24 Media Bina Ilmiah ISSN No

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU KERUING - SENGON. Oleh : Lorentius Harsi Suryawan & F. Eddy Poerwodihardjo

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

BAB I PENDAHULUAN. hutan semakin hari semakin berkurang. Untuk mengurangi ketergantungan akan

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN. vii

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GERGAJI KAYU JATI TERHADAP KUAT TEKAN KUAT LEKAT DAN ABSORFSI PADA MORTAR SEMEN. Oleh : Dedi Sutrisna, M.Si.

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENGARUH PERBEDAAN JENIS DAN UMUR BAMBU TERHADAP KUALITASNYA SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN KERAJINAN

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

Oleh : Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta Unram

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. dikelompokkan sebagai tanaman berkayu. Bambu tersebar di beberapa belahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di Provinsi

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI

PENGANTAR TENTANG KAYU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan

Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR...

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit,

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu

KAYU LAPIS BAMBU (BAMBOO PLYWOOD) DARI PEMANFAATAN LIMBAH KERAJINAN BILIK BAMBU

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

ISSN No Media Bina Ilmiah 73

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Triaga Ria Sandi 1), Karyadi 2), dan Eko Setyawan 2) 1) ABSTRAK

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI PADA BETON NORMAL

Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGGUNAAN SEKAM PADI DENGAN ANYAMAN BAMBU SEBAGAI PAPAN SEMEN DEKORATIF

FINISHING KAYU KELAPA (Cocos nucifera, L) UNTUK BAHAN INTERIOR RUANGAN

BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BATANG SILINDRIS DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL SEKAM DARI SEKAM PADI

TOLAK AIR DAN PEMBASAHAN. Dalam Kasus Pengawetan Bambu. Disusun Oleh ARIEF PRIBADI ( ) CHURRIYAH U. ( ) DEASY ARISANDI ( )

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PINANG (Areca catechu L. Fiber) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISIS BAHAN CAMPURAN SEMEN GIPSUM

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Papan Partikel. Sorghum (Shorgum bicolour) merupakan salah satu sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S)

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan

KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

24 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 SIFAT FISIKA EMPAT JENIS BAMBU LOKAL DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT oleh Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta UNRAM Abstrak : Bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan, bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan ( Wulandari,2011).Disamping multi fungsi bambu yang tinggi maka terdapat beberapa kelemahan dari bambu antara lain : pengerjaan tidak mudah karena mudah pecah atau retak, mudah terserang serangga perusak kayu sehingga tidak tahan lama (tidak awet), variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya.untuk mengatasi kelemahan dari bambu maka perlu dilakukan analisis fisika kayu untuk mengetahui kekuatan fisika dari bambu untuk memudahkan dalam pengerjaan bambu sesuai dengan manfaatnya dilapangan dan untuk memberikan informasi tentang sifat bahan yang akan digunakan. Beberapa sifat fisika yang perlu diketahui adalah kadar air, kerapatan dan pengembangan penyusutan. Ketiga sifat ini penting diketahui karena merupakan syarat utama sebelum bahan diolah menjadi produk hasil hutan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah observasi dibawah kondisi buatan, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti (Silalahi,2009).. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan (bulan maret sampai bulan mei 2012). Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian UNRAM. Berdasarkan hasil penelitian sifat fisika empat jenis bambu lokal di Kabupaten Sumbawa Barat maka dapat disimpulkan sebagai berikut :(1). Kadar air tertinggi pada bambu tali (11.666%), kerapatan tertinggi pada bambu tutul (0.613 g/cm 3 ) dan pengembangan penyusutan tertinggi pada bambu duri (0.637% dan 0.618%).(2). Semakin tinggi kadar air maka nilai pengembangan dan penyusutan keempat jenis bambu cenderung meningkat. (3). Semakin tinggi kerapatan nila i pengembangan dan penyusutan keempat jenis bambu cenderung menurun. Kata kunci : Sifat fisika, kadar air, kerapatan, pengembangan penyusutan, bambu lokal PENDAHULUAN Bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan, bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan ( Wulandari,2011). Manfaat bambu bagi masyarakat antara lain :sebagai bahan konstruksi ringan, sebagai bahan mebel dan kerajinan, sebagai papan komposit (papan lamina, papan partikel dan papan serat), sebagai bahan baku pembuatan kertas dan lainlain. Disamping multi fungsi bambu yang tinggi maka terdapat beberapa kelemahan dari bambu antara lain : pengerjaan tidak mudah karena mudah pecah atau retak, mudah terserang serangga perusak kayu sehingga tidak tahan lama (tidak awet), variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya. Untuk mengatasi kelemahan dari bambu maka perlu dilakukan analisis fisika kayu untuk mengetahui kekuatan fisika dari bambu untuk memudahkan dalam pengerjaan bambu sesuai dengan manfaatnya dilapangan dan untuk memberikan informasi tentang sifat bahan yang akan digunakan. Beberapa sifat fisika yang perlu diketahui adalah kadar air, kerapatan dan pengembangan penyusutan. Ketiga sifat ini penting diketahui karena merupakan syarat utama sebelum bahan diolah menjadi produk hasil hutan. Dengan mengetahui sifar fisika maka dapat mengatasi adanya cacat akibat retak dan pecah karena pada saat bambu akan dikerjakan bambu harus dalam kondisi kadar air yang rendah dan kerapatan bambu yang tinggi sehingga tidak mengalami perubahan dimensi (kembang susut yang tinggi). Salah satu sentra bambu di Nusa Tenggara Barat adalah kabupaten Sumbawa Barat. Bambu

ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah25 di kabupaten Sumbawa Barat terdapat beberapa jenis antara lain adalah bambu tali (Gigantochloa apus.kurz), bambu tutul (Bambusa vulgaria.schrad), bambu betak (Dendrocalamus latiforus.munro) dan bambu duri (Bambusa blumeana.scult.f). Jenis-jenis bambu tersebut adalah bambu yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat kabupaten Sumbawa Barat sebagai bahan kerajinan dan konstruksi bangunan ringan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian sifat fisika bambu yang terdapat di Kabupaten Sumbawa Barat untuk memberikan informasi tentang sifat fisika tersebut dan membandingkan dengan standar sifat fisika bambu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisika bambu tutul,bambu tali, bambu betak dan bambu duri dan untuk mengetahui hubungan kadar air, kerapatan dan pengembangan penyusutan keempat jenis bambu tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah observasi dibawah kondisi buatan, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti ( Silalahi,2009).. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan (bulan maret sampai bulan mei 2012). Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian UNRAM. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan data sifat fisika empat jenis bambu lokal di kabupaten Sumbawa Barat sebagai berikut : Tabel 1. Nilai empat jenis bambu lokal di Kabupaten Sumbawa Barat Jenis Bambu Sifat Fisika Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Rerata Bambu tutul Kadar air (%) 11.354 11.388 11.051 11.207 11.395 11.397 11.126 11.509 11.397 11.502 113.327 11.333 Kerapatan Normal (g/cm 3 ) 0.566 0.682 0.714 0.552 0.573 0.667 0.710 0.533 0.606 0.526 6.129 0.613 Pengembangan (%) 0.336 0.146 0.247 0.047 0.094 0.147 0.404 0.095 0.096 0.048 1.659 0.166 Penyusutan (%) 0.335 0.146 0.247 0.047 0.094 0.147 0.402 0.095 0.096 0.048 1.655 0.166 Bambu duri Kadar Air (%) 14.754 11.140 10.929 11.042 10.960 11.268 11.052 11.125 11.468 11.015 114.753 11.475 Kerapatan Normal (g/cm3) 0.450 0.439 0.469 0.523 0.404 0.422 0.491 0.455 0.559 0.519 4.732 0.473 Pengembangan (%) 0.046 0.000 4.328 0.962 0.186 0.181 0.063 0.324 0.000 0.277 6.366 0.637 Penyusutan (%) 0.046 0.000 4.148 0.952 0.185 0.181 0.063 0.323 0.000 0.276 6.175 0.618 Bambu tali Kadar air (%) 11.285 11.430 11.722 11.638 11.842 11.748 11.995 11.516 11.701 11.782 116.659 11.666 Kerapatan Normal (g/cm3) 0.370 0.385 0.361 0.352 0.344 0.368 0.326 0.308 0.352 0.307 3.472 0.347 Pengembangan (%) 0.382 0.386 0.913 0.000 0.095 0.000 0.000 0.093 0.289 0.133 2.292 0.229 Penyusutan (%) 0.381 0.385 0.905 0.000 0.095 0.000 0.000 0.093 0.288 0.133 2.280 0.228 Bambu betak Kadar air (%) 11.421 10.936 10.762 8.024 11.368 10.599 11.240 11.148 11.258 11.415 108.170 10.817 Kerapatan Normal (g/cm3) 0.465 0.482 0.454 0.452 0.492 0.449 0.512 0.497 0.463 0.484 4.750 0.475 Pengembangan (%) 0.096 0.000 0.452 0.047 0.137 0.047 0.000 0.280 0.000 0.046 1.106 0.111 Penyusutan (%) 0.096 0.000 0.450 0.047 0.136 0.047 0.000 0.280 0.000 0.046 1.102 0.110 Nilai kadar air, kerapatan dan pengembangan penyusutan dari keempat jenis bambu tersebut memiliki nilai yang berbeda. Nilai kadar air tertinggi terdapat pada bambu tali, kerapatan tertinggi terdapat pada bambu tutul dan untuk pengembangan penyusutan tertinggi pada bambu duri. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dibawah a. Kadar air Bambu merupakan bahan yang bersifat higroskopis yang dipengaruhi oleh kelembaban udara disekitarnya. Seperti hal kayu, bambu juga sangat mudah melepas dan menyerap air. Kadar air sangat berpengaruh terhadap kekuatan mekanika bambu, semakin rendah kadar air maka kekuatan mekanika bambu akan meningkat Pengujian kadar air pada empat jenis bambu lokal ditampilkan pada grafik dibawah Grafik 1. Nilai rerata kadar air empat jenis bambu lokal Pada grafik diatas dapat dilihat nilai kadar air tertinggi pada bambu tali yaitu sebesar 11.666 %. Hal ini disebabkan pada bambu tali poriporinya lebih besar sehingga dapat menyerap air lebih banyak dibandingkan dengan bambu tutul, bambu duri dan bambu betak. Hal ini didukung dari penelitian Basri dan Saefuddin (2006), yang menyatakan bahwa kadar air bambu tali berkisar 10% - 12 %.

