BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori penetapan tujuan atau goal-setting theory awalnya dikemukakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KOTA BANJAR TAHUN 2012

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

Bupati Garut P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 382 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR : 0 /TAHUH 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

BAB I PENDAHULUAN. menilai kinerja (Mardiasmo,2009,h.121). program sampai dengan tahun berjalan dengan sasaran (target) kinerja 5 (lima)

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I P E N D A H U L U A N

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASANN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

Dalam upaya memberi pertanggungjawaban terhadap tingkat

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP-SKPD) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN PANDEGLANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN UANG PERSEDIAAN TAHUN ANGGARAN 2012 BUPATI MALANG,

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan masyarakat, tidak dipergunakan untuk kepentingan masingmasing

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

INSPEKTORAT KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

Pemerintah Kota Pagar Alam Jalan Laskar Wanita Mentarjo Komplek Perkantoran Gunung Gare

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Dalam Modul Pembentukan Auditor Ahli yang berjudul Akuntabilitas

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

2016, No Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN UANG PERSEDIAAN TAHUN ANGGARAN 2016 BUPATI MALANG,

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012 KATA PENGANTAR

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

WALIKOTA SUKABUMI PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG :

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAMBI

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 26 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 542 TAHUN 2008 TENTANG

Rencana Kinerja Tahunan (RKT) INSPEKTORAT KABUPATEN MALANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2017

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang

Rencana Kerja Tahunan (RKT) INSPEKTORAT KABUPATEN MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA BATU

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

BERITA NEGARA. KEPOLISIAN. LAKIP. Penyusunan. Laporan.

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

Rencana Strategis BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) SKPD Menurut SK LAN No. 239/IX/6/8/2003 tahun 2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), LAKIP merupakan dokumen yang berisi gambaran perwujudan AKIP yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga. Setiap instansi pemerintah berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun dan menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. Pelaporan kinerja ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah dalam suatu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Instansi pemerintah yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Pelaporan kinerja oleh instansi pemerintah ini kemudian dituangkan dalam dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP dapat dikategorikan sebagai laporan rutin, karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali. Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut perlu diatur prinsip-prinsip dalam penyusunan LAKIP agar LAKIP yang disusun tersebut berkualitas, sehingga dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada para stakeholders/pemangku 11

12 kepentingan terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut LAN dan BPKP (2000) LAKIP yang berkualitas harus memenuhi prinsip-prinsip laporan yang baik yaitu sebagai berikut: a. Relevance (relevan) Relevance atau relevan berhubungan dengan tujuan dari suatu organisasi dan tergantung dari kegunaan dari informasi itu. Jadi relevan adalah kriteria yang mendasar yang menentukan kegunaan dari property informasi lain. Sebagai contoh, informasi yang berhubungan dengan produksi untuk bulan ini mungkin sangat relevan bagi manajer produksi yang berkepentingan mengejar target produksi. b. Accuracy/reliability (akurat dan handal) Informasi yang bebas dari kesalahan dan tepat dapat dikatakan akurat. Informasi akan lebih berguna bagi para manajer jika akurat dan ini adalah kualitas dari informasi itu. Akurasi dapat terjadi pada waktu pengukuran maupun pengolahan data. Akurasi ini dapat ditingkatkan melalui kehatihatian dalam memperoleh dan memproses data dan menyampaikannya kepada pengguna informasi. Pengendalian dan ukuran-ukuran keamanan data yang terbangun dalam system informasi sangat diyakini sebagai cara yang efektif untuk memperoleh keakuratan informasi c. Consistency/comparability (konsisten/dapat diperbandingkan) Laporan dapat memberikan konsistensi dan gambaran keadaan masa yang dilaporkan dibandingkan dengan periode-periode lain. d. Verifiability/ traceability (verifikasi/ditelusuri) Data capaian kinerja berupa capaian indikator kinerja input, output dan outcome pada tingkat kegiatan dan sasaran yang disajikan pada LAKIP harus dapat diuji kebenarannya melalui verifikasi dan penelusuran terhadap dokumen sumber capaian kinerja untuk masing-masing indicator. e. Timeliness (Tepat Waktu) Tepat waktu biasanya mempunyai keterkaitan dengan dua hal penting, yaitu frekuensi dan penangguhan. Frekuensi menunjukkan seberapa sering informasi dikinikan (update) dan diukur sebagai interval waktu antara dua laporan yang berisi informasi sejenis. Penangguhan, yaitu panjangnya waktu yang habis (expire) dari saat selesai suatu kejadian sampai informasi ke tangan pengguna. Makin lama waktu yang habis itu, sudah tentu makin berkurang kegunaannya bagi pengguna. Karena bagi pengguna informasi yang akan mengambil keputusan dengan informasi itu juga akan didesak oleh keterbatasan waktu. Dengan demikian, response time (waktu tanggapan) dari pengguna sangat diandalkan dalam melihat apakah informasi itu masih berguna atau tidak.

