IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Produksi Kayu Bulat oleh Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Menurut Jenis Kayu, Lampiran 2. System pengeringan kayu Meranti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

Analisa dan Sintesa Bunyi Dawai Pada Gitar Semi-Akustik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

Getaran, Gelombang dan Bunyi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

SOAL BABAK PENYISIHAN OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

9/17/ KALOR 1

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon Meranti

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SKRIPSI OLEH: F

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUKURAN KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT. Krisman, Defrianto, Debora M Sinaga ABSTRACT

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap III Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMP

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Transmisi Bunyi di Dalam Pipa

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH PANJANG PIPA, POSISI STACK DAN INPUT FREKWENSI ACOUSTIC DRIVER/AUDIO SPEAKER PADA RANCANG BANGUN SISTEM REFRIGERASI THERMOAKUSTIK

Copyright all right reserved

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

Dibuat oleh invir.com, dibikin pdf oleh

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

Fisika Dasar I (FI-321)

Disusun Oleh : REZA HIDAYATULLAH Pembimbing : Dedy Zulhidayat Noor, ST, MT, Ph.D.

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

D. 80,28 cm² E. 80,80cm²

SNMPTN 2011 FISIKA. Kode Soal Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini.

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

GELOMBANG MEKANIK. (Rumus)

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

LATIHAN UJIAN NASIONAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Pernyataan yang benar untuk jumlah kalor yang diserap menyebabkan perubahan suhu suatu benda adalah... a. b. c. d.

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal ini maka akan lebih mudah menentukan perlakuan pengeringan yang akan diberikan kepada bahan. Perambatan suhu pada bahan akan mempengaruhi kecepatan, energi, lama pengeringan serta kerusakan serat setelah pengeringan (Mohsenin,1980). Pada penelitian ini kayu meranti yang digunakan untuk pengeringan memiliki konduktivitas panas sebesar 0,15314 W/mK. Nilai itu menunjukkan bahwa kayu meranti dapat menyalurkan panas sejumlah 0,15314 W pada permukaan seluas 1m 2 sejauh 1m dengan perbedaan suhu 1 K. Menurut Tiwari (1998) bahan kayu memiliki rata-rata konduktivitas panas 0,04-0,166 W/mK, dengan nilai tersebut maka kayu meranti tergolong lebih baik menyalurkan panas dari kayu lainnya. Menurut hasil pengukuran panas jenis dengan menggunakan kalorimeter plastik maka didapat panas jenis kayu meranti yang digunakan pada penelitian ini sebesar 1321,164 J/kg K dengan berat jenis 0,803 kg/m 3. Dengan adanya ketiga data diatas maka difusivitas panas kayu meranti sebesar 7,259 x 10-8 m 2 /s. Perhitungan thermal properties ini dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil pengukuran dan perhitungan karakteristik panas kayu ini akan digunakan sebagai parameter spesifik untuk penghitungan pindah panas dalam alat pengering. B. Karakteristik Pengering 1. Suhu Tiwari (1997) mengatakan bahwa suhu memberikan pengaruh secara langsung pada fisiologi dasar bahan yang dikeringkan, hal itu mencakup respirasi, perubahan serat serta warna. Pada sistem pengeringan oven, suhu dapat diatur dengan sistem pemanas otomatis yang akan mengontrol temperatur di dalam oven selama pengeringan, sedangkan pada pengeringan matahari suhu ruangan sangat tergantung dengan intensitas cahaya matahari di siang hari. 37