26 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 Sedangkan variasi nilai kadar air pada keempat jenis bambu tersebut disebabkan karena perbedaan sifat anatomi dan kandungan kimia pada masing-masing bambu. Hal sesuai dengan pernyataan Krisdianto dkk (2006), yang menyatakan bahwa sifat fisika kayu dipengaruhi oleh sifat kimia dan anataomi bambu tersebut. Selain kedua sifat tersebut hal-hal yang mempengaruhi sifat bambu adalah umur pohon, letak dalam batang, diameter batang dan tebal daging. Bambu bersifat histerisis yaitu lebih mudah menyerap air daripada mengeluarkannya, terutama dikeringkan pada suhu yang tinggi atau tingkat kekeringan yang sangat rendah. Sehingga bila mengeringkan bambu tidak boleh sampai mencapai kering tanur karena akan menurunkan kualitas bambu, bambu akan mudah retak dan pecah sehingga bambu akan menjadi rapuh. Kadar air yang memungkinkan untuk mempertahankan mutu bambu berkisar antara 5% - 10% Untuk mempercepat pengeringan dan mengurangi daya serap bambu terhadap air dengan merendam sebelum dikeringkan untuk melarutkan zat ekstraktif yang terdapat dalam bambu (Fangchun, 2000). Nilai kadar air keempat jenis yaitu antara 10.877% 11.666%, nilai ini telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (10% - 15%). Sehingga dengan kadar ini bambu siap untuk digunakan untuk berbagai tujuan (kerajinan dan konstruksi ringan). Kadar air yang tidak sesuai dengan standar akan menyebabkan bambu akan mudah berubah dimensi (ukuran), sehingga bambu akan mudah retak atau pecah. Kadar air yang rendah akan memudahkan dalam pengerjaan dalam pembuatan bambu laminasi karena perekat akan lebih mudah masuk ke dalam pori-pori bambu, karena air dalam pori-pori telah berkurang dan terisi oleh perekat. Selain memudahkan dalam pengerjaan yang paling utama, kadar air yang rendah akan memberikan kestabilan dimensi pada bambu, dimana salah satu kelemahan bambu adalah memiliki kestabilan dimensi yang rendah dalam kondisi lembab (bersifat elastis). b. Kerapatan Kerapatan adalah perbandingan antara massa dengan volume benda tersebut. Kerapatan pada bambu sangat dipengaruhi oleh sifat anatomi dari bambu tersebut. Semakin rapat pori-porinya maka akan semakin kuat. Oleh karena ada beberapa perlakuan untuk dapat meningkatkan kerapatan salah satunya dengan melakukan proses pengeringan dan melakukan pengepresan pada bambu tersebut sehingga pori-pori menjadi lebih kecil ukurannya. Pengujian kerapatan pada empat jenis bambu lokal ditampilkan pada grafik dibawah Grafik 2. Nilai rerata kerapatan empat jenis bambu Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai kerapatan bambu tertinggi pada bambu tutul yaitu sebesar 0,613 g/cm3. Tingginya nilai kerapatan pada bambu tutul disebabkan pori-pori pada bambu tutul lebih rapat dibandingkan dengan bambu duri, bambu tali dan bambu betak. Selain pori-pori,yang mempengaruhi perbedaan kerapatan pada masing-masing bambu adalah umur bambu, letak dalam batang, tebal bambu dan jenis bambu. Kerapatan pada keempat jenis bambu bervariasi antara 0,347 g/cm3 0,.613 g/cm3. Ber variasi kerapatan pada juga dipengaruhi oleh sifat kimia dan sifat anatomi pada bambu. Semakin tinggi kerapatan kekuatan kayu semakin tinggi. Kerapatan sangat penting dalam pengujian karena sebagai sumber informasi bagi pengguna bambu agar dapat menggunakan kayu sesuai dengan peruntukannya Kerapatan sangat berpengaruh terhadap kekuatan mekanika bambu, semakin tinggi kerapatan maka semakin tinggi pula kekuatan mekanika kayunya. Hal ini berhubungan dengan pori-porinya yang rapat yang umumnya padat sehingga bambu menjadi lebih kuat. Kerapatan bambu ada beberapa kondisi yaitu kerapatan normal, kerapatan kering tanur dan kerapatan dalam kondisi basah. Kerapatan yang umum digunakan adalah kerapatan normal yaitu kerapatan dalam kondisi udara dilingkungan yang normal (suhu 25oC dan kelembaban 65%). Dalam kondisi ini kerapatan bambu sangat dipengaruhi kondisi udara luar. Oleh karena itu kadar air pada bambu harus rendah sehingga bambu tidak akan mengalami perubahan nilai kerapatan. Perubahan nilai kerapatan pada bambu dapat terlihat dengan adanya perubahan dimensi pada bambu yang akan mengakibatkan bambu menjadi retak dan pecah. Nilai kerapatan bambu berdasarkan standar Nasional Indonesia nilai keempat jenis bambu tersebut telah memenuhi standar yaitu antara 0,2 1,2 g/cm3. c. Pengembangan dan Penyusutan Dimensi Bambu

