PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH TENTANG WABAH
|
|
- Liana Kurniawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG WABAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH Menimbang : a. bahwa wabah merupakan kejadian penyakit dan/atau kesakitan yang menimbulkan dampak luar biasa terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap pertahanan dan ketahanan negara; b. bahwa setiap upaya untuk mencegah, mengendalikan, memberantas, dan menanggulangi penyakit dan/atau kesakitan yang dapat menimbulkan wabah perlu dilakukan secara komprehensif, efektif, dan efisien agar dapat diminimalisir dampak yang ditimbulkannya; I. UMUM Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya yang besar artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal dasar bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
2 c. bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Wabah yang baru; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, perlu membentuk Undang- Undang tentang Wabah; masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang terdiri dari pulau besar dan kecil dan memiliki posisi sangat strategis karena diapit oleh dua benua dan dua samudera dan berada pada jalur lalu lintas dan perdagangan internasional. Sebagai negara yang terletak di kawasan tropis, Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna sebagai sumber daya alam yang sebagian di antaranya berbentuk jasad renik dan berguna untuk kesehatan, tetapi sebagian juga menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat karena menjadi agen penyakit yang dapat timbul dalam kondisi kejadian luar biasa (KLB), bahkan menyebabkan wabah. Indonesia sebagai negara kepulauan juga dikenal merupakan daerah endemis penyakit menular yang potensial wabah, seperti malaria, leptospirosis, dan sebagainya. Sejalan dengan perkembangan perdagangan dunia mulai abad pertengahan, beberapa penyakit menular potensial wabah yang biasanya berjangkit di Benua Eropa, Afrika, dan Amerika, serta daratan Asia, menyebar ke kawasan Indonesia, seperti pes, kolera, Demam Berdarah Dengue, hepatitis, thypus, dan disentri. Pada era tahun 2000 dan memasuki abad ke-21, seiring dengan kemajuan sarana transportasi dan informasi, Indonesia mengalami transisi epidemiologi sekaligus menjadi beban ganda akibat terjadinya penyakit menular baru dan penyakit menular lama yang timbul kembali, karena penyakit menular lama
3 (endemis) belum mampu ditekan prevalensi/ insidensinya timbul ancaman penyakit menular baru, seperti SARS, flu burung (H5N1), H1N1, MERS CoV, Ebola, dan mungkin penyakit-penyakit zoonosis lainnya. Dinamika kependudukan dan perubahan lingkungan strategis serta perubahan iklim juga berdampak terhadap pola penyebaran penyakit menular, termasuk penyakit menular potensial wabah, yang diperkirakan semakin meningkat intensitasnya. Selain itu dengan semakin majunya teknologi kesehatan, maka dimungkinkan dilakukan rekayasa genetika dari agen penyakit untuk tujuan tertentu, seperti bioterorisme, yaitu penggunaan agen penyakit sebagai senjata biologi pemusnah massal. Mencermati perkembangan penyebaran dan pola penyakit yang dipengaruhi oleh berbagai aspek sebagaimana diuraikan di atas, Indonesia wajib melakukan upaya untuk mencegah, mengendalikan, memberantas, dan menanggulangi penyebaran penyakit menular, baik yang endemis maupun yang menyebar dari negara lain. Sesuai dengan konvensi internasional, sebagai anggota badan kesehatan dunia (WHO), Indonesia telah menyepakati penerapan regulasi kesehatan internasional (IHR) secara penuh. Dengan demikian, apabila terjadi wabah di wilayah Indonesia atau kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia, Pemerintah Indonesia, baik sendiri maupun bekerja sama dengan negara lain, wajib melakukan upaya
4 penanggulangan secara komprehensif agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk pada masyarakat. Berkenaan dengan urusan keamanan dan pertahanan negara, maka negara wajib melakukan langkah-langkah cegah tangkal, pengamanan, dan tindakan-tindakan yang terintegrasi terhadap pihakpihak yang mencoba menggunakan agen penyakit sebagai bentuk bioterorisme melalui penggunaan senjata biologi pemusnah massal. Untuk itu diperlukan pembentukan Undang-Undang tentang Wabah agar masyarakat Indonesia terlindungi dari ancaman penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit potensial wabah dari dan ke wilayah Indonesia. Undang-Undang tentang Wabah ini mengatur hal-hal sebagai berikut: - Ancaman dan jenis penyakit yang dapat menimbulkan wabah; - Daerah wabah dan penetapannya; - Upaya penanggulangan wabah, yang meliputi upaya penanggulangan pada saat terjadinya ancaman, waktu kejadian, dan pasca kejadian wabah; - Hak dan kewajiban pihak-pihak terkait dalam upaya penanggulangan wabah; - Sumber daya dalam rangka upaya
5 penanggulangan wabah; - Koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan, serta peran serta masyarakat; - Pembinaan dan pengawasan dalam rangka upaya penanggulangan wabah; - Penyidikan dan ketentuan pidana terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ini. Mengingat : Pasal 5, Pasal 28 H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG WABAH
