BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi

INTERAKSI FARMAKOLOGI. Oleh: Wantiyah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. medis bayi (infant), anak-anak (children), dan remaja (aldosents) (Anonim a,

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Farmakologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR FARMAKOLOGI

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini

Penggunaan Obat pada Anak FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Penggunaan Obat pada Anak. Alfi Yasmina. Dosis: berdasarkan usia, BB, LPT

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Alfi Yasmina

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

2/20/2012. Oleh: Joharman

ADME Obat. Indah Solihah

Lecture: EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT

PENDEKATAN KLINIS INTERAKSI OBAT DAN UPAYA MEMINIMALISASI EFEK MERUGIKAN AKIBAT INTERAKSI OBAT

Toksikokinetik racun

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

IDENTIFIKASI DAN MANAJEMEN INTERAKSI OBAT SUHARJONO DEP FARMASI KLINIS / KETUA PROGRAM S2 FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMAS UNAIR

USIA * INTERKSIOBAT. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik. Interaksi reseptor Mekanisme non-reseptor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

Mekanisme Kerja Obat

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

SIFAT FISIKA KIMIA terhadap FARMAKOKINETIK (Absorbsi Distribusi Ekskresi)

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

SKRIPSI. oleh : MARLIA NURITA K

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

RUMAH SAKIT MATA PADANG EYE CENTER (RSMPEC) Ramah, Empati, Siaga, Proaktif, Exsclusive, dan Competence PANDUAN TENTANG PANDUAN TELAAH INTERAKSI OBAT

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

INTERAKSI OBAT ANTIKOAGULAN. Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt.

EFEK SAMPING OBAT. Oleh: Wantiyah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat

Interaksi Obat Sistem Syaraf Pusat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

MEDIKASI SISTEM PERSYARAFAN (OBAT-OBAT NEUROLOGI) Publish Oleh: Sunardi (Residensi Sp.KMB)

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

Prinsip-prinsip Farmakologi. Copyright 2002, 1998, Elsevier Science (USA). All rights reserved.

Panduan Interaksi Obat

OBAT PADA KELOMPOK KHUSUS

EVALUASI KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT PADA IBU HAMIL PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA BULAN MARET 2009 SKRIPSI

OBA B T A T S I S ST S E T M

19/02/2016 INTERAKSI OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

Pasien Geriatri. Bahan Diskusi Kuliah Pharmaceutical Care PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI USU

BAB I PENDAHULUAN. Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama atau hampir

LAPORAN FARMAKOLOGI KELOMPOK

Interaksi obat dan makanan

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU ( Camellia sinensis ) TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR. dr. Agung Biworo, M.Kes

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA RESEP PASIEN PEDIATRI STUDI RETROSPEKTIF DI 3 APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JULI - DESEMBER 2014 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan studi potong lintang (cross sectional) yaitu jenis pendekatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peresepan obat terkadang tidak hanya dengan satu macam obat, melainkan dengan kombinasi berbagai macam obat dan digunakan secara bersamaan tergantung dari kebutuhan penyakit pasien.kombinasi ini berpotensi terjadinya interaksi. Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai penggunaan obat yang dilakukan secara bersamaan (Kee and Hayes, 1996). Interaksi obat dianggap penting secara klinis bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, sehingga terjadi perubahan efek terapi (Ganiswara, 1995). Pada pasien pediatri penting dilakukan analisis terhadap adanya interaksi obat. Interaksi obat pasien pediatri sifatnya unpredictable tidak seperti pada pasien dewasa (Price and Gwin, 2014). Potensi interaksi obat ini dikarenakan belum sempurnanya fungsi sistem organ pada pediatri (Aschenbrenner and Venable, 2009). Kejadian interaksi obat pada pasien pediatri banyak ditemukan di berbagai negara baik negara berkembang maupun negara maju. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pakistan dengan menganalisis 400 data rekam medik pasien pediatri diperoleh hasil bahwa 260 resep berpotensi terjadi interaksi obat, setelah dianalisis terdapat 86 interaksi obat. Diantaranya interaksi mayor 10,7%; moderat 15,2%; dan minor 12.5% (Ismail et al, 2013). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Anak di Amerika Serikat terjadi potensi interaksi obat mayor 41%, moderate 28%, dan minor 11% (Feinstein et al, 2014). Kejadian interaksi obat ini juga ditemukan di Indonesia.Penelitian di Rumah Sakit Kota Palu dengan menganalisis 495 resep dari 3650 resep. Berdasarkan jumlah tersebut diidentifikasi 230 interaksi yang terdiri dari interaksi mayor 6,53%; moderat 48,69; dan minor 44,78%. Hal ini terjadi karena adanya polifarmasi yaitu penggunaan obat dalam jumlah banyak atau > 2 macam obat dan memiliki efek yang sama, peresepan obat off label, pemberian obat tanpa memperhitungkan dosis berkenaan 1

