BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik EKAWIRA K NAPITUPULU NIM

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 2 Dasar Teori Prinsip Konversi Energi Angin Energi kinetik dalam benda bergerak dirumuskan dengan persamaan (2.1)

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Energi Angin

Gambar 2.1. Grafik hubungan TSR (α) terhadap efisiensi turbin (%) konvensional

BAB I LANDASAN TEORI. 1.1 Fenomena angin

Bab IV Analisis dan Pengujian

PENERBITAN ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA Universitas Muhammadiyah Ponorogo

BAB II LANDASAN TEORI

PERFORMANSI TURBIN ANGIN SAVONIUS DENGAN EMPAT SUDU UNTUK MENGGERAKKAN POMPA SKRIPSI

BAB II LANDASAN TORI


Desain Turbin Angin Sumbu Horizontal

E =Fu... (1) F = ρav(v-u) BAB II TEORI DASAR. 2.1 Energi Angin. Menurut Kadir (1987) bahwa sebagaimana telah banyak diketahui, angin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PRINSIP KERJA TENAGA ANGIN TURBIN SAVOUNIUS DI DEKAT PANTAI KOTA TEGAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN SISTEM

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

BAB II TEORI DASAR. sering disebut sebagai Sistem Konversi Energi Angin (SKEA).

ANALISA PEMANFAATAN POTENSI ANGIN PESISIR SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemudian, energy angin dimanfaatkan manusia sebagai sumber tenaga untuk menggiling

Energi angin (Wind Energy) Hasbullah, S.Pd., MT

Bab II Tinjauan Pustaka

Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE TURBIN ANGIN SUMBU VERTIKAL TIPE SAVONIUS TUGAS AKHIR

BAB 4 PENGUJIAN, DATA DAN ANALISIS

PENGARUH VARIASI JUMLAH BLADE TERHADAP AERODINAMIK PERFORMAN PADA RANCANGAN KINCIR ANGIN 300 Watt

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

START STUDI LITERATUR MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN. PENGUMPULAN DATA : - Kecepatan Angin - Daya yang harus dipenuhi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

Gambar 2.1 Siklus Terjadinya Angin Dunia (Sumber :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TURBIN ANGIN SUMBU HORIZONTAL TIGA SUDU BERDIAMETER 3,5 METER. Adi Andriyanto

PEMBUATAN KODE DESAIN DAN ANALISIS TURBIN ANGIN SUMBU VERTIKAL DARRIEUS TIPE-H

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN POTENSI ENERGI ANGIN DI DAERAH KAWASAN PESISIR PANTAI SERDANG BEDAGAI UNTUK MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK

PENGARUH JUMLAH BLADE DAN VARIASI PANJANG CHORD TERHADAP PERFORMANSI TURBIN ANGIN SUMBU HORIZONTAL (TASH)

STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pulau Gili Ketapang Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo

PENGGUNAAN BENTUK SUDU SETENGAH SILINDER ELLIPTIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI TURBIN SAVONIUS

BAB II TEORI DASAR. Angin adalah udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan udara

ANALISIS TURBIN ANGIN SUMBU VERTIKAL DENGAN 4, 6 DAN 8 SUDU. Muhammad Suprapto

Z. Sya diyah/bimafika, 2014, 11, ANALISIS POTENSI ANGIN WILAYAH AMBON SEBAGAI ALTERNATIF ENERGI TERBARUKAN BERBASIS WIND ENERGY

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

PEMBANGKIT LISRIK TENAGA ANGIN. Nama : M. Beny Djaufani ( ) Ardhians A. W. ( Benny Kurnia ( Iqbally M.

NASKAH PUBLIKASI STUDI EKSPERIMEN PENGARUH SUDUT SERANG TERHADAP PERFORMA TURBIN ANGIN SUMBU HORISONTAL NACA 4415

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R

BAB II LANDASAN TEORI

DESAIN DAN UJI UNJUK KERJA KINCIR ANGIN ABSTRACT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

KAJI EKSPERIMENTAL TURBIN ANGIN DARRIEUS-H DENGAN BILAH TIPE NACA 2415

SOAL DINAMIKA ROTASI

STUDI EKSPERIMENTAL TURBIN ANGIN SAVONIUS SUDU U DENGAN PENAMBAHAN SUDU NACA 0012

4.1. Potensi Energi Angin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK MODEL TURBIN ANGIN UNTWISTED BLADE DENGAN MENGGUNAKAN TIPE AIRFOIL NREL S833 PADA KECEPATAN ANGIN RENDAH