Pada penelitian ini peningkatan suhu diakibatkan oleh aliran udara panas berasal dari pemanas oven, lalu dialirkan oleh kipas kedalam oven. Panas yang dialirkan tersebut digunakan untuk mengeringkan kayu yang akan dikeringkan. Pengukuran suhu sistem pengering dilakukan pada 24 titik, yang mencakup empat posisi pendistribusian suhu pada sistem pengeringan yaitu suhu lingkungan, suhu ruang pengering, suhu permukaan kayu serta suhu dalam kayu. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, permukaan serta suhu dalam bahan pada percobaan dapat dilihat pada gambar 13. T Lingkungan T Pengering T Permukaan Bahan T Dalam Bahan Suhu (C) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Matahari Perlakuan Suhu Gambar 13. Grafik perbandingan suhu pada berbagai perlakuan suhu percobaan. Profil suhu lingkungan dan ruang pengering menunjukkan bahwa pada setiap percobaan, suhu ruang pengering selalu lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan. Hal ini terjadi karena pengering oven terisolasi dari lingkungan sehingga suhu di dalam oven tidak mempengaruhi suhu lingkungan. Selain itu dapat dilihat bahwa suhu permukaan bahan juga cenderung sedikit lebih rendah dari suhu pengeringan, hal ini diakibatkan oleh perbedaan konduktivitas panas antara kayu dan udara. Suhu yang dikeluarkan pengering mengalami reduksi saat mencapai permukaan bahan karena terjadi konveksi oleh udara, lalu panas yang ditarima permukaan bahan dikonduksikan ke seluruh bagian bahan sehingga juga terjadi reduksi suhu. Pada pengeringan menggunakan oven, suhu lingkungan relatif stabil 38

di setiap waktu, berkisar antara 30-33 C, sedangkan pada pengeringan matahari suhu lingkungan berubah-ubah mengikuti intensitas cahaya matahari. Pada pagi hari suhu lingkungan berkisar antara 22 C lalu meningkat hingga mencapai 38 C pada tengah hari dan kembali turun ke 27 C pada sore hari. 2. Kelembaban (RH) Selain suhu dan intensitas cahaya matahari, kelembaban juga merupakan elemen yang penting dalam proses pengeringan. Kelembaban merupakan rasio uap air dalam 1 kg udara. Kelembaban dalam bangunan pengering dipengaruhi parameter iklim luar seperti kelembaban, suhu udara dan intensitas matahari (Tiwari, 1997). Kelembaban udara dalam oven relatif stabil karena udara di dalam ruangan pengering terisolir dari lingkungan, sedangkan pada pengeringan matahari kelembaban udara dalam bangunan pengering sangat bergantung pada keadaan lingkungan luar dan intensitas cahaya matahari. Perbandingan kelembaban pada tiap percobaan dapat dilihat pada gambar 15. 30 50 70 90 Matahari RH (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 0 3 6 9 12 Waktu (Jam) Gambar 14. Grafik perbandingan kelembaban hasil pengukuran pada berbagai percobaan. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kondisi kelembaban tiap percobaan relatif stabil. Kelembaban udara pengering pada percobaan menggunakan suhu 30 C berkisar antara 75-80 %. pengeringan 50 C berkisar antara 61-70 %, pengeringan 70 C berkisar antara 40-52 % dan 39

pengeringan 90 C berkisar antara 32-35 %. Dari data tersebut maka didapat hubungan semakin tinggi suhu maka RH akan semakin rendah atau suhu berbanding terbalik dengan RH. Tingginya kelembaban udara sangat mempengaruhi kadar air dalam pengeringan. Air yang terdapat dalam bahan yang dikeringkan akan terus menurun hingga air yang terkandung dalam bahan mendekati kandungan air di udara sehingga mencapai kadar air kesetimbangan. 3. Pindah Panas pada Alat Pengering Soegijanto(1999) menyatakan bahwa bangunan akan mendapatkan perolehan panas dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan sekitarnya, perolehan dan pengeluaran panas dapat terjadi melalui proses pindah panas. Pada pengering oven pindah panas terjadi melalui dua proses pindah panas, yaitu pindah panas konduksi dan konveksi, sedangkan pada pengering matahari pindah panas terjadi melalui tiga proses, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi terjadi pada seluruh bagian bahan, sedangkan konveksi terjadi di dalam bangunan pengering. Pindah panas total meliputi pindah panas dari pemanas ke dalam pengering, pindah panas pada tebal dinding dan pindah panas dari pengering ke udara luar. Tabel 5. Nilai pindah panas pada percobaan Pindah panas Konduksi Konveksi Percobaan Total W/m 2 30 0,38 1,01 118,53 50 0,39 1,39 420,93 70 1,93 1,55 709,94 90 8,11 1,90 1012,75 Matahari 2,60 1,09 443,50 Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan nilai pindah panas yang terjadi pada proses pengeringan. Pada pengering oven pindah panas mulai terjadi dari pemanas oven yang mengalirkan udara panas ke dalam sistem pengeringan melalui kipas blower, lalu udara yang bersuhu tinggi akan masuk ke dalam sistem dan mentransfer panasnya ke dinding, rak dan 40