2 umur dan berat badan. Pengobatan polifarmasi dapat menimbulkan efek yang merugikan (Sjahadat and Muthmainah, 2013). Berdasarkan data penelitian di atas, penelitian tentang interaksi obat penting untuk dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat diketahui oleh dokter dan farmasis agar kejadian interaksi obat dapat diminimalkan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu Berapa besar persentase potensi interaksi obat pada resep pasien pediatri di 3 apotek Kota Surakarta pada bulan Juli Desember 2014? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui potensi interaksi obat pada resep pasien pediatri di 3 apotek Kota Surakarta pada bulan Juli - Desember 2014. D. Tinjauan Pustaka 1. Interaksi Obat a. Definisi Interaksi obat didefinisikan sebagai kerja atau efek obat yang berubah, atau mengalami modifikasi sebagai akibat interaksi dengan satu obat atau lebih (Swamyet al., 2014). b. Klasifikasi Berdasarkan mekanismenya, interaksi obat dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 1) Interaksi farmakokinetika 2) Interaksi farmakodinamika

3 Untuk penjelasan akan diuraikan di bawah ini: 1) Interaksi Farmakokinetika Interaksi farmakokinetika adalah interaksi yang disebabkan karena perubahan pada fase absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi bila dua atau lebih obat digunakan bersamaan. Interaksi Farmakokinetika dapat diuraikan seperti di bawah ini: a) Fase absorbsi Apabila menggunakan dua atau lebih obat pada waktu yang bersamaan, maka laju absorbsi dari salah satu atau kedua obat akan berubah. Obat tersebut dapat menghambat, menurunkan, atau meningkatkan laju absorbsi obat yang lain. Interaksi pada fase absorbsi dapat terjadi dengan jalan diantaranya memperpendek atau memperpanjang waktu pengosongan lambung yaitu dengan merubah ph lambung atau membentuk kompleks obat (Kee and Hayes, 1996). Contoh obat yang dapat meningkatkan kecepatan pengosongan lambung adalah laksatif yaitu bisakodil dengan meningkatkan motilitas atau pergerakan lambung dan usus sehingga dapat menurunkan absorbsi dari digoksin (Wang et al, 1990). Obat yang dapat memperpendek waktu pengosongan dan menurunkan motilitas GI adalah obat-obat narkotik dan antikolinergik (obat-obat mirip atropin), sehingga dapat meningkatkan laju absorbsi. Semakin lama obat berada dalam lambung atau usus halus, maka semakin banyak pula jumlah obat yang akan diabsorbsi (hanya untuk obat diabsorbsi di lambung). Pada ph lambung yang asam, maka obat yang bersifat asam seperti aspirin akan lebih mudah diabsorbsi. Lambung dapat menjadi basa bila diberi antasida seperti Maalox (Alumunium hidroksida, Magnesium hidroksida dan simetikon) dan Amphojel (Alumunium hidroksida) yang dapat menurunkan absorbsi obat bersifat asam. Selain itu, antasida yang mengandung logam alumunium, magnesium dapat membentuk kompleks dengan tetrasiklin. Tetrasiklin ini juga dapat membentuk kompleks dengan logam kalsium, besi, susu. Kompleks ini membuat tetrasiklin tidak dapat diabsorbsi (Kee and Hayes, 1996).

