2003). Perbaikan teknologi pemeliharaan sapi induk, antara lain ditujukan untuk memperbaiki kondisi sapi induk, memperbanyak produksi susu dan ketepatan pengawinan, sehingga meningkatkan produktivitas sapi induk dan turunannya serta diharapkan mampu meningkatkan pendapatan peternak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi sapi PO induk, performans anak dan meningkatkan pendapatan peternak pembibitan sapi potong dalam rangka menghasilkan bakalan sapi potong PO dan memperoleh teknologi pemeliharaan cow-calf operation sapi PO. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan secara on farm reseach, dengan pengamatan data secara berkala terhadap 30 ekor sapi induk dan anaknya. Penelitian dilakukan sejak bulan Oktober 2003-Maret 2005. Sebanyak 1 ekor sapi PO induk milik Loka Penelitian Sapi Potong digaduhkan kepada peternak rakyat dengan perbaikan manajemen pemeliharaan. Sebagai kontrol dilakukan pengamatan terhadap 16 ekor sapi induk dan anaknya milik Dinas Peternakan dan Kehewanan Kabupaten Pasuruan yang dipelihara tanpa perbaikan manajemen pemeliharaan. Lokasi yang dipilih adalah daerah pengembangan sapi potong yang dibina oleh Dinas Peternakan dan Kehewanan Kabupaten Pasuruan yaitu: (1) Desa Sumberejo, Kecamatan Purwosari, (2) Desa Ginting, Kecamatan Sukorejo dan (3) Desa Dayurejo, Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Perbaikan manajemen pemeliharaan meliputi introduksi pakan pada sapi induk bunting 7 bulan sampai dengan menyusui anak umur 5 bulan dan pemberian obat cacing setiap 6 bulan. Pedet diamati pertumbuhannya hingga lepas sapih. Penyapihan pedet dilakukan pada umur 6 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap performans produksi, reproduksi serta parameter ekonomi. Pengamatan tentang performans produksi, konsumsi dan ragam pakan dilakukan setiap dua bulan. Analisis data hasil penelitian menggunakan uji t (t-test). HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan produksi Data bobot hidup dan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) sapi induk yang 92

mendapatkan perbaikan manajemen pemeliharaan dan kontrol tertera pada Tabel 1. Dampak perbaikan pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendahnya penurunan bobot hidup sapi induk selama meyusui. PBBH sapi bunting dan belum bunting pada sapi perbaikan maupun kontrol tidak berbeda (P>0,05). Penurunan bobot hidup sapi induk yang mendapat pakan tambahan 2,5 kg konsentrat sapi potong lebih rendah dibandingkan dengan sapi induk kontrol. Penurunan bobot hidup yang lebih rendah ini tentunya akan berdampak positif terhadap terjadinya birahi pertama setelah melahirkan (anestrus post partum, APP). Skor kondisi tubuh sapi induk perbaikan maupun kontrol berada pada kisaran normal yaitu sekitar 5-7. Rataan penurunan bobot hidup induk yang mendapatkan pakan tambahan adalah 1,6% dari bobot hidup pada saat melahirkan; sedangkan sapi-sapi kontrol sebesar 12,5%. Penurunan bobot hidup dan kondisi tubuh akan berpengaruh nyata apabila ternak kehilangan bobot hidup pasca beranak lebih dari 16-22% dan skor kondisi tubuh kurang dari 5 yang menyebabkan terlambatnya keabnormalan fungsi ovarium dan APP (WIJONO et al., 1992; WINUGROHO, 1992). Secara umum performans sapi kontrol pada awal penelitian lebih baik dibandingkan dengan sapi perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh bobot hidup dan ukuran linier tubuh sapi kontrol lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan sapi perbaikan. Data ukuran linier tubuh sapi PO induk tertera pada Tabel 2. Meskipun performans awal sapi induk perlakuan lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan sapi kontrol; namun performans PBBH anak selama periode prasapih