13 Sehingga dapat disimpulkan semakin terlambat informasi semakin kecil kegunaan dan nilainya bagi pengguna. f. Understandability (dapat dimengerti) Laporan harus disajikan dapat dimengerti g. Prinsip lingkup pertanggungjawaban. Hal-hal yang dilaporkan harus proporsional dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dan memuat baik mengenai kegagalan maupun keberhasilan. h. Prinsip prioritas. Yang dilaporkan adalah hal-hal yang renting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk upaya-upaya tindak lanjutnya. i. Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar daripada biaya penyusunannya, dan laporan harus mempunyai manfaat bagi peningkatan pencapaian kinerja. j. Mengikuti standar laporan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. 2.1.2. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006). Anggaran Berbasis Kinerja pada pemerintah daerah pertama sekali digulirkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang berisi panduan untuk membuat anggaran kinerja, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan pelaksanaan anggaran. Regulasi ini kemudian disempurnakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan terakhir dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005.

14 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, maka penyusunan APBD dilakukan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan di dalam dokumen perencanaan. Dengan demikian tercipta sinergi dan rasionalitas yang tinggi dengan mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan. Penganggaran berbasis kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas atau kegiatan. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan terukur juga penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif. Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan

15 sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006). Indikator kinerja yang ditetapkan dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja meliputi masukan (input), keluaran (output) dan (outcome). Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu organisasi dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategik yang telah ditetapkan. Keluaran (output) adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator

16 keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau non fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran organisasi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap organisasi perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu kegiatan. 2.1.3. Pertanggungjawaban Belanja Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Belanja merupakan kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja digunakan untuk membiayai pembangunan daerah berupa pembangunan fisik dan non fisik.

17 Mekanisme pengeluaran belanja terjadi melalui penatausahaan keuangan daerah. Lingkup penatausahaan keuangan yang dilaksanakan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) meliputi penerbitan diantaranya pengujian Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) baik Uang Persediaan (UP), Ganti Uang (GU), Tambahan Uang (TU) maupun Langsung (LS), kemudian Bendahara Umum Daerah (BUD) pada Pemerintah Daerah mengeluarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D UP/GU/TU/LS) sehingga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berupa Dinas, Badan atau Kantor dapat melaksanakan kegiatan dan programnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Mekanisme pembayaran melalui sistem : 1. Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja yang bersifat pengisian kembali (revolving) yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. 2. Ganti Uang (GU) adalah permintaan pengganti uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran Iangsung. 3. Tambahan Uang (TU) adalah permintaan tambahan uang persediaan guna melaksanakan kegiatan SKPD yang bersifat mendesak dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran Iangsung. 4. Langsung (LS) adalah permintaan pembayaran Iangsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan pembayaran gaji. Mekanisme pembayaran melalui sistem uang persediaan (UP), Ganti Uang (GU), Tambahan Uang (TU) maupun Langsung (LS) tersebut harus didukung

18 oleh pertanggungjawaban belanja yang memenuhi prinsip-prinsip dokumen belanja yang lengkap dan sah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Pasal 132 ayat (1), (2) dan (3) jelasjelas disebutkan sebagai berikut: 1. Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. 2. Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud. 3. Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah. 2.1.4. Audit Intern Audit intern berupa pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Menurut Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern yaitu Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas intern tersebut terdiri dari : a. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah. b. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu;