4 b) Fase distribusi Interaksi pada fase distribusi dapat terjadi ketika dua obat bersaing untuk mendapatkan tempat pada protein atau albumin di dalam plasma. Apab ila salah satu obat tergeser dari ikatan protein maka akan banyak obat dalam bentuk bebas yang bersirkulasi dalam plasma, sehingga dapat meningkatkan kerja obat dan menimbulkan toksik. Interaksi pada fase distribusi hanya terjadi jika obat tersebut memiliki ikatan kuat dengan protein (> 90%), obat dengan jendela terapi sempit, volume distribusi kecil dan memiliki onset yang cepat. Derivat sulfonamide, salisilat, fenilbutazon memiliki ikatan kuat dengan protein, obat-obat ini dapat menggeser obat yang tidak terikat kuat dengan protein (Wang, 2008). Fenilbutazon dapat menggeser posisi warfarin yang berikatan dengan albumin, hal ini dapat meningkatkan jumlah warfarin dalam bentuk bebas di dalam plasma dan dapat meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin (Banfield et al, 1983). Jika terdapat dua obat yang berikatan tinggi dengan protein yang harus dipakai bersamaan, dosis salah satu atau kedua obat tersebut perlu dikurangi untuk menghindari toksisitas obat (Kee and Hayes, 1996). c) Fase metabolisme Metabolisme atau biotransformasi adalah proses memetabolisme atau merubah senyawa obat yang biasanya bersifat lipofil (non polar) yang sukar dieliminasi menjadi metabolit inaktif (polar) sehingga mudah untuk dieliminasi dari tubuh melalui urin dan feses. Proses ini dilakukan oleh enzim pemetabolisme yang ada di hati. Interaksi obat pada fase ini dapat meningkatkan atau menurunkan kadar obat di dalam darah (Wynn et al., 2009). Interaksi fase metabolisme dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu : (i). Induksi enzim Pada peristiwa ini dapat menurunkan kadar dari salah satu obat di dalam plasma dan mempercepat eliminasinya. Hal ini dikarenakan enzim pemetabolisme diinduksi sehingga produksi enzim lebih banyak dan lebih aktif untuk memetabolisme obat. Obat penginduksi enzim ini dapat menurunkan kerja dari obat lain. Contoh obat penginduksi enzim adalah barbiturat (fenobarbital) yang meningkatkan metabolisme penghambat reseptor beta (propanolol).

5 (ii). Inhibisi enzim Obat penginhibisi enzim dapat meningkatkan kadar obat lain di dalam plasma dan memperlama eliminasinya. Interaksi ini dapat meningkatkan kerja obat, tetapi juga dapat menimbulkan toksisitas. Contohnya adalah obat antitukak lambung (simetidin) menurunkan metabolisme teofilin (antiasma) dalam plasma. Dosis teofilin harus diturunkan untuk menghindari toksisitas. Jika simetidin dihentikan, maka dosis teofilin perlu disesuaikan. Contoh-contoh interaksi obat pada fase metabolisme dijelaskan pada tabel 1. Tabel 1. Contoh - contoh interaksi obat fase metabolisme Isoenzim Inhibitor Inducer Substrat CYP286 Thiotepa Phenobarbital Cyclophospamid Ifosfamid CYP2C8 Gemfibrozil Rifampicin Trimethoprim Pioglitazon Repaglinid Rosiglitazo CYP2C9 d) Fase ekskresi Amiodaron Azol Miconazol Aprepiran Rifampicin Irbesartan Losartan Nataglinid (Baxter, 2008) Mekanisme interaksi obat dapat terjadi pada fase ekskresi melalui empedu, sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal dan perubahan ph urin. Interaksi obat fase ekskresi melalui ekskresi empedu terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama, contohnya kuinidin dapat menurunkan ekskresi empedu digoksin, probenesid menurunkan ekskresi empedu dari rifampisin. Obat obat tersebut memiliki sistem transporter protein yang sama, yaitu P glikoprotein. Interaksi obat fase ekskresi pada sirkulasi enterohepatik dapat terjadi akibat supresi flora normal usus yang berfungsi untuk menghidrolisis konjugat obat, akibat supresi flora normal usus konjugat obat tidak dapat dihidrolisis dan direabsorbsi. Contohnya adalah antibiotik rifampisin dan neomisin dapat mensupresi flora normal usus dan dapat mengganggu sirkulasi enterohepatik metabolit konjugat obat kontrasepsi oral atau hormonal, sehingga kontrasepsi oral tidak dapat dihidrolisis, reabsorbsinya terhambat dan efek kontrasepsi menurun (Gitawati, 2008). Interaksi obat pada sekresi tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama, terutama sistem