6 BAB I KETENTUAN UMUM II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Wabah adalah kejadian luar biasa penyakit, kesakitan, dan/atau kematian yang meningkat dan meluas dalam skala besar di suatu daerah pada kurun waktu tertentu yang disebabkan karena penularan atau kontaminasi oleh agen fisika, biologi, dan kimia. 2. Ancaman wabah adalah situasi/keadaan terjadinya penyakit tertentu pada suatu wilayah, dan/atau terjadinya suatu penyakit yang berpotensi menyebar antarwilayah maupun antarnegara. 3. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian penyakit, kesakitan, dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu yang disebabkan karena penularan atau kontaminasi oleh agen fisika, biologi, dan kimia, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. 4. Penyakit adalah penyakit yang dapat menular ke manusia yang disebabkan oleh agen fisika, biologi, dan kimia. 5. Kesakitan adalah kondisi seseorang dengan gejala menyerupai penyakit tetapi belum diketahui agen Pasal 1
7 penyebabnya. 6. Penanggulangan wabah adalah upaya dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam bentuk kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif yang dimulai pada saat terjadinya KLB, ancaman wabah, pada saat kejadian wabah, dan pasca kejadian wabah. 7. Surveilans kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien. 8. Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. 9. Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangundangan meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan pemisahan peti kemas, alat angkut, atau barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau barang yang mengandung penyebab penyakit atau kontaminan lain untuk mencegah
8 kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau barang di sekitarnya. 10. Isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan. 11. Penyehatan adalah upaya pencegahan penurunan kualitas media lingkungan dan upaya peningkatan kualitas media lingkungan. 12. Pengamanan adalah upaya pelindungan terhadap kesehatan masyarakat dari faktor risiko atau gangguan kesehatan. 13. Pengendalian adalah upaya untuk mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit dan/atau gangguan kesehatan. 14. Pemberantasan penyakit menular adalah upaya untuk meniadakan sumber atau agen penularan, baik secara kimiawi, fisik dan biologi. 15. Pencegahan penyakit menular adalah upaya meminimalisasi potensi risiko kejadian penyakit menular baik terhadap individu maupun terhadap masyarakat dengan tindakan pemutusn mata rantai penularan, pelindungan khusus, pengendalian faktor risiko, perbaikan gizi masyarakat, dan upaya lain sesuai dengan ancaman penyakit menular. 16. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
9 Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 18. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan bidang kesehatan. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penanggulangan wabah diselenggarakan dengan berasaskan: a. kemanusiaan; b. keadilan; c. kesamaan kedudukan dalam hukum; d. ketertiban dan kepastian hukum; e. kebersamaan dan resiprokalitas; f. kelestarian lingkungan hidup; g. ilmu pengetahuan dan teknologi; dan h. kesinambungan. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan adalah bahwa dalam rangka penanggulangan wabah harus dilandasi atas perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Huruf b Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa setiap materi muatan ketentuan dalam penanggulangan wabah harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Huruf c Yang dimaksud dengan asas kesamaan
10 kedudukan dalam hukum adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan wabah tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. Huruf d Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan wabah harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. Huruf e Yang dimaksud dengan asas kebersamaan dan resiprokalitas adalah bahwa penanggulangan wabah pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat, termasuk jalinan kerjasama antarnegara mengingat penyakit tidak mengenal batas wilayah administrasi pemerintahan, baik dalam suatu negara maupun dengan negara lain. Huruf f Yang dimaksud dengan asas kelestarian lingkungan hidup adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan wabah mencerminkan kelestarian lingkungan untuk generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang demi kepentingan bangsa dan negara. Huruf g
11 Yang dimaksud dengan asas ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bahwa dalam penanggulangan wabah harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses penanggulangan wabah, baik pada saat terjadinya KLB, ancaman wabah, pada saat kejadian wabah, dan pasca kejadian wabah. Huruf h Yang dimaksud dengan asas kesinambungan adalah bahwa dalam penanggulangan wabah melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan harus mencerminkan upaya yang terintegrasi, komprehensif, dan berkelanjutan sehingga mampu memutus mata rantai penularan dan mencegah kemungkinan timbul kembalinya wabah yang sama di masa yang akan datang. Pasal 3 Tujuan Undang-Undang ini untuk melindungi masyarakat dari ancaman penyakit dan/atau kesakitan yang dapat menimbulkan wabah dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit potensial wabah dari dan ke wilayah Indonesia. Pasal 3 BAB III ANCAMAN DAN JENIS PENYAKIT YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH
