WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

Penanggulangan Penyakit Menular

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

Panduan Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 03 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI

KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI

PENGENDALIAN PENYAKIT, SURVEILANS EPIDEMIOLOGI, IMUNISASI & KESEHATAN MATRA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH TENTANG WABAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SURVEILANS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERANTASAN DAN ELIMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN SIAK

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN WALIKOTA TARAKAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan L

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan terhadap beberapa penyakit yang terjadi di Kota Yogyakarta

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

Upaya Pencegahan Penyakit Menular

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan

MAKALAH INDIV ADMINISTRASI PUSKESMAS

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

HERD IMMUNITY. Sesi ke-7 Epidemiologi Penyakit Menular Universitas Esa Unggul

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 : PENDAHULUAN. terbesar kedua dari negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. (1)

Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi lanjutan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1116/MENKES/SK/VIII/2003 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/633/2016 TENTANG TIM KOORDINASI PENGUATAN DAN PENERAPAN EPIDEMIOLOGI LAPANGAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 079 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

Revisi ke 03 Tanggal : 06 Oktober 2016

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 5 tahun walaupun. tidak sebanyak kematian yang disebabkan oleh malnutrisi dan

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MADIUN

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

PERCEPATAN PENCAPAIAN SASARAN DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

KEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG

PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BARITO UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

Transkripsi:

Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa untuk mangatasi masalah yang ditimbulkan oleh penyakit menular perlu dilakukan penyelenggaraan penanggulangan melalui upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan yang efektif dan efisien; b. bahwa agar penanggulangan penyakit menular sesuai dengan program yang ditetapkan, maka diperlukan pedoman yang dapat dijadikan panduan dalam penanggulangan penyakit menular; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Penanggulangan Penyakit Menular; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 20); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Padang (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3164); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional; 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/ VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB); 13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/ Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 503); 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1113); 15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Tahun 2014 Nomor 1755; 16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/ SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemologi Kesehatan; 17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/ SK/ X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu;

18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/SK/ VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa; 19. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 16 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Padang (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 16) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 5 Tahun 2015 (Lembaran Daerah Tahun 2015 Nomor 5); Menetapkan MEMUTUSKAN : : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Padang. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. 3. Walikota adalah Walikota Padang. 4. Dinas Kesehatan yang selanjutnya disebut Dinas adalah dinas kesehatan Kota Padang. 5. Penyakit menular adalah penyakit yang dapat menimbulkan wabah didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, sosial budaya, keamanan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan menyebabkan dampak malapetaka di masyarakat; 6. Penanggulangan Penyakit Menular adalah upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian, membatasi penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak meluas antardaerah maupun antarnegara serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. 7. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus kepada terjadinya wabah. 8. Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. 9. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau masyarakat. 10. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan;

BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Walikota ini meliputi kelompok dan jenis penyakit menular, tata cara penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular, pendanaan, pencatatan dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi, dan pembinaan dan pengawasan. BAB III KELOMPOK DAN JENIS PENYAKIT MENULAR Pasal 3 (1) Berdasarkan cara penularannya, Penyakit Menular dikelompokkan menjadi: a. penyakit menular langsung; dan b. penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit. (2) Penyakit menular langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. difteri; b. pertusis; c. tetanus; d. polio; e. campak; f. typhoid; g. kolera: h. rubella; i. yellow fever; j. influensa; k. meningitis; l. tuberkulosis; m. hepatitis; n. penyakit akibat Pneumokokus; o. penyakit akibat Rotavirus; p. penyakit akibat Human Papiloma Virus (HPV); q. penyakit virus ebola; r. MERS-CoV; s. Infeksi Saluran Pencernaan; t. Infeksi Menular Seksual; u. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV); v. Infeksi Saluran Pernafasan; w. Kusta; dan x. Frambusia.. (3) Jenis penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf p merupakan penyakit menular langsung yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). (4) Jenis penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. malaria; b. demam berdarah; c. chikungunya; d. filariasis dan Kecacingan; e. schistosomiasis; f. japanese enchepalitis;

