RUANG KAJIAN HAKIKAT HIDUP MANUSIA DALAM KONSEP RUANG DAN WAKTU MENURUT FILSAFAT EKSISTENSIALISME HEIDEGGER. Oleh : Fadhillah.

dokumen-dokumen yang mirip
RUANG KAJIAN HAKEKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN EKSISTENSIALISME SOREN KIERKEGAARD. Oleh : Fadhillah. Abstract

Filsafat Kematian Heidegger

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain.

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

KONSEP DASEIN MENURUT MARTIN HEIDEGGER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMIKIRAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

Pendahuluan media komunikasi

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

Filsafat Eksistensialisme: Telaah Ajaran dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

HERMENEUTIKA FUNDAMENTAL: Memahami Fenomenologi Sebagai Orientasi Hermeneutika

FILSAFAT MANUSIA. Historisitas Manusia. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Filsafat eksistensialisme

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

HAKIKAT DAN MAKNA NILAI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah

RESPONS - DESEMBER 2009

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB 1: MASALAH YANG TERUTAMA: PARADOKS BERNAMA KESADARAN. Cogito, Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada)

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

FILSAFAT MANUSIA MANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAIN SEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEK OLEH; MASYHAR, MA. Modul ke: Fakultas Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang bertujuan. Setiap pernyataan padadasarnya adalah tindakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

FILSAFAT MANUSIA. Hostoritas Manusia OLEH; MASYHAR, MA. Modul ke: Fakultas Fakultas Psikologi. Program Studi Program Studi.

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang masalah

BAB VI REALISASI PANCASILA

ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN

Tugas Filsafat. Mohamad Kashuri M

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1. Latar Belakang Masalah

Filsafat Manusia. Manusia Sebagai Persona. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB V. FILSAFAT EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI (Bahan Pertemuan Ke-6)

CATATAN SINGKAT: BUKTI PIDANA DARI ASPEK FENOMENOLOGI Oleh: Frans Maramis 1

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

PENDIDIKAN PANCASILA

Etika dan Filsafat. Komunikasi

HERMENEUTIKA HEIDEGGER DAN RELEVANSINYA TERHADAP KAJIAN AL-QUR AN

ONTOLOGI PENDIDIKAN MENURUT BERAGAM FILSAFAT DUNIA: IDEALISME, REALISME, PRAGMATISME, EKSISTENSIALISME

KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

Transkripsi:

RUANG KAJIAN HAKIKAT HIDUP MANUSIA DALAM KONSEP RUANG DAN WAKTU MENURUT FILSAFAT EKSISTENSIALISME HEIDEGGER Oleh : Fadhillah Abstract Human s essence cannot be separated from the essence of existence in this world. Human in a concept of space and time, according to existentialism Heidegger, is a subject of meaning giver about surround nature. The title of this study is The Human s Essence in Space and Time Concept according to Existentialism Philosopher Heidegger. This writing is a cosmology study whose purpose is to reflect and understand human life s essence in the existentialism Heidegger s perception. The analysis method used in this study is hermeneutic, particularly verstehen (understanding). It is expected that the benefit of this study can give an inspiration and enlightenment about human life s meaning in the existentialism Heidegger s perception. Keywords: Life s essence, human, space, time, and existentialism A. Pendahuluan Pemahaman tentang konsep ruang dan waktu merupakan inti kajian kosmologi. Eksistensialisme dalam abad kontemporer, merupakan salah satu aliran filsafat yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan filsafat. Pandangan eksistensialisme Heidegger yang tertuang dalam