12 Pasal 4 (1) Wabah dapat mengancam dan terjadi di wilayah negara atau berasal dari wilayah negara lain yang berpotensi dapat menyebar ke dalam wilayah negara. (2) Ancaman wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terjadi pada: a. KLB penyakit yang meluas di dalam wilayah negara; b. kejadian penyakit yang meluas di negara lain dan berpotensi berjangkit di wilayah negara; c. kejadian penyakit baru di dunia dan belum pernah terjadi sebelumnya; d. kejadian yang disebabkan oleh unsur kesengajaan dan dapat menimbulkan musibah massal; atau e. kejadian yang belum diketahui penyebabnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. Pasal 4 Pasal 5 Pihak-pihak tertentu, baik perorangan, kelompok, maupun organisasi dilarang melakukan kegiatan untuk tujuan tertentu yang berpotensi menimbulkan wabah. Pasal 5 Yang dimaksud dengan tujuan tertentu adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dengan sengaja dan terencana dilakukan untuk menimbulkan dan/atau menyebarkan penyakit dan/atau kesakitan yang berpotensi menimbulkan wabah, dengan
13 menggunakan agen fisika, biologi, dan kimia. Pasal 6 (1) Penyakit yang dapat menimbulkan wabah meliputi: a. penyakit endemis di suatu wilayah; b. penyakit baru yang belum pernah terjadi sebelumnya; dan c. penyakit lama yang muncul kembali di suatu wilayah. (2) Menteri menetapkan jenis penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Pasal 6 BAB IV DAERAH WABAH Pasal 7 (1) Daerah terjangkit wabah dapat merupakan wilayah administrasi kepemerintahan setingkat: a. wilayah Kabupaten/kota; b. wilayah Provinsi; c. wilayah Nasional; atau d. wilayah tertentu. (2) Daerah terjangkit wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai daerah wabah apabila memenuhi kriteria wabah. Pasal 7 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud wilayah kabupaten/kota dapat berupa desa/kelurahan, kecamatan, atau kawasan yang masuk dalam wilayah kabupaten/kota Huruf b Yang dimaksud wilayah provinsi dapat berupa dua kabupaten/kota atau lebih, kawasan yang berada pada dua wilayah kabupaten/kota atau
14 (3) Daerah terjangkit wabah dan kriteria wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. lebih Huruf c Huruf d Yang dimaksud wilayah tertentu seperti bandara, pelabuhan, kawasan lintas batas darat negara, kawasan/lokasi strategis dari aspek ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Ayat (2) Pasal 8 (1) Dalam menetapkan jenis penyakit yang dapat menimbulkan wabah, ancaman wabah, kejadian wabah, dan daerah terjangkit wabah, Menteri mempertimbangkan rekomendasi dari Komisi Ahli yang berkompeten. (2) Komisi Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Ayat (3) Pasal 8 BAB V
15 PENANGGULANGAN WABAH Bagian Kesatu Umum Pasal 9 (1) Agen penyebab wabah meliputi unsur fisika, biologi, dan kimia. (2) Penanggulangan wabah dilakukan secara terintegrasi, komprehensif, serta tepat sasaran dengan menggunakan bentuk operasi khusus dalam kesatuan komando sesuai dengan wilayah kejadian wabah. (3) Bentuk operasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membentuk tim gerak cepat atau satuan tugas yang ditetapkan sesuai dengan jenjang pemerintahan. (4) Penanggulangan wabah yang disebabkan oleh unsur fisika dan kimia dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan bentuk operasi khusus dalam kesatuan komando adalah upaya penanggulangan yang terorganisasi di luar sistem yang rutin dalam suatu gerakan dan penugasan yang terpimpin dengan tujuan dan sasaran tertentu dalam waktu yang relatif singkat, serta ditetapkan dengan Keputusan pihak yang berwenang. Ayat (3) Ayat (4)
16 Bagian Kedua Upaya Penanggulangan Pasal 10 (1) Upaya penanggulangan meliputi: a. penanggulangan KLB; b. penanggulangan pada saat terjadinya ancaman wabah; c. penanggulangan pada waktu kejadian wabah; dan d. penanggulangan pada pasca kejadian wabah. (2) Penanggulangan KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan cara melakukan: a. investigasi KLB; b. penanganan penderita; c. pemberian kekebalan; d. pengendalian faktor risiko; e. penanganan jenazah; dan f. pemberian edukasi dan informasi. (3) Penanggulangan pada saat terjadinya ancaman wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan cara melakukan: a. pemberian informasi kepada masyarakat; b. penguatan surveilans kesehatan; Pasal 10 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Huruf b Yang dimaksud penguatan dalam ketentuan ini adalah bentuk akselerasi dalam keseluruhan proses surveilans untuk menghasilkan informasi yang cepat dan akurat, yang dibutuhkan dalam proses penanggulangan wabah. Huruf c Huruf d