BAB II LANDASAN TEORI

GENERATOR SINKRON Gambar 1

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

PERANCANGAN TURBIN ANGIN TIPE SAVONIUS L SUMBU VERTIKAL. Hendra Darmawan Penulis, Program Studi Teknik Elektro, FT UMRAH,

Universitas Medan Area

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENGUKURAN

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH SUDUT PITCH TERHADAP PERFORMA TURBIN ANGIN DARRIEUS-H SUMBU VERTIKAL NACA 0012

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II DASAR TEORI. maka dari hukum Newton diatas dapat dirumuskan menjadi: = besar dari gaya Gravitasi antara kedua massa titik tersebut;

KAJI EKSPERIMENTAL TURBIN ANGIN PEMBANGKIT LISTRIK TIPE SAVONIUS JENIS SPLIT S DENGAN SISTEM MAGNETIC LEVITATION SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Pemodelan Sistem Turbin Angin. menggunakan software MATLAB SIMULINK. Turbin Angin Tersusun

Pengujian Kincir Angin Horizontal Type di Kawasan Tambak sebagai Energi Listrik Alternatif untuk Penerangan

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. maka semakin maju suatu negara, semakin besar energi listrik yang dibutuhkan.

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

Pengaruh Desain Sudu Terhadap Unjuk Kerja Prototype Turbin Angin Vertical Axis Savonius

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA

(D) 40 (E) 10 (A) (B) 8/5 (D) 5/8

Maximum Power Point Tracking (MPPT) Pada Variable Speed Wind Turbine (VSWT) Dengan Permanent Magnet Synchronous Generator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMODELAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN 1kW BERBANTUAN SIMULINK MATLAB

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi, dan kegiatan yang lainnya.

PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KARAKTERISTIK RANCANGAN AWAL ROTOR TURBIN ANGIN

Generator listrik adalah sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi mekanik, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Angin Energi angin berasal dari matahari melalui reaksi fusi nuklir hidrogen (H) menjadi helium (He) pada inti matahari. Reaksi ini menimbulkan panas dan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan ke segala arah. Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi ini yang diterima oleh bumi, tetapi hampir menyediakan seluruh kebutuhan energi di bumi. Total energi matahari yang diterima oleh bumi diperkirakan sekitar 1,8 x 10 11 MW. Hanya 2% (3,9 x 10 9 MW) yang dikonversikan menjadi energi angin. Dan sekitar 35% energi angin ini dihamburkan pada ketinggian 1000m dari permukaan bumi. Oleh karena itu, energi angin yang tersedia hanya sekitar 1,26 x 10 9 MW. (Wei Tong, 2010) Angin timbul akibat sirkulasi di atmosfer yang dipengaruhi oleh aktivitas matahari dalam menyinari bumi yang berotasi. Dengan demikian, daerah khatulistiwa akan menerima energi radiasi matahari lebih banyak daripada di daerah kutub, atau dengan kata lain, suhu udara di daerah khatulistiwa akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di daerah kutub. Perbedaan suhu dan tekanan udara inilah yang akan menimbulkan adanya pergerakan udara. Pergerakan udara inilah yang didefinisikan sebagai angin. 2.1.1 Kondisi angin Dahulu sebelum ada alat pengukur kecepatan angin, angin ditaksir dengan skala kekuatan angin yang dikemukakan oleh Beaufort dan disebut menjadi skala Beaufort. Kondisi kecepatan angin dibagi menurut kelas angin seperti pada tabel berikut. Tabel.2.1 Kondisi angin Kelas V (m/s) V (km/jam) V (knot/jam) Angin 1 0,3-1,5 1-5,4 0,58-2,92 2 1,6-3,3 5,5-11,9 3,11-6,42 3 3,4-5,4 12,0-19,5 6,61-10,5 4