19 c. Pengujian terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu dari unit/satuan kerja; d. Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme; e. Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan; dan f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pemerintahan desa. Salah satu bentuk pengawasan yaitu penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan dapat dilakukan melalui evaluasi LAKIP Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Menurut Peraturan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Instansi Pemerintah, sistem manajemen pemerintahan yang berfokus pada peningkatan akuntabilitas dan sekaligus peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil (outcome), penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan merupakan bagian dari sistem manajemen yang dimaksud tersebut. Sistem AKIP diimplementasikan secara self assesment oleh masingmasing instansi pemerintah, ini berarti instansi pemerintah secara mandiri merencanakan, melaksanakan, mengukur dan memantau kinerja serta melaporkannya kepada instansi yang lebih tinggi. Pelaksanaan sistem dengan mekanisme semacam itu, memerlukan evaluasi dari pihak yang lebih independen agar diperoleh umpan balik yang obyektif untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja instansi pemerintah. Evaluasi oleh pihak yang lebih independen menurut

20 Peraturan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 25 Tahun 2012 tersebut terhadap akuntabilitas kinerja unit kerja di lingkungan kabupaten/kota dilaksanakan oleh Badan Pengawas Daerah Kabupaten/Kota atau Inspektorat Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, terdiri atas evaluasi penerapan komponen manajemen kinerja (Sistem AKIP) yang meliputi: perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja internal dan pencapaian kinerja yaitu pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Pelaporan kinerja merupakan salah satu bagian dari evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang dimaksud pada penelitian ini yang dituangkan dalam LAKIP SKPD. Evaluasi pelaporan kinerja ini telah memenuhi prinsip pelaporan yang memenuhi peraturan perundang-undangan mencakup : 1. Pemenuhan pelaporan yang mencakup LAKIP telah disusun, LAKIP telah disampaikan tepat waktu, dan Lakip menyajikan informasi mengenai pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU). 2. Penyajian informasi kinerja yang mencakup LAKIP menyajikan informasi pencapaian sasaran yang bersifat outcome, Lakip menyajikan informasi kinerja yang diperjanjikan, LAKIP menyajikan evaluasi dan analisis capaian kinerja, LAKIP menyajikan pembandingan data kinerja yang memadai antara realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya dan pembandingan lain yang diperlukan LAKIP menyajikan informasi keuangan yang terkait dengan pencapaian kinerja, Informasi kinerja dalam LAKIP dapat diandalkan 3. Pemanfaatan informasi kinerja yang mencakup Informasi yang disajikan telah digunakan dalam perbaikan perencanaan, Informasi yang disajikan telah

21 digunakan untuk menilai dan memperbaiki pelaksanaan program dan kegiatan organisasi, Informasi yang disajikan telah digunakan untuk peningkatan kinerja, dan Informasi yang disajikan telah digunakan untuk penilaian kinerja. 2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu Kualitas LAKIP mempunyai posisi yang strategis dalam rangka menjawab semangat reformasi keuangan negara yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara agar berakuntabilitas sebagai bagian dari terwujudnya pelaksanaan good governance (pemerintahan yang baik). Berakuntabilitas berarti mempertanggungjawabkan seluruh hasil penyelenggaraan pemerintahan dan hasil pembangunan Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut perlu diatur prinsip-prinsip dalam penyusunan LAKIP agar LAKIP yang disusun tersebut berkualitas, sehingga dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada para stakeholders/pemangku kepentingan terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan. Penelitian tentang Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, Pertanggungjawaban Belanja dan Audit Internal terhadap Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah (LAKIP) SKPD belum pernah dilakukan atau merupakan ide sendiri peneliti. Penelitian ini merupakan pertama sekali, peneliti telah melakukan searching/pencarian di internet, tidak ditemukan tesis, jurnal dan artikel terkait dengan judul yang diangkat peneliti, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian.