Formula Dana Desa: CATATANKEBIJAKAN. No. 13, November Meningkatkan Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Pelayanan Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DANA DESA UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA

2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN SOSIALISASI PENGELOLAAN DANA DESA KEPADA APARAT PEMBINA DAN PENGAWAS DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

2 Dana Desa mengingat anggaran Dana Desa yang dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2015 masih belum mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari Dana Tra

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2011

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

BAB I PENDAHULUAN. miskin di dunia berjumlah 767 juta jiwa atau 10.70% dari jumlah penduduk dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan tersebut meliputi sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Dengan

Formula Dana Desa dan Pengentasan Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAERAH PROVINSI SELURUH INDONESIA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

KEBIJAKAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

Kajian Perda Provinsi Bali Tentang Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kab./Kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pelimpahan wewenang pengelolaan keuangan dari pemerintah pusat kepada

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah alokasi (transfer)

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN DANA DESA UNTUK KESEJAHTERAAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggal dan berlindung. Namun seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam data ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis : memiliki BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI. diolah.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

Jakarta, 10 Maret 2011

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang, pokok

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

Transkripsi:

No. 13, November 2016 CATATANKEBIJAKAN Meningkatkan Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Pelayanan Dasar REKOMENDASI Formula transfer Dana Desa yang saat ini digunakan pemerintah perlu diperhitungkan lagi agar dapat mencapai tujuan mengurangi kesenjangan antardesa, agar terserap dengan baik dan mengandung prinsip yang lebih berkeadilan bagi desa-desa yang masih membutuhkan pembangunan dan pemberdayaan; Formula transfer Dana Desa harus mempertimbangkan kapasitas fiskal (pendapatan daerah dari PAD, DBH, DAU) dan kebutuhan fiskal (Luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah penduduk miskin) setiap desa; Perlu dipertimbangkan tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan Dana Desa yakni memajukan penduduk desa sebagai subjek dari pembangunan; Perlu dibuat pengelompokan/ klaster daerah sesuai tingkat kemajuan atau kebutuhan akan Dana Desa, berdasarkan Indeks Desa Membangun atau berdasarkan populasi. Formula Dana Desa: Sudahkah Mengatasi Kesenjangan Antarwilayah? Oleh: Article 33 Indonesia 1 Filosofi Kebijakan Dana Desa Kebijakan Dana Desa merupakan amanat dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Secara filosofi, Dana Desa merupakan dana yang dibagikan kepada setiap desa dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2015 disebutkan bahwa jumlah Dana Desa yang akan ditransfer setiap tahunnya adalah 10% dari dan di luar dana transfer ke daerah. Dana Desa dialokasikan secara berkeadilan, dengan skema 10% dari total Dana Desa dialokasikan sama rata, disebut sebagai alokasi dasar. Sisanya, yaitu 90% dari total Dana Desa dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks kemahalan konstruksi. 2 Kemudian di sinilah muncul permasalahan terkait dengan formulasi Dana Desa, salah satunya adalah permasalahan terkait tidak adilnya alokasi Dana Desa terhadap desa yang membutuhkan (Lewis, 2015). 1 Ditulis berdasarkan temuan hasil kajian kebijakan yang dilakukan oleh tim Dana Desa Article 33 di tiga daerah, 2016, bekerja sama dengan Knowledge Sector Initiatives dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. 2 Berdasarkan PP No. 22 tahun 2015