6 transport untuk obat bersifat asam dan metabolit yang bersifat asam. Contohnya adalah fenilbutazon dan indometasin dapat menghambat sekresi tubuli ginjal obat obat diuretik thiazid dan furosemid, sehingga efek diuretiknya menurun.interaksi obat karena perubahan ph urin dapat mengakibatkan perubahan klirens ginjal melalui perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal. Interaksi ini akan bermakna klinik bila fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (> 30%) dan obat berupa basa lemah dengan pka 7,5 10 atau asam lemah dengan pka 3,0 7,5. Contohnya adalah efedrin yang merupakan basa lemah dengan obat yang dapat mengasamkan urin seperti Ammonium Klorida dapat menyebabkan klirens ginjal efedrin menurun. Fenobarbital yang bersifat asam dengan obat yang membasakan urin seperti antasida dapat menyebabkan klirens ginjal fenobarbital menurun dan efeknya juga menurun. (Gitawati, 2008) 2) Interaksi Farmakodinamika Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang dapat mempengaruhi efek dari salah satu obat. Interaksi ini dapat menimbulkan efek sinergi dan antagonis karena memiliki mekanisme aksi sama (Ismail et al., 2013). Interaksi farmakodinamik sinergi adalah apabila dua obat atau lebih digunakan secara bersamaan dapat memberikan efek sinergi atau memberikan efek yang lebih menguntungkan daripada penggunaan tunggal.sebagai contoh adalah pemberian dua obat yang bersifat sedatif-hipnotik seperti benzodiazepin dan antihistamin. Efek sedasi dan depresi SSP lebih meningkat daripada penggunaan tunggal. tetapi, walaupun menguntungkan, tetap dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan, maka penggunaan kombinasi harus secara tepat, hati-hati, dan terus dikontrol. Interaksi farmakodinamik antagonis terjadi ketika efek farmakologis dari salah satu obat berkurang karena penggunaan obat secara bersamaan, tanpa menurunkan kadar obatnya di dalam darah. Mekanisme interaksi farmakodinamik adalah dengan menempati sisi reseptor antagonis, sehingga tidak akan menimbulkan efek farmakodinamik, namun menghalangi agonis endogen untuk menempati reseptor dan menimbulkan efek farmakodinamik. Ini dapat

7 mempengaruhi theraupetic outcome. Contoh interaksi ini adalah kombinasi antara TCA dan guanetidin sebagai antihipertensi yang dapat berakibat pada penurunan efikasi teraupetik.mekanisme aksi TCA adalah menghambat reuptake neurotransmitter pada sinapsis noradrenergik. Sisi aksi guanetidin adalah pada presinap adrenergik neuron dimana aksinya adalah mengganti katekolamin yang berisi gelembung dari native neurotransmitter, sehingga dapat menimbulkan efek antihipetensi. Transporter yang dimediasi oleh reuptake norepineprin dihambat oleh TCA. Sehingga, guanetidin tidak dapat menjangkau sisi aksi yang membuatnya tidak aktif lagi sebagai antihipertensi. (Ciraulo et al., 2006) Berdasarkan tingkat keparahan interaksi obat atau drug-drug interaction (DDI) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Major clinical significant Interaksi ini tercantum atau terdokumentasi dengan baik karena dapat berpotensi menimbulkan bahaya pada pasien. 2. Moderate clinical significant Interaksi ini terdokumentasi dengan baik karena dapat berpotensi menimbulkan bahaya, namun lebih rendah daripada major clinical significant. 3. Minor clinical significant Interaksi ini kurang signifikan, karena hanya tercantum sedikit dalam dokumentasi, potensi bahaya pada pasien terkadang diabaikan, dan kejadian interaksinya rendah. (Folb, 2012) 2. Pediatri Pediatri adalah cabang ilmu pengobatan yang dapat dihubungkan dengan perkembangan dan kekacauan terhadap suatu penyakit. Masa kanak-kanak adalah masa dengan perkembangan dan pertumbuhan yang sangat cepat. Variasi organ, sistem tubuh, dan enzim adalah yang menentukan jenis pengobatan pada pediatri karena untuk setiap individu akan terjadi perbedaan dosis, formula, respon efek, dan adverse drug effect. (Bindler and Howry, 2007).

8 Untuk tujuan tertentu secara umum masa kanak - kanak dibagi menjadi beberapa periode, yaitu : a. Neonatus : Hari pertama kelahiran samapai 4 minggu. b. Infant atau bayi : 4 minggu - 1 tahun. c. Child atau anak-anak : 1 tahun - 12 tahun. Menurut The International Commite On Harmonization (2001) masa kanak-kanak (childhood) dibagi berdasarkan range umur untuk tujuan klinik dan pengobatan, yaitu : a. Neonatus : 0-27 hari. b. Bayi : 28 hari - 23 bulan. c. Anak-anak : 2-11 tahun. d. Remaja : 12-16 atau 18 tahun (Walker and Whittlesea, 2011). Terapi pada pasien pediatri berbeda dengan pasien dewasa, diantaranya ialah: a. Tinggi, berat badan, dan area permukaan tubuh Proporsi antara tinggi dan berat badan pasien pediatri berbeda dengan dewasa.perbedaan terlihat nyata pada neonatus, bayi, dan child. Perbedaan ini dapat menyebabkan ketidakteraturan dosis terapi. Area permukaan dan berat badan biasanya digunakan untuk menentukan dosis pada pediatri. b. Lemak Lemak membentuk 16% berat bayi, 23% berat pediatri usia 1 tahun, 8-12% berat usia prasekolah, 15% berat dewasa. Jumlah lemak ini menentukan dosis yang tepat untuk memperoleh kadar terapetik obat di dalam darah. c. Cairan tubuh Cairan menempati 85% BB bayi prematur, 80% BB bayi cukup umur, 60% BB bayi 2 tahun. Cairan tubuh terutama ekstraseluler besar (45%), pasien pediatri memerlukan dosis mg/kg, obat larut air lebih besar. d. Sistem gastrointestinal Waktu pengosongan lambung, peristaltik usus tidak teratur.ph lambung neonatus netral dan menurun 1-3 setelah beberapa jam kelahiran, ph 0,9-1,5

9 pada usia 3-4 bulan. Beberapa zat untuk transport aktif belum diproduksi oleh bayi. Variasi ini dapat mengganggu absorbsi obat. e. Hati Sistem enzim pada bayi belum berkembang dengan sempurna, maka kemampuan untuk mengikat obat lebih rendah. Neonatus memiliki sejumlah zat yang bersaing dengan obat-obat untuk menempati pengikat protein di plasma. Maka dibutuhkan dosis obat pengikat protein lebih kecil namun proporsional.kadar enzim hati yang rendah juga mempengaruhi laju biotransformasi obat. f. Ginjal Laju filtrasi glomerulus bayi 30-50% dari individu dewasa, laju matur pada usia 6 bulan. Sekresi tubular lebih sedikit dihasilkan pada bayi, karena jumlah sel tubular lebih sedikit, tubulus pendek, aliran darah, dan transport aktif lebih sedikit. Laju matur dicapai usia 7 bulan. Pada neonatus ph urin lebih asam hingga 24 jam. Organ ginjal pada pediatri memiliki kemampuan kecil dalam memekatkan atau mengencerkan urin. Variasi ini dapat memperpanjang waktu paruh obat pada bayi, peningkatan insidensi dan dehidrasi. Keadaan oligouria atau anuria perlu pemantauan ketat untuk melihat efek toksik dan pengurangan dosis obat yang dieliminasi oleh ginjal. (Bindler and Howry, 2007). E. Keterangan Empiris Dari hasil penelitian dapat diperoleh data yang sesuai kriteria inklusi dan diharapkan dapat diketahui persentase potensi interaksi obat pada resep pasien pediatri di 3 apotek Kota Surakarta bulan Juli Desember 2014.