4 5,5-7,9 19,6-28,5 10,7-15,4 5 8,0-10,7 28,6-38,5 15,6-20,8 6 10,8-13,8 38,6-49,7 21-26,8 7 13,9-17,1 49,8-61,5 27-33,3 8 17,2-20,7 61,6-74,5 33,5-40,3 9 20,8-24,4 74,6-87,9 40,5-47,5 10 24,5-28,4 88,0-102,3 47,7-55,3 11 28,5-32,6 102,3-117,0 55,4-63,4 12 > 32,6 > 118 > 63,4 Sumber: nugrohoadi.wordpress.com Tabel.2.2 Tingkat kecepatan angin 10 meter diatas permukaan tanah Kelas V (m/s) Kondisi alam di daratan angin 1 0,00-0,02 ---------------- 2 0,3-1,5 angin tenang, asap lurus ke atas 3 1,6-3,3 asap bergerak mengikuti angin 4 3,4-5,4 wajah terasa dingin, daun-daun bergoyang pelan, petunjuk arah angin bergerak 5 5,5-7,8 debu jalan, kertas beterbangan, ranting pohon bergoyang 6 8,0-10,7 ranting pohon bergoyang, bendera berkibar 7 10,8-13,8 ranting pohon besar bergoyang, air plumpang berombak kecil 8 13,9-17,1 ujung pohon melengkung, hembusan angin terasa di telinga 9 17,2-20,7 jalan berat melawan arah angin 10 20,8-24,4 dapat mematahkan ranting pohon, rumah rubuh 11 24,5-28,4 dapat merubuhkan rumah, menimbulkan kerusakan 12 28,5-32,6 menimbulkan kerusakan parah 13 > 32,6 tornado Sumber: nugrohoadi.wordpress.com 2.1.2 Energi kinetik angin sebagai fungsi dari kecepatan Energi kinetik yang terkandung dalam udara yang bergerak dengan kecepatan v dapat dihitung dari persaman berikut, E k = ½ mv 2 dimana m adalah massa udara. Daya angin dapat diperoleh dengan mendiferensialkan energi kinetik angin terhadap waktu. 5

P = de k / dt P = ½ v 2 = ½ ρav 3 (W) (2.1) dimana pada persamaan diatas dapat kita lihat bahwa energi angin (P ; Watt) bergantung terhadap faktor-faktor seperti aliran massa udara ( ; kg/s), kecepatan angin (v ; m/s), densitas udara (ρ ; kg/m 3 ), dan luas permukaan area efektif turbin (A ; m 2 ). 2.1.3 Energi kinetik angin berdasarkan ketinggiannya dari permukaan tanah Kecepatan angin sangat dipengaruhi oleh ketinggiannya dari permukaan tanah. Semakin mendekati permukaan tanah, kecepatan angin semakin rendah karena adanya gesekan antara permukaan tanah dengan angin. Berikut adalah rumus menghitung kecepatan angin berdasarkan ketinggiannya dan jenis permukaan tanah di sekitarnya. V = V 1 (Z/Z 1 ) 1/n (2.2) V = kecepatan angin pada ketinggian Z V 1 = kecepatan angin pada ketinggian Z 1 n = nilai n dipengaruhi oleh permukaan tanah Tabel.2.3 Nilai n berdasarkan jenis permukaan tanah Jenis pemukaan tanah n 1/n padang rumput datar 7,0-10,0 0,10-0,14 pesisir pantai 7,0-10,0 0,10-0,14 sawah dan perkebunan 4,0-6,0 0,17-0,25 daerah perkotaan 2,0-4,0 0,25-0,50 Sumber: indone5ia.wordpress.com 2.2 Potensi Angin di Indonesia Sumberdaya energi angin suatu lokasi sangat ditentukan oleh besarnya rata-rata kecepatan angin di lokasi tersebut karena daya yang dapat dibangkitkan energi angin merupakan kelipatan pangkat tiga (kubik) dari kecepatan angin. Sumberdaya energi angin dikategorikan mulai dari kelas 1 (kecepatan angin kurang 3 m/s pada ketinggian 10 m) hingga kelas 7 (kecepatan angin lebih besar 6

dari 7 m/s pada ketinggian 10 m). Berdasarkan data kecepatan angin di berbagai wilayah, sumberdaya energi angin Indonesia berkisar antara 2,5 5,5 m/s pada ketinggian 24 meter di atas permukaan tanah. Dengan kecepatan tersebut sumberdaya energi angin Indonesia termasuk dalam kategori kecepatan angin kelas rendah hingga menengah. Secara keseluruhan, potensi energi angin Indonesia diperkirakan mencapai 9.290 MW. Wilayah yang mempunyai potensi angin cukup besar adalah Nusa Tenggara, Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. Saat ini pemanfaatan energi angin untuk pembangkit listrik masih terbatas pada pilot projects dengan kapasitas terpasang sekitar 500 kw. Berdasarkan data kecepatan angin Indonesia yang relatif rendah, aplikasi tenaga angin Indonesia sesuai untuk pengembangan dengan skema Pembangkit Skala Kecil tersebar dengan kapasitas maksimum sekitar 100 kw per turbin (Indonesia Energy Outlook, 2010). Tabel.2.4 Potensi energi terbarukan di Indonesia Jenis energi Sumber daya Setara Kapasitas terpasang Air 845 x 10 6 BOE 75,7 GW 4200 MW Panas bumi 219 x 10 6 BOE 27,0 GW 800 MW Mini/Mikrohidro 458 MW 458 MW 84 MW Biomassa 49,81 GW 49,8 GW 302,4 MW Surya 4,8 kwh/m 2 /hari --- 8,0 MW Angin 9,29 GW 9,3 GW 0,5 MW Keterangan: BOE = Barrel Oil Equivalent Sumber: DESDM, 2005 Gambar.2.1 Aliran angin di Indonesia (Sumber: bmkg.go.id) 7