permukaan kayu yang dikeringkan. Panas yang dikonveksikan ke permukaan bahan diteruskan ke seluruh bagian bahan melalui proses pindah panas konduksi. Dari data diatas dapat dilihat bahwa pindah panas konduksi, konveksi dan pindah panas total terbesar terjadi pada suhu pengeringan 90 C, sedangkan yang terkecil pada pengeringan 30 C. Bila dibandingkan dengan nilai pindah panasnya berkisar pada 50-70 C, nilai pindah panas ini sedikit lebih besar, namun hal ini dapat dijelaskan karena bangunan pengeringan matahari memiliki ukuran yang lebih besar. Sebaran suhu dan perpindahan panas dalam alat pengering dapat dilihat pada gambar berikut. (a) (b) 41

(c) (d) Gambar 15. Pemetaan distribusi suhu pada pengeringan (c) 70 0 C, (d) 90 0 C. (a) 30 0 C, (b) 50 0 C, Seperti apa yang terlihat pada gambar diatas, distribusi suhu dalam pengering oven terlihat tidak seragam, dan sebarannyaa pun beragam. Pada 42

pengeringan 30 C, suhu pengering berkisar antara 34-39,2 C, pengeringan 50 C berkisar antara 43,5-58,5 C, pengeringan 70 C berkisar antara 53-83 C dan pengeringan 90 C berkisar antara 46 92 C. Suhu pengering terlihat tinggi pada sisi kanan dan kiri, sedangkan di bagian tengah sedikit lebih rendah suhunya. Disamping itu gambar diatas juga menunjukkan bahwa sampel yang berada di posisi tengah yang memiliki suhu tertinggi, diikuti sampel sebelah kanan dan sampel paling kiri dengan suhu terrendah. Rendahnya suhu sampel sebelah kanan dikarenakan posisi yang jauh dengan kipas sehingga panas yang diterima tidak terserap dengan baik karena terhalang sampel-sampel didepannya. C. Energi dan Efisiensi Pengeringan Energi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari energi listrik. Kebutuhan energi listrik dihitung berdasarkan daya pemanas dan kipas dikalikan dengan waktu penggunaannya selama pengeringan. Listrik yang digunakan memiliki tegangan 220 Volt, pemanas yang digunakan memiliki daya 1600 watt dan kipas memiliki daya 240 watt. Efisiensi pengeringan dihitung dengan membandingkan energi pengeringan dan energi yang digunakan pada proses pengeringan. Tabel 6. Energi dan efisiensi pengeringan pada tiap percobaan Pengeringan Energi Pengeringan Effisiensi kj % 30 46774 34,8 50 35851 40,1 70 24446 41,0 90 14392 48,3 Dari tabel terlihat bahwa energi paling besar digunakan pada pengeringan 30 C, dan paling kecil pada pengeringan 90 C. Hal ini dikarenakan pengeringan 90 C membutuhkan waktu pengeringan yang jauh lebih singkat dibandingkan pengeringan lainnya, sehingga akumulasi energi yang digunakan lebih sedikit. Bila dilihat efisiensi pengeringannya ternyata dengan pengeringan 90 C menghasilkan pengeringan yang paling efisien dengan efisiensi 48,3 % dan yang paling tidak efisien adalah pengeringan 30 C. Hal ini dikarenakan waktu pengeringan yang lebih singkat serta Rh pengeringan yang berbeda sehingga pengeringan 90 C mengeluarkan air dari bahan dengan lebih efisien. 43