karyanya yang berjudul Sein und Zeit (Being and Time/ Ada dan Waktu) adalah sebuah konsep tentang ruang dan waktu yang melekat dalam eksistensi manusia. Pemahaman tentang konsep ruang dan waktu dalam pandangan eksistensialisme Heidegger dapat menjadi salah satu inspirasi hidup dalam memandang hakikat realitas hidup manusia. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulisan ini. Eksistensialisme Heidegger adalah salah satu ajaran filsafat eksistensialisme yang mempunyai dasar pemikiran yang unik/khas dalam memandang hakikat hidup manusia, karena mencoba menjelaskan realitas hidup dari perspektif mistik keseharian, sebagaimana yang ditulis oleh F. Budi Hardiman (2003) dalam bukunya yang berjudul Heidegger dan Mistik Keseharian (Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit) sebagai salah satu referensi utama dalam penulisan makalah ini. Keunikan filsafat eksistensialisme Heidegger berangkat dari pertanyaan besar sebagaimana yang diajukan oleh Nietszche bahwa setelah Tuhan Mati, dimanakah yang mistis? Kehidupan modern telah menggersangkan kehidupan yang ilahi, apakah artinya hal ini telah menghilangkan hal yang mistis? Bagi Heidegger,jawabannya adalah Tidak!. Hal ini disebabkan karena meskipun manusia dalam hidupnya sering kali larut dalam kesehariannya hingga terasing dari Adanya, namun ia adalah makhluk penanya Adanya. Di tengah kelupaannya terhadap Ada- nya, manusia sering kali menyadari keberadaannya dalam kejatuhan sehingga mengalami kecemasan sampai menuju kematian. Kecemasan inilah yang menyingkap rahasia manusia sebagai Ada yang terlempar untuk melihat realitas hidup keseharian secara transparan. Dengan kata lain, mistik keseharian dalam eksistensialisme Heidegger, bukanlah mistik religius sebagai peleburan antara mankhluk dan Sang Pencipta, melainkan mistik dalam memandang dan menyingkap dasardasar kenyataan /realitas hidup manusia konkrit. Mistik keseharian ini menjadi inti pemikiran Heidegger dalam karyanya yang berjudul Sein und Zeit (Being and Time /Ada dan waktu) 1 ) Pentingnya pemahaman tentang mistik keseharian menurut eksistensialisme Heidegger dalam konsep ruang dan waktu memiliki 2 konteks, yaitu internal dan eksternal. Secara internal pemahaman tersebut adalah sangat penting sebagai bahan refleksi terhadap makna hidup yang sesungguhnya, meskipun pemikiran Heidegger dalam satu sisi kurang menekankan aspek religiusitas sebagaimana pandangan eksistensialisme Soren Kierkegaard sebagai peletak dasar filsafat eksistensialisme yang memandang penting tahap tertinggi kepribadian manusia, yaitu tahap religius sebagai tahap lompatan iman. Dengan memahami konsep ruang dan waktu melalui penyingkapan terhadap mistik 1 ) Budi Hardiman (2003), Heidegger dan Mistik Keseharian (Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit), Hlm 1-2. 26

keseharian memberikan inspirasi hidup untuk berani mengambil keputusan terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan demi masa depan. Hal ini penting sebagai sikap hidup yang bertanggung jawab atas segala keputusan yang telah menjadi pilihan hidup manusia, walaupun secara eksistensial, manusia sebelumnya tak pernah tahu dari mana, mau kemana dan mengapa manusia harus hidup dan kemudian mati. Dalam kosmologi Jawa biasa diungkapakan dengan kalimat Sangkan paraning dumadi. Pentingnya pembahasan tentang hakekat hidup dalam konsep ruang dan waktu menurut eksistensialisme Heidegger ini, mempunyai 2 pengaruh, yaitu secara eksternal dan internal. Pengaruh eksternal, yaitu antara lain sebagai suatu landasan sikap hidup manusia di tengah hiruk pikuknya kehidupan di era global yang penuh dengan benturan berbagai nilai humanistik dalam berhadapan dengan komunitas yang serba plural. Kesadaran akan keberadaan manusia dalam komunitas yang plural ini akan menumbuhkan sikap toleransi yang tinggi, sehingga diharapkan dapat mengurangi berbagai konflik dalam hidup bersama sebagai anggota masyarakat dalam suatu Negara, maupun dalam konteks yang universal, yaitu sebagai bagian dari umat manusia seluruh dunia. Sikap hidup yang toleran dalam menghadapi pluralitas berbagai nilai humanistik, antara lain berhubungan dengan nilai-nilai sosial, budaya, politik, agama dan lain-lain adalah merupakan kearifan yang diharapkan muncul setelah orang belajar dan memahami filsafat eksistensialisme sebagai salah satu pandangan hidup manusia, maupun sebagai dasar argumentasi epistemologis, ontologis, dan aksiologis. Dengan demikian hal tersebut membawa dampak positif yang lebih luas, baik bagi diri sendiri, maupun bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya. Secara epistemologis, eksistensialisme Heidegger diilhami oleh fenomenologi Husserl dan eksistensialisme Kierkegaard sebagai metode dalam memandang realitas hidup manusia secara konkrit.selain itu pengaruh rasionalisme subjektif Descartes juga nampak, meskipun berbeda secara ontologis, karena lebih menekankan intensionalitas, yaitu keterarahan kesadaran. Kesadaran yang dimaksud tidak hanya kesadaran akan sesuatu, melainkan kesadaran dalam sesuatu. Secara ontologis, eksistensialisme lebih menekankan hakikat realitas yang bersifat temporer (mewaktu) dengan memahami makna Ada dan Berada -nya manusia. Sedangkan secara aksiologis, eksistensialisme Heidegger mengungkap nilai kepribadian manusia /nilai moral manusia dalam kaca mata sosial budaya sebagai keterlemparan atas ada dan beradanya manusia. Dengan demikian, maka pemahaman atas konsep ruang dan waktu dalam eksistensialisme Heidegger secara komprehensif merupakan khasanah yang sangat penting dan berharga bagi pengembangan pemikiran filsafat pada umumnya, dan khususnya bagi cabang filsafat yang membahas 27