17 c. pemberian kekebalan; d. peningkatan daya tahan; dan/atau e. pengendalian faktor risiko. (4) Penanggulangan pada waktu kejadian wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan cara: a. investigasi wabah; b. penguatan surveilans kesehatan; c. pengobatan dan perawatan; d. pemberian kekebalan; e. pemberian edukasi dan informasi; f. tindakan karantina; g. tindakan isolasi; h. penanganan jenazah; i. pengendalian faktor risiko; dan/atau j. pemusnahan agen penyebab. (5) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dilaksanakan di pintu masuk negara dan/atau di wilayah berdasarkan pertimbangan epidemiologi, sosial, dan keamanan. (6) Penanggulangan pada pasca kejadian wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dengan cara: a. penyelidikan epidemiologi; Huruf e Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6)
18 b. penguatan surveilans kesehatan; c. pengobatan dan perawatan; d. pemberian edukasi dan informasi; e. pemusnahan agen penyebab; dan/atau f. pengendalian faktor risiko; Pasal 11 (1) Dalam hal upaya penanggulangan memerlukan sampel dan/atau spesimen untuk konfirmasi laboratorium dan/atau untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan wajib dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal upaya penanggulangan memerlukan transfer media antarwilayah atau antarnegara untuk uji laboratorium dalam rangka diagnosis, pengobatan, dan/atau pencegahan, wajib memperhatikan kode etik dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Pasal 12 Setiap upaya penanggulangan wajib memperhatikan kelestarian lingkungan, keamanan lingkungan, pencegahan kecelakaan, aspek sosial budaya dan ekonomi masyarakat serta keamanan dan pertahanan Negara. Pasal 12
19 Bagian Ketiga Pelaporan Wabah Pasal 13 (1) Pelaporan wabah dapat bersumber dari sistem surveilans kesehatan, informasi media, dan laporan masyarakat secara langsung yang bersifat lokal, regional, nasional maupun global. (2) Pelaporan yang bersumber dari sistem surveilans kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan laporan berkala penyakit menular wabah. (3) Pelaporan yang bersumber dari informasi media dan laporan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan verifikasi. (4) Tata cara pelaporan wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 13 Bagian Keempat Tugas dan Tanggung jawab Pasal 14 (1) Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud Pasal 14
20 dalam Pasal 10. (2) Dalam melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat mendelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan wilayah kejadian wabah. Pasal 15 (1) Dalam hal kejadian wabah masih mencakup bidang kesehatan, tanggung jawab penanggulangan berada pada Menteri. (2) Dalam hal kejadian wabah berkembang menjadi bencana, tanggung jawab penanggulangan berada pada lembaga yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang penanggulangan bencana. (3) Dalam hal kejadian wabah berkembang membahayakan keamanan dan pertahanan negara, tanggung jawab penanggulangan berada pada Presiden. Pasal 15 Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai Penanggulangan Wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 16
21 BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 17 (1) Kepada masyarakat yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan pelaksanaan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat diberikan ganti rugi. (2) Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 17 Pasal 18 (1) Kepada para petugas kesehatan tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat diberikan pengebalan, pemberian penghargaan, dan pemberian asuransi atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemberian pengebalan, pemberian penghargaan, dan pemberian asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 18
22 Bagian Kedua Kewajiban Pasal 19 (1) Masyarakat yang mengetahui adanya penderita atau tersangka (suspect) penderita penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, wajib melaporkan kepada aparat desa/kelurahan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat secepatnya. (2) Aparat desa/kelurahan dan/atau Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima laporan adanya penderita atau tersangka (suspect) penderita penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, wajib secepatnya melaporkan kepada satuan kerja kesehatan di kabupaten/kota. (3) Bupati/Walikota yang mengetahui dan/atau menerima laporan adanya penderita atau tersangka (suspect) penderita jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah wajib segera melakukan tindakan upaya penanggulangan wabah. (4) Gubernur yang menerima laporan adanya penderita atau tersangka (suspect) penderita jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah wajib segera mengoordinasikan upaya penanggulangan wabah antara wilayah dalam provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Menteri yang menerima informasi adanya laporan penderita atau tersangka (suspect) penderita jenis Pasal 19
23 penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah dari negara lain dan/atau penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia oleh organisasi kesehatan dunia, wajib segera menetapkan status ancaman dan kejadian wabah. Pasal 20 Nahkoda kapal/kapten penerbang pesawat/pengemudi angkutan darat lintas batas darat negara yang mengetahui adanya penderita atau tersangka (suspect) penderita penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah pada alat angkut, wajib menyampaikan laporan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 Pasal 21 Terhadap pihak-pihak yang patut diduga mengelola bahan-bahan yang mengandung penyebab dan/atau agen penyakit yang dapat menimbulkan wabah wajib memenuhi standar dan persyaratan pengelolaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 21 BAB VII SUMBER DAYA Pasal 22 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab Pasal 22