pada hasil perbaikan dan kontrol tidak berbeda (P<0,05) yaitu masing-masing sebesar 0,6 dan 0,8 kg. PBBH pedet hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan PBBH pedet sapi PO prasapih yang dikembangkan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong pada kondisi pakan low eksternal input; yaitu sebesar 0,35 kg/hari (WIJONO et al., 2005). Data tentang pertumbuhan pedet tertera pada Tabel 3. Keragaan reproduksi Keragaan reproduksi sapi PO induk yang meliputi status reproduksi dan service per conception (S/C) tertera pada Tabel. Data tentang periode APP tidak tercatat dengan baik akibat terbatasnya jumlah sapi induk yang melahirkan dan kurangnya pengamatan terhadap kejadian APP. Sebagian besar peternak masih beranggapan, bahwa sapi induk yang menyusui tidak akan menunjukkan gejala birahi, walaupun pedet yang disusui telah berumur lebih dari 2 bulan. Diperlukan pembinaan yang lebih intensif tentang pengetahuan kejadian estrus selama periode menyusui sehingga jarak beranak dapat diperpendek. Rataan S/C sapi perbaikan tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan sapi kontrol. Sebanyak ekor sapi perbaikan belum positif bunting yaitu 1 ekor di Desa Sumberejo dan 3 ekor di Desa Dayurejo. Keterlambatan kebuntingan ini disebabkan oleh kurangnya kontrol peternak terhadap kejadian birahi sehingga banyak kejadian birahi yang tidak teramati dan waktu perkawinan kurang tepat. Tabel 1. Bobot hidup dan PBBH sapi PO induk Manajemen pemeliharaan Status fisiologis N (ekor) Bobot hidup awal (kg) Bobot hidup akhir (kg) PBBH (kg) Bunting Menyusui Bunting Menyusui 6 5 8 3 273,80 ±18,0 318,50 ± 3,5 267,10 ± 23,98 298,18 ± 16,07 352,29 ± 8,78 279,70 ± 27, 358,70 ± 15,3 313,00 ± 1,0 308,20 ± 2,30 39,08 ± 12,01 308,06 ± 17,10 327,17 ± 21,07 0,31 ± 0,11-0,03 ± 0,06 0,11 ± 0,15 0,35 ± 0,08-0,28 ± 0,07 0,13 ± 0,05 93

Tabel 2. Ukuran linier tubuh sapi PO perbaikan dan kontrol Manajemen pemeliharaan N (ekor) Panjang badan Tinggi badan Lingkar dada Dalam dada Bunting Laktasi Induk Bunting Laktasi 6 5 8 3 132,83 ± 7,70 132,50 ± 0,71 129,00 ± 2,9 137,0 ± 8.80 137,30 ± 5,69 130,70 ±,59 126,83 ± 5,7 126,01 ± 2,83 121,88 ± 0,25 122,30 ± 7,11 121,30 ± 3,6 120,2 ± 3,83 165,17 ± 7,03 157,50 ± 3,0 156,75 ± 2,50 172,50 ± 9,91 165,60 ± 7,51 160,10 ± 3,85 58,83 ± 3,06 59,15 ± 3,0 57,9 ± 3,71 57,00±1,1 56,0±1,98 57,12±2,61 Tabel 3. Keragaan bobot hidup dan pertumbuhan pedet periode prasapih pada kelompok perbaikan dan kontrol Manajemen pemeliharaan Bobot lahir (kg) 28,67 ± 3,83 30,50 ± 2,3 Bobot umur 30 hari (kg) 53,00 ± 12,1 56,00 ± 1,1 Bobot umur 60 hari (kg) 71,60 ± 1,55 79,10 ± 17,1 Bobot umur 90 hari (kg) 77,67 ± 19,0 89,07 ± 22,83 Bobot umur 120 hari (kg) 89,33 ± 20,01 95,50 ± 36,36 Bobot umur 150 hari (kg) 98,33 ± 22,01 103,11 ± 31,70 PBHH pra sapih 5 bulan (kg/hari) 0,6 ± 0,11 0,8 ± 0,27 Tabel. Keragaan reproduksi sapi PO induk perbaikan dan kontrol Manajemen pemeliharaan Status fisiologis Awal pengamatan 13 ekor 11 ekor Bunting/menyusui 1 ekor 5 ekor Akhir pengamatan ekor 3 ekor Induk bunting/laktasi 10 ekor 13 ekor Service per conception (kali) 1,81 ± 0,71 1,52 ± 0,35 Di Desa Dayurejo Kecamatan Prigen telah diwajibkan bahwa kandang ternak sapi harus terpisah dari lokasi pemukiman penduduk. Oleh karena itu banyak dijumpai kandang ternak yang terpisah jauh dengan rumah peternak, dan pada umumnya ditempatkan di tengah tegalan. Aktifitas peternak ke kandang sangat terbatas, diprioritaskan untuk kegiatan mengantar dan memberikan pakan, bersamaan dengan kegiatan membersihkan kandang. Sistem perkandangan yang terpisah jauh dari rumah, berada di tengah tegalan sebagaimana yang diwajibkan di Desa Dayurejo, Kecamatan Prigen perlu dikaji ulang. Sistem perkandangan tersebut diduga kurang cocok untuk usaha cow-calf operation. 9