Angin di wilayah Indonesia secara umum di sebelah utara khatulistiwa bertiup dari arah Barat Laut menuju Timur Laut. Sedangkan di sebelah selatan khatulistiwa bertiup dari arah Barat Daya menuju Barat Laut. Kecuali di Sumatera bagian selatan dan Jawa angin bertiup dari arah Timur menuju Tenggara. Kecepatan angin umumnya berkisar antara 5 15 knots (9 27 km/jam). Kecepatan angin 15 knot ( 27 km/jam): - Samudera Hindia sebelah barat Sumatera - Samudera Pasifik Timur Filippina - Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Dikutip dari majalahenergi.com diperoleh data kecepatan angin rata-rata tahunan pada beberapa daerah di kawasan Indonesia. Pengukuran kecepatan angin ini dilakukan pada ketinggian 50 m yang dapat dilihat pada Lampiran IV. Dari data kecepatan angin ini memungkinkan untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin berskala kecil di Indonesia. Berikut ini merupakan data potensi energi terbarukan di Indonesia. Tabel.2.5 Sepuluh negara dengan kapasitas turbin angin terpasang No Negara Kapasitas total (MW) (akhir tahun 2012) 1 China 75,564 2 United States 60,007 3 Germany 31,332 4 Spain 22,796 5 India 19,051 6 United Kingdom 8,445 7 Italy 8,144 8 France 7,196 9 Canada 6,200 10 Portugal 4,525 Lainnya 39,852 Total 282,482 Sumber: Global Wind Statistic, 2012 2.3 Turbin Angin Turbin angin merupakan mesin dengan sudu yang berputar untuk mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Jika energi mekanik digunakan langsung secara permesinan seperti menggerakkan pompa maka turbin disebut windmill. Jika energi mekanik digunakan untuk 8

menggerakkan generator yang menghasilkan energi listrik, maka turbin ini disebut wind generator atau wind energy converter (WEC). 2.3.1 Jenis-jenis turbin angin Turbin angin dapat digolongkan berdasarkan prinsip aerodinamika yang bekerja pada rotornya, yaitu: - Jenis drag, memanfaatkan selisih koefisien drag pada sudu - Jenis lift, memanfaatkan gaya lift yang terjadi pada sudu akibat aliran udara Berdasarkan letak sumbu porosnya, turbin angin dapat dibedakan menjadi dua kelompok. - Turbin angin sumbu horizontal (TASH) - Turbin angin sumbu vertikal (TASV) Turbin angin satu sudu (single bladed) Berdasarkan jumlah sudu Turbin angin dua sudu (double bladed) Turbin angin tiga sudu (three bladed) TASH Turbin angin bersudu banyak (multi bladed) Berdasarkan letak rotor terhadap arah angin Upwind : rotor menghadap arah datangnya angin Downwind : rotor membelakangi arah datangnya angin Turbin angin Savonius Sudu lurus TASV Sudu lengkung Turbin angin Darrieus Darrieus (Eggbeater) Darrieus-H (giromill) Gambar.2.2 Pengelompokan turbin angin (Sumber: Dokumen Penulis) 9

2.3.2 Teori elemen momentum Betz Energi kinetik udara dengan massa m yang bergerak dengan kecepatan v dirumuskan dengan: E = ½ m v 2 (N.m) (2.3) Dengan menganggap bahwa udara ini melewati suatu saluran dengan luas penampang A dengan kecepatan v, maka volume udara yang melewati saluran dalam satu satuan waktu dinyatakan dengan: Q = va (m 3 /s) (2.4) dan laju aliran massa udara dengan kerapatan ρ: = ρav (kg/s) (2.5) Energi yang terkandung di dalam massa udara yang bergerak ini dinyatakan dengan: P = ½ ρav 3 (W) (2.6) Pertanyaannya adalah berapa banyak energi yang dapat diekstrak dari energi udara yang bergerak ini oleh turbin. Energi kinetik udara ini akan diubah menjadi energi mekanis, dengan catatan laju aliran massa udara yang melewati turbin ini tidak berubah. Artinya, variabel yang berubah adalah kecepatan udara saat meninggalkan turbin ini. Gambar.2.3 Pemodelan aliran Betz (Erich Hau,2006) v 1 adalah kecepatan udara sebelum melewati turbin dan v 2 adalah kecepatan udara setelah melewati turbin. Dari persamaan kontinuitas diperoleh: 10

ρv 1 A 1 = ρv 2 A 2 (2.7) Selisih energi angin di titik (1) dengan titik (2) dapat dituliskan dengan: P = ½ ρ A 1 v 1 3 ½ ρ A 2 v 2 3 = ½ ρ (A 1 v 1 3 A 2 v 2 3 ) (2.8) Dengan memasukkan persamaan (2.3) P = ½ ρ A 1 v 1 (v 1 2 v 2 2 ) atau P = ½ (v 1 2 v 2 2 ) (W) (2.9) Dari persamaan diatas disimpulkan bahwa energi yang di ekstrak akan maksimum jika v 2 = 0,artinya udara di belakang turbin tidak bergerak. Jika kecepatan udara di belakang turbin tidak bergerak maka udara di depan turbin juga tidak akan bergerak dan tidak ada aliran. Dari hukum konservasi momentum, besarya gaya udara yang mendesak turbin dituliskan dengan: F = ma F = m dv/dt = m Δv F = ρav (v 1 v 2 ) F = (v 1 v 2 ) (N) (2.10) Berdasarkan hukum Newton ketiga bahwa gaya aksi sama dengan gaya reaksi, gaya F ini mendapat reaksi dari turbin dengan besar yang sama dan meneruskannya ke aliran udara sehingga mengurangi kecepatan aliran. Akibat gaya reaksi ini, kecepatan aliran turun menjadi v. Daya yang dibutuhkan untuk ini adalah: P = F v = (v 1 v 2 ) v (W) Dengan demikian, daya mekanis yang diekstrak dari udara dapat diperoleh dari perubahan energi udara sebelum dan setelah melewati turbin. ½ (v 1 2 v 2 2 ) = (v 1 v 2 ) v v = ½ (v 1 + v 2 ) (m/s) (2.11) Dengan demikian, kecepatan aliran melalui turbin ekivalen dengan rata-rata penjumlahan v 1 dan v 2 : 11

v = (v 1 + v 2 ) /2 (m/s) (2.12) laju aliran udara menjadi: = ρav = ½ ρa (v 1 + v 2 ) (kg/s) (2.13) sehingga daya mekanis turbin dinyatakan dengan: P = ¼ ρa (v 2 1 v 2 2 ) (v 1 + v 2 ) (W) (2.14) udara, Daya udara sebelum melewati turbin atau daya yang tersedia di dalam P o = ½ ρav 3 (W) maka diperoleh koefisien performansi turbin: C p = P/P o = (2.15) C p = (2.16) Koefisien performansi ini merupakan rasio antara energi yang terkandung di dalam udara dengan energi yang dapat diekstrak dari udara tersebut. Oleh karena itu, C p bergantung pada rasio kecepatan udara sebelum dan sesudah melewati turbin. Gambar dibawah merupakan plot hasil iterasi C p dengan memvariasikan rasio kecepatan udara sebelum dan sesudah meninggalkan turbin (v 2 /v 1 ). Dari hasil plot tersebut diperoleh bahwa nilai koefisien performansi maksimum pada v 2 /v 1 = 1/3 sehingga diperoleh: C p = 16/27 = 0,593 12

Gambar.2.4 Koefisien performansi vs rasio kecepatan (Erich Hau, 2006) Gambar.2.5 Profil kecepatan dan tekanan pada pemodelan Betz (Erich Hau, 2006) Gambar diatas menunjukan variasi kecepatan aliran dan tekanan statik. Saat udara mendekati turbin, udara terhambat sehingga kecepatannya berkurang sampai ke nilai minimum di belakang turbin. 13