Catatan Kebijakan No. 13, 2016 Studi ini akan membahas alternatif formula lain yang dianggap dapat menghasilkan pembagian Dana Desa yang lebih adil dengan mempertimbangkan tingkat kemajuan dan kebutuhan masing-masing desa. Data dan Metode Analisis dalam studi ini dilakukan menggunakan data-data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Kementerian Keuangan. Data yang digunakan diantaranya adalah data jumlah penduduk desa, jumlah penduduk miskin desa, luas wilayah desa, indeks kemahalan konstruksi (IKK) kabupaten/kota, data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten, PDRB per kapita kabupaten, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta data lain yang terkait. Untuk menghitung jumlah Alokasi Dana Desa, digunakan data pendapatan dalam APBD kabupaten; yang terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), dana bagi hasil (DBH), serta Dana Alokasi Umum (DAU). Ketiganya adalah komponen dasar yang digunakan untuk menghitung transfer Dana Desa dari kabupaten ke desa. Metodologi yang digunakan adalah analisa kuantitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan studi literatur dan wawancara untuk melakukan analisa mendalam permasalahan yang ada. Konsekuensi Formula Dana Desa 90:10 (Current Formula) Hasil studi ini menunjukkan bahwa formula 90:10 yang saat ini digunakan pemerintah terkesan telah memenuhi asas pemerataan namun mengabaikan azas keadilan antar wilayah. Azas merata berarti bahwa besarnya Dana Desa yang diberikan untuk setiap desa sama besar. Azas adil berarti bahwa besarnya Dana Desa yang diberikan untuk setiap desa akan diberikan secara proporsional untuk setiap desa berdasarkan nilai bobot desa yang dihitung dengan variabel tertentu (misalnya: kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dan lain-lainnya). Dalam tabel 1 terlihat bahwa standar deviasi Dana Desa per desa sangat kecil kurang dari 1%, yaitu sebesar 0,9%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya persentase alokasi dasar berdampak pada semakin meratanya pembagian Dana Desa yang akan diterima oleh masing-masing desa secara nominal. Formula 90:10 memberikan kesan terjadinya pemerataan terhadap pembagian alokasi dasar, tetapi pada dasarnya menaikkan persentase alokasi dasar dan menurunkan persentase alokasi formula justru menimbulkan ketidakadilan karena ada beberapa wilayah yang sudah berkembang, justru mendapatkan total Dana Desa yang lebih besar daripada wilayah yang belum berkembang. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan awal Dana Desa yang ingin mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa. Tabel 1. Persentase Proporsi Dana Desa per Wilayah Wilayah Dana Desa Per Kabupaten Per Desa Sumatera 16.8% 14.7% Jawa-Bali 23.0% 14.4% Kalimantan 14.1% 15.9% Sulawesi-Maluku 12.6% 15.5% Nusa Tenggara 15.0% 16.4% Papua 18.4% 23.1% Indonesia 100,0% 100,0% Rata-rata 16.7% 16.7% Standar deviasi 3.7% 3.2% Sumber : Olahan Peneliti, 2016 2

3

Catatan Kebijakan No. 13, 2016 Alternatif Formula Dana Desa 3 Studi ini melakukan simulasi terhadap enam formula alternatif yang dapat digunakan untuk mengalokasikan Dana Desa dari pusat ke wilayah Kabupaten. Namun, dalam tulisan ini hanya akan ditampilkan hasil simulasi dari tiga alternatif formula yang dianggap paling dekat memenuhi asas pemerataan dan keadilan antardaerah. Formula Blane D. Lewis Dalam tulisannya yang berjudul Decentralising to Villages in Indonesia: Money (and other) Mistakes, Blane D. Lewis menawarkan formula baru untuk mengatasi permasalahan yang timbul dari formula Dana Desa yang saat ini digunakan pemerintah Indonesia. Formula yang dikembangkan telah mempertimbangkan heterogenitas masing-masing desa, yakni dengan memperhitungkan kemampuan desa menghimpun pendapatan. Variabel yang digunakan untuk mengalokasikan Dana Desa adalah jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, tingkat kesulitan geografis, serta kapasitas fiskal desa yang diukur menggunakan angka Alokasi Dana Desa (ADD). Hasil simulasi formula ini menunjukkan bahwa variabel indeks penduduk miskin dan indeks kemahalan konstruksi mempengaruhi secara positif penyaluran Dana Desa ke setiap kabupaten. Artinya, ketika di dalam suatu kabupaten memiliki indeks penduduk miskin yang tinggi, maka kabupaten tersebut akan mendapatkan Dana Desa yang tinggi pula, dan sebaliknya. Lebih lanjut, ketika suatu kabupaten memiliki indeks kemahalan konstruksi yang besar, maka akan mendapatkan Dana Desa yang besar pula, dan sebaliknya. Formula Commune/Sangkat Fund (Intergovernmental Transfer Kamboja) Kamboja membagi total dana transfer menjadi dua komponen; komponen general administration dan local development. Selanjutnya, communes/sangkat diklasifikasikan menjadi 2 kategori yang berbeda. Kategori 1 merupakan daerah yang, berdasarkan penilaian fund board mampu menggunakan dana pembangunan daerah dengan efektif dan efisien. Kategori 2 merupakan daerah yang tidak termasuk ke dalam kategori 1. Akses terhadap komponen dana ditentukan oleh berada dalam kategori mana wilayah tersebut. Sistem seperti ini lebih menggambarkan desentralisasi karena mempertimbangkan kapasitas daerah menyerap uang yang ditransfer dari pemerintah pusat. Hasil simulasi formula ini menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk desa dan indeks kemiskinan desa merupakan dua variabel yang paling menentukan jumlah transfer Dana Desa ke setiap wilayah. Dengan kata lain, ketika di dalam suatu kabupaten memiliki indeks penduduk miskin yang tinggi, maka kabupaten tersebut akan mendapatkan Dana Desa yang tinggi pula, dan sebaliknya. Selain itu, ketika di dalam suatu kabupaten memiliki jumlah penduduk desa yang tinggi, maka kabupaten tersebut akan mendapatkan Dana Desa yang tinggi pula dan sebaliknya. 3 Simulasi dilakukan dengan sampel 434 kabupaten 4