24 menyediakan sumber daya dalam rangka Penanggulangan Wabah. (2) Sumber daya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sumber daya manusia; b. teknologi; dan c. sarana dan prasarana. Pasal 23 (1) Dalam rangka upaya penanggulangan Wabah, dibentuk Tim Gerak Cepat yang bersifat ad hoc di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. (2) Tim Gerak Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tenaga medis, epidemiolog kesehatan, sanitarian, entomolog kesehatan, tenaga laboratorium, dengan melibatkan tenaga pada lintas program dan lintas sektor terkait serta masyarakat. (3) Dalam hal kejadian wabah diduga terjadi akibat unsur kesengajaan oleh pihak tertentu, Tim Gerak Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperluas keanggotaannya dengan melibatkan unsur pemerintah yang bertanggung jawab di bidang keamanan dan pertahanan negara. Pasal 23 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Pasal 24 (1) Dalam penanggulangan wabah memerlukan dukungan Pasal 24
25 teknologi melalui: a. pengembangan teknologi tepat guna; b. pengembangan metode uji laboratorium; dan c. penelitian. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi penelitian berbasis pelayanan dan penanggulangan serta penelitian terhadap agen penyebab wabah. Pasal 25 Dalam keadaan wabah seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah, instansi teknis terkait, maupun swasta wajib memberikan pelayanan terhadap penderita atau tersangka (suspect) penderita. Pasal 25 Pasal 26 Dalam keadaan Wabah, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan perbekalan kesehatan meliputi alat kesehatan, obat, vaksin, bahan medis habis pakai, serta bahan/alat pendukung lainnya. Pasal 26 Pasal 27 Ketentuan lebih lanjut tentang sumber daya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 diatur dalam Pasal 27
26 Peraturan Presiden. BAB VIII KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN Pasal 28 (1) Dalam upaya penanggulangan wabah, Pemerintah, Pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya membangun dan mengembangkan koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan. (2) Koordinasi, jejaring kerja dan Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk: a. mencegah meluasnya penyebaran wabah antar wilayah maupun antar daerah; b. meningkatkan jaringan surveilans kesehatan dan responnya; c. meningkatkan kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan menghadapi kejadian wabah; atau d. saling memberikan informasi antar instansi pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, lembaga internasional dan organisasi profesi dalam suatu sistem jaringan informasi nasional dan internasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 28
27 Pasal 29 Dalam penanggulangan Wabah, Pemerintah dapat bekerja sama dengan negara lain atau badan internasional. Pasal 29 Bentuk kerjasama dengan negara lain atau badan internasional, antara lain untuk mengembangkan metode penanggulangan, laboratorium, peningkatan dan pengembangan tenaga ahli, penelitian dan pengembangan, serta sumber pendanaan. BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 30 (1) Masyarakat berperan aktif dalam menghadapi dan melaksanakan upaya penanggulangan wabah melalui tindakan promotif dan preventif agar terhindar dari dampak buruk kejadian wabah. (2) Peran aktif masyarakat dalam menghadapi wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat; b. memelihara dan meningkatkan kesehatan lingkungan; c. menghindari perilaku ekslusif yang dapat memicu penyebaran agen penyakit potensial wabah; dan d. kegiatan lain yang dapat mencegah meluasnya Pasal 30 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Huruf b
28 wabah. (3) Peran aktif masyarakat dalam melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit melalui: a. pembersihan lingkungan rumah; b. pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit; c. pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga; d. pengelolaan makanan secara higienis dan saniter; dan/atau e. pemusnahan barang dan/atau binatang yang patut diduga menjadi agen penularan penyakit, termasuk milik masyarakat. Huruf c Huruf d Huruf e Yang dimaksud dengan milik masyarakat, antara lain hewan ternak, barang-barang bekas, dan sisa makanan. BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 31 Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dalam menghadapi dan melaksanakan upaya penanggulangan wabah terhadap masyarakat dan instansi pemerintah. Pasal 31 Pasal 32 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Pasal 32