Luangan waktu peternak untuk mengamati tanda-tanda sapi birahi sangat terbatas sehingga keberhasilan reproduksi di Desa Dayurejo sangat rendah (kurang dari 0%). Ragam pakan Pakan yang diberikan sebagian besar teridiri atas limbah agroindustri pertanian setempat antara lain dedak padi, jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, rumput gajah dan rumput lapangan. Komposisi nutrien pakan yang digunakan di lokasi penelitian tertera pada Tabel 5. Pakan sapi potong di lokasi penelitian sebagian besar (93,68%) terdiri atas pakan hijauan dan selebihnya (6,32%) adalah pakan tambahan berupa dedak padi. Tidak semua peternak memberikan pakan tambahan, dan pemberiannya dilakukan pada saat tertentu saja khususnya pada saat sapi induk menyusui. Ragam pakan sapi PO di lokasi penelitian tertera pada Tabel 6. adalah jerami padi (lebih 2%) dan selanjutnya adalah rumput lapangan (lebih 20%). Salah satu kendala utama pemberian jerami padi dalam jumlah banyak adalah rendahnya kandungan protein tertera pada Tabel 5. Pemberian pakan basal berupa jerami padi yang nilai nutrisinya rendah dalam jangka waktu panjang perlu diikuti oleh penambahan pakan suplemen terutama vitamin dan mineral. Sapi-sapi bunting membutuhkan nutrisi tambahan karena adanya pertumbuhan janin (TILLMAN et al., 198). Konsumsi bahan kering pakan pada sapi yang mendapatkan perbaikan pakan maupun kontrol relatif sama yaitu berkisar antara 3,5-,0% dari BH. Konsumsi ini telah memenuhi standar pemberian BK pakan sebagaimana yang disarankan oleh KEARL (1982) yaitu sebesar 3,0% dari BH Tabel 5. Komposisi nutrien pakan Jenis pakan BK PK LK SK Abu BETN TDN Energi KKal/kg BK Dedak padi 91,03 6,71 5,30 23,89 12,55 51,55 58,36,11 Konst sapi potong 90,00 11,1,29 20,72 9,30 51,28 6,69,2 Jerami jagung 51,8 6,27 0,87 23,21 6,87 62,78 8,90,08 Jerami kacang tanah 21,82 10,06 1,26 38,25 1,61 35,82 59,90 3,97 Jerami padi 36,8,09 0,73 28,18 20,57 6,3 1,3 3,52 Rumput Lapangan 31,65 15,35 2,06 29,2 13,03 0,32 5,25,10 Rumput Gajah 9,08 13,25 1,78 26,81 16,21 1,95 56,79,02 BK = Bahan kering; SK = Serat kasar; BETN = Bahan ekstrak tanpa nitrogen; PK = Protein kasar; LK = Lemak kasar; TDN= Total Digestible Nutrien Tabel 6. Ragam pakan sapi perbaikan dan kontrol Manajemen Pemeliharaan Kg Segar Kg BK % BK Kg Segar kg BK % BK Pakan hijauan 13,0 85,28 13,8 93,68 Rumput Lapangan 10,07 3,19 20,86 15,31,8 33,6 Rumput Gajah 12,00 1,09 7,13 8,32 0,75 5,21 Jerami padi 17,72 6,7 2,32 18,20 6,6 6,1 Jerami kacang 0,80 0,17 1,11 0,80 0,17 1,18 Jerami jagung,13 2,12 13,86 2,11 1,08 7,51 Pakan tambahan 2,25 1,72 0,91 6,32 Konsentrat sapi potong 2,50 2,25 1,72 0 0 0 Dedak padi 0 0 0 1,00 0,91 6,32 95

Tabel 7. Analisis usaha untuk menghasilkan satu ekor pedet sapi PO lepas sapih Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Pengeluaran** 2.517.166 2.386.263 Rumput lapangan 125 10,07 kg 575.878 15,31 kg 875.51 Rumput gajah 100 12,00 kg 59.000 8,32 kg 380.60 Jerami padi 100 17,72 kg 810.690 18,20 kg 832.650 Jerami kacang tanah 150 0,80 kg 5.900 0,80 kg 5.900 Jerami jagung 100,13 kg 188.98 2,11 kg 96.533 Konsentrat*** 650 2,50 kg 292.500 0 0 Dedak*** 600 0 kg 0 1,00 kg 108.000 IB 25.000 1,81 kali 5.250 1,52 kali 38.000 Pendapatan kotor** 1.191.500 1.191.500 Pedet lepas sapih 1.900.000 1 ekor 1.900.000 1 1.900.000 Kompos 100 2 kg/hari 91.500 2 kg/hari 91.500 Pendapatan bersih per 15 bulan - 525.666-39.763 Pendapatan bersih per bulan - 35.0-26.318 * Biaya untuk jarak beranak 15 bulan ** Biaya tenaga kerja belum diperhitungkan *** Diberikan pada dua bulan menjelang beranak sampai dengan anak umur 5 bulan Analisis ekonomi Data tentang analisis ekonomi usaha