ISSN No. 1978-3787 Pengembangan dimensi bambu adalah meningkatnya kandungan air yang terdapat dalam bambu karena meningkatnya nilai kadar air dalam bambu sedangkan penyusutan dimensi bambu adalah berkurangnya kandungan air dalam bambu karena berkurangnya kadar air dalam bambu. Nilai pengembangan dan pennyusutan dimensi bambu empat jenis bambu ditampilkan pada grafik dibawah Media Bina Ilmiah27 Pada grafik dapat dilihat adanya kecenderungan peningkatan nilai pengembangan dan penyusutan dengan meningkatnya nilai kadar ait. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan bambu mudah mengalami pengembangan dan penyusutan karena dalam pori-pori bambu terisi oleh air sehingga akan mudah mengalami perubahan bentuk (Sastrapradja, S. dan Sunarko, S. 2006). Pengembangan penyusutan pada bambu selain disebabkan karena variasi kadar air juga disebabkan bervariasinya nilai kerapatan. Semakin tinggi nilai kerapatan maka nilai pengembangan dan penyusutan pada bambu cenderung mengalami penurunan (Wulandari,F.T, 2011). Untuk melihat hubungan antara kerapatan dengan pengembangan dan penyusutan dapat dilihat pada grafik dibawah Gambar3. Nilai rerata pengembangan dan penyusutan dimensi bambu Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai pengembangan maka semakin tinggi pula nilai penyusutannya. Nilai pengembangan dan penyusutan tertinggi terdapat pada bambu duri yaitu sebesar 0.637 % (pengembangan) dan 0.618%. Nilai pengembangan dan penyusutan terendah pada bambu betak yaitu 0.111% (pengembangan) dan 0.110% (penyusutan). Bervariasinya nilai pengembangan dan penyusutan pada keempat jenis bambu tersebut disebabkan karena bervariasinya nilai kadar air dan kerapatan pada masing-masing bambu. Semakin tinggi kadar air maka nilai pengembangan dan penyusutan cenderung semakin tinggi (Prayitno, 2009). Hal ini dapat dilihat pada grafik dibawah Gambar 4. Hubungan Kadar air dengan Pengembangan dan Penyusutan. Gambar5. Hubungan kerapatan dengan pengembangan dan penyusutan Pada grafik dapat dilihat terdapat kecenderungan peningkatan nilai kerapatan dengan semakin menurunnya nilai pengembangan dan penyusutan. Hal ini disebabkan pada bambu yang kerapatannya tinggi ikatan antar seratnya kuat dan rapat sehingga air tidak akan mudah masuk kedalam pori-pori bambu(baharuddin, HR. dan Taskirawati, Ira., 2009). PENUTUP a. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian sifat fisika empat jenis bambu lokal di Kabupaten Sumbawa Barat maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kadar air tertinggi pada bambu tali (11.666%), kerapatan tertinggi pada bambu tutul (0.613 g/cm 3 ) dan pengembangan penyusutan tertinggi pada bambu duri (0.637% dan 0.618%). 2. Semakin tinggi kadar air maka nilai pengembangan dan penyusutan keempat jenis bambu cenderung meningkat. 3. Semakin tinggi kerapatan nilai pengembangan dan penyusutan keempat jenis bambu cenderung menurun. b. Saran 1. Perlu dilakukan pengujian anatomi dan sifat mekanika dari keempat jenis bambu untuk melengkapi data yang sudah ada. 2. Untuk akurasi data maka perlu dilakukan perbandingan data sifat fisika bambu di lokasi lain di Nusa Tenggara Barat.