tentang konsep ruang dan waktu, yaitu kosmologi. Inti dari pemikiran Heidegger, terutama menjadi inspirasi bagi karyanya yang terkenal, yaitu Sein und Zeit (Being and Time/Ada dan Waktu) yang besar pengaruhnya dalam perkembangan filsafat, terutama di Abad Kontemporer, merupakan respond dan kritik terhadap dampak perkembangan teknologi modern, baik dampak positif, maupun negatif sehingga manusia larut dalam keseharian dan melupakan Ada -nya. Konsep ruang dan waktu dalam eksistensialisme Heidegger mengungkap makna keterlemparan sebagai eksistensi manusia yang berujung pada kematian menimbulkan kegelisahan dan kesadaran bagi manusia dalam menangkap makna hidup. Bagi manusia, kesadaran akan hal tersebut dapat menjadi bahan refleksi diri tentang apa hakikat dan tujuan hidup manusia. Kesadaran akan hal ini berdampak pada sikap hidup yang tidak hanya mengejar kepuasan hawa nafsu, sebagaimana landasan pemikiran filsafat eksistensialisme yang diinspirasikan oleh Soren Kierkegaard sebagai peletak dasar filsafat eksistensialisme yang dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi Husserl, filsafat hidup Bergson dan metafisika modern. Pokok pemikirannya menitikberatkan pada pemecahan yang konkrit terhadap persoalan mengenai arti berada. Menurut dia, persoalan tentang berada belum pernah dikemukakan dengan cara yang benar, karena pada umumnya orang mengira bahwa ia telah tahu tentang hal itu, padahal sebenarnya pengertian kita tentang berada hanya samar-samar saja. 2 ) B. Konsep Ruang Dan Waktu Menurut Eksistensialisme Heidegger. Pokok-Pokok Pemikiran Heidegger Tentang Ruang dan Waktu Dalam Sein Und Zeit (Being And Time/ Ada dan Waktu) antara lain dijelaskan dalam pembahasan tentang: B.1. Makna Ada dan Berada. B.1.a) Makna Berada hanya untuk Dasein ( Manusia ) Eksistensialisme Heidegger memandang bahwa eksistensi manusia mendahului esensinya. Jadi, Berada-nya manusia mendahului Ada-nya. Oleh karena itu, terlebih dahulu, perlu dipahami apa makna Berada dalam konteks ruang dan waktu. Pengertian eksistensi dalam filsafat eksistensialisme Heidegger memilki makna khusus, bukan sekedar berada dalam ruang dan waktu sebagaimana pengertian eksistensi dalam kehidupan sehari-hari. Pokok persoalan eksistensialisme Heidegger adalah menjelaskan makna berada yang hanya dapat dijawab melalui ontologi dengan menggunakan metode fenomenologi secara 2 ) Hadiwijono (1995 ), Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Hlm. 149-150. 28