g. rabies; h. antraks i. pes; j. toxoplasma; k. leptospirosis; l. flu Burung (Avian Influenza); dan m. West Nile. BAB IV TATA CARA PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR Bagian Kesatu Kegiatan Pasal 4 Penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular dilaksanakan melalui upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Pasal 5 (1) Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. (2) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikan gizi masyarakat dan upaya lain sesuai dengan ancaman Penyakit Menular. (3) Upaya pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyakit dan/atau gangguan kesehatan. (4) Upaya pemberantasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meniadakan sumber atau agen penularan, baik secara fisik, kimiawi dan biologi. Pasal 6 Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui kegiatan : a. promosi kesehatan; b. surveilans kesehatan; c. pengendalian faktor risiko; d. penemuan kasus; e. penanganan kasus; f. pemberian kekebalan (imunisasi) g. pemberian obat pencegahan secara massal; dan Pasal 7 (1) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan dengan metode komunikasi, informasi dan edukasi secara sistematis dan terorganisasi. (2) Promosi kesehatan dilakukan melalui: a. penyuluhan; b. konsultasi, bimbingan dan konseling; c. intervensi perubahan perilaku;

d. pemberdayaan; e. pelatihan; atau f. pemanfaatan media informasi. Pasal 8 (1) Surveilans kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dilakukan untuk : a. tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor risikonya masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka pelaksanaan program penanggulangan secara efektif dan efisien; b. terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB/wabah dan dampaknya; c. terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/wabah; dan d. dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan. (2) Surveilans kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 9 Pengendalian faktor risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c ditujukan untuk memutus rantai penularan dengan cara: a. perbaikan kualitas media lingkungan; b. pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit; c. rekayasa lingkungan; dan d. peningkatan daya tahan tubuh. Pasal 10 (1) Penemuan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d dilakukan secara aktif dan pasif terhadap penyakit termasuk agen penyebab penyakit. (2) Penemuan kasus secara aktif terhadap penyakit termasuk agen penyebab penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara petugas kesehatan datang langsung ke masyarakat dengan atau tanpa informasi dari masyarakat, untuk mencari dan melakukan identifikasi kasus. (3) Penemuan kasus secara pasif terhadap penyakit termasuk agen penyebab penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemeriksaan penderita Penyakit Menular yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (4) Penemuan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperkuat dengan uji laboratorium. Pasal 11 (1) Penanganan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e ditujukan untuk memutus mata rantai penularan dan/atau pengobatan penderita. (2) Penanganan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tenaga Kesehatan yang berwenang di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam rangka memutus mata rantai penularan, Pejabat Kesehatan Masyarakat berhak mengambil dan mengumpulkan data dan informasi kesehatan dari kegiatan penanganan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Tenaga Kesehatan yang melakukan penanganan kasus wajib memberikan data dan informasi kesehatan yang diperlukan oleh Pejabat Kesehatan Masyarakat. Pasal 12 Pemberian kekebalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f dilakukan melalui imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Pasal 13 (1) Imunisasi rutin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal. (2) Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Pasal 14 (1) Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. (2) Jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Bacillus Calmette Guerin (BCG); b. Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib); c. Hepatitis B pada bayi baru lahir; d. Polio; dan e. Campak. Pasal 15 (1) Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. (2) Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada : a. anak usia bawah tiga tahun (Batita); b. anak usia sekolah dasar; dan c. wanita usia subur. (3) Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan jpada anak usia bawah tiga tahun (Batita) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus- Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) dan Campak. (4) Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). (5)Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td). (6) Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa Tetanus Toxoid (TT). Pasal 16 (1) Imunisasi tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. (2) Pemberian imunisasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban pemberian imunisasi rutin.