Betz merupakan orang pertama yang merumuskan ini, sehingga nilai ini disebut dengan Betz limit. Dengan mengetahui bahwa koefisien performansi ideal diperoleh pada rasio kecepatan v 2 /v 1 = 1/3 maka kecepatan aliran tepat di depan turbin, v = 2/3 v 1 (2.17) dan kecepatan udara setelah melewati turbin, v 2 = 1/3 v 1 (2.18) 2.4 Turbin angin Darrieus Turbin angin Darrieus pada umumnya dikenal sebagai turbin sumbu horizontal dengan bentuk melengkung (troposkien: tali yang berputar, bahasa Yunani). Turbin angin Darrieus pertama kali ditemukan oleh Georges J.M Darrieus pada tahun 1931. Turbin angin Darrieus merupakan turbin angin yang menggunakan prinsip aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam mengekstrak energi angin. Sudu turbin ini berbentuk airfoil. Gambar. 2.6 Turbin angin Darrieus-H lima sudu (www.wintufel.net) 2.4.1 Airfoil Airfoil adalah bentuk aerodinamik yang dianggap sangat efektif untuk menghasilkan gaya angkat (lift). Sebagai contoh sebuah airfoil adalah penampang potongan sayap pesawat. Sayap adalah bagian pesawat terbang yang berfungsi 14

untuk menghasilkan gaya angkat. Gaya angkat yang dihasilkan itu akan terjadi karena gaya tekanan dibawah lebih besar daripada gaya tekanan diatas airfoil. Sayap juga dinamai penguat gaya dorong (thrust amplifier), karena gaya angkat yang dihasilkan dapat beberapa kali lebih besar daripada gaya tahan (drag) yang harus diatasi oleh gaya dorong motor propulsi. Nomenklatur dan cara menggambar airfoil dapat dilihat pada gambar dibawah. Gambar.2.7 Nomenklatur airfoil (Arismunandar, 2000) Garis kamber rata-rata (mean camber line) adalah tempat kedudukan dari titik-titik tengah antara permukaan atas dan permukaan bawah airfoil; yaitu tempat kedudukan titik tengah dari garis tegak lurus, pada garis kamber rata-rata itu sendiri, yang menghubungkan permukaan atas dan permukaan bawah. Garis kamber rata-rata menjadi ciri utama sebuah airfoil. Titik terdepan dan titik terbelakang dari garis kamber rata-rata, berturut-turut dinamai tepi depan (leading edge) dan tepi belakang (trailing edge). Garis korda (chord line) adalah garis lurus yang menghubungkan tepi depan dan tepi belakang, korda (chord) adalah panjangnya garis korda antara tepi depan dan tepi belakang. Ukuran airfoil biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari korda c. kamber (maksimum) adalah jarak maksimum antara garis kamber dengan garis korda, diukur pada garis tegak lurus dari korda. Letak kamber maksimum dari tepi depan sangat penting dalam menentukan karakteristik aerodinamika sebuah airfoil. Banyak usaha dilakukan untuk menggeser letak kamber maksimum ke depan untuk menaikkan gaya angkat (C L maks ). Kamber, bentuk garis kamber rata-rata dan juga distribusi tebal airfoil 15

sangat menentukan karakteristik gaya angkat dan momen airfoil. Tebal maksimum sebuah airfoil adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan permukaan bawah (Arismunandar, 2000). Gambar.2.8 Contoh airfoil NACA 4 digit (Sumber: Dokumen Penulis) Radius lingkaran yang melalui tepi depan merupakan ukuran ketajaman tepi depan; biasanya 0-2% korda. Titik pusat lingkaran tersebut berada pada garis singgung garis kamber rata-rata yang melalui tepi depan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka ukuran dan bentuk airfoil dinyatakan dengan nomor seri seperti contoh diatas. 2.4.2 Turbin angin Darrieus-H Turbin angin Darrieus memiliki torsi rotor yang relatif rendah tetapi putarannya lebih tinggi dibanding dengan turbin angin Savonius sehingga lebih diutamakan untuk menghasilkan energi listrik. Namun turbin ini membutuhkan energi awal yang lebih besar untuk mulai berputar. Turbin angin Darrieus biasanya akan mulai berputar pada kecepatan angin 2,5 m/s dan dapat menghasilkan daya pada kecepatan angin 3 m/s. Turbin angin Darrieus memiliki sudu dengan penampang berbentuk airfoil. Efisiensi maksimum turbin angin tipe Darrieus-H untuk saat ini masih berada pada 42 %, sedangkan turbin angin tipe horizontal mempunyai efisiensi maksimum sebesar 50 %. Hal ini mengakibatkan 16

turbin angin tipe Darrieus-H jarang dipakai untuk pembangkit listrik dengan kapasitas yang besar. Keterangan gambar: L = gaya lift sudu (N) D = gaya drag sudu (N) Gambar.2.9 Gaya-gaya aerodinamik pada sudu turbin ω = kecepatan sudut elemen sudu (rad/s) r = radius turbin (m) α = sudut serang sudu ( 0 ), (Sumber: Dokumen Penulis) c = kecepatan absolut elemen sudu (resultan vektor v dengan u ) c = v {(λ + cosθ) 2 + (sinθ) 2 } 1/2 (2.19) v = kecepatan angin (m/s) u = kecepatan tangensial elemen sudu (m/s) u = rω (2.20) 17