29 diarahkan untuk: a. persiapan dan kesiapan dalam menghadapi wabah; b. menggerakkan potensi sumber daya dalam menghadapi dan melaksanakan upaya penanggulangan wabah; c. memfasilitasi akses masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, termasuk perbekalan kesehatan; d. meningkatkan upaya promotif dan preventif; e. membangun jaringan informasi antar masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat; b. pendayagunaan tenaga kesehatan; c. metode penanggulangan; d. penelitian dan pengembangan; dan/atau e. pendanaan. Pasal 33 Dalam rangka pembinaan, Pemerintah dan pemerintah daerah, dapat memberikan penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam upaya penanggulangan wabah. Pasal 33
30 Pasal 34 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 34 Bagian Kedua Pengawasan Pasal 35 (1) Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan yang berpotensi dapat menjadi sumber atau agen penyebaran penyakit potensial wabah. (2) Menteri dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada lembaga pemerintah non kementerian atau satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan fungsinya di bidang kesehatan. (3) Menteri dalam melaksanakan pengawasan mengikutsertakan masyarakat. Pasal 35 Pasal 36 (1) Dalam menghadapi dan melaksanakan upaya penanggulangan wabah, tim gerak cepat dapat melakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang patut diduga menjadi sumber penyebaran wabah. (2) Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 36
31 pada ayat (1) menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga adanya pelanggaran hukum, tim gerak cepat wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 37 BAB XI PENYIDIKAN Pasal 38 (1) Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana dalam upaya penanggulangan wabah; Pasal 38
32 b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam upaya penanggulangan wabah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana dalam upaya penanggulangan wabah; d. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana dalam upaya penanggulangan wabah; e. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, atau menahan seseorang yang disangka melakukan tindak pidana dalam upaya penanggulangan wabah; f. menahan, memeriksa, dan menyita dokumen; g. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana dalam upaya penanggulangan wabah; h. mengambil foto dan sidik jari tersangka; i. meminta keterangan dari masyarakat atau sumber yang berkompeten; j. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam upaya penanggulangan wabah; k. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana dalam upaya penanggulangan wabah. (3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
33 dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XII SANKSI Pasal 39 Pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Pasal 39 Pasal 40 (1) Aparat desa yang tidak melaporkan adanya penderita yang diduga penyakit menular potensial wabah dapat dikenakan sanksi administratif. (2) Bupati/walikota dan gubernur yang tidak melaporkan adanya penderita yang diduga penyakit menular potensial wabah dan/atau tidak menetapkan status KLB dapat dikenakan sanksi administratif. (3) Menteri dapat dikenakan sanksi administratif apabila tidak menetapkan status ancaman wabah dan kejadian wabah. (4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa: a. teguran lisan; Pasal 40
34 b. teguran tertulis; dan/atau c. usulan pemberhentian dari jabatannya. (5) Tata cara pemberian sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 41 Pihak-pihak tertentu, baik perorangan, kelompok, maupun organisasi yang dengan sengaja melakukan kegiatan untuk tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sehingga berpotensi menimbulkan wabah dipidana dengan pidana penjara paling lama. ( ) tahun. Pasal 41 Pasal 42 Setiap orang atau sekelompok orang yang dengan sengaja menghalang-halangi penyelenggaraan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama (.) tahun dan/atau pidana denda paling banyak ( rupiah). Pasal 42 Pasal 43 Terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan yang mengandung penyebab dan/atau agen penyakit sebagaimana diatur dalam Pasal 21 sehingga dapat menimbulkan wabah Pasal 43
35 dipidana dengan pidana penjara paling lama. ( ) tahun dan/atau pidana denda paling banyak. (.. rupiah). BAB XIII PENDANAAN Pasal 44 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanggulangan wabah secara memadai. (2) Pada saat penanggulangan wabah, Pemerintah dan pemerintah daerah menggunakan dana siap pakai yang sudah dialokasikan di dalam APBN atau APBD. (3) Pendanaan penanggulangan wabah dapat bersumber dari partisipasi masyarakat dan/atau kerjasama internasional sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 44 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan dana siap pakai adalah bahwa dana pemerintah yang dicadangkan merupakan dana siap pakai apabila terjadi wabah. Ayat (3) Pasal 45 (1) Dalam kondisi pemerintah daerah tidak mampu menanggulangi Wabah maka dimungkinkan untuk mengajukan permintaan bantuan kepada Pemerintah atau pemerintah daerah lainnya. (2) Pengajuan permintaan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Pasal 45
36 Pasal 46 Pemerintah dapat melimpahkan sumber pendanaan penanggulangan wabah kepada pemerintah daerah. Pasal 46 BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 47 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal pengundangan Undang-Undang ini. Pasal 47 Pasal 48 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 48 BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 49 Pasal 49