Pasal 17 (1) Imunisasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. (2) Situasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. (3) Jenis imunisasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain terdiri atas imunisasi Meningitis Meningokokus, imunisasi demam kuning, dan imunisasi Anti Rabies (VAR). Pasal 18 (1) Pemberian obat pencegahan secara massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf g hanya dapat dilakukan pada penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit tropik yang terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTD) dengan memperhatikan tingkat endemisitas wilayah masing-masing. (2) Tingkat endemisitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan dari komite ahli penyakit menular. Bagian Kedua KLB atau Wabah Pasal 19 Dalam hal kejadian Penyakit Menular mengalami peningkatan yang mengarah pada KLB atau Wabah, Pemerintah Daerah dan masyarakat wajib melakukan kewaspadaan dan kesiapsiagaan serta Penanggulangan Penyakit Menular sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 (1) Dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular pada KLB atau Wabah, dibentuk Tim Gerak Cepat. (2) Tim Gerak Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas dan fungsi: a. melakukan deteksi dini KLB atau Wabah; b. melakukan respon KLB atau Wabah; dan c. melaporkan dan membuat rekomendasi penanggulangan. (3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Gerak Cepat berhak mendapatkan akses untuk memperoleh data dan informasi secara cepat dan tepat dari fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat. BAB V PENDANAAN Pasal 21 Pendanaan Penanggulangan Penyakit Menular bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, swasta, dan/atau lembaga donor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 22 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan kasus penyakit menular dan upaya penanggulangannya kepada Dinas

paling lambat tanggal 3 setiap bulannya. (2) Dinas melakukan kompilasi pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan melakukan analisis untuk pengambilan kebijakan dan tindak lanjut serta melaporkannya ke dinas kesehatan provinsi. BAB VII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 23 (1) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular pada masyarakat. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan hasil surveilans kesehatan. Pasal 24 Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan terhadap upaya : a. pencegahan, dengan indikator tidak ditemukan kasus baru pada wilayah tertentu; b. pengendalian, dengan indikator tidak ada penambahan kasus baru; dan/atau c. pemberantasan, dengan indikator mengurangi atau menghilangkan penyakit. Pasal 25 Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan terhadap upaya : a. pencegahan dan pengendalian, dengan indikator Penyakit Menular tidak menjadi masalah kesehatan di masyarakat; b. pemberantasan, dengan indikator tidak ditemukan lagi penyakit atau tidak menjadi masalah kesehatan; dan c. penanggulangan KLB, dengan indikator dapat ditanggulangi dalam waktu paling lama 2 (dua) kali masa inkubasi terpanjang. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 26 (1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk : a. mencegah risiko lebih buruk bagi kesehatan; b. peningkatan kemampuan pemantauan wilayah setempat; dan c. peningkatan kemampuan penanggulangan KLB/wabah. Pasal 27 (1) Pembinaan dalam penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui : a. pemberdayaan masyarakat; b. pendayagunaan tenaga kesehatan; dan c. pembiayaan program.

(2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara : a. advokasi dan sosialisasi; b. membangun dan meningkatkan jejaring kerja atau kemitraan; dan/atau c. pemberian penghargaan. (3) Pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara: a. pendidikan dan pelatihan teknis; b. pemberian penghargaan; dan/atau c. promosi jabatan Pasal 28 (1) Walikota melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab program Penanggulangan Penyakit Menular. (2) Walikota dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat : a. mendelegasikan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang Penanggulangan Penyakit Menular; dan/atau b. mengangkat pejabat pengawas Penanggulangan Penyakit Menular yang merupakan pejabat fungsional. BAB IX PENUTUP Pasal 29 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan. Agar setiap orang mengetahuinya dan memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Padang. Ditetapkan di Padang pada tanggal 10 November 2015 WALIKOTA PADANG, ttd Diundangkan di Padang pada tanggal 10 November 2015 MAHYELDI SEKRETARIS DAERAH KOTA PADANG ttd NASIR AHMAD BERITA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2015 NOMOR 50.