intensionalitas. Satu-satunya berada yang sendiri dapat dimengerti sebagai berada ialah berada -nya manusia. Dalam hal ini harus dibedakan antara berada (Sein), dan yang berada (Seinde). Hanya manusia yang berada. Keberadaan manusia disebut Dasein (Berada di sana), sedangkan benda-benda lain adalah yang berada (Seinde) hanya vorhanden, artinya hanya tergeletak begitu saja di depan orang, tanpa ada hubungannya dengan orang itu, kecuali manusia yang memberi arti/ makna dan memeliharanya. Dengan kata lain eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia yang berbeda dengan beradanya bendabenda. Beradanya benda-benda menjadi bermakna karena manusia. Eksistensi berasal dari kata : eks (keluar) dan sistensi, yang diturunkan dari kata kerja sisto ( berdiri, menempatkan). Oleh karena itu kata eksistensi diartikan : manusia berdiri sebagai diri sendiri keluar dari dirinya, mengambil tempat, berdiri di tengahtengah segala yang berada. Manusia sadar bahwa dirinya ada. Dirinya disebut aku. Manusia ( dasein) berada dalam dunia -nya yang berbeda dengan ada yang lain (bendabenda di sekitarnya). Berada memiliki sifat rangkap, yaitu memiliki dunia dan berada di dunia. 3 ) Eksistensi manusia mendahului esensinya. Sedangkan esensi benda mendahului eksistensinya. Hanya manusia yang Berada. Kata Berada bermakna 3 ) Harun Hadiwijono (1995 ), Ibid. Hlm. 150-151. positif, dinamis, dan memiliki unsur kepribadian. Segala sesuatu dihubungkan dengan diri manusia ( aku ). Contoh: mejaku, kursiku, temanku, keluargaku, cintaku, gairah hidupku, dan lain-lain. Manusia menyibukkan dirinya dengan apa yang di luar dirinya dan menggunakan benda-benda yang ada disekitarnya, bergaul / berinteraksi dengan orangorang yang ada di sekitarnya. Dalam konteks ini, kesibukan manusia dengan dunia sekitarnya, manusia menemukan dirinya. Dengan demikian, makna berada menunjuk pada relasi objek di luar manusia dengan subjek manusia yang memberi makna. Berada dalam perspektif kosmologi berhubungan dengan struktur mikrokosmos dan makrokosmos. Manusia sebagai mikrokosmos menempatkan dirinya sebagai bagian dari unsur makrokosmos berhadapan dengan objek di luar dirinya dalam konteks kepemilikan. Manusia merasa memiliki dunia dan benda-benda di sekitarnya, semua dihubungkan dengan dirinya. Dalam perspektif lain, hakekat dan makna kehidupan manusia dapat ditangkap melalui bagaimana cara manusia berada dalam dunia, yaitu bagaimana manusia berinteraksi dengan orang lain dan dengan dunia sekitarnya. C.1.b) Makna Ada terkait dengan Waktu. Ada adalah dasar dari segala sesuatu menjadi ada. Tanpa ada, maka sesuatu itu tak dapat dikenal, 29