D. Lama dan Laju Penurunan Kadar air Prinsip pengeringan pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mendekati nol atau telah mencapai kadar air kesetimbangannya. Kadar air awal bahan pada penelitian ini berkisar antara 90-100 %, sehingga proses pengeringan perlu mengeluarkan 80% air yang terdapat dalam bahan hingga tercapai kadar air kesetimbangan. Sedangkan pada pengeringan matahari kadar air awal bahan yang akan dikeringkan berkisar 45 50 % basis kering, sehingga perlu mengeluarkan 30 % air yang terkandung dalam bahan menggunakan energi yang didapat dari matahari. Penurunan kadar air bahan dapat dilihat pada gambar 12. 100 80 30 C 50 C 70 C 90 C Matahari Kadar Air (%) 60 40 20 0 0 6 12 18 24 30 36 42 48 Waktu (Jam) Gambar 16. Grafik penurunan kadar air pada berbagai perlakuan suhu. 30 C 50 C 70 C 90 C Matahari Laju Pengeringan (% BK/Jam) 60 50 40 30 20 10 0 0 6 12 18 24 30 36 42 48 Waktu (Jam) Gambar 17. Grafik laju penurunan kadar air pada berbagai perlakuan suhu. 44

Dari gambar diatas dapat dibuat suatu tabel hubungan suhu dan RH dengan lama pengeringan, seperti pada tabel berikut. Tabel 7. Hubungan suhu dan RH pada percobaan Percobaan Suhu RH Lama pengeringan C % Jam 1 30 79,2 21 2 50 66,5 18 3 70 49,3 12 4 90 33,9 6 Matahari 38 82,6 20 hari Dari gambar serta tabel diatas dapat diambil suatu hubungan antara suhu dan RH dengan lama pengeringan yaitu semakin tinggi suhu pengeringan semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar air kesetimbangan, dan semakin rendah RH semakin sedikit pula waktu yang digunakan untuk mencapai kesetimbangan. Dari hubungan diatas dapat disimpulkan suatu hubungan yaitu waktu pengeringan berbanding terbalik dengan suhu pengeringan dan berbanding lurus dengan RH. Hal ini sesuai dengan rumus Kollman (1970) seperti pada persamaan (38). Hal diatas dapat dijelaskan pada waktu yang sama konsentrasi air dalam bahan yang dikeringkan dengan suhu tinggi selalu lebih kecil dari bahan yang dikeringkan dengan suhu rendah, sehingga ikatan air dengan bahan makin kuat, selisih tekanan uap makin kecil akibatnya penguapan yang berlangsung makin sulit. Dari data diatas terdapat perbedaan antara pengeringan oven dan matahari, dimana pengeringan matahari memerlukan waktu 20 hari untuk mencapai kadar air kesetimbangan sedangkan pengeringan oven 30 C hanya perlu 21 jam untuk mencapai kesetimbangan. Hal ini terjadi karena perbedaan ketebalan kayu. Pada pengeringan matahari yang dilakukan oleh team pengeringan kayu menggunakan sampel kayu dengan ketebalan 20 mm sedangkan pada penelitian pengeringan oven ini menggunakan sample 5 mm. Namun bila dimasukkan dalam rumus kollman diatas, hasil nya sesuai. Pada awal pengeringan laju pengeringannya cukup tinggi, karena masih terdapat air yang cukup banyak di permukaan bahan dan setelah itu terjadi laju pengeringan yang semakin lama semakin menurun dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan karena terjadi mekanisme pengeringan difusi, 45