Penentuan Variabel dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Penelitian ini menggunakan AHP dengan tujuan untuk menstrukturkan skala prioritas faktor-faktor dalam formulasi dana desa menurut pandangan ahli. Dari hasil pengolahan, tiga dari lima responden menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin merupakan faktor terpenting dalam formulasi dana desa. Indeks kemahalan konstruksi, jumlah penduduk dan luas wilayah merupakan faktor kedua, ketiga dan keempat terpenting secara berurutan yang dipilih oleh tiga dari lima responden. Sementara itu hampir semua responden sepakat bahwa jumlah anggota DPR merupakan faktor yang paling tidak penting. Selaras dengan hasil pairwise comparison matrix, hasil pemeringkatan manual menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai jumlah penduduk miskin merupakan faktor terpenting dalam formulasi dana desa. Terdapat perbedaan hasil antara perhitungan matriks dan manual. Menurut pemeringkatan manual, jumlah penduduk dan indeks kemahalan konstruksi merupakan faktor terpenting kedua dan ketiga. Konsisten dengan hasil pengolahan matriks, seluruh responden menyatakan bahwa jumlah anggota DPR merupakan faktor yang paling tidak penting dimasukkan dalam formulasi Dana Desa. Untuk melengkapi hasil pemeringkatan, responden juga diminta untuk memberi bobot kepentingan untuk masing-masing faktor (Tabel 2). Mayoritas responden memberikan bobot perhitungan terbesar pada faktor jumlah penduduk miskin. Tabel 2. Bobot Kepentingan Responden 1 2 3 5 6 Faktor Bobot Kepentingan (0%-100%) Jumlah Penduduk 15% 20% 20% 15% 15% Jumlah Penduduk Miskin 20% 40% 20% 30% 10% Luas Wilayah 10% 5% 20% 10% 15% Indeks Kemahalan Konstruksi 15% 13% 10% 15% 10% Pendapatan Domestik Regional Bruto 10% 2% 10% 7% 15% Jumlah Anggota DPR 0% 0% 0% 0% 0% Pandapatan Asli Daerah (PAD) 10% 3% 10% 10% 15% Dana Bagi Hasil (DBH) 10% 9% 5% 3% 10% Dana Alokasi Umum (DAU) 10% 8% 5% 10% 10% TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 5