dipikirkan, maupun dilihat. Selama ini manusia sering kali menggunakan kata ada, tetapi tak mengetahui apa hakikat ada. Ada diandaikan secara apriori begitu saja. Ada bersifat temporer. Ada dalam konteks waktu (mewaktu). Waktu bermakna: dulu, sekarang dan kemudian (yang akan datang), namun Heidegger lebih menekankan waktu kemudian (yang akan datang). Hal ini, karena manusia bersifat aktif dan dinamis, sebagai subjek yang mengambil keputusan untuk merencanakan apa yang akan diperbuat.dengan demikian hakikat manusia (Dasein) adalah realitas yang belum selesai, sebagai Ada yang bersifat temporer ( menjadi). Di sini nampak pengaruh pandangan Heraclitos, bahwa semuanya mengalir atau menjadi. C.1.c) Waktu dan Kemewaktuan. Heidegger memahami waktu dalam 2 pengertian, yaitu:pengertian pertama adalah Innerzeitigkeit, sebuah kata pembendaan dari in der Zeit, yang berarti ke-ada-di-dalamwaktu-an dan pengertian yang kedua adalah zeitlichkeit, sebuah kata bentukan yang dalam bahasa Indonesia, F. Budi Hardiman memberikannya makna sebagai kemewaktuan yang hanya bisa diterapkan kepada Dasein (Manusia). Hal ini karena waktu selalu dibayangkan sebagai sekuensi titiktitik waktu yang muncul setelah yang lain. Titik yang lewat disebut sebagai masa lalu, titik tempat kita/manusia berada disebut masa kini, dan titik yang belum datang disebut masa depan. Dengan demikian pengertian yang kedua tidak berlaku pada bendabenda. Untuk memahami maksud dari kedua konsep tersebut, Heidegger membagi menjadi 2 pengertian waktu, yaitu waktu di dalam dan waktu di luar sana (waktu objektif). Waktu di dalam adalah pengertian waktu yang hanya bisa diterapkan pada Dasein /manusia, karena sifatnya yang mewaktu. Sedangkan waktu di luar sana atau waktu objektif berasal dari kemewaktuan Dasein, yang berbeda antara orang per orang yang dipukul rata yang dapat diukur berdsarkan detik demi detik, menit demi menit, jam-jam, hari-hari dan seterusnya. Kemewaktuan lebih bersifat asli/primordial dibanding waktu objektif. 4 ) Dalam pengertian waktu objektif ini setiap objek mempunyai standar pengukuran yang sama. Namun dalam pengertian waktu di dalam setiap subjek (Dasein /manusia) berbeda standarnya karena dipengaruhi oleh subjektivitas dalam keberadaannya. Dalam hal ini manusia yang sibuk akan merasakan waktu berjalan begitu cepat, tetapi bagi mereka yang tidak banyak kesibukan atau dalam situasi penantian akan merasakan waktu berjalan begitu lamban. C.2. Keterbukaan Eksistensi Manusia Terhadap Dunia Sebagai Kemewaktuan Dasein (Manausia). Bagaimana seorang anak dapat bergerak, berjalan, berpikir, 4 ) Budi Hardiman (2003), Ibid. 102-104. 30

berbicara, sebua dipelajari dari lingkungannya. Hal ini karena karena eksistensi manusia bersifat terbuka terhadap dunia luar. Keterbukaan manusia terhadap dunia, antara lain meliputi: a. Befendlichkeit, yaitu kepekaan yang diungkapkan dalam bentuk perasaan atau emosi: senang, kecewa, takut, cemas (angst), merupakan unsur-unsur kepribadian. b. Verstehen, yaitu memahami atau mengerti, senantiasa diarahkan kepada kemungkinan. Manusia senantiasa merencanakan dan berusaha merealisasikan kemungkinan-kemungkinan. Walaupun dalam kenyataannya banyak hal yang tak dapat direalisasikan oleh manusia. c. Rede, berbicara dan komunikasi, merupakan cara manusia mengungkapkan diri. 5 ) Dengan keterbukaan manusia terhadap dunia luar, maka manusia bersifat dinamis, menjadi realitas yang belum selesai yang selalu dihadapkan pada berbagai kemungkinan. Manusia yang menciptakan eksistensinya sendiri dengan berani mengambil keputusan dan memilih berbagai kemungkinan yang ada. Walaupun secara eksistensial, manusia tidak pernah tahu dari mana ia ada, mau kemana dan mengapa ia harus hidup. Keadaan faktisitas yang tak terelakkan inilah yang merupakan keterbatasan manusia. Banyak harapan, cita-cita 5 ) Misnal Munir (2008), Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer. Hlm 103. dan keinginan manusia yang tak tercapai adalah bukti keterbatasan manusia. C. Memahami Makna Keterlemparan Sebagai Eksistensi Manusia. Jika Descartes mengatakan Cogito ergo Sum ( Saya berpikir, maka saya ada ), Heidegger membalikkan pernyataan tersebut, yaitu: Saya berada, jadi saya berpikir. Hal ini berangkat dari pemahaman terhadap makna berada -nya manusia (eksistensinya) yang mendahului ada -nya. Bagi Heidegger, eksistensi manusia yang menentukan esensi nya. Manusia dipandang dalam eksistensinya sebagai makhluk sosial, bersifat kolektif/jamak. Manusia seutuhnya dibentuk oleh kebudayaannya. Tingkah laku manusia dipelajari dari kebudayaan tersebut Eksistensi manusia berperan sebagai Dasein yang menentukan kemungkina-kemungkinan pengetahuan (sekaligus sesuatu yang lain). Dalam hal ini Heidegger mengkritik Descartes yang cenderung subjektif. Eksistensi manusia yang demikian menjadi dasar pandangan Heidegger tentang berlakunya norma sosial (masyarakat). Baik buruk dipandang berdasarkan persepsi masyarakat. Dengan demikian ukuran baik-dan buruk adalah penilaiaan masyarakat.tidak ada manusia yang otonom, bebas memilih cara beradanya sendiri. keberadaan manusia digambarkan sebagai keterlemparan manusia. Lingkungan 31

