BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

Cecidochares connexa, Lalat Argentina Pengendali Gulma Siam

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan bahan

BAB III METODE PENELITIAN. kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. Pemeliharaan dan Perbanyakan S. pectinicornis

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

BIOLOGI DAN KISARAN INANG LALAT PURU Cecidochares connexa (MACQUART) (DIPTERA: TEPHRITIDAE) SEBAGAI AGENS HAYATI GULMA KIRINYUH MURNI INDARWATMI

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu pengamatan biologi dan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

BAHAN DAN METODE. Gambar 9 Kubah penangkaran IPB.

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Universitas Lampung, dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

BAB III METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Bahan

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

PENGARUH USIA, LUAS PERMUKAAN, DAN BIOMASSA DAUN PADA TIGA VARIETAS KEDELAI

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Tahapan Penelitian Persiapan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

TEKNIK PENDUKUNG DITEMUKANNYA PURUN TIKUS (ELEOCHARIS DULCIS) SEBAGAI INANG ALTERNATIF BAGI HAMA PENGGEREK BATANG PADI PUTIH (SCIRPOPHAGA INNOTATA)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

BIOLOGI DAN KISARAN EKSPANSI Neochetina eichhorniae WARNER (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) SETELAH PELEPASAN DI LAPANGAN ASMAUL HUSNA

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di

II. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di Kampus IPB, Darmaga Bogor, sedangkan penelitian kisaran inang dilakukan di lahan sekitar gedung Departemen Proteksi Tanaman IPB Bogor. Pengamatan biologi secara umum dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB Bogor. Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan Lalat yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari Desa Setu, Kecamatan Jasinga, Bogor. Lalat dari lapangan diperoleh dengan mengumpulkan puru yang sudah berjendela dan di dalamnya berisi larva instar akhir atau pupa. Puru berjendela tersebut kemudian dimasukkan dalam kurungan pemeliharaan di laboratorium. Setelah muncul, lalat diberi pakan berupa madu 10% yang dioleskan pada kapas dan digantung di dalam kurungan pemeliharaan. Selanjutnya lalat siap digunakan untuk penelitian. Lalat puru C. connexa sebanyak 0 pasang berumur - hari dilepaskan ke dalam kurungan lapangan berukuran 1,5 m x 1,5 m sejumlah 9 kurungan. Kurungan terbuat dari bambu yang dikurung dengan kain. Pembuatan kurungan ini dimaksudkan agar pucuk yang telah diinfestasi telur tidak diinfestasi lagi oleh lalat lain. Pada masing-masing kurungan disediakan 100 pucuk kirinyuh. Untuk menghindari adanya serangga lain yang mengganggu, dilakukan pembersihan ke dalam kurungan dengan penyedotan menggunakan D-Vac. Sebelum pelepasan lalat, pucuk kirinyuh yang masih kosong (belum berisi telur) ditandai. Pelepasan lalat dilakukan pada pagi hari ± pukul 7.0. Setelah 4 jam, lalat ditangkap kembali sehingga telur yang diletakkan berumur seragam. Kemudian, seluruh pucuk yang diinfestasi lalat hasil pelepasan diberi tanda kembali. Pucuk-pucuk terinfestasi inilah yang akan diamati lebih lanjut.

Sepuluh hari setelah pelepasan lalat, kurungan dibuka kembali agar kirinyuh dapat tumbuh normal dan percobaan berjalan secara alami. 1 Pengamatan Biologi Lalat Puru C. connexa di Lapangan Pengamatan Perkembangan dan Siklus Hidup Lalat Puru C. connexa di Lapangan. Pengambilan contoh untuk pengamatan telur dilakukan pada hari ke-4, 6, 8, dan 9 sebanyak 5 pucuk/kurungan. Pengambilan contoh untuk pengamatan larva dan pupa selanjutnya dilakukan setiap minggu dari umur 1 sampai 1 minggu sebanyak 5 puru/kurungan. Jadi, jumlah total pengambilan pucuk atau puru dalam satu kali pengamatan adalah 45. Contoh pucuk atau puru dari lapangan dibawa ke laboratorium dan dibedah di bawah mikroskop, kemudian diamati letak dan jumlah telur, larva atau pupa yang ada di dalamnya. Diamati pula morfologi dan jumlah individu lalat per pucuk. Selanjutnya diambil sebanyak 0 telur dan 0 pupa untuk diukur volumenya. Larva yang ditemukan disimpan di dalam freezer untuk pengamatan pendugaan instar. Setelah puru berjendela, 5 puru dikurung dengan kurungan kasa berukuran panjang ± 0 cm dengan diameter ± 7 cm agar imago yang muncul tidak terbang keluar untuk pengamatan nisbah kelamin. Diamati pula waktu dan jumlah imago yang muncul. Pucuk atau puru yang rusak oleh serangan musuh alami yang berada di dalam kurungan percobaan yang sudah dibuka juga diamati. Data perkembangan dan siklus hidup lalat dilaporkan secara deskriptif dan dalam bentuk tabel serta grafik. Pendugaan Instar Larva Lalat Puru C. connexa dengan Mengukur Mandibel dan Sklerit Hipofaring. Sebelum dilakukan pembuatan preparat, contoh larva C. connexa dari pengamatan sebelumnya sebanyak 756 larva diambil dari freezer dan dicairkan agar tidak beku. Selanjutnya, larva dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% dan dipanaskan ± 5 menit sampai larva menjadi transparan. Kemudian bagian abdomen larva ditusuk dan dibersihkan dari semua kotoran. Larva dibilas dengan akuades kali. Selanjutnya larva