Catatan Kebijakan No. 13, 2016 Perbandingan Alternatif Formula Dana Desa Berdasarkan hasil simulasi alternatif formula yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, masing-masing formula memiliki kelebihan dan kelemahan jika dibandingkan satu sama lain. Berikut adalah perbandingan secara singkat kelebihan dan kekurangan antar formula: Tabel 3. Perbandingan Alternatif Formula Dana Desa Formula Kelebihan Kekurangan Blane D. Lewis Terdapat implikasi bahwa pembagian Dana Desa lebih tersebar dengan rata (tidak berkumpul di wilayah Jawa-Bali) Formula ini sudah mempertimbangkan adanya kapasitas fiskal dari masing-masing kabupaten/kota. Tidak mempertimbangkan tingkat absorpsi daerah. Daerah yang memiliki IKK tinggi mendapatkan dana yang jauh lebih besar, tetapi dana yang disalurkan ke daerah tersebut belum tentu dapat diserap dengan baik untuk membangun infrastruktur seperti yang diharapkan. Selain itu, hasil pembangunan menjadi kurang bermanfaat jika jumlah penduduk desa di wilayah tersebut sedikit. IT Kamboja Mempertimbangkan klasifikasi wilayah maju dan tertinggal yang dilihat berdasarkan IDM. Wilayah yang sudah maju bisa mendapatkan Dana Desa yang lebih sedikit karena hanya mendapatkan dana dari komponen administratif (distribusi dapat lebih tepat guna). Formula tersebut tidak mempertimbangkan indikator insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintah lokal. Analytical Hierarchy Process (AHP) Mempertimbangkan variabel yang menurut para ahli penting untuk diperhitungkan dalam formula transfer Dana Desa. Perlu ditentukan bobot yang sesuai untuk masing-masing variabel berdasarkan kesepakatan para ahli. Dalam studi ini belum dilakukan diskusi yang menyepakati bobot setiap variabel. 6

Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Formula transfer Dana Desa yang saat ini digunakan pemerintah masih belum bisa mencapai tujuan mengurangi kesenjangan antardesa. Alokasi dengan skema 90:10 membuat transfer Dana Desa antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidak jauh berbeda, sehingga transfer dana tidak mempertimbangkan tingkat kemajuan dan kemampuan wilayah menghimpun dana (kapasitas fiskal). Perlu dipertimbangkan tujuan yang ingin dicapai dengan adanya kebijakan Dana Desa. Berdasarkan Undang-Undang, Dana Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Kata masyarakat desa dalam tujuan tersebut mengindikasikan bahwa Dana Desa utamanya adalah ingin memajukan penduduk desa sebagai subjek dari pembangunan. Tujuan inilah yang kemudian akan menjadi pengarah indikator seperti apa yang lebih baik digunakan untuk menyalurkan Dana Desa ke setiap daerah. Formulasi Dana Desa perlu dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing sehingga Dana Desa yang diterima dapat terserap dengan baik dan mengandung prinsip yang lebih berkeadilan bagi desa-desa yang masih membutuhkan pembangunan dan pemberdayaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal setiap desa. o Kapasitas fiskal : Pendapatan daerah yang dilihat dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Umum; o Kebutuhan fiskal: Luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah penduduk miskin. Perlu membuat klaster daerah sesuai dengan tingkat kemajuan atau tingkat kebutuhan desa tersebut akan Dana Desa. Klaster dapat dibuat secara sederhana dengan mengelompokkan berdasarkan Indeks De s a Membangun, atau menggunakan populasi4. Referensi Bird, R. M., & Smart, M. (2002). Intergovernmental Fiscal Transfers: International Lessons for Developing Countries. World Development, (January), 1 14. doi:10.1016/j.ecss.2006.02.023 Lewis, B. D. (2015). Decentralising to Villages in Indonesia: Money (and Other) Mistakes.Public Administration and Development, 35(5), 347 359. doi:10.1002/pad.1741 Ma, J. (1997). Intergovernmental Fiscal Transfers in Nine Countries: Lessons for Developing Countries. Policy Research Working Papers- World Bank Wps, (September), ALL. Romeo, L. G. (2004). Decentralization Reforms and Commune-Level Services Delivery in Cambodia, (December 2003). Shah, A. (2006). A practitioner s guide to intergovernmental fiscal transfers. Revista de Economía Y Estadistica, XLIV(2), 127 191. doi:10.1596/1813-9450-4039 4 lihat Shah et al., 2012 7

Article 33 Indonesia Jl. Salak Blok L-10 Kompleks Perumahan Kalibata Indah Rawa Jati, Pancoran, Jakarta Selatan 12750, Indonesia Tel./Fax. +62-21-29122183 http://www.article33.or.id