sosial budaya yang membentuk kepribadian manusia seutuhnya. Karena tidak bisa mengontrol keterlemparan lingkungan sosialnya, seseorang menjadi bagian dari suatu kebudayaan, dan akibatnya seluruh tingkah lakunya dipelajari dari kebudayaan itu. Oleh karena itu, peranan lingkungan keluarga, sosial dan budaya sangat besar terhadap pembentukan kepribadian seorang anak. Dalam pandangan Heidegger, pada hakikatnya orang dewasa /orang tua tidak mengajari anak, tetapi ikut menciptakan tingkah laku pada diri anak yang akhirnya disebut sebagai seorang pribadi manusia (Dasein). Dengan demikian tingkah laku anak: bergerak, berpikir, berbicara adalah yang membentuk eksistensinya.kodrat manusia hanyalah sifat-sifat kebudayaan khusus kita. 6 ) Sebagaimana diketahui bahwa menurut Heidegger,tak ada manusia yang memiliki kehendak otonom untuk memilih bagaimana ia bereksistensi, maka dalam sudut pandang ini penulis menafsirkan bahwa keterlemparan sebagai eksistensi manusia menurut Heidegger semacam takdir hidup manusia yang tak bisa dihindari, karena telah terjadi/sedang terjadi, meskipun bersifat temporer. Hal ini bisa dibuktikan dari pengalaman hidup Heidegger yang oleh publik dianggap sebagai sisi kehidupan personal Heidegger yang tak dapat dipahami yang dianggap sebagai noda biografi Heidegger, misalnya ketika ia tidak bisa menghindar dari keterlibatannya dengan NAZI, meskipun dia sendiri juga mengkritik NAZIISME. Begitu juga dengan berbagai riwat hidupnya yang lain yang sulit dipahami. Semua itu merupakan bagian dari keterlemparan seorang Heidegger sebagai interaksinya dengan dunia sekitarnya. Bagi kehidupan manusia yang lain, makna keterlemparan dapat dengan mudah dipahami, ketika berbagai hal penting dalam hidup terjadi tidak seperti yang dibayangkan atau diharapkan dan direncanakan, seperti persoalan pekerjaan, perkawinan, hubungan keluarga, tempat tinggal,dll.begitu pula, adanya perbedaan norma, bahasa dan nilainilai budaya yang lain. Semuanya terkadang sulit dijelaskan mengapa harus demikian. Tetapi hal tersebut masih dianggap sebagai keterlemparan yang kurang asli. Makna keterlemparan yang asli dan purba adalah keterlemparan kedunia, yakni fakta bahwa kita ada-di-dalam dunia, dan ini bisa tersingkap dalam keterlemparan-keterlemparan yang kurang asli itu. Apa sesungguhnya makna Dasein terlempar kedunia? Secara asli, ia tidak tahu dari mana dan kemana ia hidup. Juga, mengapa ia hidup? Sebagaimana seorang bayi yang lahir terlempar dari rahim ibunya, keberadaan Dasein di sini adalah suatu faktisitas niscaya yang tak mempunyai alasan. Fakta bahwa ia ada, namun tak diketahui mengapa, dari mana dan mau 6 ) Eric Lemay & Jennifer A. Pitts (2005), Heidegger Untuk Pemula. Hlm 44-45 32