1 diletakkan di atas gelas obyek dan ditetesi larutan Hoyer, diatur sampai mendapatkan posisi yang sesuai, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Preparat kemudian dikeringkan dengan hot plate selama beberapa hari (Borror et al. 199). Mandibel dan sklerit hipofaring terlihat berwarna gelap. Preparat mandibel dan hipofaring sebanyak 59 diamati dibawah mikroskop binokuler Olympus BX 51 dan difoto menggunakan kamera digital mikroskop Olympus DP 11 dengan perbesaran 100 x. Foto ditransfer ke komputer, kemudian dilakukan digitasi menggunakan program tpsdig (Bennet & Hoffmann 1998). Digitasi dilakukan terhadap bagian mandibel dan sklerit hipofaring yang keberadaannya konsisten sepanjang stadia larva yaitu mandibel, yang diukur dari ujung kait ke pangkal mandibel (jarak 1--) selanjutnya disebut panjang mandibel, mandibel jarak -4 selanjutnya disebut lebar mandibel, sklerit hipofaring-tentorofaring jarak 6-8 selanjutnya disebut panjang hipofaring dan sklerit hipofaring-tentorofaring jarak 5-7 selanjutnya disebut lebar hipofaring (Gambar 1). Pengukuran nilai konversi dilakukan untuk mendapatkan nilai konversi dari nilai vektor ke ukuran obyek sesungguhnya. Skala mikrometer difoto dengan semua perbesaran yang ada menggunakan kamera digital mikroskop Olympus DP 11 pada mikroskop binokuler Olympus BX 51 dan SZ 11. Hasil foto skala mikrometer ditransfer ke komputer dan dilakukan digitasi menggunakan program tpsdig (Bennet & Hoffmann 1998). Hasil digitasi berupa nilai vektor, selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan berikut untuk mendapatkan ukuran sesungguhnya. Dv = (( X X ) + ( Y ) ) [1] 1 1 Y dimana Dv adalah jarak vektor; X 1, X, Y 1, dan Y adalah absis dan ordinat titiktitik yang diukur (titik 1 dan titik ) Ds (mm) = Dv x / Dp x [] dimana Ds (mm) adalah jarak sesungguhnya obyek yang diukur; Dv jarak vektor; Dp adalah jarak vektor berdasarkan skala mikrometer yang telah diketahui

14 5 1 8 6 7 4 Gambar 1 Mandibel dan sklerit hipofaring larva lalat puru C. connexa yang telah dilakukan digitasi dengan program tpsdig satuannya (mm); x adalah perbesaran (magnifikasi), Dv dan Dp diukur pada perbesaran yang sama. Pendugaan Instar Larva Lalat Puru C. connexa dengan Mengukur Volume Larva. Untuk mengetahui ukuran larva, lebih tepat dilakukan dengan mengukur volume larva daripada panjang dan lebar larva. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan bentuk larva. Larva yang baru keluar dari telur berbentuk oval silindris, dalam perkembangan selanjutnya panjang larva hanya sedikit pertambahannya, sementara volumenya bertambah dengan pesat. Contoh larva C. connexa sebanyak 81 diambil dari freezer dan dicairkan agar tidak beku. Kemudian larva diamati dibawah mikroskop binokuler Olympus SZ 11 dan difoto menggunakan kamera digital mikroskop Olympus DP 11. Foto ditransfer ke komputer, kemudian dilakukan digitasi menggunakan program tpsdig (Bennet & Hoffmann 1998). Digitasi dilakukan