37 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 50 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Pasal 50 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta
38 pada tanggal.. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY
2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2018 KEMHAN. Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.
No.503, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT
Lebih terperinciBUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penanggulangan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyakit
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1991 (KESEHATAN. Wabah. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447) PERATURAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan wabah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, enimbang: a. bahwa terwujudnya tingkat kesehatan yang setinggi-tingginya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinci1 of 6 3/17/2011 3:59 PM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TENTANG POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT
Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciW A L I K O T A B A N J A R M A S I N
W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi permasalahan penyakit hewan
Lebih terperinciBUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN
BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sampai saat ini,
Lebih terperinci4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa praktik
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TIMUR
GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF
1 GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.
Lebih terperinci2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya
No.138, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6084)
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG BERISIKO TINGGI DAN BERBAHAYA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG BERISIKO TINGGI DAN BERBAHAYA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG BERISIKO TINGGI
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN
R GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI YANG BERISIKO TINGGI DAN BERBAHAYA
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG
1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPenanggulangan Penyakit Menular
Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinci2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,
No.595, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Dampak Bahaya. Agensia Biologi. Aspek Kesehatan. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN
Lebih terperinci2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciWALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM
WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a.
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL
Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan usaha penyediaan
Lebih terperinci2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.369, 2014 KESRA. Kesehatan. Tradisional. Pelayanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5643) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciNOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2015 KESRA. Sumbangan. Masyarakat. Pengumpulan. Penggunaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5677) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinci2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang
No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 92
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan
Lebih terperinci2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.
No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang: bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap rabies
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah
Lebih terperinci2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur
No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017
Lebih terperinciNOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa terwujudnya tingkat kesehatan yang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 356/MENKES/PER/IV/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN
CC: KKP Kelas I batam MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 356/MENKES/PER/IV/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Menimbang : a. bahwa semakin meningkatnya aktifitas
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2
No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG
PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara
Lebih terperinciBUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN
BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN
SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah
Lebih terperinciPeraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa usaha penyediaan sarana wisata tirta
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan tubuh
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri
Lebih terperinci