kemana? 7 ) Jika makna keterlemparan sebagai eksistensi manusia dalam sudut pandang eksistensi manusia yang sedang tidak beruntung atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya, maka menurut Kierkegaard, seseorang bisa memilih dan mengambil keputusan untuk melompat ke tahap kehidupan kepribadian yang lebih tinggi, atau paling tinggi, yaitu tahap etis atau jika mampu bisa juga melompat ke tahap religius. Namun bagi Heidegger hal ini berbeda, sebab Heidegger memandang bahwa lompatan tersebut menunjukkan ada yang tidak otentik/asli. Hal tersebut merupakan sebuah pelarian dari ada yang asli. Ada yang asli bagi manusia adalah menyerahkan diri ke dalam hidupnya, mengambil keputusan demi masa depannya. Hidup adalah bereksistensi, adalah suatu keniscayaan, suatu lompatan keberanian ke dalam situasi yang tak pernah diperhitungkan sejak awal. Keberanian untuk hidup berarti memahami keterlemparannya. Secara paradoks, hal ini berarti lari darinya, menemukan diri setelah pencarian dan pelarian. 8 ) Sikap yang muncul setelah manusia memahami keterlemparannya di dunia adalah berani mengambil keputusan meskipun harus menangung resiko buruk. Barang kali hal ini yang menjadi alasan Heidegger mengapa terlibat NAZI, meskipun ia sendiri mengkritik NAZIISME, karena menyadari 7 ). Budi Hardiman (2003). Heidegger dan Mistik Keseharian, Hlm. 134. 8 ) Budi Hardiman (2003) Ibid. Hlm 72 keberadaannya dalam keterlemparan di tengah komunitas sosial politik negaranya pada waktu itu. D. Eksistensi Dari Keterlemparan Manusia (Dasein) Menuju Kematian Sebagai Akhir Dari Kemewaktuan Manusia. Dengan memahami makna keterlemparan sebagai eksistensi manusia dalam pandangan Heidegger yang berangkat dari konsep tentang Ada dan Berada -nya manusia, akhirnya membawa kepada kegelisahan dan kecemasan dalam suasana hati terhadap ketiadaan manusia menuju kematian. Suasana hati yang cemas menurut Heidegger bukanlah Mengada di dunia ini, karena pada hakekatnya rasa cemas tidak memiliki isi persoalan. Objek kecemasan sama sekali tidak tentu yang melampaui keseharian kita. 9 ) Dalam hal ini, manusia menyadari bahwa dirinya tidak bisa menghindari kejatuhan yang akan kembali pada ketiadaan, yaitu kematian. Elemen-elemen eksistensial manusia (Dasein) antara lain meliputi : rasa takut, pemahaman, penafsiran, keingintahuan, kedwiartian, atau kejatuhan. Apa yang dilakukan oleh Heidegger untuk menyingkap mistik keseharian, secara singkat dijelaskan dengan sikap fundamental /purba dan total terhadap Ada -nya yang disebut Sorge. Sikap ini merupakan strutur total Ada dasein yang merangkum segala ketersituasiannya, baik ontis, maupun ontologis. Manusia tanpa 9 ) Budi Hardiman (2003) Ibid. Hlm 77 33