calfcow operation sapi PO pada usaha peternakan rakyat tertera pada Tabel 7, menunjukkan bahwa dampak perbaikan manajemen pemeliharaan berupa penambahan 2,5 kg konsentrat pada sapi induk bunting sampai dengan 5 bulan menyusui dan pemberian obat cacing setiap 6 bulan belum mampu meningkatkan pendapatan peternak. Salah satu alasan utama keberlajutan usaha calf-cow operation sapi potong lokal pada usaha peternakan rakyat adalah usaha ternak merupakan usaha sambilan dan dianggap sebagai tabungan. Pengadaan pakan hijauan sebagian besar dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga yang tidak diberikan upah. Peternak sangat jarang membelanjakan uangnya untuk pengadaan hijauan; dengan demikian komponen biaya hijauan tertera pada Tabel 7 bukan merupakan pengeluaran secara riil, namun merupakan pendapatan keluarga tani yang dijadikan tabungan dalam bentuk nilai tambah ternak. Nilai tambah ternak dianggap sebagai keuntungan usaha. KESIMPULAN Perbaikan manajemen pemeliharaan sapi PO induk berupa penambahan 2,5 kg konsentrat sapi potong pada induk bunting 7 bulan hingga 5 bulan menyusui (anak umur 5 bulan) dan pemberian obat cacing setiap enam bulan dapat memperbaiki performans anak pada periode pra-sapih namun secara ekonomis perbaikan teknologi pakan tersebut belum dapat meningkatkan pendapatan usaha. DAFTAR PUSTAKA AFFANDHY, L., P. SITUMORANG, P.W. PRIHANDINI, D.B. WIJONO dan A. RASYID. 2003. Performans reproduksi dan pengelolaan sapi potong induk pada kondisi peternakan rakyat. Pros. Seminar Inovasi Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 30 September 2003. Puslitbang Peternakan. BUCHANAN, D.S. and S.L. NORTHCUTT. 1998. The Genetic Principles of Crossbreeding. Oklahoma State University. 96

DIWYANTO, K., A.R. SETIOKO dan A. PRIYANTO. 1998. Beberapa upaya untuk mengatasi masalah industri daging dan susu. Suatu konsep pemikiran. Puslitbang Peternakan. GUNAWAN, MARIYONO, DIDI BUDI WIJONO, YOYOK H. SUCIPTO, EDY NURHADI dan SETYO BUDI UTOMO. 2003. Pembentukan bibit sapi potong lokal di peternakan rakyat. Laporan Akhir. Loka Penelitian Sapi Potong. HARDJOSUBROTO, W. 1995. Pola pemuliabiakan untuk peningkatan produktivitas ternak lokal di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Cisarua, Bogor. 7-8 November 1995. Puslitbang Peternakan, Bogor. KEARL. 1982. Nutrien Requirement of Ruminant in Developing Countries. NGADIYONO, N. 1996. Penampilan produksi sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif. Bull. Peternakan. 20: 18 27. SIREGAR, A.R., J. BESTARI, R.H. MATONDANG, Y. SANI dan H. PANJAITAN. 1999. Penentuan breeding sapi potong program IB di Propinsi Sumatera Barat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 113-121. TILLMAN, HARTADI. H, REKSO HADIPROJO. S., PRAWIROKUSUMO, LEBDOSOEKODJO. 198. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM. WIJONO, D.B., KUSUMO DIWYANTO, BAMBANG SETIADI, MARIYONO, DIDIK EKO WAHYONO, HARTATI dan PENI WAHYU PRIHANDINI. 2005. Seleksi sapi potong terpilih dan turunannya. Laporan Akhir Tahun. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati. WIJONO, D.B., L. AFFANDY and E. TELENI. 1992. Relatiionship between liveweight, body condition and ovarian activity in Indonesian cattle. In: PRYOR, W.J. (Ed). Draugh Animal Power in the Asian-Australian Region. Aciar Proc. No. 6: 133 (Abstract). WINUGROHO, M. 1992. Feeding draught animals in Indonesia. In: Pryor, W.J. eds. Draugh Animal Power in the Asian-Australian Region. Aciar Proc. No. 6: 109 112. PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN. 2003. Beberapa Catatan Hasil Diskusi Panel Kebutuhan Teknologi untuk Pengembangan Sapi di Indonesia. 7 Februari 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. 97