28 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 DAFTAR PUSTAKA Alamendah, 2011. Jenis-jenis bambu di Indonesia dalam Alamendah's Blog. Diakses pada tanggal 20 mei 2012. Dari <http://alamendah.wordpress.com/2011/0 1/28/jenis-jenis-bambu-di-indonesia/>. Anonim. 2007c. Produksi hasil hutan bukan kayu tahun 2007. Departemen Kehutanan. Dikutip oleh Prayitno, TA. 2009. Peningkatan Nilai Tambah Hasil Hutan Bukan Kayu Melalui Pendekatan Teknologi. Dalam Prosiding Workshop Pengembangan HHBK. Universitas Gajahmada. Jogjakarta. Diakses pada tanggal 5 mei 2012. <http://www.dephut.go.id/files/workshop HHBK09_coverprosiding_0.pdf>. Basri.E dan Saefuddin, 2006. Sifat Kembang Susut Dan Kadar Air Keseimbangan Bambu TaliPada Berbagai Umur Dan Tingkat Kekeringan. Jurnal Puslitbang Bogor, Bogor. Baharuddin, HR. dan Taskirawati, Ira., 2009. Dalam Bahan Ajar Hasil Hutan Bukan Kayu. Fakultas Kehutan Universitas Hasanuddin. Makasar. Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Dalam artikel HHBK, diakses pada tanggal 3 Mei 2012. <http://www.repository.usu.ac.id>. DISHUTBUNTAN. 2010. Laporan Rancang Bangun KPH Kabupaten Sumbawa Barat. Sumbawa Barat. Prayitno, TA. 2009. Peningkatan Nilai Tambah Hasil Hutan Bukan Kayu Melalui Pendekatan Teknologi. Dalam Prosiding Workshop Pengembangan HHBK. Universitas Gajahmada. Jogjakarta. Diakses pada tanggal 5 Mei 2012. <http://www.dephut.go.id/files/workshop HHBK09_coverprosiding_0.pdf>. Sastrapradja, S. dan Sunarko, S. 2006. Beberapa Jenis Bambu-Lembaga Biologi Nasional- LIPI. Balai Pustaka. Jakarta. Sjah, T., Markum, dan Setiawan, B. 2007. Studi Potensi Pengembangan Bambu Di Provinsi Nusa Tenggara Barat. PUSPECTRA UNRAM. Mataram. Sultan, S. 2011. Mengenal Jenis dan PeranHasil Hutan Bukan Kayu. dalam artikel Pengamanan Hutan, diakses pada tanggal 26 april 2012 <http://polhutwidyaiswara.blogspot.com/ 2011/06/mengenal-hasil-hutanbukan.html > Sumadiwangsa, S. dan Setyawan, D. 2001. Dalam Konsepsi Strategi Penelitian Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia, diakses pada tanggal 16 april 2012.<http://www.dephut.go.id/INFOR MASI/litbang/hasil/buletin/2001/2-1 h.htm>. Silalahi, 2009. Metode Penelitian. PT.Refika Aditama Bandung. Wulandari. T, 2011. Diktat Hasil Hutan Bukan Kayu Seri Bambu. Fakultas PertanianUniversitas Mataram. Isnan, W. 2008. Dalam Surfer: Hutan Bambu Rakyat, diakses pada tanggal 21 Mei 2012. <http://www. wahyudiisnan.blogspot.com>. Krisdiyanto, dkk. 2006. Sari Hasil Penelitian Bambu. Diakses pada tanggal 21 Mei 2012 dari C:\Users\Family\Documents\BAHAN HHNK\Sari Hasil Penelitian Bambu.mht. Pemkab Sumbawa Barat. 2011. Dalam Website Resmi Pemerintah kabupaten Sumbawa Barat, diakses pada tanggal 26 Mei 2012. <www.sumbawabaratkab.go.id>.