yaitu terjadi pepindahan uap air dari dalam bahan ke permukaan bahan kemudian dari permukaan bahan ke udara bebas. Terjadinya mekanisme diatas karena adanya perbedaan tekanan uap air antara bahan yang dikeringkan dengan udara luar. Menurut Hall (1957), aliran atau migrasi air dari tempat yang bertekanan uap tinggi ke tempat yang bertekanan uap rendah adalah sebanding dengan selisih tekanan uapnya. E. Kadar Air Kesetimbangan Kadar air kesetimbangan bahan sangat bergantung pada suhu dan kelembaban. Hubungan antara suhu, kelembaban, kadar air awal dan akhir bahan dapat dilihat pada tabel. Tabel 8. Hubungan suhu, RH, kadar air awal dan kadar air kesetimbangan pada setiap perlakuan pengeringan. Percobaan Suhu RH KA awal KA setimbang C % % bk % bk 1 30 79,2 88,54 16,93 2 50 66,5 89,46 14,99 3 70 49,3 89,74 12,04 4 90 33,9 90,7 11,21 Matahari 38 82,6 35,69 20,94 Dari tabel diatas dapat diambil suatu perbandingan antara suhu, RH dan kadar air kesetimbangan yaitu semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin rendah kadar air kesetimbangan yang dihasilkan, serta semakin rendah RH maka semakin rendah pula kadar air kesetimbangan yang dihasilkan. Dari perbandingan diatas dapat diambil hubungan antara suhu, RH dan kadar air kesetimbangan yaitu kadar air kesetimbangan berbanding lurus dengan RH tetapi berbanding terbalik dengan temperatur. F. Model Persamaan Kadar Air Keseimbangan Persamaan kadar air keseimbangan diperoleh setelah didapat nilai kadar air kesetimbangan (Me). Sedangkan nilai kadar air keseimbangan dinamis diperoleh berdasarkan penurunan kadar air selama pengeringan. Model persamaan kadar air kesetimbangan yang dikemukakan oleh henderson pada masing-masing suhu dan RH dicari dengan metode kuadrat terkecil. Persamaan model henderson untuk tiap perlakuan berturut-turut 30 C, 50 C, 70 C, 90 C dan pengeringan matahari dapat dilihat pada persamaan. 46

Tabel 9. Persamaan model henderson pada berbagai percobaan. Percobaan Suhu Persamaan (C) 1 30 ( 1 RH ) = exp ( 5,56 * 10-3 t Me 0,016 ) 2 50 ( 1 RH ) = exp ( 4,37 * 10-3 t Me 0,117 ) 3 70 ( 1 RH ) = exp ( 2,42 * 10-3 t Me 0,272 ) 4 90 ( 1 RH ) = exp ( 2,37 * 10-3 t Me 0,088 ) Matahari 38 ( 1 RH ) = exp ( 58,6 * 10-3 t Me 1,278 ) G. Konstanta pengeringan Konstanta pengeringan merupakan paduan unsur-unsur difusifitas dan bentuk benda. Pada penelitian ini nilai K diperoleh dari penurunan kadar air. Nilai K yang didapat pada masing-masing suhu dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 10. Konstanta pengeringan pada berbagai percobaan. Percobaan Suhu (C) Konstanta Pengeringan (Jam -1 ) 1 30 0,1071 2 50 0,1957 3 70 0,2352 4 90 0,2722 Matahari 38 0,0219 Nilai-nilai konstanta pengeringan hanya berlaku bagi model pengeringan lapisan tipis yang digunakan. Tiap-tiap model pengeringan menghasilkan konstanta pengeringan tersendiri. Sebagian peneliti menganggap bahwa konstanta pengeringan merupakan fungsi suhu, kadar air dan kelembaban relatif. H. Analisis Suara Gitar Karena lebih cepat, maka dari kayu hasil pengeringan 90 C dibuat sebuah gitar akustik untuk memperlihatkan pengaruh kayu dan pengeringan yang dilakukan pada kualitas suara gitar yang dibuat pada kayu hasil pengeringan tersebut. Pembuatan gitar dilakukan dengan menggunakan alat pertukangan sederhana sesuai dengan buku panduan pembuatan gitar yang dibuat Jim Williams dengan bantuan buruh tukang selama tujuh hari. Setelah gitar selesai dibuat dan dikeringkan lalu dipasangkan senar sesuai dengan aturan pemasangan senar gitar, yaitu senar nylon E pada posisi senar 1, senar nylon B pada posisi senar 2, senar nylon G pada posisi senar 3, senar kawat lilit D pada posisi senar 4, senar kawat 47