Catatan: - gaya lift L tegak lurus terhadap komponen kecepatan c - gaya drag D paralel terhadap komponen kecepatan c Turbin angin Darrieus-H menggunakan sudu berbentuk airfoil. Sudu ini diatur sedemikian rupa dengan sudut tertentu yang disebut dengan sudut serang (angle of attack). Sudut serang merupakan sudut antara garis referensi (garis korda c) dengan arah aliran, sudut ini merupakan sudut serang lokal. Pada saat turbin berputar, sudut serang sudu berubah terhadap posisi sudut (θ) sudu dan merupakan fungsi dari tip speed ratio λ. α = arc tan [sinθ / (λ + cosθ)] dimana, α = sudut serang (2.21) Gambar.2.10 Sudu turbin pada kondisi sudut serang rendah, medium, dan tinggi (Sumber: Dokumen Penulis) Besarnya sudut serang tidak boleh melebihi sudut serang kritis sudu karena pada saat sudut serang melebihi sudut serang kritis akan terjadi stall. Stall merupakan kondisi dimana terjadi pemisahan aliran udara diatas sudu dan timbul gelombang (wake) udara yang tidak beraturan. Pada kondisi stall, sudu hanya mempunyai koefisien lift yang sangat kecil. 2.4.3 Sudut serang (angle of attack) dan sudut pitch Sudut serang pada turbin Darrieus-H merupakan sudut antara garis chord sudu dengan garis komponen kecepatan relatif. Pada turbin angin Darrieus-H ini, besarnya sudut serang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, tip speed ratio, sudut azimuth sudu, dan sudut pitch sudu. Semakin besar tip speed ratio maka sudut serang akan semakin kecil, hal ini dapat dilihat dari persamaan di bawah ini. α = arc tan [sinθ / (λ + cosθ)] 18

dimana: λ = tip speed ratio θ = sudut azimuth sudu (-) φ (+) φ Menuju pusat rotasi ω Menjauhi pusat rotasi R Garis Chord Gambar. 2.11 Arah sudut pitch (Sumber: Dokumen Penulis) Untuk sudut pitch φ = 0, maka nilai sudut serang tidak berubah, tetapi jika sudut pitch φ > 0, maka sudut serang akan berubah sesuai dengan besarnya perubahan sudut pitch. α = {arc tan [sinθ / (λ + cosθ)]} - φ 0 0 > θ < 180 0 α = {arc tan [sinθ / (λ + cosθ)]} + φ 180 0 > θ < 360 0 α = φ θ = 0 0, dan θ = 180 0 19

Angin α φ α α φ φ θ = 135 θ = 45 θ = 225 α θ = 315 φ α φ Garis korda (chord) Komponen kecepatan angin dan kecepatan tangensial Komponen kecepatan relatif Gambar. 2.12 Perubahan sudut serang sebagai fungsi tip speed ratio, sudut azimuth, dan sudut pitch (Sumber: Dukumen Penulis) 20

azimuth sudu. Berikut ini merupakan contoh perubahan sudut serang sebagai fungsi sudut Angin c v u c α v u c v c u 4 3 ω 2 v c u v 5 θ 1 u v u c 6 v 7 c 8 v c u u Gambar.2.13 Perubahan sudut serang (Sumber: Dokumen Penulis) Kecepatan angin Putaran Turbin V = 3.85 m/s n = 50 rpm 21