Sorge, bukanlah manusia, tetapi manusia macam itu tentu tidak ada. Sorge dirumuskan dalam satu kata panjang yang diucapkan dalam satu kata, yaitu: Sich-vorweg-schon-sein in- (der-welt-) als Sein-bei (innerweltlich begegnendem Seinden). Sorge meliputi 3 arti, yaitu: (1) sich vorweg berarti mendahului, ini merupakan elemen eksistensialitas Dasein; (2) schon sein in der Welt berarti sudah ada di dalam dunia, dan ini faktisitas Dasein; (3) Sein bei innerweltlich begegnendem Seienden berarti bermukim pada entitas yang dijumpai di dunia ini, dan inilah kejatuhan Dasein. Dengan demikian terdapat 3 unsur Sorge, yaitu : mengantisipasi masa depan (eksistensialitas), terlempar di dunia (faktisitas), dan larut dalam keseharian (kejatuhan). Semuanya berada secara serentak, karena keterlemparan, antisipasi dan kelarutan utuh menjadi satu dalam sikap yang paling mendasar sebagai manusia. Secara ringkas, Sorge adalah drama Dasein sebagai Ada di-dalam- dunia. Satu hal yang juga tak terelakkan dari antisipasi masa depan adalah kematian. Dengan demikian Sorge ada karena manusia ada begitu saja, larut dalam kelupaan akan Ada dan ada menuju akhir (kematian). Jika Sorge tidak ada, maka seluruh makna dan pemaknaan hidup Dasein juga sirna. Merenungkan kematian berarti merenungkan kehidupan itu sendiri. Renungan tentang kematian ini dalam karya Heidegger tentang Sein und Zeit merupakan inti dari makna hidup manusia yang bersifat menjadi (temporer) dalam arti selama ia mengada, maka realitasnya belum selesai. Akhir dari dinamika Dasein (manusia) adalah kematian. Renungan ini penting sebagai antisipasi terhadap eksistensi manusia agar menjadi jati dirinya, sehingga tidak terus menerus larut dalam keseharian yang melupakan Ada -nya, namun terkadang terbelenggu dalam kegelisahan dan kecemasan sekaligus untuk menuju kebebasan eksistensial 10 ) Dalam perspektif ontologis, manusia secara eksistensial, mau tidak mau berada dalam 3 kondisi sekaligus yang akhirnya harus menyadari bahwa eksistensinya menuju ketiadaan (kematian). Manusia berada dalam faktisitas dan situasi-kondisi yang tak terelakkan. Inilah pemahaman eksistensialisme Heidegger terhadap makna hidup manusia. Mensikapi fakta tersebut ada kalanya manusia menunjukkan keaslian esensi dirinya, namun sering kali terbenam dalam pendapat dan obrolan umum yang melupakan kepastian bahwa dirinya akan mati. Di sinilah perbedaan sikap Heidegger dengan Kierkegaard terhadap eksistensi manusia yang sebenarnya. Bagi Kierkegaard manusia bisa melompat ke tahap religius untuk melampaui eksistensinya, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan sebagai paradoks absolut. E. Kesimpulan Konsep ruang dan waktu dalam pandangan eksistensialisme 10 ) Budi Hardiman (2003), Idid. Hlm 84-86. 34

Heidegger tidak dapat dipisahkan dari konsep Ada dan Berada -nya manusia. Memahami konsep ruang dan waktu dalam pandangan eksistensialisme Heidegger berarti merupakan usaha untuk menangkap hakekat dan makna hidup manusia yang sesungguhnya dengan menyingkap mistik keseharian manusia. Pemahaman ini penting bagi manusia agar tidak larut dalam keseharian, agar manusia tak melupakan Ada - nya, hingga menuju ketiadaan sebagai akhir dari waktu. Pemahaman dan kesadaran akan akan makna ruang dan waktu yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia menimbulkan keberanian manusia dalam mengambil keputusan demi masa depannya dengan penuh tanggung jawab. Akhir dari masa depan manusia adalah kematian sebagai ketiadaan manusia dari unsur eksistensi manusia. Daftar Pustaka : Budi Hardiman, F., (2003), Heidegger dan Mistik Keseharian, Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Bernard Delfgaauw (2001), Filsafat abad 20. Alih Bahasa : Soejono Soemargono, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta. Kattsoff, Louis O., (1986) Pengantar Filsafat, alih bahasa: Soejono Soemargono, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta. Lemay,Eric & A.Pitts., Jenniver dg Ilustrasi oleh Paul Gordon (2005), Heidegger Untuk Pemula, Kanisius, Yogyakarta. Grodin, Jean., (2008), Sejarah Hermeneutik, dari Plato sampai Gadamer, Penerjemah: Inyiak Ridwan Muzir, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta. Hadiwijono, Harun., (2005), Sari Sejarah filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta. Munir, Misnal (2008), Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer, Penerbit Lima, Yogyakarta. Russel, Bertrand (2007), Sejarah Filsafat Barat, Penerjemah: Sigit Jatmiko & Agung Prihantoro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Budi Hardiman, F., (2007), Filsafat Modern, Dari Machiavelli sampai Nietsche, PT. gramedia, Jakarta. Bertens, K., (2002), Filsafat Barat Kontemporer, Inggris-Jerman, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakrta. 35