lilit A pada posisi senar 5 dan senar kawat lilit E pada posisi senar 6. Nomor hitung senar dimulai dari posisi paling bawah sebagai nomor 1 dan posisi paling atas sebagai posisi nomor 6. Gambar 18. Gitar hasil pengeringan 90 0 C Setelah tahap pemasangan senar maka dilakukan perekaman suara gitar pada nada C, G dan F lalu dibandingkan dengan hasil perekaman nada yang sama pada gitar standar pabrik gitar Yamaha tipe CG-101a dengan menggunakan microphone dan software visualisasi suara Audacity 1.3. Nada hasil perekaman suara gitar dianalisis dengan software Audacity 1.3 untuk membandingkan lamanya suara dan amplitudo dari gelombang suara digital kedua jenis gitar dengan asumsi bentuk badan gitar diabaikan. 1. Durasi nada Kualitas suara gitar akustik dapat dilihat dari berbagai hal, yaitu frekuensi nada, ketepatan nada, amplitudo nada serta durasi gelombang suara. Namun untuk melihat kualitas suara yang dihasilkan dari kayu gitar maka kualitas gitar dilihat dari segi amplitudo dan durasi gelombang suara, walaupun geometri badan gitar dapat diabaikan. 48

Gitar yang baik adalah gitar yang memiliki durasi nada yang panjang. Para pemain gitar klasik memerlukan getaran suara yang lama agar terjadi kesinambungan dalam permainan gitar yang mereka mainkan. Artinya jenis suara yang diinginkan adalah nada yang dipetik masih bergema ketika nada yang lain akan dipetik, sehingga suara gitar yang dimainkan lebih ramai dan hidup. Perbandingan durasi nada kedua gitar dapat dilihat pada gambar. Garis horizontal ke kanan melambangkan waktu dan vertikal ke atas menggambarkan amplitudo gelombang. Gambar 19. Perbandingan durasi nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada C (123 Hz) 49

Gambar 20. Perbandingan durasi nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada F (87,3 Hz) Gambar 21. Perbandingan durasi nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada G (196 Hz) 50

Durasi Nada (detik) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Penelitian Yamaha G Nada C Uji F Gambar 22. Grafik perbandingan durasi nada gitar hasil pengeringan dan Yamaha Dari grafik perbandingan diatas terlihat bahwa durasi nada gitar penelitian selalu lebih tinggi dari durasi nada gitar standar pabrik Yamaha. Disamping itu gitar hasil penelitian lebih stabil pada berbagai frekuensi suara dibandingkan gitar yamaha yang lebih baik dalam frekuensi tinggi dan rendah tetapi kurang baik dalam frekuensi sedang. Dari perbandingan ini maka gitar hasil pengeringan 90 C tergolong baik. 2. Amplitudo Suara pada alat musik gitar dihasilkan dari getaran senar yang menggetarkan udara disekitarnya sehingga kayu gitar ikut bergetar. Getaran yang diterima oleh kayu gitar dirambatkan ke seluruh bagian kayu. Getaran yang merambat ini menyebabkan tekanan pada udara sekitarnya, namun lebih besar dari getaran awal senar gitar. Tekanan inilah yang dibaca oleh microphone yang lalu dikonversi ke sinyal digital oleh amplifier dan disimpan dalam media komputer. Suara gitar yang diharapkan oleh pemain gitar klasik adalah suara yang bulat dan natural. Suara dengan jenis ini akan dapat dihaslkan jika kayu yang digunakan oleh gitar dapat bergetar dengan bebas dan merambat dengan merata ke seluruh bagian. Apabila syarat tersebut terpenuhi maka akan terbentuk gelombang suara dengan amplitudo yang tinggi sehingga terjadilah suara natural seperti yang diinginkan. Gelombang suara yang dijadikan sampel perbandingan adalah gelombang suara pada saat 0,5 detik setelah dipetik selama 0,01 detik sesuai dengan standar penelitian yang dilakukan Samo Sali (1999). Perbandingan nada dapat dilihat pada gambar. Garis horizontal menunjukkan waktu dan garis vertikal menunjukkan amplitudo. 51

Gambar 23. Perbandingan amplitudo nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada C (123 Hz). Gambar 24. Perbandingan amplitudo nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada G (196 Hz) 52