Radius Turbin Kcepatan Sudut r = 0.75 m ω = 2πn/60 = 2π.50/60 = 5.666 rad/s Kecepatan Tangensial u = ω.r = (5.666)(0.75) = 4.24 m/s Tip speed ratio λ = ω.r/v = (5.666)(0.75)/3.85 = 1.103 Untuk tiap titik diperoleh: 1. θ = 0 0 α = 0 0 c = 8.09 m/s 2. θ = 45 0 α = 21.37 0 c = 7.48 m/s 3. θ = 90 0 α = 42.19 0 c = 5.72 m/s 4. θ = 135 0 α = 60.75 0 c = 3.17 m/s 5. θ = 180 0 α = 0 0 c = 0.39 m/s 6. θ = 225 0 α = -60.75 0 c = 3.17 m/s 7. θ = 270 0 α = -42.19 0 c = 5.72 m/s 8. θ = 315 0 α = -21.37 0 c = 7.48 m/s 2.5 Sistem Kelistrikan 2.5.1 Generator Turbin angin yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik tentu memerlukan generator yang berguna mengubah energi mekanik gerak rotasi rotor menjadi energi listrik. Terdapat beberapa jenis generator yang digunakan. Berdasarkan arah arus yang dikeluarkan, generator dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Generator arus searah (Direct Current - DC) 2. Generator arus bolak balik (Alternating Current - AC) Generator arus searah (DC) menghasilkan tegangan yang arahnya tetap dan jika dihubungkan dengan beban akan menghasilkan arus searah pula. Pada umumnya generator arus searah dapat menghasilkan energi listrik pada putaran tinggi. Untuk digunakan pada turbin angin, jenis generator ini memerlukan sistem transmisi untuk menaikkan putaran (speed increasing). Generator arus bolak balik (AC) menghasilkan tegangan yang arahnya bolak balik dan jika dihubungkan dengan beban akan menimbulkan arus bolak balik pula. Generator AC dapat menghasilkan daya pada putaran yang bervariasi bergantun pada spesidikasi generator itu sendiri. 22

Besar putaran minimal yang diperlukan generator AC untuk dapat menghasilkan energi listrik dan besar putaran kerja bergantung pada jumlah kutub dan kumparan dalam generator. n = (2.22) dimana: n : putaran (rpm) p : jumlah kutub f : frekuensi (Hz) Semakin banyak jumlah kumparannya maka semakin kecil putaran minimal dan putaran kerjanya. Jumlah kumparan merupakan kelipatan dari jumlah kutub yang dimiliki generator. Untuk putaran turbin yang memiliki putaran yang relatif rendah, digunakan jenis generator magnet permanen dengan variasi jumlah kutub, semakin banyak jumlah kutub generator maka putaran yang dibutuhkan semakin kecil untuk membangkitkan listrik dan sebaliknya. Untuk generator yang menggunakan magnet permanen sebagai penginduksi kumparannya disebut generator magnet permanen. 2.5.2 Penyimpanan energi listrik Penyimpanan energi listrik pada turbin angin skala kecil biasanya digunakan baterai penyimpan. Sistem penyimpanan baterai ini terdapat pada turbin angin yang relatif sederhana dan ditempatkan secara tersendiri. Penggunaan baterai ini diperuntukkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemakaian energi karena sumber daya yang dihasilkan tidak tetap setiap saat atau tidak cukup untuk melayani permintaan beban pada saat itu. Sebagai contoh, untuk penerangan dan peralatan lainnya sering memerlukan daya pada saat angin tidak berhembus. Pada dasarnya sistem penyimpanan baterai merupakan pembangkit pengisian baterai. Generator mengisi suatu baterai dengan daya DC melalui pengatur tegangan (voltage regulator). Pengatur tegangan berfungsi untuk menjaga baterai dari kelebihan pengisian (over charger) yang dapat merusak baterai. Disamping itu pengatur tegangan juga membatasi tegangan pengisian dan menurunkan arus yang melewati sel baterai saat mencapai pengisian puncak. 23

Turbin Angin Digunakan untuk keperluan tertentu Konverter AC ke DC Circuit Breaker Inverter 12 Volt DC ke AC Charger Controller Dump Load Ground Baterai 12V Sekring Voltmeter DC Gambar.2.14 Skema turbin angin untuk mengisi baterai (Sumber: Dokumen Penulis) Jenis baterai penyimpanan biasanya menggunakan jenis baterai asam timbal (tipe industri). Mengingat kecepatan angin berfluktuasi maka produksi energi turbin angin bisa melebihi atau kurang dari kebutuhan. Untuk menghindari keadaan tersebut, penggunaan baterai penyimpan tambahan dapat berguna untuk menghindari kelebihan daya yang dibangkitkan oleh turbin angin. Dimana baterai akan mensupplai sistem pada saat energi angin rendah dan mengisi baterai tambahan saat energi angin melebihi kebutuhan. Jika tidak ada baterai penyimpan tambahan, kadang kala pada sistem pembangkit tenaga angin ini dilengkapi dengan dump load berupa resistansi pemanas yang berfungsi sebagai proteksi terhadap beban lebih pada saat daya yang dibangkitkan turbin melebihi permintaan beban (termasuk baterai penyimpan). 24