15 terhadap titik-titik yang akan diukur yaitu seperempat permukaan larva pada daerah yang cembung (Gambar A). Larva C. connexa berbentuk oval dan diasumsikan simetris atas- bawah sehingga hasil digitasi seperempat larva ini (Gambar B) kemudian dirotasikan ke sumbu X untuk memperoleh setengah volume larva (Gambar C). Larva C. connexa juga simetris kiri dan kanan, sehingga untuk mendapatkan volume larva penuh, volume setengah larva hasil rotasi kemudian dikalikan dua. 6 4 5 1 7 (a) Y 50 00 y = -0,004x + 6,1776x - 69, R = 0,9997 150 100 50 (b) (c) (c) 0 0 00 400 600 800 1000 100 1400 X Gambar Pengukuran volume larva: (a) larva C. connexa yang telah didigitasi dengan program tpsdig, (b) posisi titik-titik digitasi, dan (c) hasil digitasi dirotasikan ke sumbu X sehingga diperoleh volume setengah larva

16 Hasil digitasi dengan tpsdig dibuka dalam program Microsoft Excell sehingga diperoleh ordinat dan absis titik-titik tersebut. Titik-titik koordinat ini kemudian dibuat grafik polinomial sehingga diperoleh persamaan kuadrat y = ax + bx + c dan nilai a,b, dan c diketahui. Kemudian, persamaan kuadrat y dikuadratkan menjadi y = (ax + bx + c) dan dimasukkan persamaan untuk mendapatkan setengah volume larva yaitu: x5 4 ( a x + abx + ( ac + b) x + bcx c ) V 1 = π + x1 Volume yang diperoleh dimasukkan ke persamaan volume (persamaan dan 4) untuk mendapatkan volume yang sebenarnya. V (mm ) = Vv x / Vp x [] dimana V (mm ) adalah volume sesungguhnya obyek yang diukur; Vv adalah volume berdasarkan skala mikrometer yang telah diketahui satuannya (mm ); x adalah perbesaran (magnifikasi); Vv dan Vp diukur pada perbesaran yang sama. V (µl) = V (mm ) [4] dimana V (µl) adalah volume sesungguhnya dalam µl. Data hasil pengukuran mandibel, hipofaring, dan volume larva ditampilkan dalam bentuk histogram distribusi frekuensi dalam selang kelas tertentu sehingga diperoleh pengelompokan ukuran dengan puncak puncak yang nyata dan terpisah satu dengan lainnya yang menandakan pergantian instar. Distribusi frekuensi hasil pengukuran diasumsikan terdistribusi normal dan membentuk puncak-puncak, setiap puncak mewakili satu instar (Godin et al. 00). dx Pengamatan Keterkaitan antara Perkembangan Puru dengan Perkembangan Larva. Contoh puru dari lapangan sebanyak 405 puru diukur diameter dan panjangnya. Puru dibedah di bawah mikroskop dan dihitung jumlah larva atau pupa yang ada di dalamnya menurut umur masing-masing puru. Data perkembangan puru ditampilkan dalam bentuk histogram umur puru dengan diameter dan panjang puru. Keterkaitan antara ukuran puru dengan

jumlah larva dianalisis dengan analisis korelasi menggunakan program Statistica for Windows 6.0 (StatSoft 1995). 17 Pengamatan Lama Hidup dan Keperidian Lalat Puru C. connexa di Lapangan. Tumbuhan kirinyuh di lapangan dibersihkan dari semua serangga yang tidak diinginkan, kemudian ditutup dengan kurungan mika berdiameter 50 cm dan tinggi 70 cm yang diberi jendela dari kain kasa. Kirinyuh yang digunakan adalah tanaman yang mempunyai 7-0 pucuk tanpa telur lalat C. connexa sebelumnya. Bagian dasar kurungan dialasi dengan tatakan pot dan diolesi vaselin untuk menghindari datangnya semut yang dapat menyerang lalat. Satu pasang imago dilepaskan ke dalam kurungan tersebut pada pagi hari, pukul 07.00-08.00. Setelah 4 jam, lalat dikeluarkan dari kurungan dan dipindahkan ke tanaman kirinyuh baru. Lama hidup imago diamati dengan cara mencatat setiap hari lalat jantan atau betina yang mati. Pengamatan produksi telur harian dilakukan dengan mengambil pucukpucuk yang sudah diinfestasi telur setiap hari, dibawa ke laboratorium untuk diamati di bawah mikroskop dan dihitung jumlah telurnya. Prosedur ini dilakukan terus menerus sampai imago mati. Keperidian dihitung dengan menjumlahkan semua telur yang dihasilkan oleh satu imago betina sejak imago tersebut muncul sampai mati. Periode sejak imago betina muncul hingga pertama kali menghasilkan telur disebut periode praoviposisi. Periode pasca oviposisi adalah periode sejak imago betina tidak lagi mengeluarkan telur hingga imago betina tersebut mati. Penelitian dilakukan dengan ulangan/kurungan jadi total 7 ulangan. Data keperidian dilaporkan secara deskriptif dan dalam bentuk tabel serta grafik jumlah telur harian. Uji Kisaran Inang Lalat Puru C. connexa Tiga tanaman yang diduga potensial sebagai tanaman inang dari hasil uji kekhususan inang yang dilakukan oleh Balai Penelitian Kelapa Sawit (BPKS) Marihat, Medan (Sipayung & Chenon 1995), yaitu babadotan (Ageratum