Gambar 25. Perbandingan amplitudo nada gitar 90 C (atas) dan gitar standar Yamaha (bawah) pada nada F (87,3 Hz) Dari grafik perbandinga an diatas dapat dibuat suatu tabel perbandingann amplitudo gelombang antara gitar penelitian dan gitar standar pabrik Yamaha seperti berikut. 1,5 Penelitian Yamaha 1 0,5 0 F C G Gambar 26. Grafik perbandingan amplitudo Yamaha pada nada F, C dan G. gitar hasil penelitian dan gitar Dari grafik perbandingan diatas dapat dilihat bahwa amplitudo gelombang suara gitar penelitian lebih tinggi daripada gitar standar pabrik Yamahaa pada nada C (123 Hz) tetapi lebih rendah pada nada F (87,3 Hz) dan G (196 Hz). Dari 53

perbandingan itu maka gitar penelitian tergolong baik dalam menghasilkan nada natural pada frekuensi menengah, tetapi tidak terlalu baik dalam menghasilkan nada frekuensi tinggi dan rendah. Hal ini sesuai dengan karakteristik suara pada tabel 1 yang menunjukkan bahwa kayu meranti baik pada nada sedang dan tidak terlalu baik pada nada bass dan treble. G. Analisa Statistik Penelitian Dari hasil pengolahan data penelitian rak diperoleh analisa keragaman perbandingan penurunan kadar air sampel di ketiga rak. Dengan adanya analisa ini maka akan diuji apakah penurunan kadar air di setiap rak bernilai sama atau berbeda. Perbandingan itu dilihat dari p-value dari tiap pengujian. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: H 0 = Rata-rata dari tiga level sama H 1 = Rata-rata dari tiga level tidak sama 1. Percobaan 1 Tabel 11. Analisis varians penurunan kadar air di tiga rak pada pengeringan 30 0 C Sumber keragaman Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F Hitung p-value Perlakuan 6,489 2 3,244 0,151 0,861 Galat 451,729 21 21,511 Total 458,218 23 2. Percobaan 2 Tabel 12. Uji DMRT kadar air di tiga rak pada pengeringan 30 0 C Rak N Subset untuk α = 0.05 rak1 8 60,2211 rak3 8 61,1912 rak2 8 61,4209 p-value 0,631 Tabel 13. Analisis varians penurunan kadar air di tiga rak pada pengeringan 50 0 C Sumber keragaman Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F Hitung p-value Perlakuan 7,643 2 3,822 0,557 0,581 Galat 144,108 21 6,862 Total 151,751 23 54

Tabel 14. Uji DMRT kadar air di tiga rak pada pengeringan 50 0 C Rak N Subset untuk α = 0.05 rak1 8 73,6305 rak3 8 74,8114 rak2 8 74,8432 p-value 0,392 3. Percobaan 3 Tabel 15. Analisis varians penurunan kadar air di tiga rak pada pengeringan 70 0 C Sumber keragaman Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F Hitung p-value Perlakuan 116,484 2 58,242 7,333 0,672 Galat 166,799 21 7,943 Total 283,283 23 Tabel 16. Uji DMRT kadar air di tiga rak pada pengeringan 70 0 C Rak N Subset untuk α= 0.05 rak1 8 79,7049 rak3 8 79,8991 rak2 8 79,6723 p-value 0,892 4. Percobaan 4 Tabel 17. Analisis varians penurunan kadar air di tiga rak pada pengeringan 90 0 C Sumber keragaman Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F Hitung p-value Perlakuan 7,870 2 3,935 0,720 0,498 Galat 114,797 21 5,467 Total 122,667 23 55

Tabel 18. Uji DMRT kadar air di tiga rak pada pengeringan 90 0 C Rak N Subset untuk α= 0.05 rak1 8 84,6336 rak3 8 84,9369 rak2 8 85,9713 p-value 0,292 Dari hasil analisis varians pada keempat percobaan didapat p-value masingmasing percobaan sebesar 0,861, 0,581, 0,672; 0,498 dan nilai ini lebih besar dari α= 5% maka H 0 tidak ditolak, artinya penurunan kadar air rata-rata di tiga rak sama. Berdasarkan uji lanjut DMRT keempat percobaan memiliki p-value masingmasing sebesar 0,631; 0,392; 0,892 dan 0,292. Nilai p-value ini lebih besar dari α= 5%. Disamping itu keempat percobaan memiliki subset yang sama pada α= 5% sehingga dapat disimpulkan pada tiap percobaan terjadi penurunan kadar air yang sama pada rak 1, rak 2 dan rak 3 pada pengering oven. 56