18 conyzoides), daun tanah (Austroeupatorium inulifolium) dan babanjaran (Clibadium surinamense) ditetapkan sebagai tanaman uji serta tanaman kirinyuh sebagai kontrol (Tabel 1). Tanaman kirinyuh dan babadotan diperoleh dari sekitar lahan percobaan di kampus IPB Darmaga, daun tanah diperoleh dari Gunung Bunder, dan babanjaran diperoleh dari Desa Setu Kecamatan Jasinga, Bogor. Identifikasi tanaman uji dilakukan di Biotrop, Bogor. Tanaman kirinyuh, daun tanah dan babanjaran diperbanyak dengan stek batang, sedangkan babadotan ditanam dari anakan yang diperoleh dari lapangan. Masing-masing tanaman ditanam dalam polybag berdiameter 5 cm. Setelah tumbuh, tanaman dipangkas untuk mendapatkan tajuk dengan tunas yang banyak. Sebelum perlakuan semua tanaman uji dibersihkan dari serangga dan organisme lain. Masing-masing tanaman uji dan kontrol yang telah bersih dari serangga dimasukkan dalam kurungan (satu kurungan satu jenis tanaman uji). Untuk satu kali perlakuan digunakan masing-masing 50 pucuk tanaman. Semua pucuk ditandai untuk memudahkan penghitungan dan pengamatan selanjutnya. Kemudian, 15 pasang imago C. connexa dilepaskan ke dalam masing-masing kurungan. Setelah 7 jam, lalat dikeluarkan kembali dari kurungan. Percobaan ini diulang kali. Pengamatan tingkat infestasi lalat C. connexa dilakukan dengan menghitung jumlah pucuk terinfestasi per total pucuk. Pucuk terinfestasi ditandai dengan adanya bintik coklat pada jaringan pucuk yang daunnya belum Tabel 1 Tiga spesies tanaman yang digunakan sebagai tanaman uji dan kontrol pada uji kisaran inang No. Spesies tanaman Latin Umum Famili Status tanaman 1 Chromolaena odorata (Kontrol) Kirinyuh Asteraceae Gulma Ageratum conyzoides Babadotan Asteraceae Gulma Austroeupatorium inulifolium Daun tanah Asteraceae Gulma 4 Clibadium surinamense Babanjaran Asteraceae Gulma

19 membuka. Data tingkat infestasi dianalisis sidik ragam, dan jika berbeda nyata diuji lebih lanjut dengan uji BNT menggunakan program Statistix for Windows Release 8 (Statistix 00). Pengamatan jumlah telur per pucuk dilakukan dengan mengambil contoh pucuk sebanyak tiga pucuk dari setiap tanaman yang diuji dan dibedah di bawah mikroskop. Data jumlah telur/pucuk dianalisis sidik ragam, dan jika berbeda nyata diuji lebih lanjut dengan uji BNT menggunakan program Statistix for Windows Release 8 (Statistix 00). Pengamatan perkembangan larva dan kemampuan hidup lalat pada tanaman inang yang diuji diamati dengan mengambil tiga contoh pucuk atau puru dari setiap tanaman uji per minggu selama 1 minggu, kemudian dibedah di bawah mikroskop dan diamati jumlah telur, larva, atau pupa yang ada. Data hasil pengamatan ditampilkan dalam bentuk grafik. Pengamatan perkembangan puru dilakukan dengan mengambil tiga contoh puru dari setiap tanaman uji per minggu, kemudian diukur diameter dan panjangnya. Data hasil pengamatan ditampilkan dalam bentuk grafik.